• Tidak ada hasil yang ditemukan

TOKSISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp) HASIL BIAKAN PADA MEDIA KUNING TELUR TERHADAP HAMA TANAMAN SAWI (Spodoptera litura).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TOKSISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp) HASIL BIAKAN PADA MEDIA KUNING TELUR TERHADAP HAMA TANAMAN SAWI (Spodoptera litura)."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh : SITI FADHILAH NPM : 0725010042

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

untuk Menyusun Skripsi

Oleh :

SITI FADHILAH NPM : 0725010042

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA

(3)

Disusun oleh: Siti Fadhilah 0 6 2 5 0 1 0 0 3 3

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal: 21 Desember 2011

Pembimbing Tim Penguji

1.Pembimbing Utama

1. Ir. Wiwin Windriyanti, MP. Ir. Wiwin Windriyanti, MP.

2. Pembimbing Pendamping

2. Ir. Nugrohorini, MP.

Ir. Nugrohor ini, MP.

3. Ir. Mulyadi, MS.

4. Ir. Sri Rahayuningtias, MP.

Mengetahui:

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Progdi Agroteknologi

(4)

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ir. Wiwin Windriyanti, MP. Ir. Nugrohorini, MP.

(5)

karunianya, sehingga penulisan skripsi dengan judul: TOKSISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp) HASIL BIAKAN PADA MEDIA KUNING TELUR TERHADAP HAMA TANAMAN SAWI (Spodoptera litura) dapat dielesaikan.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ir. Wiwin Windriyanti, MP. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan saran, petunjuk, pengarahan dan bimbingan penyusunan skripsi.

2. Ir. Nugrohorini, MP. selaku Dosen Pembimbing kedua yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam pembuatan skripsi.

3. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN “Veteran”Jawa Timur.

4. Ir. Mulyadi, MS. selaku ketua kajur Fakultas Pertanianupn “Veteran” Jawa Timur.

5. Ayahanda tercinta terima kasih atas dukungan moral, semangat dan bimbingan.

(6)

semangat tiada hentinya.

8. Temen – temen kost MA 1 FNo. 10 yang selalu memberi dukungan dan motivasi.

9. Special tanks to for Arif darmawan yang selalu memberi semangat.

Penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekhilafan dalam hal penulisan, semoga laporan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Fakultas Pertanian.

Surabaya, 12 Desember 2011

Penulis

(7)

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

II. TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Klaifikasi Botani ... 4

2.2. Klasifikasi Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura) ... 5

2.3. Morfologi Ulat Grayak (Spodoptera litura) ... 6

2.3.1. Telur ... 6

2.3.2. Larva ... 7

2.3.3. Pupa ... 8

2.3.4. Imago ... 8

2.4. Klasifikasi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. ... 9

2.4.1. Biologi dan Siklus hidup Nematoda Entomopatogen ... 10

2.4.2. Bakteri Simbion Nematoda Entomopatogen Steinernema spp ... 12

2.4.3. Mekanisme Patogenesitas Nematoda Entomopatogen ... 13

(8)

III. BAHAN ALAT DAN METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu ... 16

3.2. Bahan ... 16

3.3. Alat ... 16

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 17

3.4.1. Pembuatan Media Biakan Nematoda Entomopatogen ... 17

3.4.2. Pembuatan Media Cair Yeast Salt ... 18

3.4.3. Inokulasi Bakteri Simbion dan Nematoda Entomopatogen pada Media Spon ... 18

3.4.4. Panen Nematoda Entomopatogen ... 20

3.5. Aplikasi Nematoda Entomopatogen pada Larva Spodoptera litura Instar Dua ... 21

3.6. Rancangan Percobaan ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN I. Hasil Analisis Statistik Kematian Larva Spodoptera litura Hari Setelah Aplikasi HSA ... 24

4.1.Histogram Mortalitas Larva Spodoptera litura Akibat Serangan Steinernema spp.Isolat Lokal ... 26

II. Pembahasan ... 27

V. KESIMPULAN A.KESIMPULAN ... 33

B.SARAN ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(9)

No Teks Halaman

1. Telur (Spodoptera litura) ... 6

2. Larva Instar 2 (Spodoptera litura.) ... 6

3. Larva (Spodoptera litura) Instar 3 dan 4 ... 7

4. Morfologi (Spodoptera litura) Pupa, Imago Jantan dan Betina ... 8

5. Morfologi nematoda Steinernema spp. ... 10

6. Siklus Hidup Juvenil Infektif Instar Dua ... 11

7. Media Kuning Telur dalam Tabung Erlenmeyer ... 14

8. Bakteri Xenorhabdus spp. yang di Shaker Selama 24 Jam ... 16

9. Media Kuning Telur yang di Tumbuhi Nematoda Entomopatogen .... 17

10.Tahapan Panen Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. ... 18

11.Memasukkan Larva Spodoptera litura kedalam Vial ... 19

12.Denah Percobaan Penelitian ... 20

13.Histogram Mortalitas Larva Spodoptera litura Akibat Serangan spp. Isolat Steinernema Lokal ... 22

14.Larva yang Sehat dan Larva yang Tidak Sehat yang Sudah Terserang Steinernema spp. ... 29

15. Larva Spodoptera litura yang Terserang Steinernema spp. Tinggal Kutikula ... 30

(10)
(11)

2. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera litura pada

Pengamatan Jam ke 48 ... 36 3. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera litura pada

Pengamatan Jam ke 72 ... 37 4. Analisis Sidik Ragam Kematian Larva Spodoptera litura pada

Pengamatan Jam ke 96 ... 37

(12)

sangat merugikan. Selama ini pengendalian yang dilakukan dengan pestisida kimia yang berdampak negatif baik bagi lingkungan maupun manusia. Pengendalian agensia hayati merupakan salah satu pengendalian yang rama lingkungan dan peluang untuk dikembangkan di Indonesia.

Mekanisme larva S. litura saat keluar dari telur, larva hidup bergerombol disekitar daun sampai dengan instar ke-3, pada fase ini larva memakan daun sampai instar ke- 4 kemudian larva menyebar ke bagian tanaman atau tanaman sekitarnya sampai meninggalkan sisa - sisa epidermis bagian atas atau transparan sampai tinggal tulang – tulang daun.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Tanaman UPN “Veteran” Surabaya Jawa Timur, penelitian ini dimulai pada bulan Mei sampai Juli 2011. Penyebab kematian larva S. litura yang disebabkan nematoda entomopatogen yaitu ketika nematoda mempenetrasi atau melukai secara langsung kedalam tubuh serangga inang, maka nematoda akan mengeluarkan toksin yaitu bakteri Xenorhabdus spp. didalam tubuh larva yang menyebabkan kematian dengan cepat 24-48 jam. Tingkat kematian larva Spodoptera. litura akibat serangan nematoda entomopatogen Steinernema spp. dari beberapa konsentrasi yaitu: 50, 100, 200, 400 dan 800 IJ/ml bahwa pada konsentrasi 800 IJ/ml menunjukkan yang tertinggi yaitu 90% pada hari ke 4 setelah aplikasi (HSA).

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Tanaman Sawi

1. Klasifikasi Tanaman Sawi

Menurut Margiyanto (2007) tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis - krop, bunga kul, broccoli dan lobak yakni famili cruciferae (brassicaceae) oleh karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Sawi termasuk dalam kelompok tanaman sayuran daun, sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan maupun dalam bentuk olahan dalam berbagai macam masakan. Klasifikasi tanaman sawi sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledonae

Ordo : Papavorales

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.

B. Hama Ulat Grayak Spodoptera litura

1. Klasifikasi Hama Ulat Grayak Spodoptera litura

(14)

larva yang bersembunyi dalam tanah untuk menghindari sinar matahari. Hama ini bersifat polyphag dengan reproduksi tinggi dan penyebarannya sangat luas seperti dibeberapa negara Asia, Africa, Australia dan New Zealand.

Sistematika hama ulat grayak S. litura adalah sebagai berikut (Hartati, 2009) :

Kingdom :Animalia

Filum :Arthropoda

Kelas :Insekta

Ordo :Lepidoptera

Famili :Noctuidae

Subfamili :Amphipyrinae

Genus :Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F

2. Morfologi Ulat Grayak Spodoptera litura

(15)

Gambar 1. Telur S. litura (Anonim, 2008)

Larva S. litura mempunyai 4 instar, rata – rata mempunyai umur 20 - 26 hari. Larva instar pertama tubuh larva berwarna hijau kuning panjang 2,00 - 2,74 mm dan tubuh berbulu – bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2 - 0,3 mm (Gambar 2). Larva instar kedua tubuh yang berwarna hijau dengan panjang 3,75 - 10,00 mm. Bulu – bulunya tidak terlihat dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen (Silihi, 2010)

(16)

Yaksan (2010) melaporkan bahwa larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm, pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig - zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar keempat panjang tubuh 13 - 20 mm, warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan (Gambar 3).

(a) (b)

Gambar 3. Larva S. litura. (Anonim 2009) (a)Larva Instar 3 (b) Larva Instar 4

(17)

(a) (b) (c)

Gambar 4. Morfologi Spodoptera litura. (Anonim, 1999) (a)Pupa (b) Imago Jantan (c) Imago Betina

3. Gejala Serangan

Gejala yang ditimbulkan larva S. litura dengan ngengat meletakkan telur dibawah daun sejak tanaman menghasilkan 4 – 5 daun. Saat keluar dari telur, larva hidup bergerombol disekitar daun sampai dengan instar ke-3, pada fase ini larva memakan daun sampai instar ke- 4 kemudian larva menyebar ke bagian tanaman atau tanaman sekitarnya sampai meninggalkan sisa - sisa epidermis bagian atas atau transparan sampai tinggal tulang - tulang daun dan larva yang dewasa memakan tulang daun, hama ini juga memakan tunas dan bunga (Rauf, 1999).

A. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Menurut Wales (2011) menyatakan nematoda berasal dari bahasa Yunani yaitu won ode artinya cacing. Nematoda entomopatogen (NEP) adalah organisme yang memparasit tubuh serangga sehingga menyebabkan kematian pada serangga inang.

(18)

musuh alami serangga sehingga mampu menekan kerusakan yang ditimbulkan oleh organisme tersebut. Musuh alami hama yang ada di lapang jumlahnya sangat banyak baik dari golongan serangga, jamur, bakteri maupun nematoda. Salah satunya nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang digunakan sebagai agensia hayati untuk pengendalian hama utama tanaman sawi, nematoda parasit dapat dijumpai disetiap jengkal tanah di indonesia mulai dari pantai sampai pegunungan (Sulistyanto, 2009).

Menurut pendapat Sanjaya (2005) salah satu nematoda entomopatogen yang sudah banyak dikenal adalah Steinernema spp. bersifat mempunyai inang yang luas dan mampu membunuh hama dalam waktu yang relatif singkat yaitu 24 - 48 jam. Klasifikasi nematoda sebagai berikut:

Filum : Nematelminthes

Kelas : Secerneteae Syn Phasmidae

Ordo :Dorylaimida

Famili :Steinernematidae

Genus :Steinernema

Spesies : Steinernema spesies.

1. Biologi dan Siklus hidup Nematoda Entomopatogen.

(19)

serangga – serangga atau organisme lain. Nematoda entomopatogen dapat berkembang biak didalam tubuh serangga secara cepat yaitu dapat menghasilkan 2 sampai 3 generasi. Siklus hidup nematoda dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu kurang lebih 14 hari. (Fedrianto dan Riyanto, 2009)

Gambar 5. Morfologi nematoda Steinernema spp. (Anonim 2011)

Seperti yang diutarakan Soeyoko (1999) apabila terdapat nutrisi yang melimpah maka siklus hidupnya nematoda bisa lebih cepat dan sebaliknya apabila tidak tersedia nutrisi yang cukup maka daur hidup nematoda bisa lebih lama. Organisme ini bisa bertahan di dalam tanah, dalam jangka waktu tertentu. Steinernema spp. akan melakukan migrasi ke tempat lain apabila tidak ada persediaan makanan yang cukup. Perpindahan nematoda dari suatu tempat ke tempat lain melalui bantuan air, angin atau terbawa oleh alat-alat pertanian.

(20)

yang ditetaskan dari telur adalah infektif juvenil stadia kedua (Gambar 6), nematoda mengalami empat kali stadia sebelum menjadi dewasa. Nematoda ini berkembang sangat cepat menjadi dewasa, kawin dan menghasilkan telur. (Anaf, 2009)

Gambar 6. Siklus Hidup Jufenil Infektif Instar Dua Steinernema spp. (Fedriyanto dan Riyanto, 2009)

Infeksi dilakukan pada stadium larva instar III atau juvenil infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung membran intersegmental yang lunak. Setelah mencapai haemocoel serangga maka, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam haemolim untuk berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan serangga. Nematoda sendiri mampu menghasilkan toksin yang mematikan. Sehingga serangga yang terinfeksi dapat mati dalam waktu 24 – 48 jam setelah infeksi. (Anonim, 2010)

2. Bakteri Simbion Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

(21)

Xenorhabdus spp. Bakteri gram negatif yang bersimbiosis dengan nematoda entomopatogen Steinernema spp. nematoda dan bakteri bersifat mutualisme (saling menguntungkan) dimana nematoda mendapatkan nutrisi yang dihasilkan oleh bakteri yaitu protein sedangkan bakteri merasa terlindungi oleh nematoda. Simbiosis tersebut terdapat didalam intestine nematoda dan berperan untuk mengendalikan serangan hama.

Keuntungan satu sama lain dengan bakteri Xenorhabdus yaitu dimana bakteri tidak dapat hidup kalau tidak ada nematoda. Hubungan mutualistik ini memberikan beberapa keuntungan bagi nematoda di antaranya yaitu: dapat membunuh inang dengan cepat. Serta menyediakan nutrisi dan lingkungan yang cocok bagi perkembangan nematoda. Bakteri simbion juga mampu memproduksi senyawa anti biotik yang dapat menghambat perkembangan mikro organisme sekunder yang ada dalam tubuh inang. Bagi bakteri simbion nematoda dapat melindungi bakteri dari kondisi ekstrim. (Wartono, 2009)

(22)

3. Mekanisme Patogenesitas Nematoda Entomopatogen

Mekanisme patogenesitas nematoda entomopatogen terhadap hama melalui tiga tahapan yaitu: invasi, evasi, dan toksikogenitas. Invasi adalah nematoda menyerang hama dengan cara nematoda masuk ke dalam tubuh larva serangga melalui lubang alami seperti spirakel, anus, atau termakan oleh larva serangga. Evasi merupakan proses nematoda melepaskan bakteri simbionnya ke dalam tubuh larva serangga inang. Toksikogenitas yaitu dimana bakteri simbion yang dikeluarkan Steinernema spp. menyebabkan kelumpuhan syaraf tubuh pada otot – otot serangga inang yang menyebabkan kematian. (Chaerani dan Nurbaeti 2007)

(23)

4. Kandungan Kuning Telur

Menurut Aisah (2009) kuning telur atau dalam bahasa inggris disebut dengan egg yolk merupakan sumber utama dari beberapa vitamin dan mineral. Kuning telur juga banyak mengandung lemak, kolesterol dan protein. Perlu diketahui, setiap kuning telur yang masih mentah mengandung 355 kalori, sebagaimana diketahui bahwa bobot rata-rata satu kuning telur adalah 20 gr. Selain dapat menambah darah dan kandungan vitamin A pada kuning telur juga dapat mengobati sakit tenggorokan, batuk, luka paru-paru, ginjal dan kencing manis. Adapun nilai gizi kuning telur sebagai berikut:

Table 1. Kandungan Kuning Telur dalam Satu Butir Telur Ayam Kampung

Bahan Nilai Satuan

Air 5,7 gr

Protein 10,8 gr

Karbohidrat 0,7 gr

Vitamin B20 23 mg

Vitamin B10 2 mg

Besi 100 mg

Asam Nikotenat 0,2 mg

Fosfor 0,2 mg

Kalsium 147 mg

(24)

Asam Pantotenat 2 gr

Sulfat 149 mg

Vitamin A 311 mg

Vitamin D 100 mg

D. Hipotesis

Semakin tinggi konsentrasi Steinernema spp. semakin tinggi toksisitas nematoda terhadap hama S. litura.

(25)

II. TINJ AUAN PUSTAKA

A. Tanaman Sawi

1. Klasifikasi Tanaman Sawi

Menurut Margiyanto (2007) tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis - krop, bunga kul, broccoli dan lobak yakni famili cruciferae (brassicaceae) oleh karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Sawi termasuk dalam kelompok tanaman sayuran daun, sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan maupun dalam bentuk olahan dalam berbagai macam masakan. Klasifikasi tanaman sawi sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledonae

Ordo : Papavorales

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.

B. Hama Ulat Grayak Spodoptera litura

1. Klasifikasi Hama Ulat Grayak Spodoptera litura

(26)

larva yang bersembunyi dalam tanah untuk menghindari sinar matahari. Hama ini bersifat polyphag dengan reproduksi tinggi dan penyebarannya sangat luas seperti dibeberapa negara Asia, Africa, Australia dan New Zealand.

Sistematika hama ulat grayak S. litura adalah sebagai berikut (Hartati, 2009) :

Kingdom :Animalia

Filum :Arthropoda

Kelas :Insekta

Ordo :Lepidoptera

Famili :Noctuidae

Subfamili :Amphipyrinae

Genus :Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F

2. Morfologi Ulat Grayak Spodoptera litura

(27)

Gambar 1. Telur S. litura (Anonim, 2008)

Larva S. litura mempunyai 4 instar, rata – rata mempunyai umur 20 - 26 hari. Larva instar pertama tubuh larva berwarna hijau kuning panjang 2,00 - 2,74 mm dan tubuh berbulu – bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2 - 0,3 mm (Gambar 2). Larva instar kedua tubuh yang berwarna hijau dengan panjang 3,75 - 10,00 mm. Bulu – bulunya tidak terlihat dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen (Silihi, 2010)

(28)

Yaksan (2010) melaporkan bahwa larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm, pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig - zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar keempat panjang tubuh 13 - 20 mm, warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan (Gambar 3).

(a) (b)

Gambar 3. Larva S. litura. (Anonim 2009) (a)Larva Instar 3 (b) Larva Instar 4

(29)

(a) (b) (c)

Gambar 4. Morfologi Spodoptera litura. (Anonim, 1999) (a)Pupa (b) Imago Jantan (c) Imago Betina

3. Gejala Serangan

Gejala yang ditimbulkan larva S. litura dengan ngengat meletakkan telur dibawah daun sejak tanaman menghasilkan 4 – 5 daun. Saat keluar dari telur, larva hidup bergerombol disekitar daun sampai dengan instar ke-3, pada fase ini larva memakan daun sampai instar ke- 4 kemudian larva menyebar ke bagian tanaman atau tanaman sekitarnya sampai meninggalkan sisa - sisa epidermis bagian atas atau transparan sampai tinggal tulang - tulang daun dan larva yang dewasa memakan tulang daun, hama ini juga memakan tunas dan bunga (Rauf, 1999).

A. Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Menurut Wales (2011) menyatakan nematoda berasal dari bahasa Yunani yaitu won ode artinya cacing. Nematoda entomopatogen (NEP) adalah organisme yang memparasit tubuh serangga sehingga menyebabkan kematian pada serangga inang.

(30)

musuh alami serangga sehingga mampu menekan kerusakan yang ditimbulkan oleh organisme tersebut. Musuh alami hama yang ada di lapang jumlahnya sangat banyak baik dari golongan serangga, jamur, bakteri maupun nematoda. Salah satunya nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang digunakan sebagai agensia hayati untuk pengendalian hama utama tanaman sawi, nematoda parasit dapat dijumpai disetiap jengkal tanah di indonesia mulai dari pantai sampai pegunungan (Sulistyanto, 2009).

Menurut pendapat Sanjaya (2005) salah satu nematoda entomopatogen yang sudah banyak dikenal adalah Steinernema spp. bersifat mempunyai inang yang luas dan mampu membunuh hama dalam waktu yang relatif singkat yaitu 24 - 48 jam. Klasifikasi nematoda sebagai berikut:

Filum : Nematelminthes

Kelas : Secerneteae Syn Phasmidae

Ordo :Dorylaimida

Famili :Steinernematidae

Genus :Steinernema

Spesies : Steinernema spesies.

1. Biologi dan Siklus hidup Nematoda Entomopatogen.

(31)
[image:31.612.250.424.225.360.2]

serangga – serangga atau organisme lain. Nematoda entomopatogen dapat berkembang biak didalam tubuh serangga secara cepat yaitu dapat menghasilkan 2 sampai 3 generasi. Siklus hidup nematoda dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu kurang lebih 14 hari. (Fedrianto dan Riyanto, 2009)

Gambar 5. Morfologi nematoda Steinernema spp. (Anonim 2011)

Seperti yang diutarakan Soeyoko (1999) apabila terdapat nutrisi yang melimpah maka siklus hidupnya nematoda bisa lebih cepat dan sebaliknya apabila tidak tersedia nutrisi yang cukup maka daur hidup nematoda bisa lebih lama. Organisme ini bisa bertahan di dalam tanah, dalam jangka waktu tertentu. Steinernema spp. akan melakukan migrasi ke tempat lain apabila tidak ada persediaan makanan yang cukup. Perpindahan nematoda dari suatu tempat ke tempat lain melalui bantuan air, angin atau terbawa oleh alat-alat pertanian.

(32)
[image:32.612.233.412.221.367.2]

yang ditetaskan dari telur adalah infektif juvenil stadia kedua (Gambar 6), nematoda mengalami empat kali stadia sebelum menjadi dewasa. Nematoda ini berkembang sangat cepat menjadi dewasa, kawin dan menghasilkan telur. (Anaf, 2009)

Gambar 6. Siklus Hidup Jufenil Infektif Instar Dua Steinernema spp. (Fedriyanto dan Riyanto, 2009)

Infeksi dilakukan pada stadium larva instar III atau juvenil infektif (JI) terjadi melalui mulut, anus, spirakel, atau penetrasi langsung membran intersegmental yang lunak. Setelah mencapai haemocoel serangga maka, bakteri simbion yang dibawa akan dilepaskan ke dalam haemolim untuk berkembang biak dan memproduksi toksin yang mematikan serangga. Nematoda sendiri mampu menghasilkan toksin yang mematikan. Sehingga serangga yang terinfeksi dapat mati dalam waktu 24 – 48 jam setelah infeksi. (Anonim, 2010)

2. Bakteri Simbion Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

(33)

Xenorhabdus spp. Bakteri gram negatif yang bersimbiosis dengan nematoda entomopatogen Steinernema spp. nematoda dan bakteri bersifat mutualisme (saling menguntungkan) dimana nematoda mendapatkan nutrisi yang dihasilkan oleh bakteri yaitu protein sedangkan bakteri merasa terlindungi oleh nematoda. Simbiosis tersebut terdapat didalam intestine nematoda dan berperan untuk mengendalikan serangan hama.

Keuntungan satu sama lain dengan bakteri Xenorhabdus yaitu dimana bakteri tidak dapat hidup kalau tidak ada nematoda. Hubungan mutualistik ini memberikan beberapa keuntungan bagi nematoda di antaranya yaitu: dapat membunuh inang dengan cepat. Serta menyediakan nutrisi dan lingkungan yang cocok bagi perkembangan nematoda. Bakteri simbion juga mampu memproduksi senyawa anti biotik yang dapat menghambat perkembangan mikro organisme sekunder yang ada dalam tubuh inang. Bagi bakteri simbion nematoda dapat melindungi bakteri dari kondisi ekstrim. (Wartono, 2009)

(34)

3. Mekanisme Patogenesitas Nematoda Entomopatogen

Mekanisme patogenesitas nematoda entomopatogen terhadap hama melalui tiga tahapan yaitu: invasi, evasi, dan toksikogenitas. Invasi adalah nematoda menyerang hama dengan cara nematoda masuk ke dalam tubuh larva serangga melalui lubang alami seperti spirakel, anus, atau termakan oleh larva serangga. Evasi merupakan proses nematoda melepaskan bakteri simbionnya ke dalam tubuh larva serangga inang. Toksikogenitas yaitu dimana bakteri simbion yang dikeluarkan Steinernema spp. menyebabkan kelumpuhan syaraf tubuh pada otot – otot serangga inang yang menyebabkan kematian. (Chaerani dan Nurbaeti 2007)

(35)

4. Kandungan Kuning Telur

[image:35.612.161.481.391.691.2]

Menurut Aisah (2009) kuning telur atau dalam bahasa inggris disebut dengan egg yolk merupakan sumber utama dari beberapa vitamin dan mineral. Kuning telur juga banyak mengandung lemak, kolesterol dan protein. Perlu diketahui, setiap kuning telur yang masih mentah mengandung 355 kalori, sebagaimana diketahui bahwa bobot rata-rata satu kuning telur adalah 20 gr. Selain dapat menambah darah dan kandungan vitamin A pada kuning telur juga dapat mengobati sakit tenggorokan, batuk, luka paru-paru, ginjal dan kencing manis. Adapun nilai gizi kuning telur sebagai berikut:

Table 1. Kandungan Kuning Telur dalam Satu Butir Telur Ayam Kampung

Bahan Nilai Satuan

Air 5,7 gr

Protein 10,8 gr

Karbohidrat 0,7 gr

Vitamin B20 23 mg

Vitamin B10 2 mg

Besi 100 mg

Asam Nikotenat 0,2 mg

Fosfor 0,2 mg

Kalsium 147 mg

(36)

Asam Pantotenat 2 gr

Sulfat 149 mg

Vitamin A 311 mg

Vitamin D 100 mg

D. Hipotesis

Semakin tinggi konsentrasi Steinernema spp. semakin tinggi toksisitas nematoda terhadap hama S. litura.

(37)

III.METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Tanaman, dimulai pada bulan Mei sampai Juli 2011. Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu pembiakan, perbanyakan masal nematoda Steinernema spp, dan pemberian pakan pada S. litura.

B. Bahan-Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembiakan dan perbanyakan nematoda Steinernema spp, adalah kuning telur ayam kampung, nutrient broth, yeast extract, minyak jagung, aquadest, spon, kapas steril, kertas saring steril, tanaman sawi, S. litura dan nematoda Steinernema spp.

C. Alat-alat yang digunakan

(38)

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan Media Biakan dan Perbanyakan Masal Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. Secara Invitro.

[image:38.612.244.430.459.603.2]

Perbanyakan nematoda entomopatogen dilakukan secara invitro. Perbanyakan dilakukan dengan pembuatan media untuk biakan yaitu bahan – bahan yang digunakan adalah: 9 kuning telur ayam kampung, Nutrient Broth 3,6 gr, Yeast extract 1,8 gr, Minyak jagung 45 ml, Aquadest 20 ml dan Spon 18 gr. Bahan – bahan tersebut dimasukkan kedalam air mendidih, diaduk sampai merata kemudian angkat. Spon dimasukkan kedalam bak yang berisi bahan – bahan dan diremas – remas. Media spon dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer ukuran 1000 ml, lalu ditutup dengan kapas dan dilapisi dengan aluminium foil atau kertas (Gambar 7) kemudian media disterilkan dalam autoclave selama 30 menit dengan suhu 121 oC dengan tekanan 1,5 atm.

Gambar 7. Media Kuning Telur dalam Tabung Erlenmeyer 1000 ml.

(39)

Menyiapkan bahan – bahan yang digunakan antara lain: dipostassium phosphate (K2HPO4) 0,5 gram, ammonium phosphate (NH4H2PO4) 0,5 gram, magnesium sulphate (MgSO4). Air (7H2O) 0,2 gram, Bactro Yeast Extract 5 gram, natrium klorida (NaCl) 5 gram, dan aquadest 1 liter. Semua bahan – bahan tersebut dicampurkan dan diaduk hingga homogen kemudian direbus hingga mendidih. media yang sudah mendidih dituangkan kedalam Erlenmeyer 250 ml ditutup dengan kapas dan dilapisi alumunium foil atau kertas kemudian disterilkan dalam autoclaf selama 30 menit pada suhu 121 oC (hitungan waktu dimulai ketika tekanan autoclaf mencapai 1,5 atm).

3. Inokulasi Bakteri Simbion dan Nematoda Entomopatogen pada Media Spon

[image:39.612.249.426.508.645.2]

Bakteri simbion diperoleh dari hasil isolasi bakteri dari dalam tubuh serangga yang telah dibiakkan dalam media Yeast salt. Hasil biakan bakteri kemudian dikocok dalam shaker selam 24 jam. (Gambar 8)

(40)
[image:40.612.269.405.418.580.2]

Setelah media spon disterilkan, selanjutnya media dalam tiap tabung Erlenmeyer 1000 ml diinokulasi dengan bakteri simbion Xenorhabdus spp. kemudian diinkubasi selama 24 jam. Setelah 24 jam media spon yang telah berisi bakteri simbion diinokulasikan nematoda entomopatogen jenis Steinernema spp. Nematoda jenis Steinernema spp. diinokulasikan pada media spon yang berisi bakteri Xenorhabdus. Tabung Erlenmeyer yang berisi nematoda dalam media spon ditutup menggunakan kapas steril dan alumunium foil atau kertas kemudian disimpan dengan suhu 25 oC selama 14 – 21 hari. Selama masa penyimpanan diketahui didalam tabung erlenmeyer setelah tiga hari muncul nematoda entomopatogen Steinernema spp. Membentuk jala – jala didalam erlenmeyer. (Gambar 9)

Gambar 9. Media Kuning Telur yang ditumbuhi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

(41)

Cara panen nematoda Steinernema spp. yang disimpan dalam median spon selama 14 – 21 hari dengan suhu 25 oC, keluarkan spon yang telah ditumbuhi nematoda Steinernema spp. dari erlenmeyer 1000 ml dan diletakkan dalam bak ukuran 30x50 cm. Setelah itu spon diremas perlahan – lahan selanjutnya diendapkan selama 2 jam. (Gambar 10) Setelah 2 jam, suspensi hasil endapan dituang dalam spon ukuran 14x25 cm dan disimpan dalam suhu 18 oC.

Gambar 10. Pengendapan Steinernema spp. Selama 2 jam.

5. Aplikasi Nematoda Entomopatogen Steinernema spp. NEP

[image:41.612.274.399.287.446.2]
(42)

Gambar 11. Memasukkan Larva S. litura kedalam Vial.

6. Metode Penelitian

Pengamatan kematian larva S. litura yang terserang nematoda entomopatogen Steinernema spp. dilakukan pada 1, 2, 3 dan 4 hari setelah aplikasi (HSA), kemudian pengamatan kematian larva S. litura sampai mencapai kematian 100 %.

7. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan faktor tunggal dengan lima perlakuan, masing – masing perlakuan diletakkan di Rancangan Acak Lengkap dan di ulang lima kali. (Gambar 12)

B 5 A 2 D 3 E 5 A 1

[image:42.612.232.408.105.239.2]
(43)

Gambar 12. Denah penempatan perlakuan pada Rancangan Acak Lengkap

Keterangan : A adalah Konsentrasi 50 IJ /ml B adalah Konsentrasi 100 IJ /ml C adalah Konsentrasi 200 IJ /ml D adalah Konsentrasi 400 IJ /ml E adalah Konsentrasi 800 IJ /ml

1 – 5 Ulangan

Cara mendapatkan konsentrasi 800, 400, 200, 100 dan 50 IJ/ml yang di aplikasikan pada larva S. litura yaitu: terlebih dahulu panen nematoda entomopatogen Steinernema spp. yang diinkubasikan selama 14-21 hari. Cara menghitung konsentrasi sebagai berikut:

2996 IJ isi 30 cc/IJ 1550 IJ isi 60 cc/IJ 800 IJ isi 800 cc/IJ

Cara menghitung konsentrasi berikutnya yaitu: 400, 200, 100 dan 50 IJ sama seperti cara yang di atas.

8. Analisis Data

E 1 C 2 E 3 D 5 B 3

B 4 A 5 A 4 B 1 C 1

[image:43.612.197.439.104.184.2]
(44)

Data hasil pengamatan dianalisis dengan metode sidik ragam atau anova. Apabila F hitung lebih besar dari F tabel maka selanjutnya diuji dengan beda nyata terkecil (BNT) 5 % .

(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Hasil

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa dari perlakuan konsentrasi yang berbeda setelah aplikasi, persentase kematian larva S. litura instar 2 menunjukkan berbeda nyata pada pengamatan 4 hari setelah aplikasi (HSA) (Tabel 1).

Tabel 2. Persentase Kematian Larva S. litura 1 sampai 4 Hari Setelah Aplikasi. Perlakuan Persentase Kematian Larva S. litura (% )

Pengamatan Har i ke………

1 2 3 4 Notasi

Dt Tr Dt Tr Dt Tr Dt Tr

50 IJ/ml 6 2.39 16 4.08 22 4.72 28 5.25 a 100 IJ/ml 6 2.39 8 2.85 10 3.11 22 4.64 a 200 IJ/ml 8 2.38 14 3.26 18 3.98 36 5.99 a b 400 IJ/ml 10 2.84 18 3.98 22 4.34 48 6.90 b 800 IJ/ml 12 3.57 18 4.33 26 5.04 90 9.50 c

BNT 5% tn tn tn 1,61

Keterangan: Angka – angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji 5% (Data Trasformasi √(x +1). Dt = Data Asli

Tr = Data Transformasi

(46)

menunjukkan berbeda nyata. Pengamatan dari seluruh perlakuan konsentrasi 800 IJ/ml tertinggi persentase kematian larva S. litura.

[image:46.612.256.478.313.464.2]

Kematian larva S. litura yang di akibatkan Steinernema spp. ditandai dengan morfologi fisik antara serangga inang yang sehat dan terserang Steinernema spp. tubuh larva yang sehat warna tubuh coklat muda, dan larva yang terserang nematoda entomopatogen tubuh berwarna coklat kehitaman. Seperti (Gambar 13) sebagai berikut.

Gambar 13. Larva S. litura yang Sehat dan yang Terserang Nematoda Entomopatogen Steinernema spp.

Keterangan : a. adalah Larva yang Sehat

b. adalah Larva yang Sudah Terserang Steinernema spp.

Adapun dalam bentuk histogram dapat diketahui, bahwa hasil mortalitas larva S. litura yang terserang nematoda entomopatogen Steinernema spp. isolat lokal sebagai berikut:

a

(47)

Gambar 14. Histogram Mortalitas Larva S. litura Akibat Serangan

Steinernema spp. isolat lokal.

Pada gambar histogram Gambar 14 terlihat bahwa terjadi tingkat kematian tertinggi pada konsentrasi 800 IJ/ml selama empat hari. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih rendah (50, 100, 200 dan 400 IJ/ml) menunjukkan tingkat kematian S. litura juga lebih rendah dan peningkatan kematian larva S. litura terjadi pada setiap konsentrasi selama empat hari setelah aplikasi.

Hasil dari pengamatan, bahwa gejala yang ditimbulkan S. litura yang terserang nematoda entomopatogen Steinernema spp. adalah: tubuh S. litura yang terinfeksi Steinernema spp. berubah menjadi warna coklat semakin lama tubuh S. litura menjadi coklat kehitaman. Tubuh S. litura menjadi lembek ketika dipegang, mengeluarkan cairan tetapi tidak berbau busuk dan reproduksi pencernaanya berkurang. Semakin lama tubuh larva tinggal kutikula.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1 2 3 4

M or ta lit as S p od o pt era litu ra (% )

Pengamatan Hari ke ... Setelah Aplikasi

[image:47.612.170.502.105.314.2]
(48)

II.Pembahasan

Nematoda entomopatogen berbentuk memanjang seperti cacing, silindris, simetris yang mempunyai daur hidup selama 14 – 21 hari. Diketahui dapat mematikan serangga – serangga dari ordo Lepidoptera (S. litura) dengan cepat 24 – 48 jam (1 – 2 hari). Hal ini sependapat dengan Kaya dan Koppenhofer (1996) bahwa Steinernema spp. mempunyai beberapa kelebihan yaitu: dapat mematikan serangga – serangga dari ordo Lepidoptera termasuk S. litura dengan cepat, mempunyai kisaran inang yang luas, tidak berbahaya bagi organisme yang bukan sasaranya dan dapat diaplikasikan dengan mudah.

Pada hasil persentase kematian larva S. litura untuk mematikan serangga inang salah satunya dibutuhkan konsentrasi 800 IJ/ml selama empat hari, karena semakin tinggi konsentrasi yang ada didalam tubuh serangga inang maka serangga inang akan cepat mengalami kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson (2003) bahwa dengan konsentrasi 800 IJ/ml Steinernema spp. dapat menyebabkan mortalitas larva S. litura semakin tinggi selama empat hari (83, 00%). S. litura yang masi memiliki kulit tipis dan lunak serta aktif bergerak mencari makan, hal ini akan sangat mendukung proses penetrasi nematoda Steinernema spp. kedalam tubuh larva.

(49)

serangga inang dan melakukan penetrasi pada tubuh larva S. litura. Pergerakan tubuh S. litura yang lebih aktif dapat membantu nematoda dalam menemukan serangga inang. Hal ini dikemukakan oleh Zahro’in (2008), bahwa semakin tinggi konsentrasi NEP yang di berikan (800 IJ/ml) maka tingkat kematiannya semakin tinggi (83.33%).

Penyebab kematian larva S. litura yang disebabkan nematoda entomopatogen yaitu ketika nematoda mempenetrasi atau melukai secara langsung kedalam tubuh serangga inang, maka nematoda akan mengeluarkan toksin yaitu bakteri Xenorhabdus spp. didalam tubuh larva. Hal ini sependapat dengan Suryadi (2008) bahwa terjadinya kematian hama dari ordo Lepidoptera yaitu terserang nematoda entomopatogen Steinernema spp. dengan mengeluarkan bakateri simbion yang bersifat toksin, toksin yang meracuni tubuh serangga inang.

Adapun faktor yang dapat mematikan S. litura adalah terjadinya kontak fisik antara nematoda entomopatogen Steinernema spp. dengan serangga inang. Hal ini sesuai dengan Schroeder (1987) melaporkan bahwa faktor yang dapat mendukung untuk mematikan serangga inang yaitu terjadinya kontak fisik antara nematoda dengan serangga inang, kondisi lingkungan optimal, dan rendahnya faktor pembatas infeksi nematoda terhadap inang di lingkungan.

(50)

Steinernema spp. Bakteri tersebut terbawa Steinernema spp. yang berperan untuk menginfeksi serangga inang. Sedangkan bakteri sendiri menyediakan nutrisi untuk pertumbuhan nematoda tersebut. Bakteri Xenorhabdus yang berada di dalam tubuh serangga inang dengan cara melepaskan beberapa faktor firulensi seperti protein toksin dan berbagai macam antibodi.

Kematian S. litura yang di sebabkan oleh nematoda entomopatogen isolat lokal yaitu adanya bakteri yang ada di dalam tubuh nematoda entomopatogen yang dapat meracuni serangga inang. Hal ini serupa dengan pendapat Uhan (2007) kematian S. litura yang di akibatkan oleh bakteri Xenorhabdus. Bakteri tersebut mulai aktif di dalam tubuh serangga inang pada 24 hari setelah aplikasi (HSA). Gejala serangan yang terlihat pada S. litura tidak di tandai dengan perubahan warna, tetapi pada kutikula terlihat memudar karena rusaknya jaringan menjadi cairan. Rusaknya jaringan tubuh yang di akibatkan pengaruh bakteri simbion Xenorhabdus yang mengeluarkan toksin sehingga menyebabkan paralisis pada serangga yang di ikuti dengan kematian serangga inang.

(51)

Bakteri Xenorhabdus ini menghasilkan toksin dan dapat memproduksi enzim protease ekstraseluler. Hal ini pernah di teliti oleh Simoes dan Rosa (1996) menyatakan bahwa nematoda entomopatogen Steinernema spp. mempunyai bakteri simbion yang mengandung enzim dan toksin, di dalam tubuh Steinernema spp. Bakteri simbion menghasilkan enzim ekstraseluler Protease, Lipase, Lechitinase, DNAase, Phosphatase serta Lipo Poli Sakarida yang dapat merusak sel darah di dalam tubuh serangga inang. S. litura mempunyai senyawa anti bakteri sendiri yang dapat melawan nematoda. Apabila nematoda berhasil menghancurkan senyawa anti bakteri yang di produksi oleh serangga maka nematoda akan behasil mencapai heamocoel dan berkembang menjadi dewasa di dalam heamocoel. Senyawa anti bakteri di hancurkan oleh enzim ekstraseluler yang di lepaskan oleh nematoda bersamaan pada saat nematoda melakukan penetrasi.

(52)

96,9 persen selama empat hari setelah aplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi 1.600 IJ/ml Steinernema spp. yang di berikan pada hama ordo Lepidoptera mencapai tingkat mortalitas yang tertinggi selama empat hari setelah aplikasi.

Nematoda Steinernema spp. menginfeksi serangga melalui lubang – lubang alami seperti mulut, spirakel, kutikula dan anus. Hal ini pernah di teliti oleh Sulistyanto (2006) bahwa nematoda entomopatogen mempenetrasi serangga inang dengan dua cara yaitu: mempenetrasi secara langsung melalui kutikula kedalam haemocoel larva masuk melalui lubang – lubang alami seperti mulut, anus, dan spirakel. Demikian juga dengan pendapat Mery (2010) menyatakan, bahwa spirakel merupakan salah satu jalan utama masuk nematoda entomopatogen untuk mempenetrasi tubuh serangga.

Setelah larva S. litura terinfeksi Steinernema spp. maka gejala yang di timbulkan yaitu: kemampuan makannya mulai berkurang, semakin lama daya tahan tubuh larva semakin lemah dan tubuh larva berwarna coklat kehitaman tetapi tubuh larva tetap utuh, apabila di pegang tubuh larva terasa lembek tetapi tidak berbau busuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Amelia dan Nurma (2006) bahwa serangga inang yang terinfeksi Steinernema spp. maka tubuh larva akan di tandai dengan warna tubuh menjadi coklat kehitaman, tubuhnya lembek dan mengeluarkan cairan tetapi tidak berbau busuk.

(53)

terserang nematoda entomopatogen dalam jangka lebih lama serangga inang terlihat kering dan tinggal kutikulanya saja. Jika di bedah di bawah mikroskop maka akan nampak Steinernema spp. yang berada di dalam tubuh serangga inang.

(54)

V. KESIMPULAN

KESIMPULAN

1. Media kuning telur diketahui bisa digunakan sebagai media alternatif pembiakan atau perbanyakan nematoda entomopatogen Steinernema spp. 2. Tingkat kematian larva S. litura akibat serangan nematoda entomopatogen

Steinernema spp. yang tertinggi adalah 90% pada konsentrasi 800 IJ/ml pada hari ke 4 setelah aplikasi.

SARAN

Nematoda entomopatogen Steinernema spp. hasil biakan dari media kuning telur adalah agensia hayati yang optimal untuk mengendalikan serangga hama dari ordo Lepidoptera. Nematoda entomopatogen Steinernema spp. hasil biakan media kuning telur yang di lakukan di laboratorium perlu dilakukan pengujian lanjutan dalam skala green house atau di lapang.

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Abel. 2010. Ulat Grayak Spodoptera litura F. http://ditlin.hortikultura. deptan.go.id/index.php? option=com_wrapper&Itemid=204. Aisah. 2009. Manfaat Kuning Telur.

http://www.indowebster.web.id/archive/index.php/t-16779.html

Amelia & Nurma, 2006. Invektifitas Nematoda Entomopatogen Steinernema. Anaf, 2009. Steinernema carpocapsae Sistematik dan Penyebarannya.

Bloger.comSofa.

Anonim. 1981. Pertumbuhan Tanaman Sawi. Sumber : Direktorat Gizi, Dep.Kes.RI.

______, 1999. Oriental Leafworm moth (Noctuidae Amphipyrinae Spodoptera litura - Fabricius)

______, 2008. Melawan Hama dengan Nematoda.

______, 2009. Hunter Region school of photography. New South Wales, Australia

______, 2010. NPS (Nematoda Patogen Serangga) Biopestisida.

File;///F:BELUM/nps-nematoda-patogen-serangga.biopestisida html

______, 20011.insect-pathogenic Nematodes - Beneficials for insect pest control. Jerman.

Akhdiya, A. 2008. Toksisitas Bakteri Simbion Nematoda Patogen Serangga Terhadap Larva Ulat Hongkong. Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Ayu, R, D. 2010. Budidaya Sawi Semi Organik. Blog mahasiswa Universitas Brawijaya.

(56)

Chaerani, Nurbaeti B. 2007. Uji Efektivitas Nematoda Entomopatogen

(Rhabditida: Steinernema dan Heterorhabditis) Sebagai Musuh Alami Non-Endemik Penggerek Batang Padi Kuning (Scirpophaga incertulas). Vot. 7, No. 2: 71 - 79, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen),

Edi, S , Yusri, A. 2009. Budidaya Sawi Semi Organik. Balai Pengkajian

Teknologi PertanianJambi Jl. Samarinda Kotabaru Jambi, Jl. Jambi Palembang Km.16 Desa Pondok Meja, Kec. Mestong, Kab.Ma.Jambi. e-mail:bptp-jambi@litbang.deptan.go.id bptp_jambi@yahoo.com.

Fedrianto, Y , Riyanto S. 2009. Pestisida Kimia dan Alami. Universitas BRAWIJAYA.

Mhtml://H:\Go%20organic%202010_%20Desember%2020009.mht ______. 2009. Pestisida Kimia dan Alami. Universitas BRAWIJAYA.

Mhtml://H:\Go%20organic%202010_%20Desember%2020009.mht Hartati, S. 2009. Biologi Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) pada

Tanaman Kedelai dengan Dosis Pupuk Nitrogen yang Berbeda. Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Jurusan Perlindungan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu

Hartoyo, D. 2009. Budidaya Sawi Brassica sp.

http://www.sinartani.com/budidaya/budidaya-sawi-putih-1278904700.htm

Indriani, D. 2009. Potensi Patogen Seranggan dalam Pengendalian Hama Penggerek Buah Kapas Helicoverpa Armigera Huber. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.

Johnson. 2003. Applied and Environmental. Mikrobiology. Agriculture and Life Sciences of the University Of Wisconsin.

Kaya, H. K. 1985. Susceptibility of Early Larval Stages of Pseudalutia Unipuncta and Spodoptera Exigua to the Entomogenus on Entomopathogenic Nematodes Steinernema spp. Journal of Invertebrate Phatology.

Kaya, H. K & Koppenhofer, AM. 1996. Efeect of Microbial and Other Antagonistic Organism and Competition on Entomopatogenic Nematodes. Biocontrol Science and Technology.

(57)

Kornia, E. 2011. Pengembangan dan Pemanfaatan Agensia Pengendali Hayati (APH) Terhadap Hama. Balai Pertanian Jawa Timur.

Marwoto & Suharsono. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabricius) pada Tanaman Kedelai. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang 65101.

Margiyanto, E. 2007. Budidaya Tanaman Sawi. Bantul. Mery, E. 2010.Budidaya Tanaman Sawi. Jogdjakarta.

Nugrohorini, Windriyanti. 2009. Produksi Biopestisida Nematoda Entomopatogen Isolat Lokal dengan Teknik Invitro Sebagai Pengendali Hama Tanaman Kedelai (Spodoptera sp). di Desa Jotngan Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

Pabbage, Adnan, dan Pratiwi. 2006. Pengelolaan Hama Prapanen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Ratnaningrum C, A. 2008. Teknik Formulasi dan Penyimpanan Bakteri Nematoda Entomopatogen Xenorhabdus spp. dan Photorhabdus luminescens Sebagai Agensi Pengendali Hayati Plutella xylostella DAN Crocidolomia binotalis Pada Kubis. . Ilmu Hama dan Penyakit Universitas Jember.

Rauf, A. 1999. Dinamika Populasi Spodoptera exigua (Hubner Lepidoptera Noctuedae) pada Pertanaman Bawang Merah diDataran Rendah. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Insitut Pertanian Bogor.

Santoso, U. 2009. Biologi Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) pada TanamanKedelai dengan Dosis Pupuk Nitrogen yang Berbeda. Universitas Bengkulu.

Sanjaya, Y. 2005. Infektivitas Nematoda Entomopatogen Heterorhabditas sp Terhadap Infektivitas Cyllodes bifacies Walker (Coleoptera: Nitidulidae). Tropika. Vol 13, No 2.

Schroeder, W. J.1987. Laboratory Biossays and Fild Trials of Entomogenoes Nematodes for Control of Diaprepes Abbreviatus (Coleoptera:Curculionidae) in Citru.

(58)

Subagiya, 2005. Pengendalian Hayati dengan Nematoda Entomogenus Steinernema carpocapsae (ALL) Strain Lokal Terhadap Hama Crocidolomia binotalis Zell. Di Tawang Mangun. Jurusan Agronomi Surakarta.

Silihi, J, M. 2010. Hama Ulat Grayak Spodoptera Litura ditanaman Umbi. Arsip Blog.

Sulistyanto D. 2009. Pengenalan Nematoda Entomopatogen Sebagai Agensia Hayati Organisme Pengganggu Tanaman yang Berwawasan Lingkungan. Study Lapangan Peserta Pendidikan Ketahanan Nasional Pemuda

(TANNASDA), 2-4.

______, 2006.Entomotoksin Kompleks Nematoda Entomopatogen. Puslit Biologi Molekuler Biogen Bogor.

Suryadi, Y. 2008. Deeteksi Bakteri Simbion – Nematoda Entomopatogen Xenorhabdus Penghasil Toksin dengan Antibodi Poloklonal. Deptan Biokimia Biogen Bogor

Soeyoko. 1999. Spesifisitas Antibodi Monoklonal Anti Protein Ekskretori-

Sekretori Blugia Mala Terhadap Protein Nematoda. Universitas Gadjah mada Yogyakarta. Vol. 31, No 2. Juni 1999.

Uhan, T. S. 2008. Keefektifan Nematoda Entomopatogen Steinernema

carpocapsae (Rhabditida:Steinernematidae) Isolat Lembang terhadap Mortalitas Larva Agrotis ipsilon Hufn. (Lepidoptera:Noctuidae) pada Tanaman Kubis di Rumah Kaca. Vol. 18 No. 2, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Jl. Tangkuban Parahu No. 517 Lembang, Bandung 40391.

_____, 2008.Kemangkusan Nematoda Entomopatogen Steinernema Carpocapcae Terhadap Hama Penggerek Umbi atau Daun Phthorimaea Operculella Zell. Balai Penelitian Tanaman Sayur Bandung.

_____, 2007. Niofikasi Beberapa Isolat Nematoda Entomopatogenik Steinernema spp. Terhadap Spodoptera litura Fabricius pada Tanaman Cabai di Rumah Kaca. Balai Penelitian Tanaman Syuran.

Wales, J. 2011. Nematoda. http://id.wikipedia.org/wiki/Nematoda

Wartono. 2009. Pertumbuhan Bakteri Photohabdus luminescens pada Berbegai Media dan Produksi Eksotoksin Sebagai Rcun Serangga. Balai Besar Teknologi Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

(59)

Yaksan, A. 2010. Hama Tanaman Kedelai. Bloger.

Zunida. 2011. Hama – Hama Penting Tnaman Sayuran Famili Brassicaceae dan Cuurbitaceae. Bloger

Zahro’in E. 2008. Eksplorasi BBP2TP Surabaya Temukan NEP Isolat Tulungagung Ampuh Kendalikan Serangan Lepidiota stigma. Desa Tapan Kec. Kedungwaru Kab. Tulungagung

Gambar

Gambar 1.  Telur S. litura (Anonim, 2008)
Gambar 4.  Morfologi Spodoptera litura. (Anonim, 1999) (a) Pupa (b) Imago Jantan (c) Imago Betina
Gambar 5. Morfologi nematoda Steinernema spp. (Anonim 2011)
Gambar 6.  Siklus Hidup Jufenil Infektif Instar Dua Steinernema spp.          (Fedriyanto dan Riyanto, 2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Pengaruh Kepadatan Populasi Nematoda Entomopatogen Terhadap Hama Plutella xylostella L.. Pada Tanaman Kubis ( Brassica

pada tanaman tembakau ( Nicotiana tabacum L.) dan ada perbedaan mortalitas dari waktu ke waktu setelah pemberian berbagai konsentrasi larva nematoda Steinernema

Perlakuan yang diuji yaitu 6 tingkat kepadatan populasi Juvenil Infektif (JI) nematoda Steinernema spp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kepadatan populasi

Beda uji rataan pengaruh tingkat kepadatan populasi Juvenil Infektif (JI) nematoda Steinernema spp.. terhadap persentase

Judul : Potensi Jamur Entomopatogen Untuk Mengendalikan Hama Ulat Grayak ( Spodoptera Litura F.) (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau Di Rumah Kasa.. Nama :

Hypothenemus hamperi ( Ferr. ) , hama penggerek buah kopi merupakan hama utama pada tanaman kopi. Nematoda Entomopatogen

Pada Tabel 3, terlihat bahwa dengan konsentrasi 300 JI/ml pada Steinernema spp isolat NTB 30, NTB 31, NTB 32, ML 1, ML 2, dan ML 3, waktu yang dibutuhkan untuk membunuh larva

Bahan yang digunakan antara lain formula serbuk/granuler dan spon/cair nematoda entomopatogen Steinernema carpocapsae hasil pembiakan massal laboratorium Pengendalian