I. Hasil
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa dari perlakuan konsentrasi yang berbeda setelah aplikasi, persentase kematian larva S. litura instar 2 menunjukkan berbeda nyata pada pengamatan 4 hari setelah aplikasi (HSA) (Tabel 1).
Tabel 2. Persentase Kematian Larva S. litura 1 sampai 4 Hari Setelah Aplikasi. Perlakuan Persentase Kematian Larva S. litura (% )
Pengamatan Har i ke………
1 2 3 4 Notasi Dt Tr Dt Tr Dt Tr Dt Tr 50 IJ/ml 6 2.39 16 4.08 22 4.72 28 5.25 a 100 IJ/ml 6 2.39 8 2.85 10 3.11 22 4.64 a 200 IJ/ml 8 2.38 14 3.26 18 3.98 36 5.99 a b 400 IJ/ml 10 2.84 18 3.98 22 4.34 48 6.90 b 800 IJ/ml 12 3.57 18 4.33 26 5.04 90 9.50 c BNT 5% tn tn tn 1,61
Keterangan: Angka – angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji 5% (Data Trasformasi √(x +1). Dt = Data Asli
Tr = Data Transformasi
Persentase kematian larva S. litura pada hari ke 1 – 3 setelah aplikasi tidak menunjukkan perbedaan. Pengamatan hari ke 4 pada konsentrasi 50 – 200 IJ/ml menunjukkan tidak berbeda nyata, sedangkan konsentrasi 50 – 400 IJ/ml
menunjukkan berbeda nyata. Pengamatan dari seluruh perlakuan konsentrasi 800 IJ/ml tertinggi persentase kematian larva S. litura.
Kematian larva S. litura yang di akibatkan Steinernema spp. ditandai dengan morfologi fisik antara serangga inang yang sehat dan terserang Steinernema spp. tubuh larva yang sehat warna tubuh coklat muda, dan larva yang terserang nematoda entomopatogen tubuh berwarna coklat kehitaman. Seperti (Gambar 13) sebagai berikut.
Gambar 13. Larva S. litura yang Sehat dan yang Terserang Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.
Keterangan : a. adalah Larva yang Sehat
b. adalah Larva yang Sudah Terserang Steinernema spp.
Adapun dalam bentuk histogram dapat diketahui, bahwa hasil mortalitas larva S. litura yang terserang nematoda entomopatogen Steinernema spp. isolat lokal sebagai berikut:
a
Gambar 14. Histogram Mortalitas Larva S. litura Akibat Serangan
Steinernema spp. isolat lokal.
Pada gambar histogram Gambar 14 terlihat bahwa terjadi tingkat kematian tertinggi pada konsentrasi 800 IJ/ml selama empat hari. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih rendah (50, 100, 200 dan 400 IJ/ml) menunjukkan tingkat kematian S. litura juga lebih rendah dan peningkatan kematian larva S. litura terjadi pada setiap konsentrasi selama empat hari setelah aplikasi.
Hasil dari pengamatan, bahwa gejala yang ditimbulkan S. litura yang terserang nematoda entomopatogen Steinernema spp. adalah: tubuh S. litura yang terinfeksi Steinernema spp. berubah menjadi warna coklat semakin lama tubuh S. litura menjadi coklat kehitaman. Tubuh S. litura menjadi lembek ketika dipegang, mengeluarkan cairan tetapi tidak berbau busuk dan reproduksi pencernaanya berkurang. Semakin lama tubuh larva tinggal kutikula.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 M or ta lit as S p od o pt era litu ra (% )
Pengamatan Hari ke ... Setelah Aplikasi
50 IJ/ml 100 IJ/ml 200 IJ/ml 400 IJ/ml 800 IJ/ml
II.Pembahasan
Nematoda entomopatogen berbentuk memanjang seperti cacing, silindris, simetris yang mempunyai daur hidup selama 14 – 21 hari. Diketahui dapat mematikan serangga – serangga dari ordo Lepidoptera (S. litura) dengan cepat 24 – 48 jam (1 – 2 hari). Hal ini sependapat dengan Kaya dan Koppenhofer (1996) bahwa Steinernema spp. mempunyai beberapa kelebihan yaitu: dapat mematikan serangga – serangga dari ordo Lepidoptera termasuk S. litura dengan cepat, mempunyai kisaran inang yang luas, tidak berbahaya bagi organisme yang bukan sasaranya dan dapat diaplikasikan dengan mudah.
Pada hasil persentase kematian larva S. litura untuk mematikan serangga inang salah satunya dibutuhkan konsentrasi 800 IJ/ml selama empat hari, karena semakin tinggi konsentrasi yang ada didalam tubuh serangga inang maka serangga inang akan cepat mengalami kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson (2003) bahwa dengan konsentrasi 800 IJ/ml Steinernema spp. dapat menyebabkan mortalitas larva S. litura semakin tinggi selama empat hari (83, 00%). S. litura yang masi memiliki kulit tipis dan lunak serta aktif bergerak mencari makan, hal ini akan sangat mendukung proses penetrasi nematoda Steinernema spp. kedalam tubuh larva.
Tingkat konsentrasi nematoda entomopatogen Steinernema spp. diketahui, dapat berpengaruh terhadap persentase mortalitas larva S. litura. Semakin tinggi konsentrasi nematoda entomopatogen (800 IJ/ml) maka semakin tinggi pula persentase kematian larva S. litura (90 %). Tingginya persentase kematian larva yang di sebabkan karena semakin besar peluang nematoda untuk menemukan
serangga inang dan melakukan penetrasi pada tubuh larva S. litura. Pergerakan tubuh S. litura yang lebih aktif dapat membantu nematoda dalam menemukan serangga inang. Hal ini dikemukakan oleh Zahro’in (2008), bahwa semakin tinggi konsentrasi NEP yang di berikan (800 IJ/ml) maka tingkat kematiannya semakin tinggi (83.33%).
Penyebab kematian larva S. litura yang disebabkan nematoda entomopatogen yaitu ketika nematoda mempenetrasi atau melukai secara langsung kedalam tubuh serangga inang, maka nematoda akan mengeluarkan toksin yaitu bakteri Xenorhabdus spp. didalam tubuh larva. Hal ini sependapat dengan Suryadi (2008) bahwa terjadinya kematian hama dari ordo Lepidoptera yaitu terserang nematoda entomopatogen Steinernema spp. dengan mengeluarkan bakateri simbion yang bersifat toksin, toksin yang meracuni tubuh serangga inang.
Adapun faktor yang dapat mematikan S. litura adalah terjadinya kontak fisik antara nematoda entomopatogen Steinernema spp. dengan serangga inang. Hal ini sesuai dengan Schroeder (1987) melaporkan bahwa faktor yang dapat mendukung untuk mematikan serangga inang yaitu terjadinya kontak fisik antara nematoda dengan serangga inang, kondisi lingkungan optimal, dan rendahnya faktor pembatas infeksi nematoda terhadap inang di lingkungan.
Bakteri Xenorhabdus spp, yang berada di dalam tubuh Steinernema spp. berfungsi untuk mematikan serangga S. litura. Bakteri tersebut bersifat simbiose mutualisme antara bakteri dan nematoda entomopatogen. Hal ini pernah diteliti oleh Akhdiya (2008) bahwa bakteri Xenorhabdus adalah bakteri gram negatif yang bersimbiosis secara mutualisme dengan nematoda entomopatogen spesies
Steinernema spp. Bakteri tersebut terbawa Steinernema spp. yang berperan untuk menginfeksi serangga inang. Sedangkan bakteri sendiri menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan nematoda tersebut. Bakteri Xenorhabdus yang berada di dalam tubuh serangga inang dengan cara melepaskan beberapa faktor firulensi seperti protein toksin dan berbagai macam antibodi.
Kematian S. litura yang di sebabkan oleh nematoda entomopatogen isolat lokal yaitu adanya bakteri yang ada di dalam tubuh nematoda entomopatogen yang dapat meracuni serangga inang. Hal ini serupa dengan pendapat Uhan (2007) kematian S. litura yang di akibatkan oleh bakteri Xenorhabdus. Bakteri tersebut mulai aktif di dalam tubuh serangga inang pada 24 hari setelah aplikasi (HSA). Gejala serangan yang terlihat pada S. litura tidak di tandai dengan perubahan warna, tetapi pada kutikula terlihat memudar karena rusaknya jaringan menjadi cairan. Rusaknya jaringan tubuh yang di akibatkan pengaruh bakteri simbion Xenorhabdus yang mengeluarkan toksin sehingga menyebabkan paralisis pada serangga yang di ikuti dengan kematian serangga inang.
Pada pengamatan di peroleh hasil, bahwa pada konsentrasi 800 IJ/ml tingkat kematian larva mencapai 100% dari beberapa ulangan pada hari ke empat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi 800 IJ/ml maka tingkat kematian larva S. litura juga semakin cepat. Demikian juga dengan pendapat Kaya (1985) bahwa semakin tinggi konsentrasi Steinernema spp. yang di aplikasikan pada tubuh serangga dari ordo Lepidoptera (800 IJ/ml) maka kematian serangga semakin cepat (selama 96 jam).
Bakteri Xenorhabdus ini menghasilkan toksin dan dapat memproduksi enzim protease ekstraseluler. Hal ini pernah di teliti oleh Simoes dan Rosa (1996) menyatakan bahwa nematoda entomopatogen Steinernema spp. mempunyai bakteri simbion yang mengandung enzim dan toksin, di dalam tubuh Steinernema spp. Bakteri simbion menghasilkan enzim ekstraseluler Protease, Lipase, Lechitinase, DNAase, Phosphatase serta Lipo Poli Sakarida yang dapat merusak sel darah di dalam tubuh serangga inang. S. litura mempunyai senyawa anti bakteri sendiri yang dapat melawan nematoda. Apabila nematoda berhasil menghancurkan senyawa anti bakteri yang di produksi oleh serangga maka nematoda akan behasil mencapai heamocoel dan berkembang menjadi dewasa di dalam heamocoel. Senyawa anti bakteri di hancurkan oleh enzim ekstraseluler yang di lepaskan oleh nematoda bersamaan pada saat nematoda melakukan penetrasi.
Pada uji toksisitas nematoda entomopatogen Steinernema spp. dengan konsentrasi 800 IJ/ml sudah menunjukkan kematian larva S. litura pada 4 hari setelah aplikasi (HSA). Demikian juga dengan pendapat Uhan (2008) bahwa hasil penelitian yang di laksanakan di Balai Tanaman Sayuran Bandung menunjukkan, konsentrasi yang di berikan untuk hama penggerek umbi atau Phthorimaea Operculella Zell daun pada tanaman kentang yaitu: 200 IJ/ml 400IJ/ml 800IJ/ml dan 1.600 IJ/ml menunjukkan peningkatan mortalitas kematian yang tinggi pada konsentrasi 800 IJ/ml dan 1.600 IJ/ml selama empat hari setelah aplikasi. Mortalitas kematian tertinggi pada Phthorimaea Operculella Zell pada konsentrasi 800 IJ/ml sebesar 82,5 – 93,7 persen dan konsentrasi 1.600 IJ/ml mortalitas 86,9 –
96,9 persen selama empat hari setelah aplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi 1.600 IJ/ml Steinernema spp. yang di berikan pada hama ordo Lepidoptera mencapai tingkat mortalitas yang tertinggi selama empat hari setelah aplikasi.
Nematoda Steinernema spp. menginfeksi serangga melalui lubang – lubang alami seperti mulut, spirakel, kutikula dan anus. Hal ini pernah di teliti oleh Sulistyanto (2006) bahwa nematoda entomopatogen mempenetrasi serangga inang dengan dua cara yaitu: mempenetrasi secara langsung melalui kutikula kedalam haemocoel larva masuk melalui lubang – lubang alami seperti mulut, anus, dan spirakel. Demikian juga dengan pendapat Mery (2010) menyatakan, bahwa spirakel merupakan salah satu jalan utama masuk nematoda entomopatogen untuk mempenetrasi tubuh serangga.
Setelah larva S. litura terinfeksi Steinernema spp. maka gejala yang di timbulkan yaitu: kemampuan makannya mulai berkurang, semakin lama daya tahan tubuh larva semakin lemah dan tubuh larva berwarna coklat kehitaman tetapi tubuh larva tetap utuh, apabila di pegang tubuh larva terasa lembek tetapi tidak berbau busuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Amelia dan Nurma (2006) bahwa serangga inang yang terinfeksi Steinernema spp. maka tubuh larva akan di tandai dengan warna tubuh menjadi coklat kehitaman, tubuhnya lembek dan mengeluarkan cairan tetapi tidak berbau busuk.
Tubuh larva yang terinfeksi nematoda entomopatogen dalam jangka waktu yang lebih lama tubuhnya akan tinggal kutikulanya saja. Hal ini sesuai dengan pendapat Kornia (2011) menyatakan, bahwa hama dari ordo Lepidoptera yang
terserang nematoda entomopatogen dalam jangka lebih lama serangga inang terlihat kering dan tinggal kutikulanya saja. Jika di bedah di bawah mikroskop maka akan nampak Steinernema spp. yang berada di dalam tubuh serangga inang.
Nematoda entomopatogen Steinernema spp. dapat berkembang biak dalam tubuh larva S. litura dan akan berpindah untuk mencari inang baru jika nutrisi yang ada di dalam tubuh larva S. litura sudah habis. Hal ini sesui dengan pendapat Indriani (2009) yang menyatakan setelah nematoda entomopatogen memperbanyak diri dengan memanfaatkan nutrisi yang ada di dalam tubuh serangga inang, maka nematoda entomopatogen akan menghasilkan 2 – 3 generasi baru di dalam tubuh serangga inang. Setelah nutrisi yang ada di dalam tubuh serangga inang habis maka Steinernema spp. akan pindah untuk mencari inang baru.
V. KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. Media kuning telur diketahui bisa digunakan sebagai media alternatif pembiakan atau perbanyakan nematoda entomopatogen Steinernema spp. 2. Tingkat kematian larva S. litura akibat serangan nematoda entomopatogen
Steinernema spp. yang tertinggi adalah 90% pada konsentrasi 800 IJ/ml pada hari ke 4 setelah aplikasi.
SARAN
Nematoda entomopatogen Steinernema spp. hasil biakan dari media kuning telur adalah agensia hayati yang optimal untuk mengendalikan serangga hama dari ordo Lepidoptera. Nematoda entomopatogen Steinernema spp. hasil biakan media kuning telur yang di lakukan di laboratorium perlu dilakukan pengujian lanjutan dalam skala green house atau di lapang.
DAFTAR PUSTAKA
Abel. 2010. Ulat Grayak Spodoptera litura F. http://ditlin.hortikultura. deptan.go.id/index.php? option=com_wrapper&Itemid=204. Aisah. 2009. Manfaat Kuning Telur.
http://www.indowebster.web.id/archive/index.php/t-16779.html Amelia & Nurma, 2006. Invektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema. Anaf, 2009. Steinernema carpocapsae Sistematik dan Penyebarannya.
Bloger.comSofa.
Anonim. 1981. Pertumbuhan Tanaman Sawi. Sumber : Direktorat Gizi, Dep.Kes.RI.
______, 1999. Oriental Leafworm moth (Noctuidae Amphipyrinae Spodoptera litura - Fabricius)
______, 2008. Melawan Hama dengan Nematoda.
______, 2009. Hunter Region school of photography. New South Wales, Australia
______, 2010. NPS (Nematoda Patogen Serangga) Biopestisida.
File;///F:BELUM/nps-nematoda-patogen-serangga.biopestisida html
______, 20011.insect-pathogenic Nematodes - Beneficials for insect pest control. Jerman.
Akhdiya, A. 2008. Toksisitas Bakteri Simbion Nematoda Patogen Serangga Terhadap Larva Ulat Hongkong. Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Ayu, R, D. 2010. Budidaya Sawi Semi Organik. Blog mahasiswa Universitas Brawijaya.
Basukriadi , A. 2005. Pengendalian Hayati Untuk pengelolaan Hama. Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta.
Chaerani, Nurbaeti B. 2007. Uji Efektivitas Nematoda Entomopatogen
(Rhabditida: Steinernema dan Heterorhabditis) Sebagai Musuh Alami Non-Endemik Penggerek Batang Padi Kuning (Scirpophaga incertulas). Vot. 7, No. 2: 71 - 79, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen),
Edi, S , Yusri, A. 2009. Budidaya Sawi Semi Organik. Balai Pengkajian
Teknologi PertanianJambi Jl. Samarinda Kotabaru Jambi, Jl. Jambi Palembang Km.16 Desa Pondok Meja, Kec. Mestong, Kab.Ma.Jambi. e-mail:[email protected] [email protected].
Fedrianto, Y , Riyanto S. 2009. Pestisida Kimia dan Alami. Universitas BRAWIJAYA.
Mhtml://H:\Go%20organic%202010_%20Desember%2020009.mht ______. 2009. Pestisida Kimia dan Alami. Universitas BRAWIJAYA.
Mhtml://H:\Go%20organic%202010_%20Desember%2020009.mht Hartati, S. 2009. Biologi Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) pada
Tanaman Kedelai dengan Dosis Pupuk Nitrogen yang Berbeda. Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
Hartoyo, D. 2009. Budidaya Sawi Brassica sp.
http://www.sinartani.com/budidaya/budidaya-sawi-putih-1278904700.htm Indriani, D. 2009. Potensi Patogen Seranggan dalam Pengendalian Hama
Penggerek Buah Kapas Helicoverpa Armigera Huber. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.
Johnson. 2003. Applied and Environmental. Mikrobiology. Agriculture and Life Sciences of the University Of Wisconsin.
Kaya, H. K. 1985. Susceptibility of Early Larval Stages of Pseudalutia Unipuncta and Spodoptera Exigua to the Entomogenus on Entomopathogenic Nematodes Steinernema spp. Journal of Invertebrate Phatology.
Kaya, H. K & Koppenhofer, AM. 1996. Efeect of Microbial and Other Antagonistic Organism and Competition on Entomopatogenic Nematodes. Biocontrol Science and Technology.
Kusuma, A. A. 2008. Biopestisida Unggulan, NPS (Nematoda Patogen Entomo) file:///C:/Users/User/Downloads/LARVA%20INSTAR%201.html
Kornia, E. 2011. Pengembangan dan Pemanfaatan Agensia Pengendali Hayati (APH) Terhadap Hama. Balai Pertanian Jawa Timur.
Marwoto & Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricius) pada Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang 65101.
Margiyanto, E. 2007. Budidaya Tanaman Sawi. Bantul. Mery, E. 2010.Budidaya Tanaman Sawi. Jogdjakarta.
Nugrohorini, Windriyanti. 2009. Produksi Biopestisida Nematoda Entomopatogen Isolat Lokal dengan Teknik Invitro Sebagai Pengendali Hama Tanaman Kedelai (Spodoptera sp). di Desa Jotngan Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.
Pabbage, Adnan, dan Pratiwi. 2006. Pengelolaan Hama Prapanen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Ratnaningrum C, A. 2008. Teknik Formulasi dan Penyimpanan Bakteri Nematoda Entomopatogen Xenorhabdus spp. dan Photorhabdus luminescens Sebagai Agensi Pengendali Hayati Plutella xylostella DAN Crocidolomia binotalis Pada Kubis. . Ilmu Hama dan Penyakit Universitas Jember.
Rauf, A. 1999. Dinamika Populasi Spodoptera exigua (Hubner Lepidoptera Noctuedae) pada Pertanaman Bawang Merah diDataran Rendah. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Insitut Pertanian Bogor.
Santoso, U. 2009. Biologi Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) pada TanamanKedelai dengan Dosis Pupuk Nitrogen yang Berbeda. Universitas Bengkulu.
Sanjaya, Y. 2005. Infektivitas Nematoda Entomopatogen Heterorhabditas sp Terhadap Infektivitas Cyllodes bifacies Walker (Coleoptera: Nitidulidae). Tropika. Vol 13, No 2.
Schroeder, W. J.1987. Laboratory Biossays and Fild Trials of Entomogenoes Nematodes for Control of Diaprepes Abbreviatus (Coleoptera:Curculionidae) in Citru.
Simoes, N. & Rose, J. S. 1996. Pathogenecity ang Host Specifity of Entomopathogenic Nematodes. Biocontrol Science ang Technologi.
Subagiya, 2005. Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae (ALL) Strain Lokal Terhadap Hama Crocidolomia binotalis Zell. Di Tawang Mangun. Jurusan Agronomi Surakarta.
Silihi, J, M. 2010. Hama Ulat Grayak Spodoptera Litura ditanaman Umbi. Arsip Blog.
Sulistyanto D. 2009. Pengenalan Nematoda Entomopatogen Sebagai Agensia Hayati Organisme Pengganggu Tanaman yang Berwawasan Lingkungan. Study Lapangan Peserta Pendidikan Ketahanan Nasional Pemuda
(TANNASDA), 2-4.
______, 2006.Entomotoksin Kompleks Nematoda Entomopatogen. Puslit Biologi Molekuler Biogen Bogor.
Suryadi, Y. 2008. Deeteksi Bakteri Simbion – Nematoda Entomopatogen Xenorhabdus Penghasil Toksin dengan Antibodi Poloklonal. Deptan Biokimia Biogen Bogor
Soeyoko. 1999. Spesifisitas Antibodi Monoklonal Anti Protein Ekskretori-
Sekretori Blugia Mala Terhadap Protein Nematoda. Universitas Gadjah mada Yogyakarta. Vol. 31, No 2. Juni 1999.
Uhan, T. S. 2008. Keefektifan Nematoda Entomopatogen Steinernema
carpocapsae (Rhabditida:Steinernematidae) Isolat Lembang terhadap Mortalitas Larva Agrotis ipsilon Hufn. (Lepidoptera:Noctuidae) pada Tanaman Kubis di Rumah Kaca. Vol. 18 No. 2, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Parahu No. 517 Lembang, Bandung 40391.
_____, 2008.Kemangkusan Nematoda Entomopatogen Steinernema Carpocapcae Terhadap Hama Penggerek Umbi atau Daun Phthorimaea Operculella Zell. Balai Penelitian Tanaman Sayur Bandung.
_____, 2007. Niofikasi Beberapa Isolat Nematoda Entomopatogenik Steinernema spp. Terhadap Spodoptera litura Fabricius pada Tanaman Cabai di Rumah Kaca. Balai Penelitian Tanaman Syuran.
Wales, J. 2011. Nematoda. http://id.wikipedia.org/wiki/Nematoda
Wartono. 2009. Pertumbuhan Bakteri Photohabdus luminescens pada Berbegai Media dan Produksi Eksotoksin Sebagai Rcun Serangga. Balai Besar Teknologi Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Yaksan, A. 2010. Hama Tanaman Kedelai. Bloger.
Zunida. 2011. Hama – Hama Penting Tnaman Sayuran Famili Brassicaceae dan Cuurbitaceae. Bloger
Zahro’in E. 2008. Eksplorasi BBP2TP Surabaya Temukan NEP Isolat Tulungagung Ampuh Kendalikan Serangan Lepidiota stigma. Desa Tapan Kec. Kedungwaru Kab. Tulungagung