• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lembaga Tataniaga

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1986) lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan tataniaga dengan mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Menurut Kohls dan Uhl (2002), pendekatan kelembagaan lebih menekankan kepada orang atau lembaga tataniaga yang menjadi pelaku aktivitas tataniaga. Sistem tataniaga hasil tangkapan ikan di PPI Muara Angke melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu nelayan yang berperan sebagai produsen serta pedagang perantara yang terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang grosir dan pedagang pengecer. Lembaga tataniaga ini memiliki karakteristik tertentu yang mempengaruhi kegiatan tataniaga dari titik produksi ke titik konsumsi.

Nelayan

Nelayan merupakan produsen sebagai penghasil tangkapan ikan. Nelayan responden merupakan nelayan di kawasan PPI Muara Angke yang menangkap hasil tangkapan ikan dominan yang terdiri dari cumi-cumi, ikan tenggiri, lemuru, tembang dan layang. Alat tangkap yang digunakan nelayan responden untuk mendapatkan hasil tangkapan ikan dominan terdiri dari alat tangkap boukeami, jaring cumi, purse seine dan gill net. Sebanyak 14,29% nelayan responden menggunakan alat tangkap boukeami, serta 28,57% menggunakan alat tangkap jaring cumi, purse seine dan gill net (Tabel 5). Nelayan memilih alat tangkap purse seine karena hasil tangkapannya cukup banyak, beragam dan dapat dioperasikan kapan saja. Jaring cumi dan boukeami dipilih sebagai alat tangkap oleh nelayan karena menjanjikan jumlah hasil tangkapan yang mempunyai harga stabil dan musim penangkapan yang stabil pula.

Tabel 5 Sebaran jenis alat tangkap nelayan responden di PPI Muara Angke tahun 2012

Jenis Alat Tangkap Jumlah

(unit) Persentase (%) Jaring Cumi 2 28,57 Boukeami 1 14,29 Purse Seine 2 28,57 Gill Net 2 28,57

Sumber: Data Primer, 2012

Pada tahun 2011 alat tangkap jaring cumi di PPI Muara Angke berjumlah 787 unit, sedangkan jumlah alat tangkap purse seine sebanyak 274 unit dan gill net 119 unit. Jumlah unit alat tangkap yang terbanyak di PPI Muara Angke tahun 2011 yaitu Boukeami sebanyak 1225 unit. Sejak tahun 2007 sampai dengan 2011 alat tangkap jaring cumi mengalami pertumbuhan tiap tahunnya dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,24%, sedangkan boukeami, purse seine dan gill net rata-rata pertumbuhannya tiap tahunya sebesar -6,13%, 18,39% dan 26,99 % (Tabel 6).

Tabel 6 Perkembangan jumlah dan jenis alat tangkap di PPI Muara Angke tahun 2007-2011

Jenis Alat Tangkap

Tahun Rata-Rata Pertumbuhan (%) 2007 (unit) 2008 (unit) 2009 (unit) 2010 (unit) 2011 (unit) Boukeami 1.619 1.277 1.367 1.361 1.225 -6,13 Bubu 211 235 105 102 243 22,79 Jaring cumi 621 679 767 798 787 6,24 Purse seine 485 560 116 115 274 18,39 Gill Net 173 261 50 50 119 26,99 Cantrang 125 65 - - - -37,00 Lainnya 58 61 364 43 102 137,73 Jumlah 3.292 3.138 2.769 2.469 2.750 Pertumbuhan (%) -4,91 -13,33 -12,15 10,21

Sumber: UPT PKPP & PPI Muara Angke, 2012

Kapal merupakan suatu bangunan terapung yang berfungsi sebagai wadah, tempat bekerja (working area) dan sarana transportasi kapal ikan termasuk di dalamnya. Kerja pada kapal ikan meliputi mencari fishing ground, mengoperasikan alat, mengejar ikan dan sebagai wadah hasil tangkapan (Iskandar dan Novita, 1997). Sebanyak 14,29% nelayan responden menggunakan kapal motor dengan ukuran kapal sebesar 11-20 GT dan 85,71% kapal motor dengan ukuran 21-30 GT (Tabel 7). Ada kapal penangkap ikan nelayan responden yang sudah tidak menggunakan palkah lagi untuk menyimpan hasil tangkapannya, melainkan freezer agar mutu hasil tangkapannya tetap baik. Selain mempengaruhi mutu hasil tangkapan, keuntungan lain menggunakan frezeer yaitu memperkecil biaya operasional untuk perbekalan es karena pengeluarannya tidak terlalu mahal jika dibandingkan dengan menggunakan es.

Tabel 7 Sebaran ukuran kapal nelayan responden di PPI Muara Angke tahun 2012

Ukuran Kapal Jumlah

(unit)

Persentase (%)

11 - 20 GT 1 14,29

21 - 30 GT 6 85,71

Sumber: Data Primer, 2012

Pada tahun 2011 kapal motor yang digunakan sebagai armada perikanan untuk mendukung kegiatan perikanan di kawasan PPI Muara Angke lebih didominasi oleh KM berukuran < 30 GT yaitu sebanyak 74,76% atau 2.056 unit dibandingkan KM berukuran ≥ 30 GT yang hanya berjumlah 694 unit atau 25,24% (Tabel 8). Selama periode 2007-2011 armada KM > 30 GT relatif memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibanding KM < 30 GT. Pada periode tersebut kapal motor dengan ukuran kapal < 30 GT mengalami pertumbuhan dengan rata tiap tahun menurun sebesar 16,23%. Kapal motor > 30 GT rata-rata pertumbuhan tiap tahun menurun sebesar -0,60%.

Tabel 8 Perkembangan jumlah armada perikanan di PPI Muara Angke menurut kelompok ukuran GT tahun 2007-2011

Tahun KM < 30 GT (unit) Persentase (%) KM > 30 GT (unit) Persentase (%) Jumlah Armada (unit) 2007 3.662 85,20 636 14,80 4.298 2008 3.511 84,58 640 1542 4.151 2009 2.541 84,59 463 15,41 3.004 2010 2.361 78,46 648 21,54 3.009 2011 2.056 74,76 694 25,24 2.750 Rata-Rata Pertumbuhan (%) -16,23 -0,60 -12,74

Sumber: UPT PKPP & PPI Muara Angke, 2012

(a) (b)

(c)

Gambar 1 Kapal Motor Jaring Cumi (a), Purse Seine (b) dan Gill Net (c) di PPI Muara Angke

Jumlah ABK masing-masing kapal disesuaikan dengan pengoperasian alat tangkap. Alat tangkap purse seine biasanya memerlukan jumlah nelayan/ ABK yang lebih banyak dibandingkan alat tangkap boukeami, jaring cumi dan gill net. Jumlah ABK masing-masing kapal responden lebih dari 30 orang sebanyak 28,57%, 11 – 20 orang sebanyak 42,86% dan kurang dari 10 orang sebanyak 28,57% (Tabel 9). Nelayan biasanya terdiri dari nakhoda yang bertanggungjawab

terhadap keberhasilan penangkapan dan keselamatan anak buahnya, kepala kamar mesin (KKM) bertugas menjaga kestabilan operasi penangkapan dan anak buah kapal (ABK) yang bertugas melakukan operasi penangkapan. Seluruh nelayan responden merupakan nelayan pekerja, bukan nelayan pemilik. Nelayan pekerja sebagai responden merupakan nelayan yang diberi kuasa dalam memasarkan hasil tangkapan ikan oleh juragan kapal. Dalam hal pembagian hasil tangkapan ikan antara nelayan dengan pemilik kapal, ada yang melakukan bagi hasil ada pula nelayan pekerja dibayar dengan sistem gaji. Nelayan responden penelitian berasal dari Jakarta, Tegal, Lampung dan Pekalongan.

Tabel 9 Sebaran jumlah ABK dan lama trip nelayan responden di PPI Muara Angke tahun 2012

Karakteristik Jenis Jumlah Persentase (%)

Jumlah ABK < 10 orang 2 28,57 11 - 20 orang 3 42,86 21 - 30 orang - - > 30 orang 2 28,57 Lama Trip < 20 hari 2 28,57 21 - 40 hari 2 28,57 41 - 60 hari 2 28,57 > 60 hari 1 14,29

Sumber: Data Primer, 2012

Lama trip kegiatan operasi penangkapan ikan di PPI Muara Angke biasanya ditentukan berdasarkan jarak daerah operasi penangkapan ikan. Lama trip nelayan responden kurang dari 20 hari, 21 – 40 hari dan 41 – 60 hari masing-masing 28,57%. Trip selama lebih dari 60 hari sejumlah 14,29%. Daerah operasi penangkapan nelayan responden biasanya sekitar Laut Jawa, Perairan Lampung, Perairan Kepulauan Belitung dan Perairan Kalimantan.

Tabel 10 Sebaran jumlah produksi per trip nelayan responden di PPI Muara Angke tahun 2012

Produksi Per Trip Jumlah

(unit) Persentase (%) < 5 ton 2 28,57 6 - 10 ton 2 28,57 11 - 15 ton 2 28,57 16 - 20 ton - - > 20 ton 1 14,29

Sumber: Data Primer, 2012

Perbedaan hasil tangkapan oleh nelayan disebabkan perbedaan alat tangkap, besar kapal, lama trip dan daerah operasi penangkapan. Produksi hasil tangkapan nelayan responden di PPI Muara Angke cukup besar. Hal ini disebabkan waktu penelitian ini dilakukan pada saat puncak musim penangkapan ikan. Produksi hasil tangkapan sebanyak kurang dari 5 ton persentasenya sebesar

28,57%, 6-10 ton sebesar 28,57%, 16-20 ton sebesar 28,57% dan lebih dari 20 ton sebanyak 14,29% (Tabel 10).

Tabel 11 Volume dan nilai produksi ikan hasil tangkapan per bulan di PPI Muara Angke tahun 2011 Bulan Produksi (Kg) Persentase (%) Pertumbuhan (%) Nilai Produksi (Rp) Persentase (%) Pertumbuhan (%) Januari 450.557 3,38 - 2.557.662.670 4,91 - Februari 335.432 2,51 -25,55 1.669.931.400 3,21 -34,71 Maret 542.393 4,06 61,70 2.202.904.350 4,23 31,92 April 725.926 5,44 33,84 2.951.106.875 5,66 33,96 Mei 1.133.766 8,49 56,18 4.210.300.340 8,08 42,67 Juni 1.090.448 8,17 -3,82 4.599.966.625 8,83 9,26 Juli 1.100.151 8,24 0,89 4.837.054.500 9,28 5,15 Agustus 1.208.538 9,05 9,85 4.164.673.525 7,99 -13,90 September 1.747.179 13,09 44,57 7.117.562.350 13,66 70,90 Oktober 1.611.133 12,07 -7,79 5.878.660.200 11,28 -17,41 Nopember 1.905.472 14,27 18,27 6.419.294.775 12,32 9,20 Desember 1.498.227 11,22 -21,37 5.490.162.825 10,54 -14,47 Jumlah 13.349.222 100,00 52.099.280.435 100,00

Sumber: UPT PKPP & PPI Muara Angke, 2012

Dari data produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke, jumlah ikan hasil tangkapan pada bulan September, Oktober dan November menunjukkan produksi yang lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya (Tabel 11). Hal ini disebabkan karena pada bulan tersebut terjadi arus dan gelombang yang relatif besar atau awal dari musim barat sehingga terjadi up welling pengadukan dasar laut, yang menyebabkan bahan makanan ikan yang ada didasar perairan terangkat keatas, menyebar dan saat itulah kualitas perairan menjadi lebih subur untuk menyediakan bahan makanan bagi biota laut termasuk ikan. Pada bulan-bulan tersebut para nelayan selama 3 bulan-bulan melaksanakan penangkapan ikan (UPT PKPP & PPI Muara Angke, 2012).

Tabel 12 Volume dan nilai produksi di PPI Muara Angke tahun 2007-2011

Tahun Volume Produksi

(Kg) Pertumbuhan (%) Nilai Produksi (Rp. 000) Pertumbuhan (%) 2007 9.307.950 - 34.341.589 - 2008 6.464.704 -30,55 28.972.930 -15,63 2009 10.770.504 66,60 38.858.793 34,12 2010 10.432.432 -3,14 43.821.432 12,77 2011 13.349.222 27,96 52.099.280 18,89

Sumber: UPT PKPP & PPI Muara Angke, 2012 (data diolah kembali)

Produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke secara keseluruhan selama kurun waktu 2007-2011 cenderung mengalami peningkatan, hanya saja

pada tahun 2008 terjadi penurunan drastis volume produksi ikan sebesar 30,55% dari volume produksi tahun sebelumnya (Tabel 12). Pada tahun 2011 volume produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke sebanyak 13.349.222 kilogram, mengalami peningkatan sebesar 27,96% dari volume produksi tahun 2010.

(a) (b)

(c)

Gambar 2 Nelayan Responden Nelayan Jaring Cumi (a), Nelayan Purse Seine (b) dan Nelayan Gill Net (c) di PPI Muara Angke

Pedagang Perantara

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) ada beberapa golongan pedagang yang terlibat dalam pemasaran hasil perikanan rakyat Indonesia yaitu: (1) Tengkulak desa, yaitu lembaga pemasaran yang aktif membeli ikan dari produsen (nelayan, petani ikan dan pengolah hasil perikanan) dengan mendatangi unit-unit usaha atau menunggu di warung atau rumahnya dimana produsen menjual ikannya. (2) Pedagang pengumpul di pasar lokal, yaitu lembaga pemasaran yang membeli barang terutama dari tengkulak desa dan barang-barang dari produsen di pasar lokal. (3) Pedagang besar (grosir), yaitu lembaga pemasaran yang aktif di pasar-pasar pusat di kotakota besar dan menerima barang terutama dari pengumpul pasar lokal dan juga dari tengkulak desa. (4) Agen, yaitu lembaga pemasaran yang aktif membeli ikan di unit-unit usaha dan untuk pedagang besar (eksportir, pengusaha Cold Storage) tertentu. (5) Pedagang eceran pada daerah

konsumen, yaitu lembaga pemasaran yang membeli barang dari grosir, kemudian menjualnya kepada konsumen di pasar-pasar eceran atau dengan cara menjajakan ke kampung-kampung. Untuk daerah produksi, pedagang ini biasanya membeli barang dari produsen atau pasar lokal, kemudian menjualnya ke kampong-kampung. (6) Eksportir, pedagang ini hanya ditemukan di pedagang hasil perikanan bernilai ekspor.

Responden pedagang perantara yang terlibat dalam tataniaga hasil tangkapan ikan dominan di PPI Muara Angke terdiri dari 5 pedagang pengumpul, 15 pedagang grosir dan 19 pedagang pengecer. Pedagang pengumpul umumnya berada di kawasan Muara Angke, berhubungan langsung dengan nelayan Muara Angke. Pedagang grosir ada yang berada di kawasan Muara Angke berdagang di Pasar Grosir Muara Angke, namun ada pula beberapa pedagang grosir non lokal berada di luar kawasan Muara Angke seperti misalnya pedagang grosir Pasar Kramat Jati, Pasar Senen dan Pasar Minggu. Pedagang pengecer umumnya berada di luar kawasan Muara Angke seperti misalnya yang ditemukan pedagang dari Teluk Gong, Pasar Ikan, Pademangan (Jakarta Utara), Pasar Cengkareng, Grogol (Jakarta Barat), Pasar Minggu (Jakarta Selatan), Pasar Senen (Jakarta Pusat), Pasar Kramat Jati (Jakarta Timur) dan menjual ikan hasil tangkapan kepada konsumen di wilayah masing-masing. Pedagang pengecer tidak hanya dari wilayah Jakarta, namun juga ada dari wilayah Bogor dan Bekasi. Bentuk lembaga dari pedagang pengumpul ada yang berbentuk perseorangan dan ada juga yang berbentuk Usaha Dagang (UD) ataupun Commanditaire Vennootschap (CV). Pedagang grosir dan pedagang pengecer responden seluruhnya berbentuk perseorangan.

Tabel 13 Sebaran umur, pengalaman dan jenis kelamin pedagang responden Karakteristik Jenis

Pedagang

Pengumpul Pedagang Grosir Pedagang Pengecer

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) Umur < 20 - - - - - - (tahun) 20 - 30 - - 3 20,00 1 5,26 31 - 40 2 40,00 7 46,67 6 31,58 41 - 50 1 20,00 4 26,67 9 47,37 > 50 2 40,00 1 6,67 3 15,79 Pengalaman 0-5 2 40,00 8 53,33 6 31,58 (tahun) 6 - 10 1 20,00 4 26,67 5 26,32 11 - 15 - - 2 13,33 7 36,84 16 - 20 2 40,00 - - 1 5,26 > 20 - - 1 6,67 - - Jenis Kelamin Laki-laki 5 100,00 15 100,00 11 57,89 Perempuan - - - - 8 42,11

Sumber: Data Primer, 2012

Setiap lembaga tataniaga memiliki karakteristik yang berpengaruh terhadap kinerja dan usaha yang dilakukan dalam menjalankan usahanya. Umur dan jenis kelamin pedagang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

cepat lambatnya kinerja berdagang. Pedagang dengan usia yang relatif muda dan berjenis kelamin laki-laki, relatif memiliki kinerja yang lebih cepat. Responden pedagang pengumpul sebanyak 40% berusia antara 31 – 40 dan di atas 50 tahun serta 20% berusia 41 – 50 tahun. Sebanyak 18,75% pedagang grosir berusia 21-30 tahun, 43,75% berusia 31-40 tahun, 25% berusia 41-50 tahun dan 6,25% berusia di atas 50 tahun. Pedagang pengecer yang menjadi responden penelitian sebanyak 5% berusia 21-30 tahun, 30% berusia 31-40 tahun, 50% berusia 41-50 tahun dan 15% berusia di atas 50 tahun. Jenis kelamin responden pedagang pengumpul dan grosir seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Pedagang pengecer sebanyak 58,00% berjenis kelamin laki-laki dan 42,00% berjenis kelamin perempuan (Tabel 13).

Pengalaman berdagang dapat mempengaruhi cara dan keahlian berdagang, misalnya dalam menentukan volume penjualan, kerjasama dengan nelayan dan antar pedagang serta kecepatan memperoleh informasi pasar. Pengalaman usaha responden pedagang pengumpul 0-5 tahun sebanyak 40%, 6-10 tahun sebanyak 20%, dan 16-20 tahun sebanyak 40%. Pengalam usaha responden pedagang grosir 0-5 tahun sebanyak 50%, 6-10 tahun 18%, dan 11-15 tahun sebanyak 6%, dan lebih dari 20 tahun sebanyak 6%. Pedagang pengecer sebanyak 35% memiliki pengalaman berdagang selama 0-5 tahun, 25% selama 6-10 tahun, 35% selama 11-15 tahun, dan 5% selama 16-20 tahun.

(a) (b)

Gambar 3 Pedagang Grosir Muara Angke (a) dan Pedagang Pengecer Pasar Ikan Luar Batang (b)

Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang atau jasa untuk digunakan atau dikonsumsi. Keputusan pemilihan saluran pemasaran merupakan salah satu keputusan paling rumit dan menantang dihadapi produsen saluran yang dipilih sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran lain (Limbong dan Sitorus, 1987).

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006), panjang pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil perikanan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: (1) Jarak antara produsen dan konsumen, makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk. (2) Cepat tidaknya produk rusak, produk yang cepat rusak harus segera

diterima oleh konsumen, dengan demikian dalam pemasaranya harus cepat. (3) Skala Produksi, bila produksinya berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula. Hal ini tidak menguntungkan jika produsen langsung menjualnya ke pasar. (4) Posisi keuangan pengusaha, produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga.

Dalam penelitian kali ini, cakupan pelaku tataniaga yang diteliti yaitu pelaku tataniaga yang berada di kawasan PPI Muara Angke serta pedagang grosir non lokal, yaitu pedagang grosir yang berada di luar kawasan PPI Muara Angke, seperti misalnya pedagang grosir Pasar Induk Kramat Jati, Pasar Minggu dan Pasar Senen.

Saluran Tataniaga 1

Gambar 4 Saluran Tataniaga 1 Hasil Tangkapan Ikan di PPI Muara Angke melalui Pelelangan

Keterangan :

Saluran 1a Saluran 1b Saluran 1c

Saluran tataniaga 1 hasil tangkapan ikan didistribusikan melalui pelelangan. Berdasarkan hasil wawancara kemungkinkan saluran yang terjadi yaitu saluran 1a terdiri dari nelayan → pengecer, saluran 1b terdiri dari nelayan →

grosir Muara Angke → pengecer dan saluran 1c terdiri dari nelayan → grosir

Muara Angke → grosir non lokal → pengecer (Gambar 4). Berdasarkan hasil wawancara, nelayan pada saluran 1 lebih memilih menjual hasil tangkapan ikannya melalui pelelangan karena merasa bahwa mekanisme dan harga yang ditetapkan pelelangan merupakan harga terbaik.Nelayan percaya informasi harga dari TPI acukup akurat. Responden nelayan yang menjual hasil tangkapannya ke pelelangan memiliki frezeer di kapalnya, sehingga dapat menunggu hingga keesokan hari jika proses lelang belum dimulai. Retribusi yang dikenakan pihak TPI kepada nelayan sebesar 3% dan pedagang sebesar 2% dari total nilai ikan.

Saluran tataniaga Ia merupakan saluran terpendek dibandingkan seluruh saluran tataniaga di PPI Muara Angke. Hal ini disebabkan karena hanya pada saluran 1a pedagang pengecer dapat membeli langsung ikan hasil tangkapan dari nelayan melalui pelelangan. Para pedagang yang ingin ikut proses pelelangan harus terlebih dahulu mendaftarkan diri kepada penyelenggara lelang dan akan diberi karcis atau tanda pengenal peserta lelang. Pedagang kemudian harus

Grosir Muara Angke Nelayan Grosir Non Lokal Pengecer

menyimpan uang deposit di kasir lelang, baru dapat mengikuti proses lelang. Transaksi pelelangan hanya berlangsung sekali dalam satu hari, yaitu antara pukul 8.00 – 10.00 WIB. Pedagang pengecer responden yang membeli ikan langsung dari nelayan melalui pelelangan biasanya melakukan aktivitas penjualan di wilayah Pasar Ikan, Jakarta Utara dengan volume penjualan rata-rata cumi sebanyak 10 kilogram dan ikan layang sebanyak 15 kilogram per sekali penjualan. Pada saluran 1b biasanya grosir yang membeli ikan dari nelayan melalui pelelangan merupakan pedagang grosir Muara Angke dengan volume rata-rata ikan dalam sekali penjualan yaitu cumi-cumi sebanyak 500 kilogram dan ikan layang sebanyak 200 kilogram. Pedagang grosir lokal melakukan penjualan ikan ke pedagang pengecer maupun pedagang grosir non lokal yang selanjutnya ke pedagang pengecer (saluran 1c). Namun karena keterbatasan waktu peneliti, yang ditemukan dalam penelitian ini hanya transaksi antara pedagang grosir Muara Angke dan pedagang pengecer. Pengecer umumnya berada di luar kawasan Muara Angke dan menjual ikan hasil tangkapan kepada konsumen di wilayah masing-masing dengan volume rata-rata ikan yang dijual ditingkat pengecer yaitu cumi-cumi sebesar 10 kilogram dan ikan layang sebesar 12,5 kilogram. Harga yang terjadi antara grosir dan pengecer maupun pengecer dan konsumen umumnya tidak jauh berbeda, yang membedakan harga yaitu kualitas ikan yang dijual dan biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan sehingga mempengaruhi harga jual.

Pedagang grosir dan pengecer sebenarnya lebih memilih saluran 1 karena dapat langsung membeli ikan hasil tangkapan dari nelayan melalui pelelangan dengan harga relatif lebih rendah dibandingkan saluran lainnya. Pedagang grosir dan pengecer terpaksa memilih saluran tataniaga lainnya dan tidak dapat memilih dengan leluasa karena kebanyakan ikan yang masuk ke pelelangan merupakan jenis ikan non ekonomis dan kualitasnya tidak bagus.

Saluran Tataniaga 2

Gambar 5 Saluran Tataniaga 2 Hasil Tangkapan Ikan di PPI Muara Angke Tidak melalui Pelelangan

Keterangan :

Saluran 2a Saluran 2b

Saluran 2 merupakan saluran yang tidak melalui pelelangan yang terdiri dari saluran 2a yaitu nelayan → grosir MuaraAngke → pengecer dan saluran 2b

terdiri dari nelayan → grosir Muara Angke → grosir non lokal → pengecer

(Gambar 5). Pada saluran 2 nelayan menjual ikan tidak melalui pelelangan, TPI Nelayan Grosir Muara Angke Grosir Non Lokal Pengecer

pada saluran pemasaran ini hanya sebagai pemungut retribusi dan pendataan hasil tangkapan ikan. Berdasarkan hasil wawancara, nelayan pada saluran 2 lebih memilih menjual hasil tangkapannya pada grosir tanpa melalui pelelangan dibandingkan melalui pelelangan disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: (1) Grosir lebih fleksibel dalam menerima hasil tangkapan, kapanpun nelayan mendaratkan hasil tangkapan akan diterima grosir, tidak perlu menunggu proses pelelangan, nelayan tidak perlu khawatir menanggung risiko penurunan harga karena penurunan kualitas. (2) Nelayan berharap dapat memperoleh harga yang lebih tinggi dari pelelangan biasa. (3) Nelayan telah memiliki pelanggan yang langsung membeli ikan dari nelayan.

Pedagang grosir yang membeli ikan langsung dari nelayan merupakan pedagang grosir kawasan Muara Angke, tidak ditemui pedagang grosir non lokal yang membeli langsung ikan dari nelayan. Hal ini terjadi karena terbatasnya modal dan hubungan relasi.Volume penjualan grosir pada saluran ini rata-rata cumi sebanyak 300 kilogram, ikan layang 100 kilogram dan ikan tenggiri 100 kilogram.

Pedagang grosir Muara Angke melakukan penjualan ikan ke pedagang pengecer maupun pedagang grosir non lokal. Namun yang ditemukan dalam penelitian ini transaksi antara pedagang grosir lokal dan pedagang pengecer. Pengecer umumnya berada di luar kawasan Muara Angke dan menjual ikan hasil tangkapan kepada konsumen di wilayah masing-masing dengan volume rata-rata ikan yang dijual ditingkat pengecer yaitu cumi-cumi sebesar 7 kilogram dan ikan layang sebesar 18 kilogram.

Saluran Tataniaga 3

Gambar 6 Saluran Tataniaga 3 Hasil Tangkapan Ikan di PPI Muara Angke Tidak melalui Pelelangan

Keterangan :

Saluran 3a Saluran 3b Saluran 3c

Saluran 3 dibagi menjadi tiga bagian yaitu saluran 3a yang terdiri dari

nelayan → pengumpul → grosir → pengecer, saluran 3b nelayan → pengumpul

→ grosir non lokal → pengecer dan saluran 3c nelayan → pengumpul → grosir

→ grosir non lokal → pengecer (Gambar 6). Nelayan tidak menjual hasil

Nelayan Grosir Non Lokal Pengecer Pengumpul Grosir Muara Angke

tangkapannya melalui pelelangan. Pihak TPI Muara Angke hanya sebagai pencatatan hasil tangkapan ikan dan penarik retribusi sebesar 5% dari total nilai ikan. Nelayan yang menjual hasil tangkapannya ke pengumpul umumnya didasari oleh hubungan keterikatan. Hubungan keterikatan antara nelayan dan pengumpul terjadi karena nelayan berhutang modal melaut sehingga nelayan diharuskan menjual hasil tangkapannya pada pengumpul. Selanjutnya pengumpul yang mengikat nelayan memiliki kewajiban untuk melindungi nelayan yang menjadi langgannya.

Pedagang pengumpul dalam mempertahankan hubungan kerterikatan melakukan berbagai upaya untuk menarik minat nelayan agar tetap menjadi langgannya. Usaha yang dilakukan pengumpul antara lain memberikan bantuan uang dan perlengkapan melaut, pinjaman uang saat kekurangan modal, kerusakan kapal maupun alat tangkap. Bantuan ini diberikan sebagai strategi untuk menghadapi perbedaan harga antara pengumpul, selain untuk menjaga hubungan keterikatan, sehingga nelayan tidak mudah beralih ke pengumpul lain yang menawarkan harga lebih tinggi.

Uang yang dikeluarkan pengumpul untuk menjaga hubungan keterikatan dianggap sebagai uang hangus atau uang hilang karena pada kenyataannya uang tersebut tidak pernah kembali utuh sejumlah yang dikeluarkan. Oleh karena itu, sebagai gantinya nelayan diharuskan menjual hasil tangkapan kepada pengumpul yang mengikatnya. Bila nelayan tidak menjual hasil tangkapan pada langgan maka nelayan harus mengembalikan semua bantuan yang telah diberikan atau menyerahkan perahunya untuk pengumpul sehingga perahu tersebut menjadi hak milik pengumpul. Demikian juga halnya bila nelayan ingin beralih ke langgan lain maka nelayan harus melunasi semua hutang-hutangnya terlebih dahulu atau langgan barunya yang akan membayar ganti rugi atas hutang-hutang tersebut.

Pedagang pengumpul menjual hasil tangkapannya kepada pedagang grosir Muara Angke maupun pedagang grosir non lokal. Berdasarkan hasil wawancara tidak terdapat pedagang pengecer membeli langsung ikan hasil tangkapan dari pedagang pegumpul. Hal ini dapat terjadi karena adanya keterbatasan informasi pasar dan keterbatasan modal pada pedagang pengecer. Pedagang grosir Muara Angke dapat menjual hasil tangkapannya kepada pedagang grosir non lokal maupun pedagang pengecer dan pedagang grosir non lokal menjual hasil tangkapannya pada pengecer, hal yang sama terjadi pula pada saluran 1 dan 2.

Dokumen terkait