• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Produksi dan Harga Cabe Merah Indonesia

Berdasarkan Pusdatin (2015), ketersedian produksi cabe merah domestik hampir mencukupi seluruh permintaan cabe merah di dalam negeri. Lebih dari 99 persen kebutuhan dalam negeri mampu disuplai oleh produksi domestik. Produsen utama cabe merah di Indonesia didominasi oleh provinsi-provinsi di pulau Jawa dengan kontribusi rata-rata 53.43 persen dari total produksi nasional (periode

Rp π1 : Rp π2 Rp π1 : Rp π1 Rp π2 : Rp π1 Rp π2 : Rp π2 Pengecer 1 Harga pasar Harga rendah Pengecer 2 Harga pasar Harga rendah Pengecer 2 Harga pasar Harga rendah

27 2010-2014). Berdasarkan rata-rata produksi tahun 2010-2014, Provinsi Jawa Barat merupakan produsen terbesar cabe merah di Indonesia dengan kontribusi sebesar 22.54 persen, kemudian diikuti oleh Sumatera Utara dengan kontribusi 18.15 persen, Jawa Tengah 14.71 persen serta wilayah lain seperti Jawa Timur, Sumatera Barat, Aceh dan Bengkulu dan daerah lain dengan proporsi yang lebih kecil.

Sumber : Pusdatin 2015

Gambar 8 Kontribusi produksi cabe merah di beberapa provinsi sentra di Indonesia, rata-rata tahun 2010-2014

Produksi cabe merah selama periode 2010-2014 selalu mengalami peningkatan dengan produksi bulanan yang cenderung fluktuatif. Perkembangan produksi bulanan dapat dilihat pada Gambar 9. Panen cabe merah terbesar selama tahun 2012 berada pada bulan Februari dengan jumlah panen 998 ton dan terendah berada di bulan Desember dengan jumlah 628 ton. Pada tahun 2013 panen puncak berada pada bulan Mei (988 ton) dan terendah di bulan November (658 ton). Panen puncak di tahun 2014 terjadi pada bulan Juni dengan jumlah 996 ton dan terendah terjadi di bulan November dengan jumlah 695 ton. Sementara itu, permintaan cabe merah berasal dari rumah tangga dan industri makanan. Menurut hasil SUSENAS dalam Pusdatin (2015) konsumsi cabe merah relatif stabil dengan jumlahkonsumsi 1.51 kg/kapita/tahun.

Ton

Sumber: Pusdatin 2015

Gambar 9 Perkembangan produksi bulanan cabe merah di Indonesia 2012-2014

Jaw a Barat 22.54%

Sum at era Ut ara 18.15% Jaw a Tengah

14.71% Jaw a Tim ur

9.66% Sum at era Barat

5.62% Aceh 4.42% Bengkulu 4.05% Lainnya 20.85% 200 400 600 800 1 000 1 200

28

Seiring dengan jumlah produksi yang berfluktuasi, harga cabe merah baik ditingkat produsen, grosir, maupun pasar eceran juga berfluktuasi. Pola pergerakan harga cabe merah cenderung berbeda setiap tahun di sepanjang tahun pengamatan (Gambar 10). Pada tahun 2012, fluktuasi pergerakan harga cabe merah memiliki kecenderungan menurun dengan koefisien variasi harga di tingkat konsumen 24.92 persen. Harga konsumen tertinggi terjadi di awal tahun yaitu sekitar Rp 38 600 per kg (harga eceran) dan terendah Rp 12 500 per kg terjadi di akhir tahun. Sebaliknya pola fluktuasi harga pada tahun 2013 memiliki kecenderungan meningkat. Tingkat harga terendah terjadi di awal tahun yaitu Rp 18 100 per kg, pada periode berikutnya harga bergerak naik hingga mencapai Rp 41 000 per kg. Harga di periode ini lebih stabil dari tahun sebelum dan tahun setelahnya dengan koefisien variasi harga di pasar konsumen 23.46 persen.

Pada tahun 2014 fluktuasi harga cabe merah lebih tinggi dari sebelumnya dengan koefisien variasi harga konsumen sebesar 61.49 persen. Pola pergerakan harga cenderung menurun di pertengahan tahun pertama dan meningkat tajam pada pertengahan tahun berikutnya. Pada awal tahun harga tertinggi di pasar eceran berada pada level Rp 42 000 per kg sedangkan di akhir tahun mencapai Rp 80 000 per kg sementara pada pertengahan tahun harga berada pada kisaran Rp 15 000 per kg. Pergerakan harga yang berfluktuasi sejalan dengan naik turunnya hasil panen cabe merah di sepanjang periode tersebut.

Sumber: Disperta Jabar 2014, PIKJ 2014, Kemendag 2014

Gambar 10 Perkembangan harga dan margin pemasaran cabe merah di sentra produsen, grosir dan konsumen 2012-2014

Disparitas harga antar pasar yang merupakan margin pemasaran antara harga cabe merah produsen-grosir dan grosir-konsumen selama periode Januari 2012 sampai Mei 2013 relatif stabil. Pada periode tersebut margin pemasaran rata- rata harga produsen-grosir Rp 3 800 per kg dan margin rata-rata harga grosir- konsumen Rp 7 500 per kg. Pada periode selanjutnya, margin pemasaran pada kedua hubungan pasar relatif lebih besar dan cenderung fluktuatif. Setelah Mei 2013 hingga Desember 2014 margin pemasaran rata-rata harga produsen-grosir

10 000 20 000 30 000 40 000 50 000 60 000 70 000 80 000 90 000 Ja n -1 2 M a r- 1 2 M a y -1 2 Ju l- 1 2 S e p -1 2 N o v -1 2 Ja n -1 3 M a r- 1 3 M a y -1 3 Ju l- 1 3 S e p -1 3 N o v -1 3 Ja n -1 4 M a r- 1 4 M a y -1 4 Ju l- 1 4 S e p -1 4 N o v -1 4 HK-HG HG-HP HK HG HP Rp / kg

29 meningkat menjadi Rp 6 400 per kg dan margin rata-rata harga grosir-konsumen Rp 8 800 per kg.

Berdasarkan nilai koefisien variasi harga cabe merah pada masing-masing tingkat pasar selama periode 2012-2014 diketahui bahwa harga di tingkat produsen mengalami fluktuasi yang paling tinggi dengan nilai 46.9 persen (Tabel 1). Koefisien variasi harga konsumen sebesar 31.6 persen menunjukkan bahwa harga di tingkat pasar konsumen cenderung lebih stabil dibanding di tingkat pasar hulunya. Tingginya fluktuasi harga di tingkat produsen disebabkan oleh faktor produksi yang berfluktuasi dengan sifat cabe merah yang cepat rusak dan tidak tersedianya fasilitas penyimpanan. Kadar air yang masih tinggi di tingkat petani menyebabkan cabe merah lebih cepat busuk. Sedangkan di tingkat konsumen pasokan cabe merah lebih stabil dan kualitas cabe merah telah lebih bagus karena telah melalui pensortiran di pasar induk.

Tabel 1 Deskripsi statistik harga cabe merah mingguan di tingkat produsen, grosir, dan konsumen dari Januari 2012 sampai Oktober 2014

Variabel Obs Harga real Logaritma natural

Rata-rata Std dev CVa Rata-rata Std dev CVa Produsen 136 12 497 5 868 46.9 9.32 0.50 5.42 Grosir 136 17 146 7 481 43.6 9.66 0.43 4.46 Konsumen 136 25 678 8 110 31.6 10.11 0.30 2.99

Transmisi Harga Cabe Merah Di Indonesia Uji Stasioneritas Data (Unit Root Test)

Uji stasioneritas data Augmented Dickey Fuller (ADF Test) diperlukan untuk memastikan kekonsistenan pergerakan data agar terhindar dari spurious regression pada analisis data time series. Uji stasioneritas data dilakukan terhadap variabel harga cabe merah produsen (HP), harga cabe merah grosir (HG), harga cabe merah konsumen (HK). Berhubung data memiliki kecenderungan gelombang yang tidak sama spesifikasi model yang dipilih adalah model dengan konstanta tanpa tren. Hasil pengujian ditampilkan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2 Hasil uji stasioneritas data

Variabel Nilai ADF Test

Level Fisrt Difference

HP -3.427* -12.580

HG -2.382 -8.960*

HK -2.502 -11.232*

Keterangan: *Stationer pada taraf 5 persen

Hasil uji stasioneritas menunjukkan bahwa data harga cabe merah grosir dan harga cabe merah konsumen tidak stasioner pada level kerena memiliki nilai ADF Test kurang dari test critical values pada taraf nyata 1 persen, 5 persen, dan 10

30

persen. Akan tetapi, setelah dilakukan pengujian pada first difference semua variabel telah stasioner pada tingkat yang sama. Hasil ini sejalan dengan penelitian-penelitian produk pertanian lain diantaranya seperti Acquah dan Dadzie (2010), Obayelu dan Alimi (2013), Sahara dan Wicaksena (2013), dan Jubaedah (2013) bahwa data pada produk pertanian pada umumnya tidak stasioner namun stasioner pada first difference atau tahap order.

Pengujian Kointegrasi

Berdasarkan uji stasioneritas ADF Test sebelumnya bahwa adanya data yang tidak stasioner pada level namun stasioner pada first difference menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antar variabel, sehingga perlu dilakukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi pada integrasi pasar adalah untuk melihat signifikasi hubungan linear secara statistik antara variabel, sehingga dapat dipastikan bahwa regresi persamaan yang di analisis menjadi meaningful dan terhindar dari spurious regression. Apabila terdapat kointegrasi dapat dikatakan bahwa variabel-variabel yang dianalisis mempunyai hubungan jangka panjang (long run equilibrium) atau dengan kata lain terkointegrasi pada derajat satu. Hasil uji Johanssen Cointegration Test disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Johanssen Cointegration Test

Variabel Hipotesis nol Trace Statistic CV=5 persen Max-Eigen Statistic CV=5 persen HP-HG None* At most1 25.766 0.007 12.320 4.130 25.759 0.007 11.225 4.123 HG-H None* At most1 28.126 6.669 20.262 9.165 21.457 6.669 15.892 9.165 HP-HK None* At most1 24.227 6.748 20.262 9.165 17.479 6.748 15.892 9.165 Keterangan : Tanda (*) berarti H0ditolak

Berdasarkan hasil uji kointegrasi dapat dilihat bahwa nilai trace statistic dan maximum eigenvalue pada r=1 lebih besar dari crital value dengan tingkat signifikansi 5 persen, sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada kointegrasi ditolak dan hipotesis alternatif yang menyatakan ada kointegrasi tidak ditolak. Sehingga dapat dikatakan pada seluruh variabel terdapat hubungan jangka panjang signifikan dengan spesifikasi model yang digunakan adalah no deterministic trend dan lag 1. Berdasarkan uji kointegrasi dapat dikatakan bahwa pasar cabe merah telah terintegrasi secara vertikal. Akan tetapi pasar yang terkointegrasi tidak menjamin bahwa integrasi antar pasar terjadi secara sempurna. Untuk itu perlu dilakukan analisis transmisi harga lebih lanjut.

Uji Kausalitas

Sebelum melakukan analisis transmisi perlu dilakukan uji kausalitas untuk melihat hubungan antara pasar. Sehingga, dapat diketahui pasar mana yang mempengaruhi pembentukan harga pada rantai pemasaran cabe merah, apakah di pasar produsen, grosir, maupun eceran. Untuk melihat arah transmisi harga vertikal, maka uji kausalitas dilakukan terhadap tiga tingkat lembaga pemasaran cabe merah tersebut. Hasil uji kausalitas disajikan pada tabel berikut:

31 Tabel 4 Hasil Granger causality test

Hubungan F-statistic Prob.

HP - HG 0.813 0.369 HG - HP 26.391 1.E-06* HG - HK 41.753 2.E-09* HK - HG 3.186 0.076 HK - HP 0.944 0.333 HP - HK 6.665 0.011*

*Signifikan pada taraf nyata 5 persen

Berdasakan hasil uji kausalitas Granger di atas, dengan tingkat signifikan pada taraf 5 persen dapat dikatakan bahwa pada rantai pemasaran cabe merah, harga di tingkat grosir mempunyai kekuatan mempengaruhi harga di pasar produsen dan konsumen. Hubungan antara harga produsen dan harga grosir berlansung secara satu arah. Harga grosir mempengaruhi harga di tingkat produsen akan tetapi harga produsen tidak berpengaruh signifikan terhadap harga grosir. Hal ini sejalan dengan fakta di lapangan bahwa harga yang berlaku di tingkat petani berdasarkan pada harga di pasar induk/grosir bukan sebaliknya.

Uji kausalitas variabel harga konsumen menunjukkan bahwa harga grosir dan harga produsen berpengaruh signifikan terhadap harga konsumen, sementara harga konsumen tidak berpengaruh terhadap harga di kedua pasar tersebut. Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa pedagang pengecer menetapkan harga jual cabe merah berdasarkan harga beli dari pasar induk. Ketika harga grosir naik biasanya harga di tingkat produsen dan konsumen juga turut naik dan sebaliknya. Hasil uji kausalitas antara produsen dan konsumen dalam penelitian ini sejalan dengan penelitian Acquah dan Dadzie (2010) pada hubungan grosir dan pasar konsumen, sedangkan dengan penelitian Sahara dan Wicaksena (2013) menujukkan hasil yang berbeda. Dengan menggunakan data harga bulanan pada penelitian tersebut harga produsen dan harga konsumen mempunyai hubungan jangka panjang dua arah.

Hasil Estimasi Asymmetric Error Corection Model (AECM)

Analisis transmisi dimaksudkan untuk melihat apakah terdapat transmisi harga asimetris (asymmetric price transmission) pada rantai pemasaran cabe merah dengan menggunakan data harga mingguan yang lebih spesifik dibanding data yang digunakan peneliti sebelumnya. Ketika transmisi harga terjadi secara simetris, kenaikan atau penurunan harga cabe merah di pasar acuan akan direspon secara sama oleh pasar pengikut baik dari sisi kecepatan maupun dari besarannya. Sebaliknya, jika transmisi terjadi secara asimetris perubahan kenaikan dan penurunan harga pasar acuan akan direspon secara berbeda oleh pasar pengikut. Transmisi harga asimetris mengindikasikan adanya ketidakefisienan dalam rantai pemasaran cabe merah yang menurut Vavra dan Goodwin (2005), Meyer dan von Cramon-Taubadel (2004) umumnya disebabkan oleh adanya perilaku pasar yang tidak kompetitif (penyalahgunaan market power) pada rantai pemasaran cabe merah.

Untuk menganalisis transmisi harga asimetris pada integrasi pasar cabe merah menggunakan pendekatan model dinamis Asymmetric Error Correction Model (AECM) yang dikembangkan Von Cramon-Taubadel dan Loy (1996).

32

Model ini memisahkan antara transmisi jangka pendek dan jangka panjang. Transmisi harga asimetris jangka pendek dan jangka panjang dilihat berdasarkan nilai koefisien variabel bebas dan nilai koefisien ECT. Jika identik dapat dikatakan terjadi transmisi harga asimetris pada rantai pemasaran cabe merah. Koefisien ECT pada model menggambarkan kondisi ketidaksesuaian harga di salah satu level dengan harga keseimbangannya. ECT+ menggambarkan kondisi penyimpangan harga saat berada di atas garis keseimbangan jangka panjang, yaitu ketika penurunan harga cabe merah di pasar acuan tidak diikuti dengan penurunan harga di pasar pengikut. ECT- menggambarkan kondisi penyimpangan harga saat berada di bawah garis keseimbangan jangka panjang, yaitu ketika kenaikan harga cabe merah pasar acuan tidak diikuti dengan kenaikan harga pasar pengikut. Pergerakan harga dapat dikatakan berada pada garis keseimbangannya apabila kenaikan dan penurunan harga di salah satu level diikuti secara simetris oleh pasar lainya.

Berdasarkan hasil uji kausalitas sebelumnya, model asimetris penelitian ini terdiri dari tiga bagian yaitu antara harga grosir dengan harga produsen, harga grosir dengan harga konsumen dan harga produsen dengan harga konsumen. Uji transmisi pada ketiga hubungan pasar bersifat satu arah. Hasil uji asimetris penelitian ini disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil estimasi model asimetris transmisi harga pada saluran pemasaran cabe merah Variabel Grosir Produsen Variabel Grosir Konsumen Variabel Produsen Konsumen Konstanta 0.037 (0.365) Konstanta -0.015 (0.430) Konstanta -0.034 (0.067) HPt1 0.083 (0.525) HKt1 0.117 (0.342) HK  1 t -0.044 (0.734) HPt1 -0.157 (0.219) HKt1 -0.407* (0.003) HK  1 t -0.046 (0.769) HGt 0.437* (0.028) HGt 0.385* (0.000) HP  t 0.332* (0.000) HGt 0.922* (0.000) HGt 0.252* (0.003) HP  t 0.169* (0.002) HGt1 0.098 (0.660) HGt1 0.141 (0.164) HP  1 t (0.026) 0.139* HGt1 0.286 (0.180) HGt1 0.261* (0.008) HP  1 t 0.076 (0.188)

ECT+ -0.540* (0.000) ECT+ -0.406* (0.001) ECT+ (0.332) -0.100 ECT- (0.013 ) -0.369* ECT- (0.109) -0.200 ECT-

-0.287* (0.005)

R2-adj 0.427 R2-adj 0.510 R2-adj 0.395

p-value Hasil Uji Wald: F-statistic 0.677 (0.412) 1.010 (0.317) 1.192 (0.277) Keterangan: *signifikan pada taraf 5 persen

33 Pada Tabel 5 variabel sebelum tanda panah menunjukkan pasar acuan dan variabel setelah tanda panah menunjukkan pasar pengikut (endogen). Pertama, akan dibahas terlebih dahulu model asimetris antara harga grosir dengan harga produsen. Hasil uji transmisi harga antara pasar grosir dengan pasar produsen berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa pada jangka pendek perubahan kenaikan dan penurunan harga grosir direspon secara berbeda di tingkat produsen. Sedangkan perubahan harga grosir dan harga konsumen periode sebelumnya menunjukkan nilai yang tidak signifikan, sehingga dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap harga cabe merah produsen. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa perubahan harga cabe merah di tingkat produsen secara signifikan disebabkan oleh perubahan harga grosir dalam periode yang sama.

Transmisi harga grosir dengan harga produsen jangka panjang dapat dilihat dari nilai ECT+ dan ECT- yang menunjukkan nilai yang signifikan dan keduanya bertanda negatif. Nilai koefisien ECT+ menunjukkan bahwa pada saat penyimpangan harga di atas garis keseimbangan yaitu saat harga di produsen tidak ikut turun ketika harga grosir mengalami penurunan, maka setelah 6.5 bulan harga di produsen akan menyesuaikan dengan harga grosir. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke garis keseimbangannya lebih kurang 6.5 bulan. Sedangkan nilai ECT- menunjukkan bahwa apabila terjadi penyimpangan (kenaikan harga grosir tidak diikuti oleh kenaikan harga produsen), maka setelah lebih kurang 4 bulan harga produsen juga akan ikut naik menyesuaikan dengan harga grosir.

Untuk memastikan apakah perbedaan koefisien variabel positif dan negatif pada variebel independent signifikan maka dilakukan pengujian Wald test. Hasil uji Wald test merupakan ukuran keidentikan antara koefisien shock positif dan shock negatif model asimetris dinamis. Hasil uji Wald koefisien model asimetris harga grosir dengan harga produsen disajikan sebagai berikut:

Tabel 6 Hasil uji Wald model asimetris harga grosir dengan harga produsen

Hipotesis Nol (H0) F Statistik Probabilitas

HG-t ECT+ = =  HG +t ECT- 2.157 0.677 0.144 0.412

Hasil uji Wald antara harga grosir dan produsen menunjukkan nilai shock positif dan shock negatif variabel independent tidak signifikan yang berarti bahwa dalam jangka pendek tidak terdapat asimetris transmisi harga antara pasar grosir dengan pasar produsen. Hasil uji koefisien ECT+ dan ECT- juga menunjukkan tidak terdapat asimetris transmisi pada harga cabe merah grosir dengan produsen. Meskipun secara deskriptif hasil estimasi model asimetris menunjukkan adanya perbedaan respon antara koefisien shock harga grosir positif dengan negatif serta koefisien ECT positif dan negatif, namun secara statistik tidak menunjukkan tanda yang signifikan. Sehingga dapat dikatakan transmisi antara harga grosir dengan harga produsen jangka pendek dan jangka panjang secara statistik adalah simetris. Kesimpulan hasil berdasarkan uji Wald ini berbeda dengan penelitian Firdaus dan Gunawan (2012) dan Jubaedah (2013) yang menyimpulkan antara pasar grosir PIKJ denga pasar sentra produsen kususnya Jawa Barat tidak terjadi integrasi pasar. Perbedaan hasil temuan ini kemungkinan disebabkan oleh periode

34

data dan sumber data yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan data bulanan periode data sebelum tahun 2012. Sumber data harga produsen berasal dari Badang Pusat Statistik. Sedangkan penelitian ini mengunakan data mingguan dari Januari 2012 sampai September 2014 dengan sumber data harga produsen berasal dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat.

Hasil uji asimetris kedua adalah antara harga cabe merah pasar grosir dengan harga di pasar konsumen. Berdasarkan Tabel 5, pada transmisi harga jangka pendek perubahan harga grosir periode t positif dan negatif menunjukkan nilai yang signifikan. Kenaikan dan penurunan harga grosir periode yang sama ditransmisikan ke produsen secara berbeda. Shock negatif harga grosir periode sebelumnya menunjukkan nilai yang signifikan namun shock positif tidak menunjukkan tanda yang signifikan. Hal ini berarti jika harga grosir periode sebelumnya mengalami penurunan, harga cabe konsumen saat ini juga ikut turun. Jika harga grosir periode sebelumnya mengalami kenaikan, harga konsumen saat ini tidak akan terpengaruh. Shock negatif harga konsumen periode sebelumnya menunjukkan nilai yang signifikan dengan tanda negatif, sedangkan shock positifnya tidak signifikan. Hal ini berarti, jika harga konsumen periode sebelumnya turun, harga periode sekarang akan kembali bergerak naik. Akan tetapi jika harga konsumen periode sebelumnya naik, maka hal ini tidak ikut mempengaruhi harga konsumen periode sekarang.

Pada model transmisi harga grosir dengan harga konsumen jangka panjang menunjukkan bahwa nilai ECT+ signifikan dan bertanda negatif. Nilai koefisien ECT+ sebesar -0.406 berarti bahwa pada saat penyimpangan harga di atas garis keseimbangan, yaitu saat harga di konsumen tidak ikut turun ketika harga grosir mengalami penurunan, maka setelah sekitar empat bulan lebih harga konsumen akan menyesuaikan dengan harga grosir. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk kembali ke garis keseimbangan lebih kurang 4 sampai 5 bulan. Sebaliknya, nilai ECT- menunjukkan tanda yang tidak signifikan. Apabila terjadi penyimpangan (kenaikan harga grosir tidak diikuti oleh kenaikan harga konsumen), maka penyimpangan tersebut tidak akan kembali pada keseimbangan awal. Dengan kata lain, harga konsumen tidak ikut menyesuaikan terhadap kenaikan harga di tingkat grosir.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Acquah dan Dadzie (2010) dalam menganalisis transmisi harga jagung di tingkat grosir dan retailer di Gana berdasarkan uji asymmetric ECM Von Cramon-Taubadel dan Loy. Kenaikan harga grosir akan direspon lebih cepat oleh harga konsumen dibanding penurunannya. Akan tetapi, untuk memutuskan bagaimana transmisi harga pada hubungan dua pasar dalam penelitian ini akan dilihat berdasarkan uji Wald pada Tabel 7.

Berdasarkan pengujian Wald test model asimetris transmisi harga grosir dengan konsumen menunjukkan bahwa perbedaan shock positif dan shock negatif variabel bebas tidak signifikan. Hal ini berarti meskipun secara deskriptif terjadi perbedaan respon perubahan harga konsumen terhadap perubahan harga grosir, namun secara statistik perbedaan respon tersebut tidak signifikan. Begitu juga dengan hasil pengujian koefisienECT+ dan ECT- menunjukkan tanda yang identik secara statistik. Sehingga dapat dikatakan transmisi harga grosir dan harga konsumen jangka pendek dan jangka panjang bersifat simetris. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Pozo et al. (2013) pada analisis transmisi harga daging

35 sapi grosir dengan retailer di Amerika Serikat namun berbeda dengan penelitian Vavra dan Goodwin (2005). Padahal, kedua penelitian tersebut sama-sama menggunakan model TVEC dalam menguji transmi harga asimetris pada komoditi dan wilyah yang sama, dengan waktu yang berbeda.

Tabel 7 Hasil uji wald test pada model asimetris transmisi harga grosir-konsumen

Hipotesis Nol (H0) F Statistik Probabilitas

HG-t =  HG +t 0.912 0.341

 HG -t-1 =  HG +t-1 0.607 0.437

 HK -t-1 =  HK +t-1 6.295 0.013

ECT+ = ECT- 1.010 0.317

Uji asimetris terakhir adalah antara harga cabe merah produsen dengan harga cabe merah konsumen. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada transmisi harga jangka pendek perubahan harga produsen baik kenaikan maupun penurunannya secara signifikan akan ditransmisikan ke level konsumen secara berbeda. Shock postif harga produsen periode sebelumnya menunjukkan tanda signifikan. Ketika harga produsen periode sebelumnya mengalami kenaikan harga konsumen periode sekarang juga turut naik. Akan tetapi, saat harga produsen periode sebelumnya mengalami penurunan, maka hal tersebut tidak turut menurunkan harga konsumen. Sementara perubahan harga konsumen periode sebelumnya baik positif maupun negatif tidak mempengaruhi respon harga cabe merah konsumen periode sekarang.

Pada transmisi harga jangka panjang, nilai koefisien ECT- menunjukkan bertanda negatif dan signifikan. Nilai koefisien ECT- sebesar -0.287 berarti bahwa pada saat penyimpangan harga di atas garis keseimbangan yaitu saat harga konsumen tidak ikut naik ketika harga produsen mengalami kenaikan, maka setelah sekitar 3 bulan lebih harga konsumen akan ikut menyesuaikan dengan harga produsen. Sedangkan nilai koefisien ECT+ yang tidak signifikan berarti bahwa apabila terjadi penyimpangan (penurunan harga produsen tidak diikuti oleh penurunan harga konsumen), maka penyimpangan tersebut tidak akan dikoreksi oleh harga konsumen, sehingga harga konsumen tidak ikut menyesuaikan terhadap penurunan harga produsen.

Tabel 8 Hasil uji wald test model asimetris transmisi harga harga produsen-harga konsumen

Hipotesis Nol (H0) F Statistik Probabilitas

HP-t = HP +t 3.406 0.067

 HP -t-1 =  HP +t-1 0.500 0.480

ECT+ = ECT- 1.191 0.277

Berdasarkan uji wald test Tabel 8 model asimetris transmisi harga cabe merah produsen dengan harga cabe merah konsumen membuktikan secara statistik bahwa hipotesis nol adanya asimetris transmisi harga cabe merah produsen dengan konsumen ditolak. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa transmisi

Dokumen terkait