• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggap Dua Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Terhadap Aplikasi Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggap Dua Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Terhadap Aplikasi Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGAP DUA VARIETAS PADI SAWAH (

Oryza sativa

L.)

TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK DAN PUPUK

HAYATI

METI DWI LESTARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tanggap Dua Varietas Padi Sawah (Oryza sativa L.) terhadap Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Hayati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Meti Dwi Lestari

(4)
(5)

ABSTRAK

METI DWI LESTARI. Tanggap Dua Varietas Padi Sawah (Oryza sativa L.) terhadap Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Dibimbing oleh SUGIYANTA.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan, hasil, dan mutu hasil padi varietas Ciherang dan Mentik Wangi dengan aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013–Mei 2014 di lahan petani di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK) petak terbagi dengan 3 ulangan. Petak utama adalah perlakuan pemupukan, anak petak adalah varietas padi (Ciherang dan Mentik Wangi). Faktor pemupukan terdiri atas 13 taraf yaitu: 0 ton ha-1, 2 ton ha-1, 4 ton ha-1, 6 ton ha-1, 8 ton ha-1, 10 ton ha-1 pupuk organik padat, 0 ton ha-1 pupuk organik padat + 6 L ha-1 pupuk hayati, 2 ton ha-1 pupuk organik padat + 6 L ha-1 pupuk hayati, 4 ton ha-1 pupuk organik padat + 6 L ha-1 pupuk hayati, 6 ton ha-1 pupuk organik padat + 6 L ha-1 pupuk hayati, 8 ton ha-1 pupuk organik padat + 6 L ha-1 pupuk hayati, 10 ton ha-1 pupuk organik padat + 6 L ha-1 pupuk hayati, 100% dosis NPK. Perlakuan pupuk organik dan atau pupuk hayati menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman, komponen hasil, dan hasil tanaman yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 100% dosis NPK. Aplikasi pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati pada varietas Ciherang dapat menurunkan hasil gabah sebesar 3.84– 42.89%. Varietas Mentik Wangi yang mendapat perlakuan 10 ton ha-1 POP, 0 dan 2 ton ha-1 POP + PH dapat meningkatkan hasil gabah sebesar 0.12–6.58%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum varietas Ciherang menghasilkan pertumbuhan tanaman dan hasil ha-1 yang lebih tinggi dibandingkan varietas Mentik Wangi, namun tidak ada pengaruh interaksi antara varietas padi dengan pemupukan.

Kata kunci: Ciherang, hasil, Mentik Wangi, pertumbuhan, pupuk hayati

ABSTRACT

METI DWI LESTARI. Response of Two Rice (Oryza sativa L.) Varieties to Soil Organic Fertilizer and Biofertilizer application. Supervised by SUGIYANTA.

This research was aimed to study the growth, yield, and quality of Ciherang and Mentik Wangi varieties with application of soil organic fertilizer and biofertilizer. The research was conducted at rice field in Karawang, West Java from November 2013 to Mei 2014. The research was arranged in split plot randomized block design with 3 replications. The main plot was fertilization consisted of 13 treatment, i.e.: 0 ton ha-1, 2 ton ha-1, 4 ton ha-1, 6 ton ha-1, 8 ton ha

-1

(6)

ha-1 solid organic fertilizer + 6 L ha-1 biofertilizer, 100% rate NPK, while the sub plot was rice varieties (Ciherang and Mentik Wangi). The treatment of only organic fertilizer and organic fertilizer combine with biofertilizer show that plant growth, yield component, and result ha-1 that is not significantly different with 100% dose of NPK. Application with only organic fertilizer and organic fertilizer combine with biofertilizer on Ciherang varieties can reduce grain yield up to 3.84–42.89%. Mentik Wangi varieties that receive treatment of 10 ton ha-1 POP, 0 and 2 ton ha-1 POP + PH can increase grain yield up to 0.12–6.58%. The results showed that Ciherang variety were higher on plant growth and results ha-1 than Mentik Wangi variety, however there is no interaction effect between varieties and fertilization.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

TANGGAP DUA VARIETAS PADI SAWAH (

Oryza sativa

L.)

TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK DAN PUPUK

HAYATI

METI DWI LESTARI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Tanggap Dua Varietas Padi Sawah (Oryza sativa L.) terhadap Aplikasi Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sugiyanta, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Terima kasih kepada Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MSc selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan, nasihat, serta kesabarannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dadang Gumelar, Ibu Landep, kakak Dian Lestari, Reza Tamara Putra, seluruh keluarga, serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas segala doa dan kasih sayangnya. Rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura angkatan 47 atas kekeluargaan, kebersamaan, dan ilmunya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Varietas Unggul Padi 2

Pupuk Organik 3

Pupuk Hayati 3

Pemupukan Padi Sawah 4

METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Bahan dan Alat 4

Metode Penelitian 5

Pelaksanaan Penelitian 5

Pengamatan 6

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 19

SIMPULAN 21

Simpulan 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 24

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1. Skor suhu gelatinisasi pada beras 7

2. Panjang beras dan bentuk beras 7

3. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas dan pemupukan terhadap

tinggi tanaman padi sawah 8

4. Hasil analisis pH, C-Organik, N-total, P tersedia, K-total 10 5. Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap tinggi tanaman padi sawah 11 6. Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap warna daun tanaman padi

sawah 13

7. Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap biomassa tanaman 15 8. Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap panjang malai, jumlah

gabah per malai, bobot 1000 butir, dan indeks panen 16 9. Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap hasil tanaman padi sawah 17 10. Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap peningkatan hasil tanaman

padi sawah 18

11. Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap karakter fisikokimia 19

DAFTAR GAMBAR

1. Curah hujan rata-rata bulan November 2013 hingga April 2014 di

Kabupaten Karawang 9

2. Pengaruh varietas terhadap jumlah anakan pada saat tanaman berumur 8

MST dan jumlah anakan produktif padi sawah 12

3. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap jumlah anakan pada saat tanaman berumur 8 MST dan jumlah anakan produktif padi sawah 13

DAFTAR LAMPIRAN

1. Denah percobaan di lapangan 24

2. Deskripsi karakteristik varietas Ciherang 25

3. Deskripsi padi varietas Mentik Wangi 26

4. Data curah hujan bulan November 2013 hingga April 2014 27

5. Hasil analisis pupuk organik padat (POP) 27

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas pangan yang dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk di Indonesia, tingkat konsumsi kalori padi per kapita pada tahun 2013 mencapai 869.36 kkal (BPS 2015). Produksi padi Indonesia masih tergolong rendah, sementara permintaan beras semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Produksi padi tahun 2014 sebesar 69.87 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami penurunan sebesar 1.41 juta ton (1.98%) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 265.31 ribu hektar (1.92%) dan produktivitas sebesar 0.03 kuintal ha-1 (0.06%) (BPS 2015). Tanaman padi membutuhkan hara makro maupun hara mikro dalam jumlah yang cukup untuk dapat tumbuh dan berproduksi tinggi. Unsur hara makro yang sangat mempengaruhi produksi tanaman padi yaitu, unsur N, P, dan K. Dosis pemupukan disesuaikan dengan dosis anjuran setempat, karena dosis tersebut telah disesuaikan dengan sifat varietas padi yang akan ditanam dan lingkungannya. Pupuk anorganik dosis rekomendasi yaitu 250 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha, dan 100 kg KCl/ha. Aplikasi pupuk anorganik yang melebihi dosis tanpa pengembalian bahan organik ke lahan menyebabkan ketidakseimbangan hara tanah dan pencemaran lingkungan.

Penggunaan pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan bila dibandingkan dengan aplikasi pupuk kimia. Penggunaan pupuk organik merupakan komponen utama dari pertanian organik (Berner et al. 2008). Pupuk organik dapat memberikan nutrisi penting bagi tanaman dan dapat meningkatkan produktivitas tanaman, tetapi penggunaan pupuk organik dapat meninggalkan efek residu di dalam tanah yang dapat menguntungkan tanaman (Ghosh et al. 2004). Berbagai jenis bahan organik seperti pupuk kandang, limbah lumpur dan sisa tanaman yang diaplikasikan ke dalam tanah berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Debosz et al. 2002). Selain itu tanah yang kecukupan bahan organik mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menahan air dan hara sehingga tidak mudah hilang melalui proses pencucian dan penguapan, serta mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang mengandung bahan organik rendah (Tombe dan Sipayung 2010).

Pupuk hayati merupakan pupuk yang mengandung mikroorganisme tertentu dalam bentuk terkonsentrasi, yang berasal baik dari akar tanaman atau dari tanah zona akar (Chen 2006). Selain itu pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai zat yang berisi mikroorganisme hidup yang terkumpul di rhizosfer, atau bagian dalam dari tanaman yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman apabila diaplikasikan pada benih, permukaan tanaman, atau tanah (Muraleedharan et al.

2010). Penambahan pupuk hayati berfungsi untuk meningkatkan keanekaragaman mikroorganisme yang menguntungkan khususnya mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat, dan penghasil fitohormon (Tombe dan Sipayung 2010).

(18)

2

yang diberi pupuk organik dan anorganik menimbulkan dugaan bahwa terdapat perbedaan serapan hara dan hasil tanaman, baik karena respon varietas terhadap pemupukan maupun jenis pupuk. Varietas Ciherang merupakan salah satu VUB yang tanggap terhadap pemupukan serta penggunaannya telah meluas di masyarakat. Varietas ini memiliki potensi hasil yang cukup tinggi (8.5 ton ha-1 gabah kering giling/GKG) dengan rata-rata hasil 6.0 ton ha-1 GKG. Varietas Mentik Wangi memiliki aroma menyerupai pandan dan bertekstur pulen.Varietas ini memiliki potensi hasil yang cukup tinggi (7 ton ha-1 gabah kering giling/GKG) dengan rata-rata hasil 5.0 ton ha-1 GKG. Kedua tipe varietas tersebut memiliki karakter morfologi, agronomi, fisiologi, dan fisikokimia yang berbeda satu dengan yang lainnya. Karakter morfologi, agronomi, fisiologi, dan fisikokimia suatu tanaman dapat menggambarkan produktivitasnya, serta untuk mengetahui hubungannya dengan potensi hasil. Penggunaan pupuk organik padat dan atau pupuk hayati, diduga juga dapat meningkatkan keseimbangan dan ketersediaan hara akibat pengembalian bahan organik ke dalam tanah. Namun, masa transisi dari budidaya konvensional terhadap budidaya organik diduga dapat menurunkan hasil karena ketersediaan hara yang berkurang. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang dapat memberikan informasi mengenai aplikasi penggunaan pupuk organik padat dan atau pupuk hayati untuk meningkatkan keseimbangan dan ketersediaan hara bagi tanaman padi sawah, serta mempelajari tanggap varietas padi terhadap tingkat ketersediaan hara, pertumbuhan, hasil, dan mutu tanaman padi sawah.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pertumbuhan, hasil, dan mutu padi varietas Ciherang dan Mentik Wangi dengan aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati.

TINJAUAN PUSTAKA

Varietas Unggul Padi

(19)

3 Varietas Unggul Lokal (VUL) padi telah berabad-abad dibudidayakan secara turun-temurun oleh sekelompok masyarakat pada agroekosistem spesifik, sehingga VUL masing-masing memiliki sifat tahan atau toleran terhadap cekaman biotik maupun abiotik yang terjadi pada agroekosistem spesifik terkait. Dari hasil penelitian plasma nutfah varietas unggul lokal Indonesia telah teridentifikasi bahwa VUL memiliki ketahanan terhadap hama ganjur, bakteri hawar daun, hawar daun jingga, blas daun, blas leher, daun bergaris putih, wereng batang coklat, tungro, kekeringan, keracunan Alumunium (Al), keracunan Besi (Fe), salinitas, suhu rendah, dan naungan (Sitaresmi et al. 2013). Varietas Mentik Wangi merupakan VUL yang memiliki karakteristik umur kisaran 97 hari setelah tanam (HST), tinggi tanaman sekitar 114 cm, dan jumlah anakan produktif sekitar 14 anakan.

Pupuk Organik

Penggunaan pupuk organik merupakan komponen utama dari pertanian organik (Berner et al. 2008). Pupuk organik dapat memberikan nutrisi penting bagi tanaman dan dapat meningkatkan produktivitas tanaman, tetapi penggunaan pupuk organik dapat meninggalkan efek residu di dalam tanah yang dapat menguntungkan tanaman (Ghosh et al. 2004). Berbagai jenis bahan organik seperti pupuk kandang, limbah lumpur dan sisa tanaman yang diaplikasikan ke dalam tanah berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Debosz et al. 2002). Selain itu tanah yang kecukupan bahan organik mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menahan air dan hara sehingga tidak mudah hilang melalui proses pencucian dan penguapan, serta mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar daripada tanah yang mengandung bahan organik rendah. Proses pencucian hara sangat sulit untuk dikendalikan apabila kandungan bahan organik kurang dari 2.5%. Pada kandungan bahan organik kurang dari 2% akan mengganggu pembentukan enzim dalam tanah yang sangat dibutuhkan dalam proses biokimia, karena kandungan unsur mikro sangat rendah. Penurunan bahan organik dari 3% menjadi 2% akan menurunkan kemampuan tanah dalam menyimpan unsur nitrogen sebanyak 900 kg/ha. Penambahan bahan organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan kotoran hewan, bahan tanaman atau bahan organik lainnya (Tombe dan Sipayung 2010).

Pupuk Hayati

Pupuk hayati merupakan pupuk yang mengandung mikroorganisme tertentu dalam bentuk terkonsentrasi, yang berasal baik dari akar tanaman atau dari tanah zona akar (Chen 2006). Selain itu pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai zat yang berisi mikroorganisme hidup yang terkumpul di rhizosfer, atau bagian dalam dari tanaman yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman apabila diaplikasikan pada benih, permukaan tanaman, atau tanah (Muraleedharan et al.

(20)

4

Azotobacter merupakan jenis bakteri yang mampu menyediakan fosfat dan nitrogen bagi tanaman. Azotobacter tidak hanya hidup pada permukaan akar tetapi sebagian besar juga dapat menembus ke dalam jaringan akar. Azospirillum

merupakan jenis bakteri penambat nitrogen yang berasosiasi dengan perakaran tanaman, infeksi bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi akar, meningkatkan jumlah akar rambut, dan menyebabkan percabangan akar berperan dalam penyerapan hara. (Mishra et al. 2013).

Pemupukan Padi Sawah

Dosis pemupukan disesuaikan dengan dosis anjuran setempat, karena kebutuhan hara tanaman sangat beragam dan dinamis yang ditentukan oleh berbagai faktor genetik dan teknologi. Sedangkan cadangan hara tanaman juga ditentukan oleh faktor biofisik lahan. Rekomendasi pupuk N (urea) didasarkan pada perkiraan cadangan hara N di tanah (yang didasarkan pada peta produktivitas lahan sawah) dan kebutuhan tambahan N untuk mencapai tingkat kenaikan hasil tertentu. Pemberian pupuk N direkomendasikan sebanyak 200, 250, dan 290 kg urea/ha pada lahan dengan produktivitas tinggi, sedang, dan rendah. Rekomendasi umum pupuk P (SP-36) sebanyak 50, 75, dan 100 kg SP-36/ha pada kelas status hara tinggi, sedang, dan rendah. Pemberian pupuk K (KCl) apabila tanah ditambah jerami adalah sebanyak 50 kg KCl/ha untuk lahan dengan status hara rendah, tetapi apabila tanah tidak ditambah dengan jerami maka rekomendasi umum pupuk K (KCl) sebanyak 50, 50, dan 100 kg KCl/ha pada kelas status hara tinggi, sedang, dan rendah (Moersidi et al. 1989; Soepartini et al. 1990, Sofyan et al. 1992).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2013–Mei 2014 di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Lahan sawah irigasi yang digunakan adalah lahan musim tanam ke-dua pada aplikasi pupuk organik dan pupuk hayati. Lahan terletak pada ketinggian sekitar 46 m dpl. Analisis tanah di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

(21)

5 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) petak terbagi (Split Plot Randomized Block Design) dengan 2 faktor perlakuan yaitu pemupukan sebagai petak utama dan varietas padi sebagai anak petak. Masing-masing taraf pemupukan dikombinasikan dengan varietas padi sehingga terdapat 26 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan atau terdapat 78 satuan percobaan dengan luas petakan percobaan 5 m x 5 m. Faktor yang dicobakan dalam penelitian ini, yaitu :

Faktor pertama: Varietas padi (V) 1. Varietas Mentik Wangi (V1) 2. Varietas Ciherang (V2) Faktor kedua : Pemupukan (P)

1. P1 : 0 ton ha-1 pupuk organik padat 2. P2 : 2 ton ha-1 pupuk organik padat 3. P3 : 4 ton ha-1 pupuk organik padat 4. P4 : 6 ton ha-1 pupuk organik padat 5. P5 : 8 ton ha-1 pupuk organik padat 6. P6 : 10 ton ha-1 pupuk organik padat

7. P7 : 0 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 8. P8 : 2 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 9. P9 : 4 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 10. P10 : 6 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 11. P11 : 8 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 12. P12 : 10 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 13. P13 : 100% dosis pupuk NPK

Model linier aditif yang digunakan dalam percobaan ini adalah: Yijk= µ + αi+ ik+ j+ (α )ij+ k+ ijk

Yijk : Respon pengamatan pemupukan ke-i, varietas ke-j, dan ulangan ke-k

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh perlakuan pemupukan ke-i (i: 1,2, ..., 10) ik : Pengaruh galat petak utama (pemupukan)

j : Pengaruh perlakuan varietas ke-j (j: 1,2, 3)

(α )ij : Pengaruh interaksi perlakuan pemupukan ke-i dengan varietas ke-j k : Pengaruh ulangan ke-k (k: 1,2,3)

ijk : Pengaruh galat percobaan terhadap pemupukan ke-i, varietas ke-j,

dan ulangan ke-k

Pelaksanaan Penelitian

(22)

6

Perlakuan benih sebelum disemai adalah perendaman dengan air garam 3% (30 g L-1) untuk memisahkan benih yang bernas dengan benih yang hampa. Setelah itu, benih direndam satu malam di dalam air agar benih mengalami imbibisi dan diperam dalam karung basah satu malam. Benih disebar pada bedeng semai setelah melentis (keluar ujung akar berwarna putih). Bibit padi dipindah tanam pada umur 10–13 hari dengan 1 bibit per lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan adalah jarak tanam legowo 25 cm x 15 cm x 50 cm. Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah tanam (MST) dari bibit padi varietas Ciherang dan Mentik Wangi dengan umur yang sama.

Pemupukan dilakukan dengan dosis dan waktu aplikasi sesuai perlakuan. Pada perlakuan pupuk anorganik, pupuk NPK 30–6–8 dengan dosis rekomendasi 400 kg ha-1 diaplikasikan 2 kali, yaitu 50% pada 1 MST dan 50% pada 4 MST sesuai dengan perlakuan. Pupuk organik padat diaplikasikan saat pengolahan tanah. Pupuk hayati diaplikasikan 3 kali yaitu 3 hari sebelum tanam, 2 MST dan 4 MST dengan dosis 2 L ha-1 aplikasi-1. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan cara menyiangi lahan mulai 3, 5, dan 7MST. Pemanenan dilakukan setelah 30–35 hari setelah berbunga (anthesis) atau melihat gejala kematangan gabah yang ditandai dengan 90–95% bulir padi yang telah menguning.

Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan vegetatif tanaman dilakukan pada 10 tanaman contoh yang dipilih secara acak pada setiap petak percobaan pada saat tanaman berumur 2 MST. Pengamatan mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 3 MST, yang meliputi:

1. Analisis kesuburan kimia tanah: pH, C-Organik, kandungan N, P, dan K tanah yang dianalisis saat awal percobaan dan setelah percobaan.

2. Tinggi tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan terhadap 10 tanaman contoh yang dihitung dari permukaan tanah hingga daun tertinggi dan diamati saat 3–8 MST.

3. Jumlah anakan. Perhitungan jumlah anakan dilakukan terhadap 10 tanaman sampel yang yang dihitung dari jumlah anakan per rumpun dan diamati saat 3–8 MST.

4. Warna daun yang dihitung menggunakan skala bagan warna daun (BWD) terhadap 10 tanaman contoh dan diamati saat 3–8 MST.

5. Bobot kering tajuk dan akar yang ditimbang pada 8 MST, diukur dengan mengambil dua tanaman contoh setiap perlakuan kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 850C selama 48 jam.

6. Panjang akar.

7. Jumlah anakan produktif dari setiap rumpun tanaman contoh. Perhitungan jumlah anakan produktif dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang menghasilkan malai dalam satu rumpun. Jumlah anakan produktif dihitung pada 10 tanaman contoh.

(23)

7 9. Jumlah gabah per malai yang dihitung dari 1 malai dari setiap rumpun

tanaman contoh.

10.Bobot 1 000 butir gabah yang ditimbang dari tanaman contoh.

11.Indeks panen ditentukan berdasarkan:

12.Bobot basah dan kering hasil per tanaman yang ditimbang dari tanaman contoh.

13.Dugaan bobot gabah per hektar dengan mengkonversi hasil ubinan ukuran 2.5 m x 2.5 m.

14. Peningkatan hasil, dihitung berdasarkan dugaan hasil GKG dengan menggunakan rumus :

Peningkatan Hasil =

BP = dugaan hasil GKG perlakuan

BK = dugaan hasil GKG perlakuan 100% dosis NPK 15.Karakter fisikokimia beras terdiri atas:

a. Uji suhu gelatinisasi, mengukur kadar amilosa secara tidak langsung dengan menggunakan uji suhu gelatinisasi, serta menunjukkan lamanya waktu yang diperlukan memasak beras menjadi nasi. Penentuan sifat suhu gelatinisasi beras dilakukan dengan metode perendaman beras dalam larutan alkali, kemudian diukur tingkat kerusakannya dengan pemberian nilai atau skor kerusakan (skor 1–7).

Tabel 1 Skor suhu gelatinisasi pada beras

Nilai/Skor Klasifikasi Suhu (0C)

1–3 Tinggi >74

5–4 Sedang 70–74

6–7 Rendah <70

Sumber: Suismono et al. 2003

b. Panjang beras dan bentuk beras. Tabel 2 Panjang beras dan bentuk beras

Panjang (mm) Bentuk (rasio panjang/lebar) Sangat panjang ≥7.00 Lonjong >3.00 Panjang 6.00–6.99 Agak bulat 2.00–3.00

Sedang 5.00–5.99 Bulat <2.00

Pendek <5.00

Sumber: Prihatini P. 2002

Analisis Data

(24)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rekapitulasi Sidik Ragam

Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa dua varietas yang ditanam pada percobaan ini berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (8 MST), jumlah anakan (8 MST), bobot kering tajuk, nisbah tajuk akar, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1 000 butir, GKP, serta GKG.

Tabel 3 Rekapitulasi sidik ragam

Peubah pengamatan Varietas Pemupukan Interaksi

Koefisien keragaman

(%) Pertumbuhan tanaman

Tinggi tanaman (8 MST) ** tn tn 7.4

Jumlah anakan (8 MST) ** * tn 13.7

Skor warna daun

3 MST tn tn tn 3.71

4 MST tn tn tn 3.62

5 MST tn tn tn 2.91

6 MST tn tn tn 3.06

7 MST tn tn tn 3.79

8 MST tn tn tn 3.36

Bobot kering tajuk ** * tn 12.12

Bobot kering akar tn ** tn 24.21

Nisbah tajuk akar ** * tn 22.22

Panjang akar tn tn tn 11.08

Komponen hasil dan hasil

Jumlah anakan produktif tn * tn 17.49

Panjang malai ** tn tn 4.24

Jumlah gabah per malai ** tn tn 8.91

Bobot 1000 butir ** tn tn 3.36

Hasil gabah basah per tanaman

tn * tn 20.56

Hasil gabah kering per tanaman

tn * tn 20.56

Hasil gabah kering panen ** tn tn 28.13

Hasil gabah kering giling ** tn tn 29.05

Keterangan: tn= tidak berpengaruh nyata, * = nyata pada taraf 5%, **= nyata pada taraf 1 %

(25)

9 produktif, hasil gabah basah per tanaman, danhasil gabah kering per tanaman, serta berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering akar. Interaksi perlakuan varietas dan pemupukan pada seluruh peubah pertumbuhan, hasil dan komponen hasil menunjukkan pengaruh yang tidak nyata. Hasil rekapitulasi sidik ragam disajikan pada Tabel 3.

Kondisi Umum

Data BMKG (2014) menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata bulanan pada saat dilakukannya penelitian mulai dari November 2013 hingga April 2014 yaitu 318.33 mm (Gambar 1). Rata-rata curah hujan yang baik untuk tanaman padi sawah adalah 200 mm bulan-1 atau 1500–2000 mm tahun-1 (Kodoatie dan Syarif 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa curah hujan pada saat penelitian masih berada pada rentang yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi sawah.

Gambar 1 Curah hujan rata-rata bulan November 2013 hingga April 2014 di Kabupaten Karawang

Serangan hama dan penyakit yang ditemukan dalam penelitian ini adalah hama penggerek batang padi (Scirpophaga innotata), namun tidak semua lahan penelitian terkena serangan hama tersebut. Pengendalian hama penggerek batang padi dilakukan secara manual dengan cara mengambil telur hama tersebut. Selain itu, terdapat hama keong mas (Pomocea canaliculata), hama tersebut memakan tanaman padi yang masih berumur muda (1–3 MST). Pengendalian hama keong mas dilakukan secara manual dengan cara mengambil keong dan telurnya serta dengan melakukan pengaturan pengairan.

Gulma yang terdapat pada lahan sawah terdiri atas gulma rumput, gulma berdaun lebar dan teki-tekian. Gulma yang paling dominan selama percobaan berlangsung, yaitu jajagoan (Echinocholoa crussgalli) yang termasuk gulma golongan rumput. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut dan membenamkan gulma ke dalam tanah mulai dari 3, 5, dan 7 MST.

Kandungan Hara Tanah

(26)

10

sebesar 7.40. Setelah penelitian pH tanah seluruh perlakuan mengalami penurunan menjadi 6.2–7.1 namun masih termasuk dalam kategori netral. Penurunan pH tanah terjadi karena bahan organik yang diberikan ke dalam tanah mengalami pelapukan (mineralisasi) dengan peran mikroorganisme tanah yang menghasilkan senyawa asam-asam organik yang dapat membuat tanah menjadi lebih masam (Zhenghu dan Honglang 2000).

Tabel 4 Hasil analisis pH, C-Organik, N-total, P tersedia, K-total Perlakuan pH C-Organik

Keterangan: Nilai tidak dianalisis statistik, POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati

Kandungan C-organik tanah pada awal penelitian menunjukkan bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian tergolong kategori rendah yaitu 1.84%. Secara umum setelah penelitian kandungan C-organik tanah pada perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP serta 0, 2, 4, 6, dan 8 ton ha-1 POP + PH mengalami penurunan menjadi 0.71–1.83% namun masih termasuk dalam kategori rendah. Hal ini diduga karena proses dekomposisi oleh mikroba yang terdapat pada pupuk organik dan pupuk hayati, sehingga terjadi penguraian karbon yang digunakan mikroba tersebut sebagai sumber energi dan pertumbuhannya. Namun pada perlakuan 100% dosis NPK, kandungan C-organik tanah mengalami kenaikan menjadi 2.15%.

(27)

11 Sutandi (2000) penurunan unsur N dan P terutama disebabkan oleh volatilisasi, pencucian, aliran permukaan, diserap tanaman dan pemanenan. Kandungan K-total dalam tanah pada perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati, serta perlakuan 100% dosis NPK mengalami peningkatan. Hal ini diduga karena pemberian bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan hara kalium pada tanah. Selain itu bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation, hal ini berhubungan dengan muatan-muatan negatif yang berasal dari gugusan –COOH dan OH yang berdisosiasi menjadi COO- dan H+ dan O- + H+. Muatan negatif ini merupakan potensi humus mengadsorbsi kation-kation seperti Ca, Mg dan K yang diikat dengan kekuatan sedang sehingga mudah dipertukarkan atau mengalami proses pertukaran kation (Sutedjo 1999). Dengan demikian pemberian bahan organik dapat meningkatkan efisiensi pemupukan kalium, karena hara menjadi tidak mudah tercuci.

Pertumbuhan Tanaman Padi Tinggi Tanaman

Varietas Ciherang memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Mentik Wangi pada saat tanaman berumur 3–8 MST (Tabel 5). Tabel 5 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap tinggi tanaman padi sawah

Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Duncan). POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati.

(28)

12

dan Mentik Wangi tidak sesuai dengan deskripsi varietas. Hal ini diakibatkan karena tinggi tanaman yang dihasilkan pada penelitian ini belum optimal pada saat tanaman berumur 8 MST, yaitu varietas Ciherang menghasilkan tinggi tanaman sekitar 80.3 cm dan varietas Mentik Wangi menghasilkan tinggi tanaman sekitar 73.9 cm.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik dan atau penambahan pupuk hayati menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan perlakuan 100% dosis NPK, tetapi perlakuan 100% dosis NPK berbeda nyata dengan perlakuan 6 ton ha-1 POP dan 4 ton ha-1 POP + PH pada saat tanaman berumur 3–8 MST (Tabel 5). Hal ini sejalan dengan penelitian Supartha

et al. (2012) bahwa perlakuan pupuk organik padat dan pupuk organik cair tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi sawah.

Jumlah Anakan dan Jumlah Anakan Produktif

Jumlah anakan yang banyak merupakan salah satu karakter utama pada varietas unggul, sehingga sistem anakan menjadi salah satu peubah potensi hasil tanaman padi (Wahyututi 2012). Jumlah anakan varietas Ciherang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Mentik Wangi pada saat tanaman berumur 8 MST, sedangkan varietas Mentik Wangi menghasilkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak dibandingkan varietas Ciherang (Gambar 2). Rendahnya anakan produktif menggambarkan terjadinya kompetisi antar anakan khususnya terhadap hasil fotosintesis, dan hal tersebut dapat mempengaruhi hasil (Wahyututi 2012).

Gambar 2 Pengaruh varietas terhadap jumlah anakan pada saat tanaman berumur 8 MST dan jumlah anakan produktif padi sawah

Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati memiliki jumlah anakan produktif yang lebih banyak walaupun jumlah anakan yang dihasilkan pada saat tanaman berumur 8 MST lebih sedikit bila dibandingkan dengan perlakuan 100% dosis NPK. Hal tersebut diduga karena sebagian anakan yang telah terbentuk mengalami kematian dan tidak menghasilkan malai setelah mencapai umur maksimal. Selain itu perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah, sehingga tanaman dapat menghasilkan source yang efisien untuk memenuhi kebutuhan sink dalam pembentukan anakan produktif (Cakmak et al. 1994).

20.82a

Jumlah anakan 8 MST Jumlah anakan produktif

(29)

13

Gambar 3 Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap jumlah anakan pada saat tanaman berumur 8 MST dan jumlah anakan produktif padi sawah Warna Daun

Varietas Mentik Wangi menghasilkan skor warna daun yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas Ciherang saat tanaman berumur 3–8 MST. Hal ini diduga karena varietas Mentik Wangi memiliki serapan hara N yang lebih rendah dibandingkan varietas Ciherang (Tabel 6).

Tabel 6 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap warna daun tanaman padi Duncan). POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati

21.22ab

13.43abcd 12.43abcd 13.87ab 13.27abc 12.62abcd 14.95a 13.08abcd 11.85bcd

(30)

14

Antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP serta antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan skor warna daun yang tidak berbeda nyata. Namun perlakuan 0, 2, 4, dan 6 ton ha-1 POP + PH menghasilkan skor warna daun yang berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan 100% dosis NPK pada saat tanaman berumur 5–7 MST. Pemberian pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati diduga belum dapat menyediakan unsur hara N secara cukup bagi tanaman dikarenakan sifat bahan organik yang lambat menyediakan unsur hara (Suharno et al. 2010), selain itu pemberian pupuk hayati juga dapat mengakibatkan tanaman kekurangan unsur N karena unsur hara N terpakai untuk aktivitas mikroba yang berasal dari pupuk hayati tersebut. Sedangkan sifat dari pupuk anorganik adalah memiliki kandungan hara yang tinggi dan cepat tersedia bagi tanaman.

Biomassa Tanaman

Varietas Mentik Wangi menghasilkan bobot kering tajuk dan nisbah tajuk akar yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Ciherang. Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan varietas tidak berpengaruh terhadap bobot kering akar dan panjang akar. Menurut Gardner et al. (2008) bobot biomassa atau berat kering suatu tanaman merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang bergantung pada kegiatan fotosintesis tanaman tersebut. Fotosintesis mengakibatkan peningkatan berat kering tanaman karena proses pengambilan CO2 berfungsi untuk memproduksi heksosa menjadi bahan-bahan

struktural dan cadangan makanan, serta metabolit yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu bentuk tajuk tanaman yang lebih baik dapat memanfaatkan cahaya lebih efisien, sehingga fotosintesis tanaman berjalan lebih baik dan mampu memproduksi biomassa lebih besar (Peng

et al. 2008). Secara rinci pengaruh varietas dan kombinasi pemupukan terhadap biomassa tanaman padi sawah disajikan pada Tabel 7.

(31)

15 Tabel 7 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap biomassa tanaman

Perlakuan

Duncan). POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati

Perlakuan pupuk organik saja dengan taraf 6 ton ha-1 POP cenderung lebih tinggi menghasilkan nisbah tajuk akar apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 2, 4, 8, dan 10 ton ha-1 POP. Sedangkan perlakuan pupuk organik dengan pupuk hayati dengan taraf 2 ton ha-1 POP + PH cenderung lebih tinggi menghasilkan bobot kering akar apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP + PH. Apabila dibandingkan antar taraf pemupukan, perlakuan 0 dan 6 ton ha-1 POP menghasilkan nisbah tajuk akar yang berbeda nyata dengan perlakuan 4 ton ha-1 POP, serta 10 ton ha-1 POP + PH. Antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP, serta antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan panjang akar yang tidak berbeda nyata. Namun perlakuan 0 ton ha-1 POP + PH menghasilkan panjang akar yang cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati lainnya serta perlakuan 100% dosis NPK.

Komponen Hasil dan Hasil Tanaman Padi Komponen Hasil

(32)

16

jumlah gabah per malai, dan bobot 1 000 butir yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Ciherang (Tabel 8).

Perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati menghasilkan panjang malai dan jumlah gabah per malai yang tidak berbeda dengan perlakuan 100% dosis NPK (Tabel 8). Namun perlakuan 10 ton ha-1 POP + PH cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati lainnya serta perlakuan 100% dosis NPK.

Tabel 8 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir, dan indeks panen

Perlakuan

Duncan). POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati

Perlakuan pupuk organik saja dengan taraf 0 ton ha-1 POP cenderung lebih rendah menghasilkan bobot 1 000 butir apabila dibandingkan dengan perlakuan 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP. Sedangkan perlakuan pupuk organik dengan pupuk hayati dengan taraf 8 ton ha-1 POP + PH cenderung lebih rendah menghasilkan bobot 1 000 butir apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 2, 4, 6, dan 10 ton ha

(33)

17 malai dan bobot 1000 butir (Dobermann and Fairhurst 2000). Selain itu pupuk hayati mengandung mikroorganisme penambat N dan pelarut P yang dapat meningkatkan ketersediaan N dan P yang dibutuhkan oleh tanaman.

Peubah indeks panen diperoleh dengan membagi total bobot gabah kering per tanaman terhadap bobot tajuk tanaman. Tabel 8 menunjukkan bahwa varietas Ciherang menghasilkan nilai indeks panen yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Mentik Wangi. Nilai indeks panen akan semakin rendah apabila penurunan bobot gabah lebih besar dibandingkan dengan bobot tajuk. Perlakuan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan indeks panen yang berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan pupuk organik dan pupuk organik dengan pupuk hayati lainnya serta perlakuan 100% dosis NPK.

Hasil

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap hasil gabah per tanaman, tetapi berpengaruh nyata terhadap hasil gabah per hektar. Tabel 9 menunjukkan bahwa varietas Ciherang menghasilkan nilai GKP dan GKG yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Mentik Wangi.

Tabel 9 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap hasil tanaman padi sawah Perlakuan

Ciherang 37.22a 32.01a 5372.10a 4314.80a

Mentik Wangi 36.39a 31.29a 3338.70b 2654.60b Pemupukan

0 ton ha-1 POP 41.38a 35.59a 4362.90ab 3538.80ab 2 ton ha-1 POP 34.65abc 29.79abc 3952.30ab 3170.70ab 4 ton ha-1 POP 33.32abc 28.65abc 4261.10ab 3378.80ab 6 ton ha-1 POP 27.73c 23.85c 3717.90ab 3039.20ab 8 ton ha-1 POP 30.48bc 26.22bc 3481.10b 2785.10b 10 ton ha-1 POP 34.85abc 29.97abc 4573.10ab 3657.30ab 0 ton ha-1 POP + PH 39.85ab 34.27ab 5299.70a 4225.30a 100% dosis NPK 35.87abc 30.85abc 5400.80a 4230.80a

(34)

18

dibandingkan dengan perlakuan 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP. Antar perlakuan 0, 2, 4, 6, dan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan hasil gabah pertanaman basah dan kering yang tidak berbeda. Apabila dibandingkan antar taraf pemupukan, perlakuan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan hasil gabah pertanaman basah dan kering yang berbeda nyata dengan perlakuan pupuk organik dan pupuk organik dengan pupuk hayati lainnya serta perlakuan 100% dosis NPK.

Antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP, serta antar perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ton ha-1 POP + PH menghasilkan GKP dan GKG yang tidak berbeda nyata. Namun perlakuan 100% dosis NPK menghasilkan GKP dan GKG yang cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan dengan perlakuan 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ton ha-1 POP, serta perlakuan 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ton ha-1 POP + PH.

Peningkatan Hasil

Peningkatan hasil dalam penelitian ini dihitung dari selisih antara hasil GKG pada suatu perlakuan dengan hasil GKG dari perlakuan 100% dosis NPK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati belum dapat meningkatkan hasil tanaman padi sawah varietas Ciherang dan Mentik Wangi (Tabel 10). Hal tersebut diduga kadar unsur hara di dalam tanah yang berasal dari pemberian pupuk organik dilepas secara perlahan dan dapat menghidupkan aktivitas mikroba (immobilisasi) sehingga kadar unsur hara tersebut yang dapat digunakan tanaman menjadi berkurang.

Varietas Mentik Wangi terlihat sesuai dengan perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati yang memiliki sifat yang lambat (slow release) dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman. Hal ini terlihat varietas Mentik Wangi yang mendapat perlakuan 10 ton ha-1 POP, 0 dan 2 ton ha-1 POP + PH dapat meningkatkan hasil gabah.

Tabel 10 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap peningkatan hasil tanaman padi sawah

Perlakuan Peningkatan hasil (%)

Ciherang Mentik Wangi

0 ton ha-1 POP -19.59 -10.50

2 ton ha-1 POP -28.47 -18.88

4 ton ha-1 POP -19.81 -20.74

6 ton ha-1 POP -20.43 -42.18

8 ton ha-1 POP -42.89 -18.39

10 ton ha-1 POP -23.78 4.95

0 ton ha-1 POP + PH -3.84 6.58

2 ton ha-1 POP + PH -28.65 0.12

4 ton ha-1 POP + PH -16.67 -11.93

6 ton ha-1 POP + PH -11.14 -12.47

8 ton ha-1 POP + PH -26.36 -8.99

10 ton ha-1 POP + PH -29.39 -21.28

(35)

19 Karakter Fisikokimia

Suhu gelatinisasi merupakan suhu dimana granula-granula pati dapat mengembang secara pesat dalam air panas, karakter tersebut untuk menentukan lamanya waktu yang diperlukan memasak beras menjadi nasi (Lestari 2008). Varietas Mentik Wangi nyata menghasilkan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan varietas Ciherang (Tabel 11). Perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap peubah suhu gelatinisasi beras. Rata-rata kriteria suhu gelatinisasi adalah 4.5 yaitu beras yang diujikan memiliki suhu gelatinisasi sedang atau 70–740C (Tabel 11).

Varietas Ciherang menghasilkan panjang beras dan bentuk beras yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Mentik Wangi. Varietas Ciherang dan varietas Mentik Wangi menghasilkan beras yang termasuk dalam kategori sangat panjang. Varietas Ciherang memiliki bentuk beras yang lonjong, sedangkan varietas Mentik Wangi memiliki bentuk beras yang agak bulat. Ukuran panjang dan bentuk beras dapat mempengaruhi besarnya persentase beras kepala yang dihasilkan. Ukuran beras yang pendek dan bentuk sedang tidak mudah patah pada saat penggilingan (Dukat 2006).

Tabel 11 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap karakter fisikokimia Perlakuan Suhu gelatinisasi

Duncan). POP: pupuk organik padat, PH: pupuk hayati. *) Nilai tidak dianalisis statistik

Pembahasan

(36)

20

nyata dengan perlakuan 100% dosis NPK. Varietas Ciherang merupakan salah satu VUB yang tanggap terhadap pemupukan serta penggunaannya telah meluas di masyarakat. Varietas Ciherang menghasilkan pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas Mentik Wangi, namun tidak terdapat interaksi yang nyata antara dua varietas dan kombinasi pemupukan terhadap pertumbuhan, komponen hasil dan hasil tanaman padi sawah.

Varietas Mentik Wangi merupakan salah satu VUL yang memiliki absorpsi hara lambat, memiliki aroma menyerupai wangi pandan, dan bertekstur pulen. Varietas Mentik Wangi menghasilkan skor warna daun yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas Ciherang saat tanaman berumur 3–8 MST. Hal ini diduga karena varietas Mentik Wangi memiliki serapan hara N yang lebih rendah dibandingkan varietas Ciherang (Tabel 6). Varietas Mentik Wangi terlihat sesuai dengan perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati yang memiliki sifat yang lambat (slow release) dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman. Hal ini terlihat varietas Mentik Wangi yang mendapat perlakuan 10 ton ha-1 POP, 0 dan 2 ton ha-1 POP + PH dapat meningkatkan hasil yang bernilai positif. Kedua tipe varietas tersebut memiliki karakter morfologi, agronomi dan fisiologi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Karakter morfologi, agronomi, dan fisiologi suatu tanaman dapat menggambarkan produktivitasnya, serta untuk mengetahui hubungannya dengan potensi hasil.

Perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati secara umum belum dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, komponen hasil, dan hasil tanaman padi sawah varietas Ciherang dan Mentik Wangi. Hal ini sejalan dengan penelitian Tustiyani (2014), hasil tanaman padi sawah tidak dipengaruhi pemupukan organik tanpa atau dengan pemberian pupuk hayati maupun pupuk anorganik saja dikarenakan belum tercukupinya kebutuhan hara. Hal ini disebabkan pupuk organik memiliki sifat yang lambat (slow release) dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman karena memerlukan waktu untuk proses dekomposisi. Selain itu hal tersebut juga diduga terjadinya proses pengurangan jumlah kadar unsur hara di dalam tanah oleh aktivitas mikroba (immobilisasi) sehingga kadar unsur hara tersebut yang dapat digunakan tanaman berkurang.

(37)

21 Perlakuan pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati tidak mempengaruhi karakter fisikokimia beras. Hal ini sejalan dengan penelitian Tustiyani (2014) bahwa karakter fisikokimia beras pada pemupukan organik tidak berbeda dengan pemupukan anorganik diduga karena serapan hara tanaman pada pemupukan organik dan anorganik tidak sesuai dengan kebutuhan hara tanaman padi. Suhu gelatinisasi dan daya serap air berkaitan dengan komponen amilosa (Jading et al. 2011). Semakin tinggi suhu gelatinisasi maka kadar amilosanya akan semakin rendah. Kadar amilosa yang semakin rendah akan menghasilkan beras yang semakin pulen. Hal ini sejalan dengan penelitian Wibowo et al. (2009) bahwa kadar amilosa menentukan kekerasan dan kelengketan nasi. Rata-rata kriteria suhu gelatinisasi adalah 4.5 yaitu beras yang diujikan memiliki suhu gelatinisasi sedang atau 70–740C (Tabel 11). Beras yang mempunyai suhu gelatinisasi tinggi akan membutuhkan lebih banyak air, kurang mengembang, dan waktu tanak lebih lama dibandingkan dengan beras bersuhu gelatinisasi rendah (Prihatini 2002).

SIMPULAN

Simpulan

Perlakuan pupuk organik dan atau pupuk hayati menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman, komponen hasil, dan hasil tanaman yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan 100% dosis NPK. Aplikasi pupuk organik saja dan pupuk organik dengan pupuk hayati pada varietas Ciherang dapat menurunkan hasil gabah sebesar 3.84–42.89%. Varietas Mentik Wangi yang mendapat perlakuan 10 ton ha-1 POP, 0 dan 2 ton ha-1 POP + PH dapat meningkatkan hasil gabah sebesar 0.12–6.58%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum varietas Ciherang menghasilkan pertumbuhan tanaman dan hasil ha-1 yang lebih tinggi dibandingkan varietas Mentik Wangi, namun tidak ada pengaruh interaksi antara varietas padi dengan pemupukan.

DAFTAR PUSTAKA

[Balittan] Balai Penelitian Tanah. 2004. Pengelolaan lahan untuk budidaya sayuran organik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor (ID).

Berner A, Hildermann I, Fliebach A, Pfiffner L, Niggli U, Mader P. 2008. Crop yield and soil fertility response to reduced tillage under organic management. Soil and Tillage Research 101. 89–96.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013.Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan [Internet]. [diunduh 2013 Mar 6]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1& daftar=1&id_subyek=05&notab=5.

(38)

22

Chen JH. (2006). The Combined Use of Chemical and Organic Fertilizers and/or Biofertilizers for Crop Growth and Soil Fertility. Bangkok (Thailand): Land Development Department.

Debosz K, Petersen SO, Kure LK, Ambus P, 2002. Evaluating effects of sewage sludge and household compost on soil physical, chemical and microbiological properties. Applied Soil Ecology 19. 237–248.

[Deptan] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Pertanian tentang Sistem Pertanian Organik. [Internet]. [diunduh 2013 November27]. Tersedia pada: http://www.perundangan.deptan.go.id.

Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Rice Nutrient Disorders and Nutrient Management. Canada. Potash and Phosphat Insitute of Canada and International Rice Research Institute. Oxford Geographic Printers Pte Ltd.

Dukat. 2006. Pengaruh Umur Panen dan Kultivar Padi (Oryza sativa) terhadap mutu fisik beras giling. Jurnal Agrijati 2 (1): 30-35.

Ghosh PK, Ajay KK, Bandyopadhyay MC, Manna KG, Mandal AK, Hati KM, 2004. Comparative effectiveness of cattle manure, poultry manure, phospho- compost and fertilizer-NPK on three cropping system in vertisols of semi-arid tropics. II. Dry matter yield, nodulation, chlorophyll content andenzymeactivity. Bioresource Technology 95, 85–93.

Jading A, Eduard T, Paulus P, Sarman G. 2011. Karakteristik Fisikokimia Pati Sagu Hasil Pengeringan Secara Fluidisasi Menggunakan Alat Pengering

Cross Flow Fluidized Bed Bertenaga Surya dan Biomassa. Reaktor.

13(3):155–164.

Kodoatie R, Syarief R. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta (ID): CV. Andi Offset. Lestari AP. 2008. Evaluasi Mutu Beras 18 Galur Padi Hasil Kultur Anter.

Sukamandi: Balai Penelitian Tanaman Padi.

Leiwakabessy FM, Sutandi A. 2000. Pupuk dan Pemupukan. Bogor (ID): Departemen Tanah, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Mishra DJ, Singh R, Mishra UK, Shahi SK. 2013. Role of Biofertilizer in Organic Agriculture. Research Journal of Recent Sciences. 2 (ISC-2012): 39–41. Muraleedharan H, Seshadri S and Perumal K. 2010. Biofertilizers

(Phosphobacteria). Chennai (India): Shri Murrugapa Chettiar Research Centre.

Peng S, Khush GS, Virk P, Tang Q, Zou Y. 2008. Progress in ideotype breeding to increase rice yield potential. Field Crops Research. 108(1):32-38.doi:10.1016/j.fcr.2008.04.001.

Prihatini P. 2002. Uji Keragaan Sifat Agronomis dan Pengujian Mutu Beras Beberapa Galur F6 Padi Gogo (O. sativa) yang dibudidayakan pada Kondisi Tercekam Al. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sitaresmi T, Rina H. Wening, Ami T. Rakhmi, Nani Yunani, dan Untung Susanto. 2013. Pemanfaatan Plasma Nutfah Padi Varietas Lokal dalam Perakitan Varietas Unggul. Iptek Tanaman Pangan. 8 (1).

Sugiyanta, Rumawas F, Mugnisyah WQ, Ghulamahdi M. 2008. Studi Serapan hara N, P, K dan potensi hasil lima varietas padi sawah (Oryza sativa L.) pada pemupukan anorganik dan organik. Bul Agron. 36(3) :196-203.

(39)

23 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi.

Sutedjo MM, 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan Tanaman Pertanian. Bandung (ID): Pustaka Buana.

Tombe M, Sipayung H. 2010. Bertani Organik dengan Teknologi BioFOB.

Yogyakarta (ID): Lily Publisher.

Tustiyani I. 2014.Karakter Morfofisiologi Tanaman dan Fisikokimia Beras dengan Berbagai Dosis Pemupukan Organik dan Hayati pada Budidaya padi Organik.Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Wahyututi TB. 2012.Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil dan Upaya Meningkatkan Hasil Padi Varietas Unggul.Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Wibowo P, Indrasari SD, Jumali. 2009. Identifikasi Karakteristik dan Mutu Beras di Jawa Barat. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 28 (1): 45-49.

Zhenghu D, Honglang X. 2000. Effect of soil properties on ammonia vilatilization.

(40)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Denah percobaan di lapangan

A1V1 A1V2 B7V2 B7V1 C1V2 C1V1

A2V1 A2V2 B8V2 B8V1 C7V2 C7V1

A3V1 A3V2 B9V2 B9V1 C2V2 C2V1

A4V1 A4V2 B10V2 B10V1 C8V2 C8V1

A5V1 A5V2 B11V2 B11V1 C3V2 C3V1

A6V1 A6V2 B12V2 B12V1 C9V2 C9V1

A7V1 A7V2 B1V2 B1V1 C4V2 C4V1

A8V1 A8V2 B2V2 B2V1 C10V2 C10V1

A9V1 A9V2 B3V2 B3V1 C5V2 C5V1

A10V1 A10V2 B4V2 B4V1 C11V2 C11V1

A11V1 A11V2 B5V2 B5V1 C6V2 C6V1

A12V1 A12V2 B6V2 B6V1 C12V2 C12V1

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Keterangan :

1. 0 ton ha-1 pupuk organik padat 2. 2 ton ha-1 pupuk organik padat 3. 4 ton ha-1 pupuk organik padat 4. 6 ton ha-1 pupuk organik padat 5. 8 ton ha-1 pupuk organik padat 6. 10 ton ha-1 pupuk organik padat

7. 0 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 8. 2 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 9. 4 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 10. 6 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 11. 8 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 12. 10 ton ha-1 pupuk organik padat + pupuk hayati 13. 100% NPK

(41)

25 Lampiran 2 Deskripsi karakteristik varietas Ciherang

Deskripsi Penjelasan

: Tahan terhadap wereng cokelat biotipe 2 dan 3 : Tahan terhadap bakteri hawar daun (HBD)

strain III dan IV

: Tarjat T, Z. A. Simanulang, E. Sumadi dan Aan A. Darajat.

: 2000

(42)

26

Lampiran 3 Deskripsi padi varietas Mentik Wangi

Deskripsi Penjelasan

Nomor aksesi : 1754

Nama aksesi : Mentik Wangi Provinsi asal : Jawa Tengah Kabupaten asal : Magelang

Warna daun : Hijau

Habitus : Sedang (± 450)

Golongan : Indica

Warna kaki : Kuning emas Permukaan daun : Tidak berambut Posisi daun bendera : Mendatar Warna lidah daun : Putih

Warna telinga daun : Putih (tidak berwarna) Warna leher daun : Hijau muda

Panjang malai : 27.4 cm Panjang daun bendera : 30.8 cm Lebar daun bendera : 1.6 cm Panjang leher malai : 3 cm Bobot 1000 butir : 18 g Indeks kerebahan : 0 % Umur tanaman : 97 HST Anakan produktif : 14 anakan Jumlah anakan vegetatif : 15 anakan Tinggi tanaman : 114 cm Berat gabah hampa : 2.5 g Berat gabah isi : 27.1 g Jumlah gabah isi per malai : 109 gabah

Tekstur nasi : Pulen

(43)

27 Lampiran 4 Data curah hujan bulan November 2013 hingga April 2014

Tanggal Nov Des Jan Feb Mar Apr

2013 2014

1 - - 9 5 2 -

2 - - 4 9 25 -

3 - 28 - 14 - -

4 - 2 - 90 - -

5 - 37 - 28 - -

6 12 12 - 20 2 16

7 - 8 - 2 4 5

8 3 13 - - - 14

9 9 1 - 4 2 -

10 - 43 9 12 - 27

11 - - 5 - 1 4

12 10 25 2 - - 10

13 24 9 93 - 1 3

14 20 3 7 - 14 -

15 17 11 5 - 20 -

16 44 - 7 - - -

17 - 5 25 4 6 15

18 6 - 90 14 6 46

19 - 17 101 - 36 26

20 - 19 33 3 7 -

21 - - 31 65 - -

22 - 1 31 12 10 5

23 - - 29 90 4 56

24 - 2 17 5 1 5

25 - - 14 21 - 10

26 4 - - 3 - 24

27 - 2 4 63 8 1

28 5 - 36 4 - -

29 5 - 28 10 20

30 - 8 7 1 -

31 - 3 -

Sumber : BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor

Lampiran 5 Hasil analisis pupuk organik padat (POP)

Parameter Satuan Hasil pengukuran

pH - 5.10

C-Organik % 30.66

N-Total % 0.48

P2O5 Total % 0.47

(44)

28

Lampiran 6 Kandungan dan komposisi pupuk hayati

Kandungan Jumlah

Azospirillum sp. (Mpnml-1) 2.4 x 108

Azotobacter sp. (Cfuml-1) 3.2 x 108

Bakteri Pelarut Fosfat (Cfuml-1) 8.0 x 108

Rhizobium (Mpnml-1) 7.2 x 105

Pseudomonas sp. (Cfuml-1) 5.0 x 108

Bacillus sp. (Cfuml-) 2.7 x 108

pH 5.9

Salmonella 0

E-coli 0

(45)

29

RIWAYAT HIDUP

(46)
(47)

Gambar

Tabel 3 Rekapitulasi sidik ragam
Gambar 1 Curah hujan rata-rata bulan November 2013 hingga April 2014 di Kabupaten Karawang
Tabel 4 Hasil analisis pH, C-Organik, N-total, P tersedia, K-total
Tabel 5 Pengaruh varietas dan pemupukan terhadap tinggi tanaman padi sawah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meningkatkan kualitas personel pendidikan di sekolah menengah maka dibutuhkan pola manajemen yang efektif dalam mengelola sumber daya manusia pendidikan. Karena

Berdasarkan massa minyak plastik pada plastik PP diketahui semakin tinggi suhu pirolisis maka perolehan massa minyak akan semakin tinggi. Namun pada plastik HDPE nilai

Perkembangan teknologi nano di Indonesia baru dimulai sejak tahun 2000-an dengan riset yang lebih banyak terfokus pada material maju terutama untuk penerapan pada

Dalam mencapai Akuntanbilitas Laporan Keuangan yang dihasilkan perusahaanlaporan yang dihasilkan oleh perusahaan haruslah memiliki nilai informasi yang baik dengan bentuk

Total hasil skoring pada Tabel 7 menje- laskan bahwa hasil penilaian terhadap keselu- ruhan aspek menghasilkan bahwa teknologi pe- nangkapan yang paling tepat (prioritas

Mengenai metode eksperimen ini Sugiyono (2009:72) menjelaskan “Metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk.. mencari

Nilai koefisien korelasi yang positif, artinya motivasi bidan yang semakin baik maka dalam pelaksanaan penerapan standar asuhan persalinan normal akan semakin

Program Peningkatan Mutu Pelayanan