• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Rekapitulasi Sidik Ragam

Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa dua varietas yang ditanam pada percobaan ini berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (8 MST), jumlah anakan (8 MST), bobot kering tajuk, nisbah tajuk akar, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1 000 butir, GKP, serta GKG.

Tabel 3 Rekapitulasi sidik ragam

Peubah pengamatan Varietas Pemupukan Interaksi

Koefisien keragaman (%) Pertumbuhan tanaman Tinggi tanaman (8 MST) ** tn tn 7.4 Jumlah anakan (8 MST) ** * tn 13.7

Skor warna daun

3 MST tn tn tn 3.71 4 MST tn tn tn 3.62 5 MST tn tn tn 2.91 6 MST tn tn tn 3.06 7 MST tn tn tn 3.79 8 MST tn tn tn 3.36

Bobot kering tajuk ** * tn 12.12

Bobot kering akar tn ** tn 24.21

Nisbah tajuk akar ** * tn 22.22

Panjang akar tn tn tn 11.08

Komponen hasil dan hasil

Jumlah anakan produktif tn * tn 17.49

Panjang malai ** tn tn 4.24

Jumlah gabah per malai ** tn tn 8.91

Bobot 1000 butir ** tn tn 3.36

Hasil gabah basah per tanaman

tn * tn 20.56

Hasil gabah kering per tanaman

tn * tn 20.56

Hasil gabah kering panen ** tn tn 28.13

Hasil gabah kering giling ** tn tn 29.05

Keterangan: tn= tidak berpengaruh nyata, * = nyata pada taraf 5%, **= nyata pada taraf 1 %

Perlakuan pemupukan memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah jumlah anakan (8 MST), bobot kering tajuk, nisbah tajuk akar, jumlah anakan

9 produktif, hasil gabah basah per tanaman, danhasil gabah kering per tanaman, serta berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering akar. Interaksi perlakuan varietas dan pemupukan pada seluruh peubah pertumbuhan, hasil dan komponen hasil menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Hasil rekapitulasi sidik ragam disajikan pada Tabel 3.

Kondisi Umum

Data BMKG (2014) menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata bulanan pada saat dilakukannya penelitian mulai dari November 2013 hingga April 2014 yaitu 318.33 mm (Gambar 1). Rata-rata curah hujan yang baik untuk tanaman padi sawah adalah 200 mm bulan-1 atau 1500–2000 mm tahun-1 (Kodoatie dan Syarif 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa curah hujan pada saat penelitian masih berada pada rentang yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi sawah.

Gambar 1 Curah hujan rata-rata bulan November 2013 hingga April 2014 di Kabupaten Karawang

Serangan hama dan penyakit yang ditemukan dalam penelitian ini adalah hama penggerek batang padi (Scirpophaga innotata), namun tidak semua lahan penelitian terkena serangan hama tersebut. Pengendalian hama penggerek batang padi dilakukan secara manual dengan cara mengambil telur hama tersebut. Selain itu, terdapat hama keong mas (Pomocea canaliculata), hama tersebut memakan tanaman padi yang masih berumur muda (1–3 MST). Pengendalian hama keong mas dilakukan secara manual dengan cara mengambil keong dan telurnya serta dengan melakukan pengaturan pengairan.

Gulma yang terdapat pada lahan sawah terdiri atas gulma rumput, gulma berdaun lebar dan teki-tekian. Gulma yang paling dominan selama percobaan berlangsung, yaitu jajagoan (Echinocholoa crussgalli) yang termasuk gulma golongan rumput. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut dan membenamkan gulma ke dalam tanah mulai dari 3, 5, dan 7 MST.

Kandungan Hara Tanah

Kandungan hara tanah dianalisis sebelum tanam dan setelah panen (Tabel 4). Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa tanah bereaksi netral dengan pH

159 246 590 468 160 287 0 100 200 300 400 500 600 700

November Desember Januari Februari Maret April

C ur a h H uj a n (m m ) Bulan

10

sebesar 7.40. Setelah penelitian pH tanah seluruh perlakuan mengalami penurunan menjadi 6.2–7.1 namun masih termasuk dalam kategori netral. Penurunan pH tanah terjadi karena bahan organik yang diberikan ke dalam tanah mengalami pelapukan (mineralisasi) dengan peran mikroorganisme tanah yang menghasilkan senyawa asam-asam organik yang dapat membuat tanah menjadi lebih masam (Zhenghu dan Honglang 2000).

Tabel 4 Hasil analisis pH, C-Organik, N-total, P tersedia, K-total Perlakuan pH C-Organik (%) N-Total (%) P tersedia (ppm) K-total (mg 100g-1) Awal 7.40 1.84 0.17 6.15 31.00 0 ton ha-1 POP 6.70 1.27 0.13 4.60 61.43 2 ton ha-1 POP 6.30 1.60 0.15 4.80 56.51 4 ton ha-1 POP 6.30 1.83 0.17 4.80 51.60 6 ton ha-1 POP 6.20 1.35 0.12 4.50 51.60 8 ton ha-1 POP 6.30 1.35 0.13 4.80 51.60 10 ton ha-1 POP 6.50 1.51 0.15 4.40 66.34 0 ton ha-1 POP + PH 7.10 1.67 0.18 4.60 51.60 2 ton ha-1 POP + PH 6.50 1.67 0.17 4.40 61.43 4 ton ha-1 POP + PH 6.50 0.71 0.08 4.60 61.43 6 ton ha-1 POP + PH 6.50 1.60 0.15 4.60 61.43 8 ton ha-1 POP + PH 6.60 1.43 0.13 4.40 34.40 10 ton ha-1 POP + PH 6.50 2.07 0.19 4.20 58.97 100% dosis NPK 6.50 2.15 0.20 3.80 56.51

Keterangan: Nilai tidak dianalisis statistik, POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati

Kandungan C-organik tanah pada awal penelitian menunjukkan bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian tergolong kategori rendah yaitu 1.84%. Secara umum setelah penelitian kandungan C-organik tanah pada perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP serta 0, 2, 4, 6, dan 8 ton ha-1 POP + PH mengalami penurunan menjadi 0.71–1.83% namun masih termasuk dalam kategori rendah. Hal ini diduga karena proses dekomposisi oleh mikroba yang terdapat pada pupuk organik dan pupuk hayati, sehingga terjadi penguraian karbon yang digunakan mikroba tersebut sebagai sumber energi dan pertumbuhannya. Namun pada perlakuan 100% dosis NPK, kandungan C-organik tanah mengalami kenaikan menjadi 2.15%.

Analisis tanah awal menunjukkan bahwa kandungan N-total di dalam tanah termasuk rendah yaitu 0.17%, dan P di dalam tanah tergolong rendah yaitu 6.15 ppm. Sedangkan kandungan K-total termasuk kategori sedang yaitu 31.00 mg 100 g-1. Bila dibandingkan dengan kandungan N-total, P tersedia, dan K-total tanah sebelum percobaan, secara umum analisis tanah setelah penelitian menunjukkan adanya penurunan kandungan N-total pada perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP serta 0, 4, 6, dan 8 ton ha-1 POP + PH. Namun pada perlakuan 0, 2, dan 10 ton ha-1 POP + PH serta 100% dosis NPK, kandungan N-total mulai meningkat ataupun sudah tidak mengalami penurunan. Secara umum kandungan P tersedia pada seluruh perlakuan mengalami penurunan. Menurut Leiwakabessy dan

11 Sutandi (2000) penurunan unsur N dan P terutama disebabkan oleh volatilisasi, pencucian, aliran permukaan, diserap tanaman dan pemanenan. Kandungan K-total dalam tanah pada perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati, serta perlakuan 100% dosis NPK mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena pemberian bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan hara kalium pada tanah. Selain itu bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation, hal ini berhubungan dengan muatan-muatan negatif yang berasal dari gugusan –COOH dan OH yang berdisosiasi menjadi COO- dan H+ dan O- + H+. Muatan negatif ini merupakan potensi humus mengadsorbsi kation-kation seperti Ca, Mg dan K yang diikat dengan kekuatan sedang sehingga mudah dipertukarkan atau mengalami proses pertukaran kation (Sutedjo 1999). Dengan demikian pemberian bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan kalium, karena hara menjadi tidak mudah tercuci.

Pertumbuhan Tanaman Padi Tinggi Tanaman

Varietas Ciherang memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Mentik Wangi pada saat tanaman berumur 3–8 MST (Tabel 5). Tabel 5 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap tinggi tanaman padi sawah

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

a

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Varietas

Ciherang 43.5a 47.9a 57.7a 68.9a 73.2a 80.3a Mentik Wangi 40.9b 45.8b 55.1b 60.2b 66.8b 73.9b Pemupukan

0 ton ha-1 POP 41.9 46.2 53.3b 64.2 69.4 77.6ab 2 ton ha-1 POP 41.5 46.9 56.3ab 62.6 70.1 76.5ab 4 ton ha-1 POP 43.1 47.0 56.7ab 64.5 69.6 76.0ab 6 ton ha-1 POP 39.9 44.2 53.9ab 61.2 66.7 74.1b 8 ton ha-1 POP 43.4 47.6 57.5ab 63.7 69.4 75.2ab 10 ton ha-1 POP 43.2 47.6 57.8ab 67.6 72.2 79.7ab 0 ton ha-1 POP + PH 42.2 47.6 58.5a 66.1 72.0 79.2ab 2 ton ha-1 POP + PH 41.8 46.3 53.6b 62.6 68.5 74.9ab 4 ton ha-1 POP + PH 42.1 47.0 56.9ab 63.8 67.9 74.4b 6 ton ha-1 POP + PH 41.9 46.7 57.2ab 64.9 70.9 77.2ab 8 ton ha-1 POP + PH 41.8 47.5 57.2ab 65.7 70.3 77.6ab 10 ton ha-1 POP + PH 42.9 47.7 57.8ab 64.5 70.1 77.7ab 100% dosis NPK 43.4 47.0 56.2ab 67.4 73.3 82.6a

a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing

perlakuan varietas dan pemupukan tidak berbeda nyata pada taraf α 5% (uji selang berganda Duncan). POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati.

Menurut BBPadi (2009), varietas Ciherang merupakan VUB yang memiliki tinggi tanaman berkisar antara 107–115 cm, sedangkan varietas Mentik Wangi merupakan varietas VUL yang memiliki tinggi tanaman berkisar antara 114 cm. Namun pada penelitian ini, tinggi tanaman yang dihasilkan oleh varietas Ciherang

12

dan Mentik Wangi tidak sesuai dengan deskripsi varietas. Hal ini diakibatkan karena tinggi tanaman yang dihasilkan pada penelitian ini belum optimal pada saat tanaman berumur 8 MST, yaitu varietas Ciherang menghasilkan tinggi tanaman sekitar 80.3 cm dan varietas Mentik Wangi menghasilkan tinggi tanaman sekitar 73.9 cm.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik dan atau penambahan pupuk hayati menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan perlakuan 100% dosis NPK, tetapi perlakuan 100% dosis NPK berbeda nyata dengan perlakuan 6 ton ha-1 POP dan 4 ton ha-1 POP + PH pada saat tanaman berumur 3–8 MST (Tabel 5). Hal ini sejalan dengan penelitian Supartha

et al. (2012) bahwa perlakuan pupuk organik padat dan pupuk organik cair tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi sawah.

Jumlah Anakan dan Jumlah Anakan Produktif

Jumlah anakan yang banyak merupakan salah satu karakter utama pada varietas unggul, sehingga sistem anakan menjadi salah satu peubah potensi hasil tanaman padi (Wahyututi 2012). Jumlah anakan varietas Ciherang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Mentik Wangi pada saat tanaman berumur 8 MST, sedangkan varietas Mentik Wangi menghasilkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak dibandingkan varietas Ciherang (Gambar 2). Rendahnya anakan produktif menggambarkan terjadinya kompetisi antar anakan khususnya terhadap hasil fotosintesis, dan hal tersebut dapat mempengaruhi hasil (Wahyututi 2012).

Gambar 2 Pengaruh varietas terhadap jumlah anakan pada saat tanaman berumur 8 MST dan jumlah anakan produktif padi sawah

Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati memiliki jumlah anakan produktif yang lebih banyak walaupun jumlah anakan yang dihasilkan pada saat tanaman berumur 8 MST lebih sedikit bila dibandingkan dengan perlakuan 100% dosis NPK. Hal tersebut diduga karena sebagian anakan yang telah terbentuk mengalami kematian dan tidak menghasilkan malai setelah mencapai umur maksimal. Selain itu perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah, sehingga tanaman dapat menghasilkan source yang efisien untuk memenuhi kebutuhan sink dalam pembentukan anakan produktif (Cakmak et al. 1994).

20.82a 12.44a 18.31b 12.42a 0 5 10 15 20 25 30

Jumlah anakan 8 MST Jumlah anakan produktif

Ju m lah an ak an (anak an) Ciherang Mentik Wangi

13

Gambar 3 Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap jumlah anakan pada saat tanaman berumur 8 MST dan jumlah anakan produktif padi sawah Warna Daun

Varietas Mentik Wangi menghasilkan skor warna daun yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas Ciherang saat tanaman berumur 3–8 MST. Hal ini diduga karena varietas Mentik Wangi memiliki serapan hara N yang lebih rendah dibandingkan varietas Ciherang (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap warna daun tanaman padi sawah

Perlakuan Skor warna daun

a

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Varietas

Ciherang 2.93a 2.99a 3.31a 3.33a 3.37 3.48

Mentik Wangi 2.71b 2.76b 3.08b 3.19b 3.34 3.45 Pemupukan

0 ton ha-1 POP 2.81ab 2.9ab 3.25ab 3.30ab 3.37ab 3.46 2 ton ha-1 POP 2.86ab 2.93a 3.27ab 3.32ab 3.37ab 3.48 4 ton ha-1 POP 2.85ab 2.93a 3.22ab 3.31ab 3.36ab 3.46 6 ton ha-1 POP 2.78ab 2.88ab 3.22ab 3.28ab 3.36ab 3.49 8 ton ha-1 POP 2.87ab 2.92ab 3.16ab 3.22ab 3.37ab 3.43 10 ton ha-1 POP 2.80ab 2.86ab 3.22ab 3.24ab 3.48a 3.46 0 ton ha-1 POP + PH 2.79ab 2.85ab 3.09b 3.18b 3.28b 3.46 2 ton ha-1 POP + PH 2.81ab 2.80b 3.10b 3.20b 3.38ab 3.42 4 ton ha-1 POP + PH 2.82ab 2.84ab 3.12b 3.19b 3.30b 3.41 6 ton ha-1 POP + PH 2.76b 2.84ab 3.14ab 3.20b 3.32b 3.52 8 ton ha-1 POP + PH 2.83ab 2.88ab 3.24ab 3.31ab 3.37ab 3.48 10 ton ha-1 POP +

PH

2.84ab 2.87ab 3.21ab 3.28ab 3.28b 3.48 100% dosis NPK 2.88a 2.94a 3.32a 3.37a 3.38ab 3.51

a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan varietas dan pemupukan tidak berbeda nyata pada taraf α 5% (uji selang berganda

Duncan). POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati

21.22ab 17.80bc 20.15ab 17.58bc 18.83bc 20.43ab 20.73ab 19.37bc 19.37bc 20.00abc 19.43abc 16.83c 22.60a 12.40abcd 10.80cd 10.60d 10.62d 11.68abcd

13.43abcd 12.43abcd 13.87ab 13.27abc 12.62abcd 14.95a 13.08abcd 11.85bcd

0 5 10 15 20 25 30 0 ton ha-1 POP 2 ton ha-1 POP 4 ton ha-1 POP 6 ton ha-1 POP 8 ton ha-1 POP 10 ton ha-1 POP 0 ton ha-1 POP + PH 2 ton ha-1 POP + PH 4 ton ha-1 POP + PH 6 ton ha-1 POP + PH 8 ton ha-1 POP + PH 10 ton ha-1 POP + PH 100% NPK juml ah anak an (anakan) Pemupukan Jumlah anakan maksimum Jumlah anakan produktif

14

Antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP serta antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan skor warna daun yang tidak berbeda nyata. Namun perlakuan 0, 2, 4, dan 6 ton ha-1 POP + PH menghasilkan skor warna daun yang berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan 100% dosis NPK pada saat tanaman berumur 5–7 MST. Pemberian pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati diduga belum dapat menyediakan unsur hara N secara cukup bagi tanaman dikarenakan sifat bahan organik yang lambat menyediakan unsur hara (Suharno et al. 2010), selain itu pemberian pupuk hayati juga dapat mengakibatkan tanaman kekurangan unsur N karena unsur hara N terpakai untuk aktivitas mikroba yang berasal dari pupuk hayati tersebut. Sedangkan sifat dari pupuk anorganik adalah memiliki kandungan hara yang tinggi dan cepat tersedia bagi tanaman.

Biomassa Tanaman

Varietas Mentik Wangi menghasilkan bobot kering tajuk dan nisbah tajuk akar yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Ciherang. Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan varietas tidak berpengaruh terhadap bobot kering akar dan panjang akar. Menurut Gardner et al. (2008) bobot biomassa atau berat kering suatu tanaman merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang bergantung pada kegiatan fotosintesis tanaman tersebut. Fotosintesis mengakibatkan peningkatan berat kering tanaman karena proses pengambilan CO2 berfungsi untuk memproduksi heksosa menjadi bahan-bahan struktural dan cadangan makanan, serta metabolit yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu bentuk tajuk tanaman yang lebih baik dapat memanfaatkan cahaya lebih efisien, sehingga fotosintesis tanaman berjalan lebih baik dan mampu memproduksi biomassa lebih besar (Peng

et al. 2008). Secara rinci pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap biomassa tanaman padi sawah disajikan pada Tabel 7.

Antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP, serta antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan bobot kering tajuk yang tidak berbeda nyata. Namun perlakuan 100% dosis NPK menghasilkan bobot kering tajuk yang berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 2, 6, dan 8 ton ha-1 POP, serta perlakuan 4 dan 10 ton ha-1 POP + PH. Perlakuan pupuk organik saja dengan taraf 4 ton ha-1 POP cenderung lebih tinggi menghasilkan bobot kering akar apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 2, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP. Sedangkan perlakuan pupuk organik dengan pupuk hayati dengan taraf 8 ton ha-1 POP + PH cenderung lebih tinggi menghasilkan bobot kering akar apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 2, 4, 6, dan 10 ton ha-1 POP + PH. Namun perlakuan 100% dosis NPK menghasilkan bobot kering akar yang berbeda nyata dengan perlakuan 0, 2, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP serta perlakuan 0 dan 2 ton ha-1 POP + PH. Hal ini diduga karena pemberian pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati tidak dapat terus menerus memenuhi unsur hara tanaman karena mengalami dekomposisi sehingga unsur hara yang dikandung akan berkurang yang dapat mengakibatkan bobot kering akar yang lebih kecil.

15 Tabel 7 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap biomassa tanaman

Perlakuan Biomassa tanaman Bobot kering tajuk (g)a Bobot kering akar (g)a Nisbah tajuk akara Panjang akar (cm)a Varietas Ciherang 26.07b 13.99 2.03b 26.35

Mentik Wangi 35.47a 13.71 2.69a 26.14

Pemupukan

0 ton ha-1 POP 29.91bc 12.36c 2.73a 26.98ab 2 ton ha-1 POP 27.86c 13.40bc 2.36abcd 25.48ab 4 ton ha-1 POP 31.22abc 17.08ab 1.92cd 26.31ab 6 ton ha-1 POP 29.58bc 10.63c 2.88a 26.31ab 8 ton ha-1 POP 28.93bc 11.71c 2.56abcd 23.89b 10 ton ha-1 POP 31.58abc 12.12c 2.62abc 26.98ab 0 ton ha-1 POP + PH 29.27bc 11.72c 2.49abcd 28.48a 2 ton ha-1 POP + PH 32.45abc 12.42c 2.66ab 24.06b 4 ton ha-1 POP + PH 30.14bc 14.23abc 2.17abcd 26.48ab 6 ton ha-1 POP + PH 31.27abc 14.38abc 2.21abcd 27.15ab 8 ton ha-1 POP + PH 33.49ab 16.99ab 2.27abcd 26.65ab 10 ton ha-1 POP + PH 28.53bc 15.01abc 1.89d 27.89ab 100% dosis NPK 35.79a 18.05a 2.01bcd 24.56ab

a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing

perlakuan varietas dan pemupukan tidak berbeda nyata pada taraf α 5% (uji selang berganda

Duncan). POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati

Perlakuan pupuk organik saja dengan taraf 6 ton ha-1 POP cenderung lebih tinggi menghasilkan nisbah tajuk akar apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 2, 4, 8, dan 10 ton ha-1 POP. Sedangkan perlakuan pupuk organik dengan pupuk hayati dengan taraf 2 ton ha-1 POP + PH cenderung lebih tinggi menghasilkan bobot kering akar apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP + PH. Apabila dibandingkan antar taraf pemupukan, perlakuan 0 dan 6 ton ha-1 POP menghasilkan nisbah tajuk akar yang berbeda nyata dengan perlakuan 4 ton ha-1 POP, serta 10 ton ha-1 POP + PH. Antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP, serta antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan panjang akar yang tidak berbeda nyata. Namun perlakuan 0 ton ha-1 POP + PH menghasilkan panjang akar yang cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati lainnya serta perlakuan 100% dosis NPK.

Komponen Hasil dan Hasil Tanaman Padi Komponen Hasil

Perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1 000 butir, dan indeks panen sedangkan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai dan jumlah gabah per malai. Varietas Mentik Wangi menghasilkan panjang malai,

16

jumlah gabah per malai, dan bobot 1 000 butir yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Ciherang (Tabel 8).

Perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati menghasilkan panjang malai dan jumlah gabah per malai yang tidak berbeda dengan perlakuan 100% dosis NPK (Tabel 8). Namun perlakuan 10 ton ha-1 POP + PH cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati lainnya serta perlakuan 100% dosis NPK.

Tabel 8 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir, dan indeks panen

Perlakuan Panjang malai (cm)a Jumlah gabah per malaia Bobot 1 000

butira Indeks Panen Varietas

Ciherang 23.11b 126.32b 25.72b 1.23a

Mentik Wangi 25.54a 148.49a 27.13a 0.88b

Pemupukan

0 ton ha-1 POP 24.01 138.38ab 25.67c 1.19ab 2 ton ha-1 POP 25.22 140.15ab 27.17a 1.07ab 4 ton ha-1 POP 24.24 126.55b 26.17abc 0.92ab 6 ton ha-1 POP 24.31 135.90ab 26.33abc 0.81b 8 ton ha-1 POP 24.19 131.88ab 26.50abc 0.91ab 10 ton ha-1 POP 24.14 133.02ab 26.67abc 0.95ab 0 ton ha-1 POP + PH 24.51 142.03ab 26.83abc 1.17ab 2 ton ha-1 POP + PH 24.09 141.10ab 27.00ab 1.08ab 4 ton ha-1 POP + PH 24.35 135.00ab 26.17abc 1.03ab 6 ton ha-1 POP + PH 23.87 135.13ab 26.00abc 1.17ab 8 ton ha-1 POP + PH 23.92 141.88ab 25.83bc 1.01ab 10 ton ha-1 POP + PH 24.86 144.07a 26.67abc 1.25a 100% dosis NPK 24.51 141.22ab 26.50abc 0.86b

a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing

perlakuan varietas dan pemupukan tidak berbeda nyata pada taraf α 5% (uji selang berganda

Duncan). POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati

Perlakuan pupuk organik saja dengan taraf 0 ton ha-1 POP cenderung lebih rendah menghasilkan bobot 1 000 butir apabila dibandingkan dengan perlakuan 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP. Sedangkan perlakuan pupuk organik dengan pupuk hayati dengan taraf 8 ton ha-1 POP + PH cenderung lebih rendah menghasilkan bobot 1 000 butir apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 2, 4, 6, dan 10 ton ha

-1

POP + PH. Perlakuan 2 ton ha-1 POP menghasilkan bobot 1 000 butir yang paling tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan 0 ton ha-1 POP dan 8 ton ha1 POP + PH, tetapi tidak nyata meningkatkan bobot 1 000 butir dibandingkan perlakuan 0, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP, serta 0, 2, 4, 6, 10 ton ha-1 POP + PH, dan 100% dosis NPK. Hal ini diduga disebabkan oleh pemberian bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan kandungan unsur K, serta unsur K tersebut lebih banyak diserap tanaman sehingga kandungan K dalam tanaman tinggi. Unsur K pada tanaman padi berperan dalam meningkatkan jumlah gabah per

17 malai dan bobot 1000 butir (Dobermann and Fairhurst 2000). Selain itu pupuk hayati mengandung mikroorganisme penambat N dan pelarut P yang dapat meningkatkan ketersediaan N dan P yang dibutuhkan oleh tanaman.

Peubah indeks panen diperoleh dengan membagi total bobot gabah kering per tanaman terhadap bobot tajuk tanaman. Tabel 8 menunjukkan bahwa varietas Ciherang menghasilkan nilai indeks panen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Mentik Wangi. Nilai indeks panen akan semakin rendah apabila penurunan bobot gabah lebih besar dibandingkan dengan bobot tajuk. Perlakuan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan indeks panen yang berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik dan pupuk organik dengan pupuk hayati lainnya serta perlakuan 100% dosis NPK.

Hasil

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap hasil gabah per tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap hasil gabah per hektar. Tabel 9 menunjukkan bahwa varietas Ciherang menghasilkan nilai GKP dan GKG yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Mentik Wangi.

Tabel 9 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap hasil tanaman padi sawah Perlakuan

Hasil gabah per tanaman (g)a

Hasil gabah per hektar (kg ha-1)a

basah kering GKP GKG

Varietas

Ciherang 37.22a 32.01a 5372.10a 4314.80a

Mentik Wangi 36.39a 31.29a 3338.70b 2654.60b Pemupukan

0 ton ha-1 POP 41.38a 35.59a 4362.90ab 3538.80ab 2 ton ha-1 POP 34.65abc 29.79abc 3952.30ab 3170.70ab 4 ton ha-1 POP 33.32abc 28.65abc 4261.10ab 3378.80ab 6 ton ha-1 POP 27.73c 23.85c 3717.90ab 3039.20ab 8 ton ha-1 POP 30.48bc 26.22bc 3481.10b 2785.10b 10 ton ha-1 POP 34.85abc 29.97abc 4573.10ab 3657.30ab 0 ton ha-1 POP + PH 39.85ab 34.27ab 5299.70a 4225.30a 2 ton ha-1 POP + PH 40.85a 35.13a 4264.30ab 3451.90ab 4 ton ha-1 POP + PH 36.12abc 31.06abc 4445.30ab 3597.00ab 6 ton ha-1 POP + PH 42.63a 36.67a 4747.50ab 3739.60b 8 ton ha-1 POP + PH 39.18ab 33.68ab 4149.90ab 3377.00ab 10 ton ha-1 POP + PH 41.48a 35.68a 3964.30ab 3109.60ab 100% dosis NPK 35.87abc 30.85abc 5400.80a 4230.80a

a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing perlakuan varietas dan pemupukan tidak berbeda nyata pada taraf α 5% (uji selang berganda

Dokumen terkait