• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat fisis produk papan unting yang diuji antara lain kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Hasil produk papan unting ditunjukan pada Gambar 7.

Gambar 7. Papan unting limbah batang kelapa sawit

Kerapatan

Menurut Bowyer et al., (2003) kerapatan adalah massa benda dibagi dengan volume benda tersebut. Gambar 8 menunjukan bahwa nilai rerata kerapatan tertinggi pada produk papan unting yang dihasilkan terdapat pada perlakuan ujung dengan penambahan pengawet boraks 0%. Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran vascular bundle maka semakin sedikit celah yang dihasilkan pada saat proses perekatan jika dibandingkan dengan ukuran vascular bundle yang lebih besar. Dari hasil pengukuran vascular bundle yang telah dilakukan diperoleh data berupa bagian ujung batang kelapa sawit diketahui memiliki ukuran vascular bundle yang lebih kecil yaitu 0,67 mm dibandingkan dengan tengah dan pangkal yaitu 1,3 mm dan 1,43 mm. hal ini sesuai dengan perrnyataan Nuryawan (2011) bahwa ukuran vascular bundle semain keatas maka semakin kecil.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bowyer et al., (2003) menyatakan bahwa perbedaan nilai kerapatan sangat dipengarui oleh tebal dinding sel, jenis kayu, kadar air dan proses perekatan.

Dengan kata lain, bahwa vascular bundle dalam penelitian ini juga berpengaruh terhadap proses perekatan antar partikel penyusun papan komposit sehingga mempengaruhi kualitas kerapatan yang dihasilkan. Selanjutnya Marra (1992) menambahkan, meningkatnya kerapatan berarti meningkatnya kelas kualitas dari produk yang dihasilkan. Terjadinya peningkatan kerapatan disebabkan oleh adanya lapisan perekat yang menghambat masuknya air kedalam pori-pori serta terjadinya padatan sirekat akibat pengempaan sewaktu pembuatan papan unting.

Nuryawan et al., (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan kerapatan adalah adanya spring back atau usaha pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan. Penyesuaian kadar air papan pada saat pengkondisian juga berpengaruh pada kerapatan sehingga kenaikan tebal papan unting pada akhirnya akan menurunkan kerapatan.

Analisis sidik ragam yang disajikan (Lampiran 1) menunjukan bahwa tidak adanya pengaruh segmentasi batang dan penambahan boraks terhadap nilai kerapatan. Namun, kerapatan yang diinginkan dalam penelitian ini sebagian belum sesuai dengan target yang diharapkan sebesar 0,75 g/cm3. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908 – 2003 dan SNI-03-2105, 2006 based

Gambar 8. Grafik rerata Kerapatan papan unting

0

on particleboard, maka nilai kerapatan papan unting yang dihasilkan dalam penelitian ini seluruhnya sudah memenuhi standar yang mensyaratkan kerapatan papan partikel berkisar 0,40 – 0,90 g/cm3. Dengan kata lain, perlakuan segmentasi batang dan penambahan boraks pada papan unting dapat meningkatkan kerapatan tetapi perubahannya tidak signifikan.

Kadar Air

Bowyer et al., (2003), menyatakan kadar air adalah banyaknya kandungan air yang terdapat di dalam kayu dibandingkan berat kering tanur yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan sifat fisis papan unting yang menunjukkan kandungan air papan komposit dalam keadaan setimbang dengan lingkungan sekitarnya. Grafik pengujian kadar air dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Grafik rerata kadar air papan unting

Gambar 9 menunjukan bahwa nilai rerata kadar air terendah terdapat pada segmentasi batang bagian ujung dengan penambahan boraks 0%. Hal ini dikarenakan sifat fisis vascular bundle pada ujung cenderung memilki sifat higroskopis yaitu mudah menyerap dan melepaskan air. Selain itu ukuran vascular bundle pada bagian ujung yang lebih kecil menjadi faktor penentu kerapatan. Semakin kecil ukuran VB maka proses perekatan menjadi lebih baik dikarenakan tidak adanya celah bagi butiran-butiran air yang menjadikan kadar air lebih tinggi. Balfas (2003) menyatakan bahwa sifat higrosopis kelapa sawit yang berlebihan menjadi permasalahan pada saat proses pengolahannya. Selain itu nilai

0

kadar air yang bervariasi lebih dipengaruhi oleh kadar adonan, besar kecilnya tekanan kempa dan cara pengempaan. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kondisi lingkungan juga sangat mempengaruhi kadar air karena papan partikel ini terdiri atas bahan – bahan mengandung lignoselulosa sehingga bersifat higroskopis, sehingga kadar air sewaktu pemakaian dapat berubah sesuai dengan keadaan kelembapan udara sekelilingnya.

Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada lampiran 2 menunjukan bahwa tidak adanya pengaruh nyata segmentasi batang dan penambahan boraks terhadap nilai kadar air. Hasil penelitian ini diperoleh kadar air papan unting berkisar antara 7,16 - 9,8 % jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908-2003 yang digunakan maka nilai kadar air papan unting yang dihasilkan pada penelitian ini sudah memenuhi standar yang mensyaratkan nilai kadar air sebesar 5-13%.

Begitu pula dengan SNI-03-2105, 2006 yang mensyaratkan standar maksimum kadar air tidak lebih dari 14%. Untuk Bristish standard (OSB BS EN 300: 2006) sudah memenuhi standar yang berlaku yaitu tidak lebih dari 12%. Dengan kata lain, kadar air yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh segmentasi batang dan penambahan boraks.

Daya Serap Air

Daya serap air merupakan sifat fisis papan komposit yang menggambarkan kemampuan papan untuk menyerap air setelah direndam dalam air selam 24 jam. Grafik pengujian daya serap air selama 24 jam dapat dilihat

Gambar 10. Grafik rerata nilai daya serap air pada papan unting

Gambar di atas menunjukan bahwa nilai rerata daya serap air terbesar terdapat pada pangkal dengan penambahan boraks 0%. Dapat dilihat pada segmentasi batang bagian pangkal cenderung menyerap air lebih banyak karena ukuran vascular pangkal lebih besar dibandingkan yang lainnya. Sehingga celah antar varcular bundle menjadi lebih besar dan menjadi ruang kosong yang diisi oleh partikel air.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa lama proses perendaman berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Hal ini disebabkan oleh sifat higroskopis yang tinggi pada batang kelapa sawit. Selain itu struktur partikel kelapa sawit juga mengandung selulosa dan senyawa – senyawa lainnya sangat mudah menyerap air.

Menurut Kahfi (2007), disamping sifat adsorbsi air dari bahan baku kayu yang dipergunakan dan ketahanan perekat terhadap air, terdapat faktor lain yang mempengaruhi penyerapan air papan komposit, yaitu:

a. Volume ruang kosong yang dapat menampung air diantara partikel

b. Adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang kosong satu sama lainnya

c. Luas permukaan parikel yang tidak dapat ditutupi perekat, dan d. Dalamya penetrasi perekat pada partikel

Hasil uji sidik ragam pada lampiran 4 menunjukan bahwa faktor penambahan boraks berpengaruh nyata terhadap nilai daya serap air. Hal ini dikarenakan penyerapan air akan terus menerus terjadi karena karena adanya sifat higroskopis yang tinggi yang senantiasa menyerap atau melepaskan uap air sesuai dengan keadaan sekitarnya. Pada JIS A 5908- 2003 yang digunakan nilai daya serap air tidak dipersyaratkan. Begitu juga dengan SNI,BS, dan CSA.

Pengembangan Tebal

Sifat pengembangan tebal papan komposit merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan produk tersebut layak digunakan untuk keperluan eksterior

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

atau interior. Grafik pengujian nilai rerata pengembangan tebal selama perendaman 24 jam dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Grafik rerata nilai pengembangan tebal papan unting

Gambar 11 menunjukan nilai rerata pengembangan tebal terbesar terdapat pada segmentasi batang bagian ujung dengan penambahan boraks 3% sedangkan nilai terendah terdapat pada segmentasi ujung dengan boraks 0%. Hal ini terjadi karena sifat higroskopis yang tinggi ditemukan pada bagian ujung batang kelapa sawit. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hartono (2011) menyebutkan bahwa, daya serap air pada batang bawah cenderung kecil karena pembuluhnya lebih sedikit daripada bagian batang tengah dan ujung. Pada dasarnya pengembangan tebal juga sangat dipengarui oleh lingkungan sekitarnya. Papan unting akan menyesuaikan uap air dengan kadar air lingkungan sekitarnya.

Stabilitas dimensi yang berkualitas amat dipengaruhi oleh pengembangan tebal. Stabilitas dimensi yang rendah disebabkan oleh pengembangan tebal yang tinggi sehingga tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan penggunaan untuk jangka waktu yang lama, karena sifat mekanisnya akan segera menurun secara drastis dalam jangka waktu yang tidak lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamani et al., (2008) yang menyatakan bahwa perekat yang digunakan menutupi permukaan terluar serat, tidak menembus kedalam serat.

Oleh karena itu pada saat direndam air masih masuk melalui ujung-ujung serat ke

0

arah memanjang serat, sehingga menyebabkan pengembangan tebal yang tinggi pada papan.

Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada lampiran 5 menunjukan bahwa pengembangan tebal pada papan unting yang dihasilkan dengan segmentasi batang dan penambahan boraks tidak berpangaruh nyata terhadap pengembangan tebal. Secara keseluruhan hasil uji pengembangan tebal belum memenuhi persyaratan standar nasional Indonesia (SNI-03-2105,2006) dan JIS A 5908: 2003 yang mensyaratkan nilainya tidak lebih dari 25% dan 12%. Untuk british standar BS EN 300:2006 juga belum memenuhi standar yaitu tidak melebihi 15%.

Bowyer et al., (2003) menyatakan bahwa pengembangan tebal papan partikel merupakan hasil kombinasi dari pengembangan bahan baku dalam bentuk partikel dan pengembangan akibat usaha pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan.

Iswanto (2005) juga menjelaskan bahwa penggunaan papan patikel untuk keperluan eksterior maupun interior sangat dipengarui oleh pengembangan tebal.

Apabila pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensinya rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun drastis dalam jangka waktu yang tidak lama.

Pengujian Sifat Mekanis

Pengujian sifat mekanis papan unting yang diuji pada penelitian ini antara lain, Internal bond (Keteguhan rekat), modulus patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE).

Keteguhan Rekat (Internal Bond)

Keteguhan rekat atau Internal bond adalah suatu kekuatan ikatan antar partikel dalam lembaran papan. Keteguhan rekat internal merupakan suatu petunjuk daya tahan papan terhadap kemungkinan pecah atau belah. Data hasil nilai rata-rata pengujian keteguhan rekat internal disajikan pada gambar 13.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 12. Grafik nilai rerata internal bond pada papan unting

Gambar 12 menunjukan bahwa nilai rerata terbesar internal bond yang dihasilkan dalam penelitian ini terdapat pada segmentasi batang ujung dengan penambahan boraks 0%. Hal ini dikarenakan determinasi perekat yang tinggi terjadi pada bagian ujung. Kerapatan yang rendah pada vascular bundle dan sifat higroskopis yang tinggi dapat menyerap perekat lebih maksimal dibandingkan dengan bagian tengah dan pangkal sehingga daya rekatnya lebih tinggi. Terlebih perekat yang digunakan UF yang pada dasarnya adalah (water base). Ruhendi et al., (2007), menyatakan bahwa daya rekat sangat dipengaruhi oleh kekentalan perekat dengan bahan yang digunakan, karena daya rekat dipengaruhi oleh jarak kontak antara bahan yang bersentuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bowyer et al., (2003) yang menyatakan bahwa adanya zat estraktif dapat mengganggu terjadinya kontak antara perekat dengan sirekat dan mengganggu proses pematangan perekat.

Nilai internal bond yang dihasilkan oleh papan unting bervariasi dan nilainya tidak menunjukan perbedaan yang besar. Hasil anlisis sidik ragam menunjukan pada lampiran 6 bahwa tidak berpengaruh nyata segmentasi batang dan penambahan boraks terhadap papan unting yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan dengan standar JIS A 508- 2003 yang digunakan, maka nilai interal bond papan unting yang dihasilkan dalam penelitian ini seluruhnya belum memenuhi standar minimum JIS 5908- 2003 yang ditetapkan untuk papan partikel

0

sebesar 3,1 kg/cm2. Begitu juga dengan SNI 03-2105,2006 dan bristish standart BS EN 300:2006 yang mensyaratkan nilai internal bond 3,26 kg/cm2.

Keteguhan Patah (Modulus of rupture)

Keteguhan patah (MOR) merupakan salah satu sifat mekanis yang menunjukan kekuatan kayu dalam menahan beban. Hasil grafik rerata MOR dapat dilihat pada gambar 13.

Gambar 13. Gafik nilai rerata MOR

Gambar 13 menunjukan bahwa hasil nilai rerata MOR terbesar secara umum terdapat pada bagian segmentasi pangkal. Hal ini dikarenakan vascular bundle pada pangkal memiliki tingkat kerapatan yang tinggi serta sifat higroskopis yang rendah. Semakin tinggi kerapatan maka akan semakin kuat sifat mekanisnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Prayitno & Darmoko (1994) Semakin ke atas dan semakin ke dalam, kadar air dan kandungan parenkim kayu semakin tinggi, sedangkan kerapatannya menurun bahwa berdasarkan posisi batang arah vertikal, nilai MOE dan MOR semakin menurun dari pangkal ke ujung. Hal ini disebabkan karena pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif sehingga dinding selnya relatif lebih tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang sudah tua, kemudian kandungan selulosa dan lignin jaringan ikatan pembuluh pada bagian pangkal lebih tinggi. Semakin banyak sel serabut maka

semakin baik pula sifat mekanis suatu kayu, serta semakin tinggi perbandingan antara lignin dan selulosa semakin meningkat pula kekuatan kayu. Pada posisi batang secara horizontal, berat jenis semakin menurun dari bagian tepi (luar) batang menuju bagian pusat (dalam) batang. Hal ini disebabkan karena pada bagian tepi batang memiliki jumlah vascular bundles yang lebih besar dibanding bagian tengah dan pusat (dalam). Menurut Bakar (2003) bahwa dalam struktur anatomi batang kelapa sawit, bagian pusat batang didominasi oleh jaringan dasar parenkim sedangkan pada bagian tengah dan tepi batang tersusun oleh jaringan pembuluh (vascular bundles) yang berdinding tebal. Malonely(1993) menjelaskan bahwa kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan serta daya ikat dan panjang serat sangat mempengaruhi nilai keteguhan patah. Vascular bundle dengan ukuran yang memanjang memungkinkan banyaknya bagian yang saling menopang dalam papan komposit sehingga lebih kuat.

Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 7 segmentasi batang berpengaruh nyata terhadap nilai MOR sehingga dilakukan uji lanjutan Duncan, hasilnya menunjukan bahwa bagian ujung merupakan segmentasi terbaik karena nilainya tidak berbeda nyata terhadap pangkal maupun tengah. Papan unting dengan nilai terbesar diperoleh pada bagian pangkal secara keseluruhan yaitu sebesar 276,92kgf/cm2 sedangkan segmentasi tidak berpengaruh nyata pada papan yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908 – 2003 base on particleboard, nilai MOR papan unting yang dihasilkan telah memenuhi syarat dengan nilai minimal 245kgf/cm2. Sedangkan pada segmentasi batang bagian tengah dan ujung belum memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 karena nilainya masih dibawah 245kgf/cm2. Untuk SNI 03-2105, 2006 dan BS ES 300: 2006 british standar keseluruhan nilai modulus of rupture minimal 102 kg/cm2.

Penurunan nilai modulus patah diduga disebabkan oleh tidak ratanya peneyebaran perekat. Hal ini dikarenakan vascular bundle yang digunakan berasal dari batang kelapa sawit memiliki sifat higroskopis yang tinggi sehingga bersifat menurunkan kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini mengakibatkan terjadiya celah antara lapisan pada saat perekatan, sehingga akan berpengaruh terhadap kekuatan rekat papan unting yang dihasilkan.

Keteguhan Lentur (Modulus of elastic)

Keteguhan rekat merupakan ukuran ketahanan papan partikel untuk menahan beban dalam batas proporsi sebelum patah. Semakin tinggi nilai keteguhan lenturnya maka benda semakin elastis. Sifat ini sangat penting jika papan partikel digunakan sebagai bahan konstruksi. Grafik hasil nilai rerata MOE papan unting akan disajikan dalam gambar 14.

Gambar 14. Grafik nilai rerata MOE papan unting

Gambar 14 menunjukan bahwa hasil nilai rerata MOE yang tertinggi secara keseluruhan terdapat pada bagian pangkal yaitu sebesar 52281,25 kgf/cm2. Hal ini telah memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 dengan syarat MOE minimum sebesar 4,08 x 104 kgf/cm2. Namun, untuk produk keseluruhan belum memenuhi batas minimum yang telah ditetapkan. Untuk British standar nilai rerata MOE tenggah maupun ujung telah memenuhi standar karena hanya mensyaratkan nilai sebesar 14.280kg/cm2. Demilkian halnya dengan standar nasional Indonesia dan CSA juga memenuhi standar karena nilai uji MOE diatas 13.260 kg/cm2 dan 15.000 kg/cm2.

Hasil analisis sidik ragam MOE segmentasi batang dan penambahan boraks berpengaruh nyata terhadap nilai yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan segmentasi vascular bagian pangkal sangat mempengaruhi MOR yang mana nilainya berbanding lurus dengan MOE. Untuk pengaruh boraks pada nilai MOE diduga kuat karena proses pelaburan perekat UF bercampur boraks yang kurang

merata sehinga terjadi penumpukan pada bagian tertentu. Dilakukan uji lanjutan Duncan untuk mengetahui signifikansi faktor A dan faktor B. hasil uji Duncan menunjukan bahwa segmentasi ujung memiliki nilai yang tidak berbeda nyata terhadap pangkal maupun tengah. Sedangkan faktor penambahan boraks yang terbaik terdapat pada taraf 1% karena nilainya tidak berbeda nyata dengan penambahan boraks 3%.

Nilai MOE juga sangat bergantung pada kadar air serat. Semakin tinggi kadar air papan maka keteguhan lenturnya akan semakin rendah demikian sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hasil pada grafik yang menunjukkan semakin ke atas maka nilai MOE semakin rendah demikian sebaliknya. Bowyer et al., (2003) menyatakan bahwa beberapa fakor yang mempengaruhi sifat akhir papan partikel diantaranya adalah jenis kayu, perekat yang digunakan, ukuran orientasi, dan kerapatan papan.

Perbandingan Standard

Tabel 3. Perbandingan nilai beberapa standar untuk OSB dengan hasil uji skripsi Sifat fisis &

Mekanis

Standar untuk OSB Rearata Hasil

Skrispsi MOR 102 Kg/cm2 245kgf/cm2 102kgf/cm2 124 kgf/cm2 157,759 kgf/cm2 MOE 13.260kg/cm2 48.000kgf/cm2 14.280 kg/cm2 15.000kgf/cm2 22533.546 kgf/cm2 Keterangan : Kolom yang diberi warna hijau menunjukan bahwa nilai rerata hasil uji skripsi lolos

dengan standar yang berlaku.

Hasil Identifikasi Fungi

Hasil pengamatan menunujukan dari ke tiga ulangan fungi yang dibiakkan pada media PDA memilki kesamaan makroskopis yaitu berwarna putih atas bawah seperti kapas. Sedangkan penampakan mikroskopis menunjukan hifa tidak bersekat dan miselium berwarna putih diduga jamur ini adalah genus Ganoderma Sp. Hal ini didukung oleh penelitian (Hidayati & Nurrohmah) menyebutkan bahwa pada pertumbuhan fungi di awal miselium berwarna putih dengan pertumbuhan bagian tepi yang tidak rapi. Pada pertumbuhan lebih lanjut, bagian tengah isolat menjadi berwarna kuning kecokelatan yang pertumbuhannya

konsentris mengelilingi pusat. Struktur miselium cenderung lurus dan halus, cenderung datar dan tidak menggumpal.

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Gambar 15. Penampakan mikroskopis dan makroskopis Fungi

Ganoderma Sp. merupakan salah satu jenis jamur dari suku Ganodermataceae, bangsa Aphylloporales, dan kelas Basidiomycetes yang sangat tersebar luas. Hal ini tidak cukup untuk menentukan spsies hanya dari pengamatan makro-mikro sekilas disebabkan masih banyaknya faktor yang harus di pelajari lebih lanjut. Secara umum jamur ini sering juga disebut dengan jamur pelapuk putih. Ganoderma biasanya menyerang akar dan batang tanaman sehingga terjadi pelapukan dengan cara menghancurkan ligninnya (Ratnaningtyas, 2012).

Isolat jamur diperoleh dari sampel pangkal dengan penambahan boraks 1% dan 3%. Hal ini menunjukan dua hal yaitu, pertama penggunaan boraks dengan kadar tersebut belum mampu mencegah tumbuhnya fungi pada papan unting yang telah diproduksi dan kedua, pangkal merupakan bagian dari vascular bundle yang paling sulit dilakukan pemisahannya dari parenkim. Kerapatan yang tinggi dan ukuran vascular bundle yang terbilang lebih besar dibanding bagian lain menjadi penyebab sulitnya memisahlan parenkim dari vascular bundle.

parenkim yang tersisa pada vascular bundle pangkal menjadi sumber makanan bagi fungi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hasil pengujian FTIR

Dalam penelitian ini, setiap perlakuan dari papan unting dengan penambahan boraks 0%, 1% dan 3% dan segmentasi batang pangkal, tegah dan ujung dilakukan pengujian

.Selanjutnya, dianalisis dengan spektrofotometer Fourier Transform InfraRed (FT-IR) dan memberikan spektrum seperti pada Gambar 16, 18 dan Gambar 19.

Gambar 16. Grafik FT-IR segmentasi pangkal dengan penambahan boraks

Tabel 4. Pita serapan FT-IR pada bagian pangkal dengan penambahan Boraks 0%, 1%

dan 3%

FTIR PANGKAL

Nilai serapan, Grup Keterangan

P 0% 1021, cm-1 C-O Eter

1590, cm-1 N-H Amina primer

2914, cm-1 C-H Alkana

P 1% 553, cm-1 C-C-N Nitriles

1034, cm-1 C-O Eter

1591, cm-1 N-H Amina primer

2914, cm-1 C-H Alkana

P 3% 1019, cm-1 C-O Eter

1545, cm-1 NO2 Senyawa nitro

Gugus yang tertera pada segmentasi pangkal tanpa penambahan boraks (0%) merupakan gugus khas yang strukturnya meliputi urea juga dikenal sebagai karbamid , merupakan senyawa organik dengan rumus kimia CO (NH 2 ) 2 . Amida ini memiliki dua gugus –NH 2 yang bergabung dengan gugus fungsi karbonil (C = O). Hal ini sejalan dengan pernyataan (Gibb, 2009) bahwa komposisi senyawa urea yang memiliki 2 gugus amina dan berikatan dengan gugus fungsi karbonil yang memiliki sifat alkali.

Adapun gugus senyawa lain yang ditemukan adalah formalin merupakan aldehida dengan rumus kimia H2CO, karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang mengendap.

Pada perlakuan pangkal dengan penambahan boraks 1% masih ditemui gugus NH pada bilangan gelombang 1591, cm-1 dan CH bilangan gelombang 2914, cm-1. Hal ini masih menunjukan terdapat senyawa Formalin dan Urea ketika berikatan dengan gugus fungsi karbonil. Akan tetapi terdapat gugus fungsi lain berupa nitril (C-C-N) pada bilangan gelombang 553, cm-1 merupakan bagian setiap senyawa organik yang memiliki C-N .

Gugus khas yang ditemukan baik itu pada P0% maupun P1% dan P3%

yaitu C-H struktur yang menyusun terbentuknya selulosa,h dan lignin. Adapun gugus khas dalam setiap struktur. Pada struktur selulosa gugus CH pada bilangan gelombang 2789, cm-1 ada dalam polimer CH2OH yang nantinya akan berikatan dengan gugus OH dan akan bereaksi dalam membetuk selulosa. Pada hemiselulosa, gugus khas yang ada yaitu O=C=O. Gugus O=C=O ada pada bilangan gelombang 1021 cm-1 dan 1034 cm-1 (Tabel 4). Gugus ini nantinya

Gambar 17. Struktur senyawa Urea dan Formalin

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

akan berikatan dengan OH dan gugus lainnya lalu akan berekasi serta akan

akan berikatan dengan OH dan gugus lainnya lalu akan berekasi serta akan

Dokumen terkait