• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Pemberokan untuk Menghilangkan Bau Lumpur pada Ikan Patin Pangasius Sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknologi Pemberokan untuk Menghilangkan Bau Lumpur pada Ikan Patin Pangasius Sp."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp.

Oleh : Rio Wijaya Mukti

C01400077

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan inisaya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp.

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, September 2005

(3)

RINGKASAN

RIOWIJAYA MUKTI. Teknologi Pemberokan untuk Menghilangkan Bau Lumpur Pada Ikan Patin Pangasius sp. Dibimbing oleh ENANG HARRIS.

Perkembangan karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata menyebabkan kondisi perairan di waduk tersebut menjadi sangat subur dan seringkali ditemukan daging ikan yang berbau lumpur atau biasa disebut off-flavours. Bau lumpur ini disebabkan oleh dua senyawa kimia yaitu Methyl-iso-borneol (MIB) dan Geosmin yang dihasilkan mikroorganisme terutama dari kumpulan alga biru hijau (Cyanophyta) seperti Oscillatoria sp., dan Anabaena sp., fungi (Actynomyces), bakteria (Streptomyces tendae). Zat ini yang terdapat dalam perairan, mudah diserap oleh ikan melalui insang ke dalam daging sehingga menyebabkan bau lumpur. Bau lumpur tesebut dapat dihilangkan dengan diberok dalam air mengalir. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknologi pemberokan ikan patin Pangasius sp. untuk menghilangkan rasa lumpur pada ikan patin Pangasius sp. yang cepat dan efisien.

Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sistem budidaya karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata. Sepuluh ekor ikan dengan bobot rata-rata 500 gram dimasukkan dalam wadah pemberokan berukuran 200x30x30 cm (volume 120 L, terbuat dari kayu berlapis terpal). Wadah pemberokan menggunakan sistem resirkulasi (debit 3 L/det) dengan menggunakan filter berupa kapas dan zeolit. Perlakuan menggunakan suhu fluktuatif dan 32ºC. Ikan disampling setiap 12 jam dengan pengambilan ikan sebanyak 2 ekor untuk diukur bobot, uji rasa, dan analisa proksimat (lemak, protein dan kadar air). Pengontrolan suhu dilakukan setiap 6 jam selama perlakuan.

(4)

TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN

BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN

Pangasius

sp.

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Rio Wijaya Mukti

C01400077

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(5)

Judul Skripsi :TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp.

Nama Mahasiswa : Rio Wijaya Mukti Nomor Pokok : C01400077

Disetujui

Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. NIP. 130 522 434

Mengetahui

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Keluarga besarku, Mamah, Bapak dan Kakak-kakakku tercinta, yang telah

memberi bantuan tenaga, hati dan doa.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. yang telah membantu, membimbing

dan memberi motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Komar Sumantawidjaja, M.Sc. Selaku pembimbing akademik

yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan

perkuliahan.

4. Ekky dan Dafi sekeluarga yang telah membantu penulis selama penelitian.

5. Nak Reza, Bedepers 37 khususnya: Dani, Coro, Kadir, Marcolai, Kajol,

Umar, Bowo, Echo, Andre‘36; Bedepers 38 : Uci, Nurti; choliz, Robi dan

semua rekan-rekan yang telah memberi dukungan dan bantuan dalam

penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga laporan penelitian ini dapat memberi informasi dan manfaat bagi

penulis serta bagi yang membutuhkan.

Bogor, September 2005

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru tanggal 15 Juni 1981 dari ayah Tatang

Tadjudin Mukti dan ibu Aas Sutiarsih, dan merupakan putra keenam dari enam

bersaudara.

Penulis memulai pendidikan SD Negeri 001 Rintis Pekanbaru dan lulus

tahun 1993, kemudian di SMP Negeri 14 Pekanbaru lulus tahun 1996, dan

selanjutnya melanjutkan di SMU Negeri 6 Pekanbaru dan lulus tahun 1999. Pada

tahun 2000 penulis diterima di Program Studi Teknologi dan Manajemen

Akuakultur melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif Himpro HIMAKUA

periode 2002-2003 sebagai staf Departemen Infokom. Pada tahun yang sama

penulis juga aktif di Barracuda Music Club (BMC) FPIK IPB dan penulis

mengikuti kegiatan praktek lapang di Balai Besar Riset Penelitian Budidaya Laut,

Gondol, Bali. Untuk menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian dengan

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .. ... viii

DAFTAR GAMBAR .. ... ix

DAFTAR LAMPIRAN . ... x

I. PENDAHULUAN .. ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Ikan Patin (Pangasius sp) ... 3

2.2. Bau Lumpur ... 4

2.3. Arus Terhadap Metabolisme ... 6

2.5. Suhu Terhadap Metabolisme ... 7

III. BAHAN DAN METODE .. ... 9

3.1. Waktu dan Tempat ... 9

3.2. Wadah Pemberokan ... 9

3.2.1. Wadah Pemberokan pada Perlakuan Suhu Fluktuatif ... 9

3.2.2. Wadah Pemberokan pada Perlakuan Suhu 32°C ... 10

3.3. Persiapan dan Penebaran Ikan ... 10

3.4. Pengamatan ... 11

3.4.1. Pengamatan Bobot ... 11

3.4.2. Pengujian Bau Lumpur ... 11

3.4.3. Komposisi Kimiawi Daging Ikan ... 12

3.5. Analisa Statistika ... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .. ... 13

4.1. Perbaikan Rasa Daging dari Pengaruh Bau Lumpur ... 13

4.2. Penurunan Bobot Tubuh ... 15

4.3. Penurunan Kadar Lemak pada Daging ... 16

4.4. Penurunan Kadar Protein pada Daging ... 17

4.4. Teknologi Pemberokan ... 19

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1. Kesimpulan ... 20

5.2. Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Komposisi kimia daging segar ikan patin ... 4

2.

Uji rasa pada daging ikan patin ... 13

3.

Kadar lemak selama perlakuan ... 16
(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Patin Pangasius sp... 3

2.

Struktur kimia geosmin dan MIB... 5

3.

Proses terjadinya bau lumpur pada ikan... 6

4.

Unit percobaan pada suhu fluktuatif ... 10

5.

Unit percobaan pada suhu 32°C ... 10

6.

Perbaikan rasa daging ikan patin selama perlakuan ... 13

7.

Laju Penyusutan Bobot Tubuh Ikan Patin Pangasius sp. ... 15

8.

Laju penurunan lemak pada daging ikan ... 17
(11)

TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp.

Oleh : Rio Wijaya Mukti

C01400077

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan inisaya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp.

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, September 2005

(13)

RINGKASAN

RIOWIJAYA MUKTI. Teknologi Pemberokan untuk Menghilangkan Bau Lumpur Pada Ikan Patin Pangasius sp. Dibimbing oleh ENANG HARRIS.

Perkembangan karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata menyebabkan kondisi perairan di waduk tersebut menjadi sangat subur dan seringkali ditemukan daging ikan yang berbau lumpur atau biasa disebut off-flavours. Bau lumpur ini disebabkan oleh dua senyawa kimia yaitu Methyl-iso-borneol (MIB) dan Geosmin yang dihasilkan mikroorganisme terutama dari kumpulan alga biru hijau (Cyanophyta) seperti Oscillatoria sp., dan Anabaena sp., fungi (Actynomyces), bakteria (Streptomyces tendae). Zat ini yang terdapat dalam perairan, mudah diserap oleh ikan melalui insang ke dalam daging sehingga menyebabkan bau lumpur. Bau lumpur tesebut dapat dihilangkan dengan diberok dalam air mengalir. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknologi pemberokan ikan patin Pangasius sp. untuk menghilangkan rasa lumpur pada ikan patin Pangasius sp. yang cepat dan efisien.

Ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sistem budidaya karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata. Sepuluh ekor ikan dengan bobot rata-rata 500 gram dimasukkan dalam wadah pemberokan berukuran 200x30x30 cm (volume 120 L, terbuat dari kayu berlapis terpal). Wadah pemberokan menggunakan sistem resirkulasi (debit 3 L/det) dengan menggunakan filter berupa kapas dan zeolit. Perlakuan menggunakan suhu fluktuatif dan 32ºC. Ikan disampling setiap 12 jam dengan pengambilan ikan sebanyak 2 ekor untuk diukur bobot, uji rasa, dan analisa proksimat (lemak, protein dan kadar air). Pengontrolan suhu dilakukan setiap 6 jam selama perlakuan.

(14)

TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN

BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN

Pangasius

sp.

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh : Rio Wijaya Mukti

C01400077

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(15)

Judul Skripsi :TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp.

Nama Mahasiswa : Rio Wijaya Mukti Nomor Pokok : C01400077

Disetujui

Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. NIP. 130 522 434

Mengetahui

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031

(16)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Keluarga besarku, Mamah, Bapak dan Kakak-kakakku tercinta, yang telah

memberi bantuan tenaga, hati dan doa.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. yang telah membantu, membimbing

dan memberi motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. Komar Sumantawidjaja, M.Sc. Selaku pembimbing akademik

yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan

perkuliahan.

4. Ekky dan Dafi sekeluarga yang telah membantu penulis selama penelitian.

5. Nak Reza, Bedepers 37 khususnya: Dani, Coro, Kadir, Marcolai, Kajol,

Umar, Bowo, Echo, Andre‘36; Bedepers 38 : Uci, Nurti; choliz, Robi dan

semua rekan-rekan yang telah memberi dukungan dan bantuan dalam

penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga laporan penelitian ini dapat memberi informasi dan manfaat bagi

penulis serta bagi yang membutuhkan.

Bogor, September 2005

(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru tanggal 15 Juni 1981 dari ayah Tatang

Tadjudin Mukti dan ibu Aas Sutiarsih, dan merupakan putra keenam dari enam

bersaudara.

Penulis memulai pendidikan SD Negeri 001 Rintis Pekanbaru dan lulus

tahun 1993, kemudian di SMP Negeri 14 Pekanbaru lulus tahun 1996, dan

selanjutnya melanjutkan di SMU Negeri 6 Pekanbaru dan lulus tahun 1999. Pada

tahun 2000 penulis diterima di Program Studi Teknologi dan Manajemen

Akuakultur melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif Himpro HIMAKUA

periode 2002-2003 sebagai staf Departemen Infokom. Pada tahun yang sama

penulis juga aktif di Barracuda Music Club (BMC) FPIK IPB dan penulis

mengikuti kegiatan praktek lapang di Balai Besar Riset Penelitian Budidaya Laut,

Gondol, Bali. Untuk menyelesaikan studi penulis melakukan penelitian dengan

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .. ... viii

DAFTAR GAMBAR .. ... ix

DAFTAR LAMPIRAN . ... x

I. PENDAHULUAN .. ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Ikan Patin (Pangasius sp) ... 3

2.2. Bau Lumpur ... 4

2.3. Arus Terhadap Metabolisme ... 6

2.5. Suhu Terhadap Metabolisme ... 7

III. BAHAN DAN METODE .. ... 9

3.1. Waktu dan Tempat ... 9

3.2. Wadah Pemberokan ... 9

3.2.1. Wadah Pemberokan pada Perlakuan Suhu Fluktuatif ... 9

3.2.2. Wadah Pemberokan pada Perlakuan Suhu 32°C ... 10

3.3. Persiapan dan Penebaran Ikan ... 10

3.4. Pengamatan ... 11

3.4.1. Pengamatan Bobot ... 11

3.4.2. Pengujian Bau Lumpur ... 11

3.4.3. Komposisi Kimiawi Daging Ikan ... 12

3.5. Analisa Statistika ... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .. ... 13

4.1. Perbaikan Rasa Daging dari Pengaruh Bau Lumpur ... 13

4.2. Penurunan Bobot Tubuh ... 15

4.3. Penurunan Kadar Lemak pada Daging ... 16

4.4. Penurunan Kadar Protein pada Daging ... 17

4.4. Teknologi Pemberokan ... 19

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1. Kesimpulan ... 20

5.2. Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Komposisi kimia daging segar ikan patin ... 4

2.

Uji rasa pada daging ikan patin ... 13

3.

Kadar lemak selama perlakuan ... 16
(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Patin Pangasius sp... 3

2.

Struktur kimia geosmin dan MIB... 5

3.

Proses terjadinya bau lumpur pada ikan... 6

4.

Unit percobaan pada suhu fluktuatif ... 10

5.

Unit percobaan pada suhu 32°C ... 10

6.

Perbaikan rasa daging ikan patin selama perlakuan ... 13

7.

Laju Penyusutan Bobot Tubuh Ikan Patin Pangasius sp. ... 15

8.

Laju penurunan lemak pada daging ikan ... 17
(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Alat pemberokan ikan Patin Pangasius sp... 24

2.

Data suhu kamar dan suhu air selama perlakuan ... 24

3.

Pembiusan ikan dengan menggunakan MSS 222 (5 ppm), penimbangan ikan menggunakan timbangan digital 2000 gram, alat tagging ... 25

4. Hasil pengamatan uji rasa ... 26

5. Analisa statistika pada hasil uji rasa ... 27

6. Hasil Analisa Proksimat ... 29

7. Analisa statistika kadar lemak dan protein pada ikan awal ... 30

(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata menyebabkan

kondisi perairan di waduk tersebut menjadi sangat subur dan seringkali

ditemukan daging ikan yang berbau lumpur atau biasa disebut off-flavours.

Salah satunya adalah pada ikan ikan patin Pangasius sp. Bau lumpur ini

disebabkan oleh dua senyawa kimia utama yang dikenali sebagai

Methyl-iso-borneol (MIB) dan Geosmin. Kedua senyawa kimia ini dihasilkan oleh

mikroorganisme terutama dari kumpulan alga biru hijau (Cyanophyta) seperti

Oscillatoria sp., dan Anabaena sp., fungi (Actynomyces), bakteria (Streptomyces tendae) (Hutching, 1998). Zat ini yang terdapat dalam perairan, mudah diserap oleh ikan melalui insang ke dalam daging sehingga menyebabkan bau lumpur.

Jumlah geosmin dan MIB yang dihasilkan oleh alga hijau biru meningkat pada

musim kemarau ketika suhu di perairan meningkat. Hal ini merupakan suatu

masalah dimana suhu perairan di Waduk Cirata berkisar pada suhu 27 – 300C.

Daging ikan patin yang berbau lumpur ini menyebabkan daging terasa

kurang enak dan tidak disukai oleh konsumen. Akibatnya akan menurunkan nilai

jual dari ikan patin tersebut. Hal ini tentu sangat berdampak buruk bagi para

produsen ikan patin. Untuk itu diperlukan cara untuk menghilangkan bau lumpur

tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui pemberokan dalam air

mengalir.

Pemberokan yang umum dilakukan adalah dengan menyimpan ikan dalam

kolam running water selama 4-5 hari. Kercepatan pergantian air kolam berkisar

10 – 15 menit dan suhu air tidak diperhatikan atau fluktuatif tergantung kondisi

lingkungan.

Ikan yang diberok dalam wadah air bersih yang mengalir, dipercaya dapat

menghilangkan bau lumpur dalam tubuh ikan. Arus menyebabkan oksigen di

kolam meningkat dan sisa-sisa metabolisme ikut terbawa oleh arus keluar kolam.

Kondisi kolam ini akan menyebabkan ikan akan banyak beraktifitas dengan

melakukan pergerakan otot. Hal ini menyebabkan kebutuhan energi meningkat.

Suhu merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan

ikan. Hal ini karena, suhu merupakan faktor pengontrol kecepatan reaksi kimia

(23)

metabolime pada ikan, sehingga nutrien dan energi yang dibutuhkan menjadi

lebih besar.

Pada ikan yang diberok, kebutuhan energi berasal dari katabolisme lemak

dan protein dari dalam tubuhnya. Meningkatnya kebutuhan energi otomatis akan

meningkatkan katabolisme lemak dan protein tersebut. Sehingga dengan

penambahan suhu dan arus diharapkan dapat mempercepat proses pemberokan

untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan patin mengingat bahwa Geosmin

dan MIB merupakan senyawa dan terikat dalam jaringan lemak.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknologi pemberokan untuk

menghilangkan bau lumpur pada ikan patin Pangasius sp. yang cepat dan

efisien.

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius sp)

Ikan patin berbadan panjang, warna putih seperti perak, punggung

berwarna kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung

kepala agak di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan catfish). Pada

sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai

peraba. Ikan ini bersifat omnivora dan nokturnal (beraktifitas dimalam hari).

(Susanto dan Amri, 1998)

Ikan patin merupakan ikan sungai yang banyak ditemukan di Asia

Tenggara, seperti Thailand, Kamboja, Laos, Burma dan Vietnam. Ikan ini

didatangkan untuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1972 (Anonimous,

1999). Ikan ini sangat digemari oleh masyarakat sumatera. Khairuman dan

Sudenda (2002) menambahkan, kini ikan patin telah banyak dibudidayakan di

Pulau Jawa.

Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena

memiliki harga jual yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin

mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk

membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan

buatan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai

panjang 35-40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan

perairan yang mengalir untuk “membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang

tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendahpun sudah memenuhi syarat

(25)

Ikan patin juga memiliki komposisi kimiawi tubuh yang baik untuk

dikonsumsi (Tabel 1)

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Segar Ikan Patin

Komposisi Kimia Jumlah

Air 75,70%

Abu 0,97%

Lemak 5,75%

Protein 16,08%

Sumber : anonimous, 1998

2.2. Bau Lumpur Ikan patin yang dibesarkan atau dipelihara pada kolam tanah seringkali

memiliki daging yang berbau lumpur atau biasa disebut off-flavours . Off- flavours

atau biasa disebut bau lumpur merupakan salah satu masalah yang seringkali

dihadapi petani ikan yang memelihara pada kolam tanah selama ini. Hal ini tentu

saja sangat merugikan petani ikan, karena selain ikan yang berbau lumpur akan

ditolak oleh para pembeli, ikan yang berbau lumpur ini juga akan dibeli dengan

harga rendah. Masalah ini telah diamati beberapa abad yang lalu pada kolam

pemeliharaan ikan carp di Cina, Jepang dan Eropa dan bahkan terjadi pula pada

kolam catfish di Amerika Serikat (Lovell, 1979 dalam Harpher, 1981).

Bau lumpur ikan disebabkan oleh senyawa kimia yaitu 2-Methylisoborneol

atau MIB (1,2,7,7-tetramethyl-exo-bicyclo[2,2,1]heptan-2-ol) dan Geosmin (1,10

- trans-dimethyl - trans-9 - decalol) (Gambar 2). MIB dan Geosmin merupakan

metabolit sampingan (metabolic by-products) yang dihasilkan oleh

mikroorganisme terutama golongan alga biru hijau (Cyanophyta) seperti Oscillatoria sp. dan Anabaena sp., fungi (Actinomycetes ) dan bakteria (Streptomyces tendae).

Dari hasil penelitian Leviena Dewi (2005), di Waduk Cirata terdapat lima

mikroorganisme penghasil senyawa berbau lumpur tersebut, yaitu : Anabaena,

Aphanizomenon, Lyngbya, Oscillatoria dan Pormidium. Kelima genus ini berasal

dari satu kelas Cyanophyceae

Geosmin merupakan senyawa yang larut dalam minyak atau lemak dan

dapat dengan mudah diserap oleh ikan melalui insang dan kemudian disimpan

dalam jaringan lemak. Banyaknya kedua senyawa kimia tersebut yang diserap

(26)

mengandung senyawa tersebut, dan suhu perairan (Killian,1977). Sedangkan

menurut Yamprayoon & Noomhorm (2000), geosmin diserap melalui insang, kulit

maupun usus. Usus merupakan organ dengan kandungan geosmin paling tinggi,

kemudian perut, kulit dan otot (Yamprayoon & Noomhorm, 2000). Geosmin

menyebabkan ikan berasa lumpur sedangkan MIB menyebabkan daging ikan

berasa apek (Killian, 1977).

Gambar 2. Struktur kimia geosmin dan MIB

Geosmin dan MIB dapat terasa dalam air oleh manusia pada konsentrasi

berturut-turut 0,01 dan 0,03 ì g 1-1, dengan kata lain jika kita menambahkan 1

gram geosmin dan 3 gram MIB ke dalam 1000 m3 air maka kita sudah dapat

merasakannya (Killian, 1977). Senyawa geosmin ini diproduksi sekitar 0,03

ng/104 sel (Anonimous, 2004).

Meningkatnya populasi mikroorganisme-mikroorganisme tersebut dapat

disebabkan karena pemberian pakan dan pemupukan lahan dengan

menambahkan nutrisi pada kolam budidaya. Untuk meminimalkan limbah

buangan dari ikan maka penggunaan pakan harus yang berkualitas baik dan

tidak memberikan pakan berlebih pada ikan. Hal ini akan menyebabkan banyak

sisa pakan yang tidak termakan dan menumpuk di perairan, sehingga perairan

tersebut menjadi subur bagi mikroorganisme-mikroorganisme tersebut.

Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi jumlah geosmin dan MIB yang

dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Jumlah geosmin dan MIB di perairan

akan bertambah seiring bertambahnya jumlah mikroorganisme penghasil kedua

Geosmin (1,10 - trans-dimethyl - trans-9 - decalol)

Rumus Molekul : C12H22O Berat Molekul : 182,31

2-Methylisoborneol (MIB) (1,2,7,7-tetramethyl-exo-bicyclo[2,2,1]heptan-2-ol)

(27)

senyawa kimia tersebut dan akan lebih meningkat ketika musim kemarau dimana

air di perairan akan mengalami peningkatan suhu (Hutchings,1998).

Bau Lumpur

Gambar 3. Proses terjadinya bau lumpur pada ikan

Mendeteksi kandungan geosmin dan MIB pada ikan tidak akan sama

seperti mendeteksi kandungan pada air karena ada beberapa efek yang dapat

terjadi. Salah satu akan menutupi rasa geosmin pada rasa ikan tersebut tetapi

umumnya akan memberikan rasa pada ikan air tawar, namun efek ini termasuk

efek yang kecil. Efek yang paling besar disebabkan oleh lemak yang berada di

daging. Karena geosmin lebih mudah larut pada lemak dibandingkan air (Chiou,

1985).

2.2 Arus Terhadap Metabolisme

Metoda yang paling populer dilakukan untuk menghilangkan rasa lumpur

pada ikan adalah dengan cara memasukkan ikan ke dalam wadah yang dialiri air

bersih selama 3 hingga 5 hari. Metoda ini terbukti dapat menghilangkan agen-Alga Biru Hijau

(Oscillatoria sp. dan Anabaena

sp.)

Fungi (Actinomycetes) Bakteria (Streptomyces tendae)

Metabolit sampingan :

MIB / 2 - Methylisoborneol dan

GEOSMIN

(28)

agen penyebab bau lumpur tadi keluar dan ikut terbawa mengalir dalam air

bersih (Hambal, 2003).

Arus air dalam sistem berpengaruh terhadap terhadap tingkah laku dan

sifat fisiologi ikan (Suresh dan Lin, 1992). Arus akan menyebabkan ikan akan

banyak bergerak sehingga kerja otot meningkat. Ikan akan membutuhkan energi

pada saat melakukan kerja otot. Pada ikan yang diberok, lemak merupakan

bagian yang diubah oleh tubuh menjadi energi (Campbell dan Anthony, 1992).

Menurut Landau (1992) pada sistem mengalir ikan dapat dipelihara dengan

kepadatan tinggi dan dengan aliran air, bahan organik dan buangan hasil

metabolisme dapat dihilangkan dari wadah. Hal ini membuktikan bahwa kadar

oksigen terlarut pada sistem mengalir sangat tinggi sehingga proses

matabolisme tubuh juga berjalan dengan baik. Sesuai dengan pernyataan

Stickney (1993) bahwa pada pada sistem statis permasalahan yang muncul

adalah meningkatnya kadar amonia dan penurunan oksigen terlarut.

2.2 Suhu Terhadap Metabolisme

Salah satu faktor penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan

adalah suhu lingkungan. Hal ini dikarenakan suhu merupakan faktor pengendali

kecepatan reaksi kimia dalam tubuh, termasuk proses metabolisme.

Meningkatnya suhu akan mengakibatkan meningkatnya temperatur tubuh,

sehingga akan mempercepat proses metabolisme ikan (Forsberg dan

Summerfelt, 1992), sehingga nutrient dan energi yang dibutuhkan menjadi lebih

besar.

Rata-rata jenis ikan catfish tumbuh dengan cepat pada temperatur 26 -

30°C meskipun relatif cepat pertambahan berat dapat dicapai pada temperatur

24 - 32°C (Killambi et al, 1970; Andrews and Stickney 1972; Andrews et al, 1972

dalam Stickney, 1993). Perubahan suhu yang melebihi 3 – 40C dalam waktu

yang relatif singkat akan menyebabkan perubahan metabolisme yang dapat

mengakibatkan kejutan suhu dan kematian ikan (Boyd,1990). Ikan patin dapat

tumbuh secara cepat pada suhu antara 20 – 280C dan pertumbuhan akan

menurun apabila suhu rendah dibawah 130C.

Pada ikan yang diberok, lemak merupakan bagian yang diubah oleh tubuh

untuk menjadi energi (Campbell and Anthony,1982). Proses yang terjadi adalah

(29)

Glukoneogenesis : Protein→→Asam amino→→Glukosa→→Energi Glikolisis : Glikogen →→ Glukosa→→Energi

Lepolisis : Lemak→→Keton→→Badan Keton→→Energi

Ketika ikan tidak diberi pakan maka lemak merupakan substrat yang

paling utama untuk proses oksidasi pada jaringan peripheral baik sebagai asam

lemak atau setelah diubah di hati menjadi badan keton. Hal ini berarti tubuh ikan

membutuhkan glukosa dalam jumlah yang sedikit untuk mensintesis asam amino

pada otot, karena sumber energi dari proses ini merupakan yang paling jauh

(30)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2005, dimana perlakuan

pemberokan dilakukan di Desa Cibanteng dan analisis proksimat dilaksanakan di

laboratorium nutrisi Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Persiapan Wadah

Wadah perlakuan yang digunakan memiliki volume 200 x 30 x 30 cm,

dengan ketinggian sisi outlet sebesar 20 cm. Hal ini akan menyebabkan volume

air dalam wadah sebesar 120 L. Pada sisi inlet dan outlet masing-masing dibuat

sekat dengan menggunakan potongan bambu yang disusun secara vertikal

membentuk jeruji. Masing-masing sekat terletak 25 cm dari ujung wadah.

Sehingga ruang pemberokan ikan sebesar 90 L.

Wadah terbuat dari papan yang dilapisi oleh plastik, membentuk sistem

bertingkat, dimana air yang mengalir dari bak perlakuan diteruskan ke bak filter.

Kemudian air dialirkan ke bak penampungan dengan volume 60 L, sebelum

diteruskan kembali kedalam bak perlakuan dengan menggunakan 6 buah pompa

yang masing-masing berdaya listrik 100 W. Debit air yang dihasilkan dari keenam

pompa tersebut sebesar 3 liter/detik.

Bak filter yang digunakan berkapasitas 40 liter, yang terdiri dari filter fisik

berupa kapas dan filter kimia yang berupa zeolit sebanyak 10 kg.

Air yang digunakan bersumber dari sumur yang telah diendapkan selama

satu hari dan diberi aerasi. Wadah perlakuan terlebih dahulu dioperasikan

minimal sehari sebelum ikan dimasukkan, agar diketahui kekurangan atau

kerusakan yang mungkin terjadi pada wadah perlakuan tersebut. Wadah

perlakuan terletak didalam ruangan yang memiliki suhu kamar berkisar antara 26

– 31° C (Lampiran 1).

3.2.1. Persiapan Wadah dan Air pada Perlakuan Suhu Fluktuatif

Pada wadah perlakuan suhu fluktuatif, dipasang media bergelombang

untuk mengalirkan air sebelum dimasukkan ke dalam wadah perlakuan (gambar

4). Hal ini bertujuan agar permukaan air yang bersentuhan dengan udara lebih

(31)
[image:31.612.159.454.94.231.2]

Gambar 4. Unit percobaan pada suhu fluktuatif

3.2.2. Persiapan Wadah dan Air pada Perlakuan Suhu 32° C

Wadah perlakuan suhu 32° C menggunakan termostat yang

masing-masing berdaya listrik 150 Watt, dipasang pada daerah inlet sebanyak 6 buah.

Penggunaan termostat ini berfungsi untuk menjaga suhu agar stabil sesuai

dengan perlakuan yaitu 32° C (Gambar 5).

Gambar 5. Unit percobaan pada suhu 32°C

3.3. Persiapan dan Penebaran Ikan

Ikan penelitian yang digunakan adalah ikan patin Pangasius sp. yang

berukuran sekitar 0,5 kg per ekor dengan padat penebaran sebanyak 10 ekor/

90 L. Ikan ini berasal dari Waduk Cirata.

Perlakuan pemberokan dilakukan secara bergantian, dimana perlakuan

suhu fluktuatif dilakukan terlebih dahulu. Selama pengangkutan, suhu air dalam

pengangkutan diturunkan dengan menggunakan es batu. Hal ini bertujuan agar

[image:31.612.182.454.368.499.2]
(32)

Sebelum dimasukkan kedalam wadah perlakuan, masing-masing ikan

dibius dengan menggunakan MS 222 dan ditimbang kemudian diberi tagging

untuk mengenali masing-masing ikan. Pemberian tagging dilakukan secara steril

agar tidak terjadi infeksi selama perlakuan (Lampiran 2).

3.4. Pengamatan

3.4.1. Pengamatan Bobot

Perlakuan pemberokan dilakukan selama 60 jam, dimana setiap 12 jam

diambil 2 ikan dan ditimbang. Kemudian dihitung selisih bobot awal dengan bobot

ikan yang diambil pada setiap 12 jam. Penimbangan dilakukan dengan

menggunakan timbangan digital 2000 g dengan ketelitian 1 g.

Laju penyusutan bobot tubuh dihitung dengan menggunakan rumus :

% penyusutan = ×100%

BobotAwal Akhir Bobot Awal Bobot

3.4.2. Pengujian Bau Lumpur

Ikan yang sudah diambil dagingnya kemudian dikukus selama 30 menit.

Masing-masing sampel dibungkus dengan alumunium foil. Hal ini bertujuan agar

komposisi kimiawi tubuh tidak hilang pada saat proses pengkukusan.

Sampel yang sudah dikukus diujikan kepada para responden untuk dinilai

tingkat bau lumpur yang ada pada daging ikan tersebut. Responden yang

melakukan uji ini merupakan responden yang semi terlatih sebanyak 33 orang.

Penilaian dilakukan dengan cara memberikan nilai kisaran dari 1 – 5, dimana

nilai – nilai tersebut : 1 = Sangat berbau lumpur

2 = Berbau lumpur

3 = Sedikit Berbau lumpur

4 = Sedikit sekali berbau lumpur

5 = Tidak berbau lumpur

Pengujian rasa merupakan pengujian yang bersifat sujektif dengan

menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk daya penerimaan

(33)

3.4.3 Komposisi Daging Ikan

Analisa proksimat dilakukan pada daging ikan yang mengalami penurunan

rasa lumpur yang signifikan. Analisa proksimat tersebut meliputi analisa lemak,

protein dan kadar air.

3.5 Analisis Statistika

Analisa statistika yang digunakan pada pengamatan uji rasa menggunakan

statistika non-parametrik yang diuji dengan metode Kruskal-Wallis (Steel dan

Torrie, 1991) dengan selang kepercayaan 95%.

H =

− +

+ 3( 1)

12 n i 2 i n R 1) n(n Keterangan :

H : Simpangan Baku

n : Jumlah panelis

Ri : Rata-rata rangking perlakuan ke-i

Jika hasil uji Kruskall – Wallis menunjukan hasil yang berbeda nyata,

selanjutnya dilakukan uji Multiple Comparison dengan rumus sebagai berikut

(Steel dan Torrie, 1991) dengan selang kepercayaan 95% :

(

n 1)K/6

)

p

Z R

Rij ><

α

2/ +

Keterangan :

Ri : Rata-rata rangking perlakuan ke-i

Rj : Rata-rata rangking perlakuan ke-j

K : Banyaknya ulangan

N : Jumlah total data

Analisa statistika yang digunakan untuk menentukan kadar lemak dan

protein pada awal perlakuan digunakan regresi linear sederhana (RLS),

Y = a + bX

Keterangan :

Y = Peubah tidak bebas b = Kemiringan

X = Peubah bebas

(34)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perbaikan Rasa daging dari Pengaruh Bau Lumpur

Uji rasa dilakukan oleh 33 responden yang sudah terbiasa untuk

menentukan rasa dari daging tersebut apakah masih berbau lumpur atau tidak

(Lampiran 3). Penilaian dilakukan dengan cara memberikan nilai kisaran dari 1 –

5, dimana nilai terkecil merupakan daging ikan yang memiliki bau lumpur cukup

kuat, sedangkan nilai terbesar merupakan daging ikan yang sudah tidak memiliki

[image:34.612.126.517.278.402.2]

bau lumpur. Rata - rata pengamatan terhadap uji rasa disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Uji rasa pada daging ikan patin

Lama Perlakuan Suhu Fluktuatif Suhu 32 C

0 jam 1,73 ± 0,72 1,61 ± 0,70

12 jam 1.97 ± 0.80 3.17 ± 1.17*

24 jam 2.68 ± 1.20* 3.20 ± 1.23

36 jam 2.71 ± 1.11 3.68 ± 0.98*

48 jam 3.47 ± 0.94* 3.88± 0.81

60 jam 3.71 ± 1.02 4.53 ± 0.79*

Keterangan : 1 = Sangat berbau lumpur 4 = Hampir tidak bebau lumpur 2 = Berbau lumpur 5 = Tidak berbau lumpur 3 = Sedikit berbau lumpur

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

0 12 24 36 48 60

Waktu Perlakuan (jam)

P e rb a ika n R a s a D ag ing ( s k or )

Suhu 32 C

Suhu Fluktuatif

Keterangan (skor) :

1 = Sangat berbau lumpur 4 = Hampir tidak bebau lumpur 2 = Berbau lumpur 5 = Tidak berbau lumpur 3 = Sedikit berbau lumpur

(35)

Pengamatan terhadap bau lumpur tersebut dilakukan dengan menguji rasa

tiap sampel daging yang telah dikukus pada tiap perlakuan. Hasil yang didapat

secara umum terjadi penurunan bau lumpur pada setiap 12 jam perlakuan

pemberokan (Gambar 6). Pada suhu 32° C, penurunan bau lumpur yang

signifikan sudah terjadi pada 12 jam pertama namun cenderung konstan pada 12

jam berikutnya. Penurunan bau lumpur terus meningkat pada jam ke – 36 hingga

jam ke – 60 dan daging sudah dapat dikatagorikan tidak berbau lumpur. Pada

perlakuan suhu fluktuatif, penurunan bau lumpur tidak berlangsung dengan

cepat. Penurunan bau lumpur terjadi secara perlahan-lahan dan pada akhir

perlakuan masih terdapat sedikit bau lumpur pada daging ikan.

Hasil uji Kruskal – Wallis pada kedua perlakuan (p<0,05), didapat bahwa

semakin lama waktu perlakuan maka penurunan rasa lumpur semakin berkurang

dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 4).

Pada penelitian yang dilakukan Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar,

Bt. Berendam, Melaka, Malaysia, rasa lumpur pada ikan dapat dihilangkan dalam

waktu 4 – 5 hari. Wadah yang digunakan berukuran 1,4 ton, diisi air dengan

volume 1 ton dan debit sebesar 2,21 liter/detik. Ikan ditebar dengan kepadatan

1ekor/4 liter dengan berat rata-rata berat ikan 500 gram. Sistem perawatan air

yang terdiri dari karbon aktif, protein skimmer dan ozoniser.

Kecenderungan penurunan bau lumpur lebih cepat berkurang pada suhu

32° C adalah meningkatnya suhu akan mempercepat proses metabolisme di

dalam tubuh (Forsberg dan Summerfelt, 1992). Energi yang dipakai untuk proses

metabolisme tersebut berasal dari katabolisme lemak dan protein dalam tubuh

ikan tersebut (Campbell dan Anthony, 1992). Berdasarkan hasil pengamatan

yang dilakukan, penurunan bau lumpur ini berbanding lurus dengan penurunan

lemak pada daging ikan tersebut.

Geosmin merupakan senyawa minyak atau lemak yang disimpan pada

jaringan lemak ikan (Killian, 1977). Pada ikan yang diberok, maka ikan yang

banyak beraktifitas akan mendapatkan energi dengan cara mengkatabolisme

lemak yang terdapat pada tubuh ikan (Campbell dan Anthony, 1992). Hal ini

sangat memungkinkan bagi geosmin untuk ikut dirombak menjadi energi.

Sehingga geosmin yang terikat pada lemak akan ikut terbakar dan menyebabkan

bau lumpur akan berkurang. Meningkatnya suhu akan mengakibatkan

meningkatnya temperatur tubuh, sehingga akan mempercepat proses

(36)

4.2. Penurunan Bobot Tubuh

Ikan patin yang diberok mengalami penurunan bobot tubuh selama

perlakuan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 12 24 36 48 60

Waktu Perlakuan (jam)

% K e h il a nga n B obo t Tubuh

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C

Gambar 7. Laju Penyusutan Bobot Tubuh Ikan Patin (Pangasius sp)

Pada gambar diatas terlihat bahwa pada perlakuan suhu 32°C penurunan

bobot lebih cepat dibandingkan pada suhu fluktuatif, pada 12 jam pertama

penuruan bobot sebesar 3,7 % dari bobot awal. Sedangkan pada perlakuan suhu

fluktuatif bobot tubuh hanya turun sebesar 0,46 %. Dan selama perlakuan terlihat

bahwa perlakuan suhu 32° C lebih cepat menurunkan bobot tubuh.

Dari hasil komunikasi pribadi dengan koordinator deboning ikan patin di

kolam percobaan Departemen Budidaya Perairan, IPB, yaitu Fachrurrozi, S.Pi,

menyatakan bahwa pemberokan ikan patin yang ia lakukan adalah dengan

menempatkan ikan patin pada kolam berukuran 200 m3. Kepadatan ikan sebesar

2,5 ton dengan rata-rata bobot ikan sebesar 0,5 – 1 kg. Pergantian air sebesar ±

2 liter/detik, sehingga dibutuhkan waktu seminggu untuk mengganti seluruh air

dalam kolam. Suhu perairan fluktuatif tergantung kondisi alam yaitu berkisar 26 –

28° C. Bobot ikan turun sekitar 10 % setelah diberok selama 4 – 5 hari.

Pada ikan yang diberok, ikan akan mengkatabolisme lemak, protein, dan

glukosa untuk mendapatkan energi (Campbell dan Anthony, 1992). Suhu yang

tinggi menyebabkan katabolisme dari ketiga bahan tersebut akan meningkat.

Arus yang kencang menyebabkan ikan banyak bergerak, sehingga kerja otot

(37)

katabolisme lemak. Hal inilah yang menyebakan penurunan bobot tubuh pada

perlakuan suhu 32°C lebih cepat daripada suhu fluktuatif. Pada perlakuan suhu

32°C, ikan akan lebih cepat mengkatabolisme lemak, protein dan glukosa karena

suhu air yang lebih tinggi daripada perlakuan suhu fluktuatif.

4.3. Penurunan Kadar Lemak pada Daging

Analisa proksimat dilakukan terhadap daging yang telah mengalami

penurunan bau lumpur yang signifikan. Pada perlakuan suhu fluktuatif, analisa

proksimat hanya dilakukan terhadap sampel daging pada lama perlakuan 24 jam

dan 48 jam. Sedangkan pada suhu 32° C analisa proksimat dilakukan pada

daging ikan dari lama perlakuan 12 jam, 36 jam dan 60 jam (Lampiran 5).

[image:37.612.127.516.328.429.2]

Rata-rata penurunan kadar lemak selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar lemak selama perlakuan.

Lama Perlakuan % Kadar Lemak pada Daging

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C

0 jam 4.31 ± 0,12 4.31 ± 0,12

12 jam - 3,23 ± 0,58

24 jam 3.04 ± 0,52 -

36 jam - 2,25 ± 0,05

48 jam 2,2 ± 0,24 -

60 jam - 1,96 ± 0,12

Analisa statistika terhadap hubungan berat tubuh dengan kadar lemak

dalam daging tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sehingga kadar

lemak awal yang diambil adalah nilai rata-rata kadar lemak pada ikan-ikan awal.

Dari tabel 3 didapat pada jam ke – 24 kadar lemak turun hingga 3.04 ± 0,52

% bobot tubuh atau turun sebesar 29,63 % dari lemak awal dan pada jam – 48

turun hingga 2,2 ± 0,24 % bobot tubuh atau turun sebesar 47,14% dari lemak

awal. Sedangkan pada suhu 32° C kadar lemak sudah turun hingga 3,23 ± 0,58

% bobot tubuh atau turun sebesar 25,12% dari lemak awal, pada jam ke - 36 jam

turun sebesar 53,74% dari lemak awal dan pada jam ke – 60 turun sebesar

54,67% dari lemak awal.

Kadar lemak pada daging ikan patin secara umum mengalami penurunan

pada setiap 12 jam. Namun perlakuan suhu 32° C lebih cepat menurunkan lemak

(38)

0 10 20 30 40 50 60

0 12 24 36 48 60

Lama Perlakuan (jam)

% K a ta bol is m e L em ak

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C

Gambar 8. Laju penurunan lemak pada daging ikan

Tingginya persentase penurunan kadar lemak karena lemak merupakan

sumber energi yang dikatabolisme oleh tubuh pada saat ikan yang diberok

melakukan aktifitas pergerakan. Lemak juga merupakan sumber energi lebih

efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein (Winarno, 1997). Suhu tinggi

menyebabkan penurunan kadar lemak pada daging ikan yang diberok menjadi

lebih cepat. Sehingga penurunan kadar lemak pada perlakuan suhu 32°C lebih

cepat daripada penurunan kadar lemak pada suhu fluktuatif.

4.4. Penurunan Kadar Protein pada Daging

Rata-rata penurunan kadar protein pada daging ikan patin selama

[image:38.612.126.511.542.642.2]

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar protein selama perlakuan

Lama perlakuan % Kadar Protein pada Daging

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C

0 jam 17,09 ± 0,03 17,09 ± 0,03

12 jam 15,66 ± 0,42

24 jam 15,90 ± 0,38

36 jam 15,72 ± 0,78

48 jam 14,55 ± 0,18

60 jam 13,93 ± 0,01

Analisa statistika terhadap hubungan berat tubuh ikan awal dengan kadar

(39)

kadar protein awal yang diambil adalah nilai rata-rata kadar protein pada

ikan-ikan awal.

Dari analisa proksimat tersebut didapat, bahwa pada jam ke – 24 kadar

protein turun hingga 15,90 ± 0,38 % bobot tubuh atau turun sebesar 6,96% dari

protein awal dan pada jam ke – 48 turun hingga 14,55 ± 0,18 % atau turun

sebesar 14,86 % dari protein awal. Sedangkan pada suhu 32° C, sampel yang

dianalisa proksimat yaitu pada jam ke – 12, jam ke – 36 dan jam ke – 60. Pada

jam ke – 12 kadar protein pada daging turun hingga 15,66 ± 0,42 % bobot tubuh

atau 8,36 % dari protein awal, pada jam ke – 36 turun hingga 15,72 ± 0,78 %

bobot tubuh atau 8,01% dari protein awal dan pada jam ke – 60 turun hingga

13,93 ± 0,01% bobot tubuh atau 18,49% dari protein awal.

Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa penurunan kadar protein tidak terlalu

signifikan dibandingkan dengan penurunan kadar lemak dan tidak terlihat

perbedaan yang signifikan dari pengaruh perbedaan suhu. Namun secara umu

perlakuan suhu 32° C lebih cepat menurunkan kadar protein (Gambar 9)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

0 12 24 36 48 60

Waktu Perlakuan (jam)

K a d a r P ro te in ( % )

Suhu Fluktuatif Suhu 32° C

Gambar 9. Laju penurunan protein pada daging ikan

Perlakuan suhu 32°C lebih cepat menurunkan kadar protein daripada

perlakuan suhu fluktuatif. Suhu tinggi menyebabkan protein dalam tubuh lebih

cepat dikatabolisme oleh tubuh menjadi energi. Protein merupakan suatu zat

(40)

bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagi zat pembangun dan pengatur

(Winarno, 1997).

4.5. Teknologi Pemberokan

Penelitian yang dilakukan Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar, Bt.

Berendam, Melaka, Malaysia, rasa lumpur pada ikan dapat dihilangkan dalam

waktu 4 – 5 hari. Wadah yang digunakan berukuran 1,4 ton, diisi air dengan

volume 1 ton dan debit sebesar 2.21 liter/detik. Ikan ditebar dengan kepadatan

1ekor/4 liter dengan berat rata-rata berat ikan 500 gram. Sistem perawatan air

yang terdiri dari karbon aktif, protein skimmer dan ozoniser. Biaya yang

dikeluarkan untuk membuat sistem tersebut sekitar Rp. 23.300.000,-.

Pada penelitian ini, ikan yang diberok dalam wadah air mengalir dengan

kepadatan ikan 1 kg / 18 liter air dan diberi suhu 32° C sudah mampu

menurunkan bau lumpur yang signifikan selama 12 jam. Hal ini setara dengan

perlakuan pemberokan pada suhu fluktuatif selama 48 jam.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini juga sederhana jika dibandingkan

penelitan di Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar, Bt. Berendam, Melaka,

Malaysia. Biaya pembuatan alat pemberokan suhu fluktuatif dan suhu 32° C

adalah masing-masing berjumlah Rp. 856.000 dan Rp. 1.066.000 (Lampiran 5).

Namun kepadatan ikan pada penelitian di Malaysia jauh lebih besar dari

penelitian ini yaitu sebesar 1 kg / 4 liter dan mampu menampung 125 kg ikan. Hal

ini setara dengan 25 alat pemberokan pada penelitian ini, dimana kepadatan ikan

1 kg / 9 liter dan hanya diisi oleh 5 kg ikan. Biaya 1 alat pemberokan pada

penelitian di Malaysia sama dengan biaya pembuatan alat yang dikeluarkan

untuk 22 alat pemberokan suhu 32° C

Biaya operasional yang dikeluarkan untuk perlakuan suhu fluktuatif dan 32°

C selama 12 jam masing-masing adalah Rp. 2.880 dan Rp. 5.760. Sehingga jika

dibandingkan biaya yang dikeluarkan, perlakuan suhu fluktuatif dua kali dari

biaya yang dikeluarkan pada perlakuan suhu 32° C

(41)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Teknologi pemberokan untuk menghilangkan bau lumpur pada ikan patin

Pangasius sp. dapat dilakukan dengan mempuasakan ikan di air mengalir

dengan kecepatan pergantian air 30 detik, suhu konstan 32°C dan kepadatan

ikan sebesar 1 kg per 18 liter air. Dalam 12 jam bau lumpur pada ikan patin

Pangasius sp. sudah mengalami penurunan yang signifikan

5.2. Saran

Diperlukan penelitian lanjutan dengan peningkatan kepadatan sampai tiga

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1998. Petunjuk Teknis Penanganan dan Pengolahan Ikan Patin (Pangasius sp). Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Jakarta.

Anonimous.1999. Pembesaran Ikan Patin Jambal Siam [Pangasius sutchi Fowler]. Direktorat Jenderal Perikanan, Balitkanwar, Sukabumi.

Anonimous. 2004. Indentification And Control Of Oderous Algal Metabolies. Awwa Research Foundation.http://www.awwarf.org/research/topicsand projects/execsum/716.aspx [10 januari 2005].

Asmawi S. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba. PT Gramedia, Jakarta. 80 hlm.

Boyd CE 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Alabama, Birmingham Publishing Co. 453p.

Campbell PN, Anthony DS. 1982. Biochemistry Illustrated. Churchill Livingstone. Edinburgh London Melbourne and New York. p. 148-149.

Chiou CT. 1985. Partition Coefficients of Organic Compounds in Lipid-Water System and Correlations with Fish Bioconcentration Factors. Environmental Science and Technology 19, 57-62.

Dewi L. 2005. Kelimpahan dan Komposisi Fitoplankton Penghasil Geosmin dan MIB (2-Metilisoborneol) Penyebab Bau Lumpur pada Ikan di Waduk Cirata. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Fosberg JA, Summerfelt RC 1992. Effects of Temperature on The Die Amonia Erexction of Fingerling Walleye. Aquaculture, 102 : 115-126.

Hambal B, Hanafi, Kaharudin B, Salleh. 2003. Kaedah Pembasmian Bau Lumpur Ikan Air Tawar. Pusat Penyelidikan Perikanan Air Tawar Bt. Berendam, Melaka. http://agrolink.moa.my/dof/dofnews/berita1298/bau.html [10 januari 2005].

Hutchings E. 1998. Muddy Tasting Fish Cause and Recomendations http://www.msstate.edu/dept/srac/

Khairuman, Sudenda D. 2002. Budidaya Patin secara Intensif. Agro Media Pustaka. 2002.

Killian HS. 1977. Off - Flavor (Catfish). University of Arkansas Division of Agriculture. http://www.uaex.edu/aquaculture2/FSA/FSA9051.htm (10 Januari 2005)

(43)

Shahidi F, Botta JR. 1994. Seafood : Chemistry, Processing, Technology and Quality. Published by Blacue academis and Profesional, an Imprint of Chapman and Hall, Wester Cleddens Road, Brishopbriggs, Glasgow G64 2NZ.

Susanto, H dan H. Amri. 1998. Budidaya Ikan patin. Penebar Swadaya, Jakarta. 90 hal.

Steel PGD dan Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Beometrik. Terjemahan B. Sumantri. Gramedia, Jakarta.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta

(44)

LAMPIRAN

(45)

Lampiran 2. Data suhu kamar dan suhu air selama perlakuan

Waktu (Jam) Suhu Kamar (•C) Suhu Air (•C)

6 28 27

12 30 28

18 30 29

24 27 26

30 28 27

36 31 29

42 30 29

48 28 27

54 28 26

(46)
(47)

Lampiran 4. Hasil pengamatan uji rasa Uji Rasa Perlakuan suhu Fluktuatif

) jam 12 jam 24 jam 36 jam 48 jam 60 jam

I II I II I II I II I II

1 2 3 2 4 3 2 3 3 3 3

2 2 3 1 3 2 4 3 3 4 4

2 1 3 1 2 2 2 4 4 4 5

1 2 2 3 4 4 3 5 4 4 3

1 2 3 3 3 4 3 3 3 5 5

1 4 3 1 3 5 2 4 3 5 4

1 2 1 4 4 3 3 4 3 2 2

2 2 1 3 1 2 2 2 3 4 3

3 1 3 1 3 2 2 4 3 3 2

2 3 3 2 3 3 3 4 3 4 4

1 2 2 4 3 2 5 5 4 4 4

2 1 1 1 1 2 1 2 2 3 2

3 1 1 3 3 2 2 4 2 3 3

1 1 3 2 2 2 3 4 2 5 5

1 3 2 1 4 1 4 3 4 5 5

1 1 1 2 5 3 1 2 1 2 2

2 2 1 1 3 1 3 3 3 2 2

2 2 2 2 3 2 2 3 3 4 3

1 3 1 3 4 1 4 4 4 4 5

1 2 2 4 3 4 1 2 2 3 3

3 2 1 5 3 5 3 5 4 5 3

1 3 2 3 4 2 4 4 3 3 3

2 1 3 3 3 4 2 4 5 3 5

1 2 1 1 2 4 3 5 4 4 5

1 1 1 4 5 3 4 3 2 2 4

2 3 3 2 2 2 3 4 3 3 5

1 1 2 1 1 2 4 3 2 4 3

2 2 3 4 3 3 3 5 4 4 5

2 1 3 3 2 4 1 5 4 5 5

2 2 3 3 2 2 4 4 3 5 5

1 1 2 4 3 2 3 5 4 3 4

1 1 2 2 2 3 3 4 5 5 4

3 2 2 1 4 1 3 4 4 2 4

(48)

Uji Rasa Perlakuan Suhu 32° C

12 jam 24 jam 36 jam 48 jam 60 jam

0 jam I II I II I II I II I II

1 1 1 2 2 5 3 4 4 5 5

1 2 3 2 5 2 2 4 5 4 5

2 2 3 1 3 3 3 5 4 5 5

1 1 1 3 2 2 3 3 3 4 5

2 4 3 2 2 3 3 3 3 4 5

1 2 2 2 2 5 3 4 4 5 5

2 4 5 3 5 4 5 5 4 4 4

2 5 2 2 5 3 3 5 5 4 5

1 3 4 4 3 4 4 3 1 5 4

2 4 3 3 2 5 4 4 5 5 5

3 4 3 3 4 5 3 3 3 2 2

2 5 5 5 5 5 4 4 3 5 5

1 2 3 3 2 3 2 3 3 4 5

1 3 3 2 4 4 3 4 4 4 5

1 2 3 2 5 2 3 5 5 4 5

4 4 5 3 3 5 4 4 4 5 4

1 4 4 2 3 5 3 4 4 5 5

2 5 5 3 5 3 3 3 3 4 4

2 5 5 3 5 5 2 4 3 5 4

2 3 2 4 3 4 4 4 5 5 5

2 4 3 2 4 4 5 5 5 5 4

2 4 4 4 2 4 3 3 3 5 5

3 4 2 2 4 4 4 4 4 5 4

1 2 3 3 3 4 4 4 5 2 2

1 2 2 2 4 4 3 4 3 5 5

2 3 3 5 4 3 4 3 4 5 5

2 3 2 2 3 3 4 4 4 5 5

1 1 4 3 4 5 4 4 5 5 5

2 3 4 4 5 5 5 3 4 5 5

2 3 4 5 5 4 4 3 4 5 4

1 1 3 2 4 3 2 4 5 5 5

2 4 4 5 5 4 4 3 5 5 5

2 4 3 2 4 4 4 4 5 4 4

(49)

Lampiran 5. Analisa statistika pada uji rasa

Uji Kruskal – Wallis pada Perlakuan Suhu Fluktuatif Rumus :

= + − + = k i i i n n R n n H 1 2 ) 1 ( 3 ) 1 ( 12

Lama (jam) N Mean Rank

0 33 41.82

12 33 59.35

24 33 100.74 36 33 103.14 48 33 141.47 60 33 150.48

Total 198

Perlakuan Chi-Square 95.804

Df 5

Asymp. Sig. .000

Keputusan : Asymp. Sig < 0,05= Tolak Ho

Kesimpulan : Terbukti bahwa lama waktu pada perlakuan suhu fluktuatif pemberokan mempengaruhi penurunan rasa lumpur.

Uji Kruskal – Wallis pada Perlakuan Suhu 32° C

Lama (jam) N

Rata-rata Rangking

0 33 26.59

12 33 87.23

24 33 90.12

36 33 110.50 48 33 122.64 60 33 159.92

Total 198

Perlakuan

Chi-Square 100.914

Df 5

(50)

Keputusan : Asymp. Sig < 0.05 =Tolak Ho

Kesimpulan : Terbukti bahwa lama waktu pada perlakuan suhu fluktuatif pemberokan mempengaruhi penurunan rasa lumpur.

Lampiran 6. Hasil Analisa Proksimat Data Analisa Proksimat Ikan Awal

Awal

Kadar Air abu protein lemak karbohidrat A4 78,77 1,04 17,08 3,7 0,84 A5 78,58 1,11 17,12 3,93 0,49 A6 78,4 1,05 17,07 3,81 0,67

Data Analisa Proksimat pada Perlakuan Suhu Fluktuatif

Data Analisa Proksimat pada Perlakuan Suhu 32° C

32

K. Air Protein Lemak B1 77,39 15,36 3,64 B2 79,56 14,96 2,82 D1 79,44 15,17 2,28 D2 79,3 16,27 2,21 F1 76,61 13,94 1,67 F2 77,28 13,92 1,84

Fluktuatif

(51)

Lampiran 7. Analisa statistika terhadap penurunan bobot, kadar lemak dan protein pada ikan awal

Kadar lemak

[image:51.612.132.461.252.302.2]

Persamaan regresi : Y= 1.318462+(0.005346)x

Tabel ANOVA

db JK KT FHit Ftab Regression 1 0.024771 0.024771 14.60393 161.4476 Residual 1 0.001696 0.001696

Total 2 0.026467

Fhit<Ftab : Gagal Tolak Ho

Kesimpulan : Bobot tubuh tidak mempengaruhi kenaikan kadar lemak sebesar

0,005346.

Kadar Protein

Persamaan regresi : Y=11.40846+0.013846x

Tabel ANOVA

db JK KT Fhit Ftab

Regression 1 0.001154 0.001154 4.6875 161.4476 Residual 1 0.000246 0.000246

Total 2 0.0014

Fhit<Ftab : Tolak Ho

Kesimpulan : Bobot tubuh tidak mempengaruhi kenaikan kadar lemak sebesar

(52)

Lampiran 8. Biaya produksi wadah pemberokan

Biaya pembuatan alat

Jumlah Harga

Papan 12 lembar Rp. 96000

Kayu Rangka 9 batang Rp. 36000

Terpal 3 m2 Rp. 24000

Selang 12 meter Rp. 54000

Pompa Submersible 6 buah Rp. 540000

Kapas Filter 1 m2 Rp. 9000

Zeolit 5 kg Rp. 6000

Ember 1 buah Rp. 25000

Lem Pipa 1 buah Rp. 45000

Paku 0.5 kg Rp. 5000

Termometer 1 buah Rp. 8000

Rp. 848000

Perlakuan Suhu Fluktuatif

Plastik bergelombang Rp. 8000

Total Rp. 856000

Perlakuan Suhu 32° C

Heater 6 buah Rp. 210000

Gambar

Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius sp)
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Segar Ikan Patin
Gambar 2. Struktur kimia geosmin dan MIB
Gambar 3. Proses terjadinya bau lumpur pada ikan
+6

Referensi

Dokumen terkait

The total project cost includes the construction cost (for building and site work), plus amounts for architect's fees, furniture and equipment, communications, contingency,

Judul : Pengaruh Penagihan Pajak Melalui Surat Teguran dan Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Madya Bekasi. Penagihan

Pengolahan citra (image processing) memiliki hubungan yang sangat erat dengan disiplin ilmu yang lain. jika sebuah ilmu disiplin ilmu dinyatakan dengan bentuk proses

Sehingga berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah untuk mencari keterkaitan atau hubungan antara item-item

Tindakan pembelajaran direncanakan untuk topik Statistika pada Kompetensi Dasar (KD) pengumpulan.. dan penyajian data, dan KD pengolahan data. Pada KD pengum- pulan dan

Progam dan kegiatan perencanaan dan pengelolaan drainase dituangkan dalam misi sanitasi Kabupaten Agam, yaitu misi ke-1 “Mempercepat pembangunan sanitasi

Dalam new media theory, McQuail juga menunjukkan 6 perbedaan antara media lama dan media baru yaitu, (1) media lama konsepnya satu obyek berbicara pada banyak orang,

The Holland Scholarship is inanced by the Dutch Ministry of Education, Culture and Science together with Dutch research universities and universities of applied sciences..