• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Perbaikan Rasa daging dari Pengaruh Bau Lumpur

Uji rasa dilakukan oleh 33 responden yang sudah terbiasa untuk menentukan rasa dari daging tersebut apakah masih berbau lumpur atau tidak (Lampiran 3). Penilaian dilakukan dengan cara memberikan nilai kisaran dari 1 – 5, dimana nilai terkecil merupakan daging ikan yang memiliki bau lumpur cukup kuat, sedangkan nilai terbesar merupakan daging ikan yang sudah tidak memiliki bau lumpur. Rata - rata pengamatan terhadap uji rasa disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji rasa pada daging ikan patin

Lama Perlakuan Suhu Fluktuatif Suhu 32 C

0 jam 1,73 ± 0,72 1,61 ± 0,70 12 jam 1.97 ± 0.80 3.17 ± 1.17* 24 jam 2.68 ± 1.20* 3.20 ± 1.23 36 jam 2.71 ± 1.11 3.68 ± 0.98* 48 jam 3.47 ± 0.94* 3.88± 0.81 60 jam 3.71 ± 1.02 4.53 ± 0.79*

Keterangan : 1 = Sangat berbau lumpur 4 = Hampir tidak bebau lumpur 2 = Berbau lumpur 5 = Tidak berbau lumpur 3 = Sedikit berbau lumpur

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 12 24 36 48 60

Waktu Perlakuan (jam)

P e rb a ika n R a s a D ag ing ( s k or ) Suhu 32 C Suhu Fluktuatif Keterangan (skor) :

1 = Sangat berbau lumpur 4 = Hampir tidak bebau lumpur 2 = Berbau lumpur 5 = Tidak berbau lumpur 3 = Sedikit berbau lumpur

Pengamatan terhadap bau lumpur tersebut dilakukan dengan menguji rasa tiap sampel daging yang telah dikukus pada tiap perlakuan. Hasil yang didapat secara umum terjadi penurunan bau lumpur pada setiap 12 jam perlakuan pemberokan (Gambar 6). Pada suhu 32° C, penurunan bau lumpur yang signifikan sudah terjadi pada 12 jam pertama namun cenderung konstan pada 12 jam berikutnya. Penurunan bau lumpur terus meningkat pada jam ke – 36 hingga jam ke – 60 dan daging sudah dapat dikatagorikan tidak berbau lumpur. Pada perlakuan suhu fluktuatif, penurunan bau lumpur tidak berlangsung dengan cepat. Penurunan bau lumpur terjadi secara perlahan-lahan dan pada akhir perlakuan masih terdapat sedikit bau lumpur pada daging ikan.

Hasil uji Kruskal – Wallis pada kedua perlakuan (p<0,05), didapat bahwa semakin lama waktu perlakuan maka penurunan rasa lumpur semakin berkurang dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 4).

Pada penelitian yang dilakukan Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar, Bt. Berendam, Melaka, Malaysia, rasa lumpur pada ikan dapat dihilangkan dalam waktu 4 – 5 hari. Wadah yang digunakan berukuran 1,4 ton, diisi air dengan volume 1 ton dan debit sebesar 2,21 liter/detik. Ikan ditebar dengan kepadatan 1ekor/4 liter dengan berat rata-rata berat ikan 500 gram. Sistem perawatan air yang terdiri dari karbon aktif, protein skimmer dan ozoniser.

Kecenderungan penurunan bau lumpur lebih cepat berkurang pada suhu 32° C adalah meningkatnya suhu akan mempercepat proses metabolisme di dalam tubuh (Forsberg dan Summerfelt, 1992). Energi yang dipakai untuk proses metabolisme tersebut berasal dari katabolisme lemak dan protein dalam tubuh ikan tersebut (Campbell dan Anthony, 1992). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, penurunan bau lumpur ini berbanding lurus dengan penurunan lemak pada daging ikan tersebut.

Geosmin merupakan senyawa minyak atau lemak yang disimpan pada jaringan lemak ikan (Killian, 1977). Pada ikan yang diberok, maka ikan yang banyak beraktifitas akan mendapatkan energi dengan cara mengkatabolisme lemak yang terdapat pada tubuh ikan (Campbell dan Anthony, 1992). Hal ini sangat memungkinkan bagi geosmin untuk ikut dirombak menjadi energi. Sehingga geosmin yang terikat pada lemak akan ikut terbakar dan menyebabkan bau lumpur akan berkurang. Meningkatnya suhu akan mengakibatkan meningkatnya temperatur tubuh, sehingga akan mempercepat proses metabolisme ikan (Forsberg dan Summerfelt, 1992).

4.2. Penurunan Bobot Tubuh

Ikan patin yang diberok mengalami penurunan bobot tubuh selama perlakuan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 12 24 36 48 60

Waktu Perlakuan (jam)

% K e h il a nga n B obo t Tubuh

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C

Gambar 7. Laju Penyusutan Bobot Tubuh Ikan Patin (Pangasius sp)

Pada gambar diatas terlihat bahwa pada perlakuan suhu 32°C penurunan bobot lebih cepat dibandingkan pada suhu fluktuatif, pada 12 jam pertama penuruan bobot sebesar 3,7 % dari bobot awal. Sedangkan pada perlakuan suhu fluktuatif bobot tubuh hanya turun sebesar 0,46 %. Dan selama perlakuan terlihat bahwa perlakuan suhu 32° C lebih cepat menurunkan bobot tubuh.

Dari hasil komunikasi pribadi dengan koordinator deboning ikan patin di kolam percobaan Departemen Budidaya Perairan, IPB, yaitu Fachrurrozi, S.Pi, menyatakan bahwa pemberokan ikan patin yang ia lakukan adalah dengan menempatkan ikan patin pada kolam berukuran 200 m3. Kepadatan ikan sebesar 2,5 ton dengan rata-rata bobot ikan sebesar 0,5 – 1 kg. Pergantian air sebesar ± 2 liter/detik, sehingga dibutuhkan waktu seminggu untuk mengganti seluruh air dalam kolam. Suhu perairan fluktuatif tergantung kondisi alam yaitu berkisar 26 – 28° C. Bobot ikan turun sekitar 10 % setelah diberok selama 4 – 5 hari.

Pada ikan yang diberok, ikan akan mengkatabolisme lemak, protein, dan glukosa untuk mendapatkan energi (Campbell dan Anthony, 1992). Suhu yang tinggi menyebabkan katabolisme dari ketiga bahan tersebut akan meningkat. Arus yang kencang menyebabkan ikan banyak bergerak, sehingga kerja otot juga semakin meningkat. Energi yang dipakai untuk kerja otot berasal dari

katabolisme lemak. Hal inilah yang menyebakan penurunan bobot tubuh pada perlakuan suhu 32°C lebih cepat daripada suhu fluktuatif. Pada perlakuan suhu 32°C, ikan akan lebih cepat mengkatabolisme lemak, protein dan glukosa karena suhu air yang lebih tinggi daripada perlakuan suhu fluktuatif.

4.3. Penurunan Kadar Lemak pada Daging

Analisa proksimat dilakukan terhadap daging yang telah mengalami penurunan bau lumpur yang signifikan. Pada perlakuan suhu fluktuatif, analisa proksimat hanya dilakukan terhadap sampel daging pada lama perlakuan 24 jam dan 48 jam. Sedangkan pada suhu 32° C analisa proksimat dilakukan pada daging ikan dari lama perlakuan 12 jam, 36 jam dan 60 jam (Lampiran 5). Rata-rata penurunan kadar lemak selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar lemak selama perlakuan.

Lama Perlakuan % Kadar Lemak pada Daging

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C

0 jam 4.31 ± 0,12 4.31 ± 0,12 12 jam - 3,23 ± 0,58 24 jam 3.04 ± 0,52 - 36 jam - 2,25 ± 0,05 48 jam 2,2 ± 0,24 - 60 jam - 1,96 ± 0,12

Analisa statistika terhadap hubungan berat tubuh dengan kadar lemak dalam daging tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sehingga kadar lemak awal yang diambil adalah nilai rata-rata kadar lemak pada ikan-ikan awal.

Dari tabel 3 didapat pada jam ke – 24 kadar lemak turun hingga 3.04 ± 0,52 % bobot tubuh atau turun sebesar 29,63 % dari lemak awal dan pada jam – 48 turun hingga 2,2 ± 0,24 % bobot tubuh atau turun sebesar 47,14% dari lemak awal. Sedangkan pada suhu 32° C kadar lemak sudah turun hingga 3,23 ± 0,58 % bobot tubuh atau turun sebesar 25,12% dari lemak awal, pada jam ke - 36 jam turun sebesar 53,74% dari lemak awal dan pada jam ke – 60 turun sebesar 54,67% dari lemak awal.

Kadar lemak pada daging ikan patin secara umum mengalami penurunan pada setiap 12 jam. Namun perlakuan suhu 32° C lebih cepat menurunkan lemak daripada suhu fluktuatif. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

0 10 20 30 40 50 60 0 12 24 36 48 60

Lama Perlakuan (jam)

% K a ta bol is m e L em ak

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C Gambar 8. Laju penurunan lemak pada daging ikan

Tingginya persentase penurunan kadar lemak karena lemak merupakan sumber energi yang dikatabolisme oleh tubuh pada saat ikan yang diberok melakukan aktifitas pergerakan. Lemak juga merupakan sumber energi lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein (Winarno, 1997). Suhu tinggi menyebabkan penurunan kadar lemak pada daging ikan yang diberok menjadi lebih cepat. Sehingga penurunan kadar lemak pada perlakuan suhu 32°C lebih cepat daripada penurunan kadar lemak pada suhu fluktuatif.

4.4. Penurunan Kadar Protein pada Daging

Rata-rata penurunan kadar protein pada daging ikan patin selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar protein selama perlakuan

Lama perlakuan % Kadar Protein pada Daging

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C

0 jam 17,09 ± 0,03 17,09 ± 0,03 12 jam 15,66 ± 0,42 24 jam 15,90 ± 0,38 36 jam 15,72 ± 0,78 48 jam 14,55 ± 0,18 60 jam 13,93 ± 0,01

Analisa statistika terhadap hubungan berat tubuh ikan awal dengan kadar protein dalam daging tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sehingga

kadar protein awal yang diambil adalah nilai rata-rata kadar protein pada ikan-ikan awal.

Dari analisa proksimat tersebut didapat, bahwa pada jam ke – 24 kadar protein turun hingga 15,90 ± 0,38 % bobot tubuh atau turun sebesar 6,96% dari protein awal dan pada jam ke – 48 turun hingga 14,55 ± 0,18 % atau turun sebesar 14,86 % dari protein awal. Sedangkan pada suhu 32° C, sampel yang dianalisa proksimat yaitu pada jam ke – 12, jam ke – 36 dan jam ke – 60. Pada jam ke – 12 kadar protein pada daging turun hingga 15,66 ± 0,42 % bobot tubuh atau 8,36 % dari protein awal, pada jam ke – 36 turun hingga 15,72 ± 0,78 % bobot tubuh atau 8,01% dari protein awal dan pada jam ke – 60 turun hingga 13,93 ± 0,01% bobot tubuh atau 18,49% dari protein awal.

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa penurunan kadar protein tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan penurunan kadar lemak dan tidak terlihat perbedaan yang signifikan dari pengaruh perbedaan suhu. Namun secara umu perlakuan suhu 32° C lebih cepat menurunkan kadar protein (Gambar 9)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 12 24 36 48 60

Waktu Perlakuan (jam)

K a d a r P ro te in ( % )

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C

Gambar 9. Laju penurunan protein pada daging ikan

Perlakuan suhu 32°C lebih cepat menurunkan kadar protein daripada perlakuan suhu fluktuatif. Suhu tinggi menyebabkan protein dalam tubuh lebih cepat dikatabolisme oleh tubuh menjadi energi. Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai

bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagi zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997).

4.5. Teknologi Pemberokan

Penelitian yang dilakukan Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar, Bt. Berendam, Melaka, Malaysia, rasa lumpur pada ikan dapat dihilangkan dalam waktu 4 – 5 hari. Wadah yang digunakan berukuran 1,4 ton, diisi air dengan volume 1 ton dan debit sebesar 2.21 liter/detik. Ikan ditebar dengan kepadatan 1ekor/4 liter dengan berat rata-rata berat ikan 500 gram. Sistem perawatan air yang terdiri dari karbon aktif, protein skimmer dan ozoniser. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat sistem tersebut sekitar Rp. 23.300.000,-.

Pada penelitian ini, ikan yang diberok dalam wadah air mengalir dengan kepadatan ikan 1 kg / 18 liter air dan diberi suhu 32° C sudah mampu menurunkan bau lumpur yang signifikan selama 12 jam. Hal ini setara dengan perlakuan pemberokan pada suhu fluktuatif selama 48 jam.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini juga sederhana jika dibandingkan penelitan di Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar, Bt. Berendam, Melaka, Malaysia. Biaya pembuatan alat pemberokan suhu fluktuatif dan suhu 32° C adalah masing-masing berjumlah Rp. 856.000 dan Rp. 1.066.000 (Lampiran 5). Namun kepadatan ikan pada penelitian di Malaysia jauh lebih besar dari penelitian ini yaitu sebesar 1 kg / 4 liter dan mampu menampung 125 kg ikan. Hal ini setara dengan 25 alat pemberokan pada penelitian ini, dimana kepadatan ikan 1 kg / 9 liter dan hanya diisi oleh 5 kg ikan. Biaya 1 alat pemberokan pada penelitian di Malaysia sama dengan biaya pembuatan alat yang dikeluarkan untuk 22 alat pemberokan suhu 32° C

Biaya operasional yang dikeluarkan untuk perlakuan suhu fluktuatif dan 32° C selama 12 jam masing-masing adalah Rp. 2.880 dan Rp. 5.760. Sehingga jika dibandingkan biaya yang dikeluarkan, perlakuan suhu fluktuatif dua kali dari biaya yang dikeluarkan pada perlakuan suhu 32° C

Dokumen terkait