KARAKTERISTIKNYA
SKRIPSI
BAGUS JULIANTO 151201080
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
SKRIPSI Oleh:
BAGUS JULIANTO 151201080
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehuatanan
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Bagus Julianto
NIM : 151201080
Judul Skripsi : Papan Unting Berbahan Baku Vascular Bundle Limbah Batang Sawit dan Karakteristiknya
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian – bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Medan, Januari 2021
Bagus Julianto NIM: 151201080
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
BAGUS JULIANTO:
Papan Unting Berbahan Baku Vascular Bundle Limbah Batang Sawit dan Karakteristiknya, dibimbing oleh ARIF NURYAWAN dan NANANG MASRUCHIN.Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik fisis dan mekanis papan unting berbahan baku vascular bundle limbah batang sawit berperekat urea- formaldehida (UF) 7% dengan penambahan perlakuan boraks sebagai bahan pengawet. Metode pembuatan papan dilaksanakan skala laboratorium dengan bahan baku vascular bundle dibedakan atas bagian pangkal (P), tengah (T) dan ujung (U) dengan perlakuan penambahan boraks 0%, 1% dan 3%. Setelah dilakukan pengkondisian papan unting selama dua minggu, dievaluasi sifat fisis mekanisnya dan dilakukan pengujian FTIR (Fourier Transform Infrared) untuk menganalisis ikatan kimia yang terjadi di dalam papan. Secara tidak terduga, jamur tumbuh pada papan unting yang telah diberi perlakuan penambahan boraks, oleh karena itu dilakukan identifikasi jamur dengan prosedur standar. Hasil penelitian menunjukkan sifat fisis dengan parameter kerapatan dan kadar air seluruhnya memenuhi standar Indonesia (SNI) dan Jepang (JIS) namun dimensinya tidak stabil karena nilai yang ditunjukkan parameter pengembangan tebal dan daya serap air sangat tinggi. Analisis statistik pada sifat fisis menunjukkan tidak adanya perbedaan perlakuan pembagian bagian P, T, U maupun penambahan pengawet. Sifat mekanis dengan parameter keteguhan lentur (MOE) dan keteguhan patah (MOR) nilai-nilainya memenuhi standar Indonesia (SNI), Inggris (BS), dan Kanada (CSA) namun untuk parameter kuat teguh rekat (IB) tidak tercapai. Sebaliknya analisis statistik pada sifat mekanis menunjukkan perbedaan perlakuan pembagian bagian P, T, U dan penambahan pengawet. Hasil pengujian FTIR menunjukkan adanya ikatan kimia dengan terbentuknya amina yang merupakan hasil dari reaksi antara UF dengan air. Jenis jamur yang teridentifikasi berupa Ganoderrna sp. ditinjau dari penampakan maksroskpis maupun mikroskopisnya. Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembagian segmentasi batang sawit yang berupa vascular bundle sebagai bahan baku papan unting hanya berpengaruh pada sifat mekanis papan. Pemberian bahan pengawet boraks hingga 3% tidak memberikan pengaruh terhadap karakteristik sifat fisis mekanis papan dan belum cukup untuk mengawetkan papan karena belum mampu mencegah pertumbuhan jamur.
Kata kunci: Urea Formaldehida, Vascular bundle, Ganoderma Sp, FTIR, Amina
v
ABSTRACT
BAGUS JULIANTO: Unting
Board Made from Vascular Bundle Palm Oil Waste and Its Characteristics, guided by ARIF NURYAWAN and NANANG MASRUCHIN.The objective of this study was to evaluate the physical and mechanical properties characteristics of planks made of vascular bundle waste of palm oil with 7% urea-formaldehyde (UF) adhesive with the addition of borax as a preservative. The method of making boards was carried out on a laboratory scale with the raw material vascular bundle divided into the base (P), middle (T) and tip (U) with the addition of borax treatment of 0%, 1% ,and 3%. After conditioning the strings for two weeks, their physical and mechanical properties were evaluated and FTIR (Fourier Transform Infrared) to analyze the chemical bonds that occurred in the boards. Unexpectedly, fungi grew on planks that had been treated with the addition of borax, so the identification of fungi was carried out using standard procedures. The results showed that the physical properties with density and moisture content parameters all met the Indonesian (SNI) and Japanese (JIS) standards, but the dimensions were unstable because the values indicated by the thickness development parameters and water absorption were very high. Statistical analysis on physical properties showed that there were no differences in the treatment of the division of P, T, U parts or the addition of preservatives. Mechanical properties with the parameters of flexural strength (MOE) and fracture strength (MOR), the values meet the standards of Indonesia (SNI), England (BS), and Canada (CSA) but the parameter of adhesion strength (IB) is not achieved. Conversely, statistical analysis on mechanical properties showed differences in the treatment of the division of P, T, U parts and the addition of preservatives. FTIR test results indicate a chemical bond with the formation of amines which is the result of the reaction between UF and water. The type of fungus identified was Ganoderma sp. viewed from the maxroscopic and microscopic appearance. Based on the overall results of this study, it can be concluded that the division of the palm stem segmentation in the form of vascular bundles as raw material for planks only affects the mechanical properties of the boards. Provision of borax preservative up to 3% does not have an effect on the mechanical physical properties of the board and it is not sufficient to preserve the board because it has not been able to prevent fungal growth.
Keywords: Urea formaldehyde, vascular bundle, Ganoderma sp, FTIR, Amine
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Hutanabolon pada tanggal 2 Juli 1997. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara oleh pasangan Siswanto dan Hasnaria Samosir. Penulis memulai pendidikan di SD Negeri 152983 Hutanabolon pada tahun 2003-2009, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Tukka pada tahun 2009-2012, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Tukka pada tahun 2012-2015. Pada tahun 2015, penulis lulus di Fakultas Kehutanan USU melalui jalur seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Penulis memilih minat Departemen Teknologi Hasil Hutan. Semasa kuliah penulis pernah menjabat sebagai staff kementerian Pengembangan masyarakat PEMA USU, sebagai asisten praktikum Silvika dan asisten praktikum pengenalan ekosistem hutan (PPEH). Penulis telah mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Hutan Pendidikan Pondok Buluh, Kabupaten Simalungun pada tahun 2017. Pada tahun 2018 penulis juga telah menyelesaikan Praktik Kerja Lapang (PKL) di KPH model Yogyakarta. Selama menjalani perkuliahan penulis menjuarai beberapa kompetisi sebagai berikut: Sebagai mahasiswa berprestasi ke-2 Fakultas Kehutanan USU 2017-2018, juara ke-3 Pameran pekan raya ilmiah Universitas Sumatera Utara tahun 2017, top 5 pidato kebangsaan Hut TNI ke 74 Kodam 1 /BB 2019 dan penerima dana penelitian Tanoto research award 2019. Pada awal tahun 2019 penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Papan Unting Berbahan Baku Vascular Bundle Limbah Batang Sawit dan Karakteristiknya” di bawah bimbingan Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Nanang Masruchin, ST., MT., Ph.D.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat dan rezeki yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian yang berjudul “Papan Unting Berbahan Baku Vascular Bundle Limbah Batang Sawit dan Karakteristiknya ”. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Bapak Nanang Masruchin, S.T, M.T, Ph.D selaku dosen yang telah membimbing, memberi masukan dan arahan kepada penulis dalam menulis dan menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Penulis berharap, semoga pihak yang telah memberikan bantuan mendapat balasan dari Allah SWT atas amal perbuatannya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Januari 2021
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
RIWAYAT HIDUP ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 2
Perumusan Masalah ... 2
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
Hipotesis Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Produk Komposit Kayu ... 3
Sifat Fisis dan Mekanis Sawit ... 3
Bahan baku limbah sawit ... 3
Boraks ... 5
Papan Unting ... 6
Fungi ... 7
METODE PENELITIAN ... 8
Waktu dan Tempat ... 8
Alat dan Bahan ... 8
Prosedur Penelitian ... 8
Prosedur Sifat Fisis ... 11
Kerapatan ... 11
Kadar Air ... 11
Daya Serap Air ... 12
Pengembanagan Tebal ... 12
Pengujian Sifat Mekanik ... 12
Keteguhan Rekat ... 12
Modulus Patah (MOR) ... 13
Modulus of Elasticity (MOE) ... 13
Pengujian Keawetan ... 14
Analisis gugus fungsi ... 14
Rancangan Percobaan ... 15
Hasil dan Pembahasan ... 17
ix
Kerapatan ... 19
Kadar air ... 19
Daya Serap Air ... 20
Pengembangan Tebal ... 21
Internal Bond ... 23
Modulus of Rupture ... 25
Modulus of elastic ... 26
Perbandingan standar OSB ... 28
Hasil identifikasi fungi ... 29
Hasil pengujian FTIR ... 30
Kesimpulan dan Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Karakteristik batang kelapa sawit ... 10
2. Keterangan pola pemotongan contoh uji ... 10
3. Perbandingan standar OSB dengan hasil uji skripsi ... 10
4. Pita serapan FTIR vascular pangkal ... 30
5. Pita serapan FTIR vascular tengah ... 32
6. Pita serapan FTIR vascular ujung ... 33
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Struktur senyawa boraks ... 5
2. Pola Pemotongan Contoh Uji ... 10
3. Pola Penyusunan Lapisan Papan Unting ... 10
4. Skema Pembuatan Papan Unting ... 11
5. Pengujian Keteguhan Rekat ... 14
6. Skema alat spektroskopi FT-IR ... 14
7. Papan unting limbah batang kelapa sawit ... 17
8. Grafik rerata nilai kerapatan pada papan unting ... 18
9. Grafik rerata nilai kadar air pada papan unting ... 19
10. Grafik rerata nilai daya serap air pada papan unting... 20
11. Grafik rerata pengembangan tebal pada papan unting ... 22
12. Grafik rerata nilai internal bond pada papan unting ... 24
13. Grafik rerata nilai MOR pada papan unting ... 25
14. Grafik rerata nilai MOE pada papan unting ... 27
15. Penampakan mikroskopis dan makroskopis fungi ... 29
16. Grafik FTIR segmentasi pangkal ... 30
17. Struktur senyawa Urea dan Formalin ... 31
18. Grafik FTIR segmentasi tengah ... 32
19. Grafik FTIR segmentasi ujung ... 32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil uji SPSS kerapatan pada papan unting ... 40
2. Hasil uji SPSS kadar air pada papan unting ... 40
3. Hasil uji SPSS daya serap air pada papan unting ... 41
4. Hasil uji SPSS pengembangan tebal pada papan unting ... 41
5. Hasil uji SPSS internal bond pada papan unting ... 42
6. Hasil uji SPSS MOR pada papan unting ... 42
7. Hasil uji SPSS MOE pada papan unting ... 43
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Limbah perkebunan kelapa sawit hingga saat ini belum optimal dari segi pemanfaatannya. Menurut data BPS (2018) luas lahan sawit di Indonesia telah mencapai 36,59 juta hektar. Dalam 25 tahun sekali harus dilakukan peremajaan (re-planting) pada kelapa sawit karena sudah tidak produktif, sehingga ketersediaan limbah batang kelapa sawit menjadi massif dan kontinyu. Menurut Prayitno & Darnoko (1994) proses ketersediaan lahan untuk penumpukan limbah masih terbatas, pilihan membakar banyak dilakukan sehingga menyumbang polusi asap seperti yang terjadi di Kalimatan dan Sumatera pada tahun 2017-2019. Untuk itu perlu upaya berupa solusi untuk memanfaatkan limbah batang kelapa sawit menjadi lebih bernilai.
Estetika limbah batang sawit kurang baik dibandingkan dengan kayu solid karena sifat pengerjaan dan permesinannya yang buruk (menumpulkan mata pisau karena kadar silikanya tinggi) (Bakar, 2004).
Namun demikian menurut Nuryawan (2010), batang sawit mampu mensubsitusi kayu sebagai bahan baku produk – produk komposit seperti kayu lapis (Nuryawan & Rachman, 2011; Nuryawan et al. 2020), papan partikel (Nuryawan et al. 2011), dan papan serat (Nuryawan et al. 2010a) serta oriented strand board atau papan unting (Nuryawan et al. 2010b) asalkan harus melalui rekayasa terlebih dahulu.
Pada produk kayu lapis, vinir asal limbah batang sawit harus dikombinasikan dengan material lain untuk menahan kembang susutnya (Nuryawan & Rachman, 2011; Nuryawan et al. 2020). Pada produk papan partikel dan papan serat, partikel dan seratnya harus dicuci untuk menghilangkan parenkimnya karena akan menghambat proses perekatan (Nuryawan et al. 2011;
Nuryawan et al. 2010a), dan pada produk papan unting, parenkim dan vascular bundlenya dipisahkan (Nuryawan et al. 2010b) dan hanya digunakan bagian vascular bundlenya saja karena parenkim dianggap sebagai sumber ketidakawetan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang kelapa sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan hingga mencapai kadar air kering tanur, batang kelapa sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%. Segmentasi batang kelapa sawit memiliki sifat fisis yang berbeda-beda. Semakin keatas kerapatan batang sawit semakin rendah dan kadar air semakin tinggi.
Pada penelitian ini dievaluasi pengaruh posisi ketinggian vascular bundle (pangkal, tengah, dan ujung) untuk produksi papan unting. Lebih lanjut penambahan boraks NaHBO3 dilakukan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme perusak.
1.2 Perumusan Masalah
Studi sebelumnya belum mengaplikasikan bahan pengawet ke dalam produk papan unting karena menganggap perlakuan pemisahan parenkim sebagai sumber pati dan vascular bundle sudah cukup untuk menghilangkan jamur. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pemberian bahan pengawet pada perekat dengan berbagai konsentrasi sehingga dapat mencegah pertumbuhan jamur pada papan unting tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh produk papan unting yang terbuat dari vascular bundle LBS yang memenuhi standar.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan acuan bagi pihak akademis dalam kajian selanjutnya untuk memperluas ilmu pengetahuan terkait pembuatan papan unting dengan Vascular bundle sebagai bahan bakunya.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak industri panel kayu dalam penggunaan bahan pengawet yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada papan unting.
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diduga pada penelitian ini adalah segmentasi vascular bundles dalam batang kelapa sawit pangkal, tengah dan ujung dan penambahan boraks dapat mempengaruhi sifat fisis dan mekanis pada papan unting.
TINJAUAN PUSTAKA
Produk Komposit Kayu
Produk komposit merupakan produk kayu yang berbahan baku kayu dan bahan yang mengandung lignoselulosa lainnya. Sustamiadji (2008) menyatakan bahwa komposit merupakan produk yang tersusun atas lapisan atau serpihan kayu yang direkatkan secara bersamaan. Contoh produk komposit diantaranya adalah oriented strand board, comply, papan partikel, WPC, balok laminasi, papan serat dan lain-lain.
Bahan Baku dari Limbah Sawit
Pada penelitian ini papan unting dibuat dengan menggunakan vascular bundle yang berasal dari penghilangan parenkim pada LBS (Limbah Batang Sawit). Vascular bundle memiliki dimensi yang seukuran dengan unting yang berasal dari pengkonversian kayu yaitu 3 inchi (75 mm) atau lebih panjang (Nuryawan dan Massijaya, 2008). Oleh karena itu pada penelitian ini pembuatan papan unting layak digunakan vascular bundle dari batang sawit.
Sifat Fisis dan Mekanis Kelapa Sawit
Batang kelapa sawit dihasilkan dari tanaman jenis monokotil yang memiliki sifat beragam dari bagian luar ke pusat batang (Bakar 2003). Susunan anatomi batang kelapa sawit yang memiliki dua komponen utama yaitu vascular bundle dan parenkim menghasilkan sifat yang beragam dari bagian luar ke pusat batang (Rahayu, 2001). Bakar et al., (1998), mengemukakan bahwa jaringan vascular dan parenkim mendominasi 1/3 bagian terluar (tepi) dari penampang horizontal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Erwinsyah (2008) yang menyatakan bahwa vascular bundles dan parenkim merupakan komponen utama penyusun batang kelapa sawit, maka bila pada lokasi tertentu dijumpai vascular bundles dalam jumlah yang banyak, proporsi parenkim akan berkurang. Hartono et al.
(2011) mengemukakan bahwa dominasi vascular bundle pada batang kelapa sawit bagian luar cocok dipergunakan sebagai bahan konstruksi ringan dan meubel karena memiliki sifat fisis mekanis yang baik. Dominasi jaringan parenkim pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bagian tengah dan pusat dapat dipergunakan sebagai bahan peredam suara karena memiliki kerapatan yang rendah dan peredaman suara yang tinggi. Adanya perbedaan tujuan penggunaan batang kelapa sawit sebagai bahan baku suatu produk disebabkan sifat batang kelapa sawit yang beragam pada bagian penampang melintang batang .
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa semakin tinggi berat jenis dan kerapatan kayu, semakin banyak kandungan zat kayu pada dinding sel yang berarti semakin tebal sel tersebut. Bakar (2003) mengemukakan bahwa kadar tertinggi berkisar antara 65%, variasi ini cenderung turun dari atas batang ke bawah dan dari empelur ke tepi. Beberapa sifat penting pada bagian batang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. karakteristik batang kelapa sawit berdasararkan segmentasi tepi, tengah dan batang.
Sumber: Bakar,2003
Sifat-sifat tersebut menunjukkan bahwa batang kelapa sawit merupakan bahan yang memiliki sejumlah kekurangan : tidak awet, mempunyai susut yang sangat besar, sehingga tidak dapat digunakan dalam bentuk alami. Untuk digunakan sebagai kayu solid, kayu sawit setidaknya mempunyai empat kelemahan yaitu stabilitas dimensi rendah, kekuatan rendah, keawetan rendah, dan sifat permesinan jelek (Bakar, 2003).
Batang kelapa sawit memiliki komposisi sel utama berupa jaringan pembuluh (vascular bundles) dan jaringan parenkim. Jaringan pembuluh terdiri atas serat, pembuluh penyalur makanan atau metaxylem (meta dan proto). Fungsi utama jaringan pembuluh adalah sebagai penyokong batang, dinding serabut tebal dan mengandung silika. Parenkim berdinding tipis dan mengandung karbohidrat yang tinggi. Kandungan parenkim ini meningkat pada bagian batang yang semakin tinggi. Parenkim pohon batang kelapa sawit atas mengandung pati
Sifat-sifat Penting Bagian Dalam Batang
Tepi Tengah Pusat
Berat Jenis 0,35 0,28 0,20
Kadar Air, (%) 156 257 365
Kekuatan Lentur, (Kg/cm2) 3 x104 1 x 104 0,7 x 104
Keteguhan Lentur, (Kg/cm2) 295 129 67
Susut Volume (%) 26 39 48
Kelas Awet V V V
Kelas Kuat III-V V V
sampai 40%. Kadar air dan kerapatan batang kelapa sawit bervariasi baik secara radial maupun vertikal. Semakin ke atas dan semakin ke dalam, kadar air dan kandungan parenkim kayu semakin tinggi, sedangkan kerapatannya menurun.
Oleh karena itu, kecuali untuk batang bagian bawah, pemanfaatan batang kelapa sawit sebagai bahan untuk konstruksi atau perabot rumah tangga kurang sesuai karena di samping kerapatannya rendah, pada waktu pengeringan kayu menjadi pecah atau bengkok. Kadar air kayu kelapa sawit segar cukup tinggi, yaitu sekitar 65% (Prayitno dan Darnoko, 1994).
Salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang kelapa sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan hingga mencapai kadar air kering tanur, batang kelapa sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dan cendawan dapat tumbuh subur baik pada permukaan maupun bagian dalam kelapa sawit (Bakar, 2003).
Boraks
Boraks mempunyai nama lain natrium tetraborat yang seharusnya hanya digunakan dalam industri non pangan. Boraks digunakan sebagai bahan bakterisida lemah dan astringen ringan dalam lotion, obat kumur dan pembersih mulut. Boraks juga disebut sebagai sodium pyroborate dan sodium tetraborate.
Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O2(H20)10 dengan berat molekul 381,43 dan mempunyai kandungan boron sebesar 11,34 %. Boraks bersifat basa lemah dengan pH (9,15 – 9,20). Boraks umumnya larut dalam air, kelarutan boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25°C dan kelarutan boraks dalam air akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu air dan boraks tidak larut dalam senyawa alcohol (Aghnan, 2011).
Gambar 1. Sruktur kimia boraks
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Elemen boron menjadi penyusun utama pembentukan boraks dan senyawa pestisida dan sejenisnya. Bentuk tunggal dari boron jarang sekali digunakan, jenis-jenisnya ditemukan dengan bentuk kombinasi dengan elemen-elemen lain, asam borat atau boraks biasa digunakan sebagai kombinasinya. Berbeda dengan beberapa pestisida dengan beberapa komponen sintetik, boraks dan beberapa pestisida secara alami mempunyai beberapa keuntungan sebagai pestisida, memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia daripada pestisida lainnya, dan lebih sedikit serangga yang resisten karenanya. Namun demikian boraks dan zat- zat kimia yang berhubungan dapat menyebabkan keracunan. Boraks dapat membunuh beberapa jenis organisme dengan cara berbeda. Serangga terbunuh oleh boraks karena boraks berperan sebagai racun perut dan juga sebagai zat abrasive pada permukaan luar serangga (Anonim, 2015).
Papan Unting atau Oriented Strand Board
Papan unting merupakan produk panel kayu yang tersusun atas partikel kayu yang berbentuk strand atau serat yang direkatkan dengan perekat thermosetting dengan perbandingan perekat 7% dari berat bahan baku. Proses pembuatan produk disusun hingga bersilangan tegak lurus sehingga didapatkan kekuatan dan karakteristik seperti kayu (American Plywood Association, 2000).
Papan unting memiliki lapisan ganjil satu lapis, tiga lapis, lima lapis atau lebih. Unting berlapis tiga dengan arah serat lapisan luar tegak lurus dengan lapisan tengah memiliki sifat sama dengan kayu lapis, sehingga dalam pemakaiannya dapat menggantikan kayu lapis dengan ketebalan yang sama.
Papan unting dapat digunakan sebagai bahan pembuatan atap, dinding, dan lantai pada perumahan serta furniture (Sutrisno, 2001).
Tsoumis (1991) berpendapat bahwa papan unting adalah panel yang terbuat dari unting terdiri atas 3 lapis dengan lapisan permukaaan ditempatkan sejajar searah produksi panel sementara bagian intinya (core) tegak lurus. Unting memilki karakteristik yang sama seperti kayu lapis karena itu sifat-sifat kekuatan lengkung (bending), kekakuan (MOE), dan stabilitas dimensinya juga hampir sama dengan kayu lapis.
Nishimura et al., (2004), berpendapat bahwa kestabilan dimensi yang tinggi pada papan unting diperoleh karena bentang yang lebar dan tebal pada permukaannya sehingga di masa depan aplikasi papan unting akan mengglobal.
Penggunaan papan unting dalam konstruksi bangunan akan semakin luas dan akan bersifat komersial. karena itu variasi aplikasi penggunaan bisa sangat luas dalam penggunaan sebagai bahan baku konstruksi kecuali dalam pemakaian untuk menahan beban yang cukup besar dan dalam jangka waktu yang relatif lama.
Fungi
Dibandingkan bakteri fungi memiliki lebih banyak varian morfologis dan memiliki ukuran sel yang lebih besar. Inti terselubung dan menghasilkan badan- badan buah sehingga fungi termasuk eukariotik. Fungi ada yang bersifat uniseluler dan ada juga yang bersifat multiseluler dengan miselium. Fungi tingkat rendah akuatik bersifat uniseluler, pada bentukan yang lebih tinggi mampu menghasilkan miselium, walaupun tanpa septa (Waluyo, 2007).
Inang adalah fungi yang menyerap bahan organik dari organisme yang masih hidup. Fungi semacam itu dapat bersifat parasit obligat yaitu parasit sebenarnya dan parasit fakultatif yaitu organisme yang mula-mula bersifat parasit, kemudian membunuh inangnya, selanjutnya hidup pada inang yang mati tersebut sebagai saprofit. Fungi parasit dapat menyerang tumbuhan, hewan maupun manusia. Hanya berkisar kurang dari 300 spesies fungi yang berperan secara langsung sebagai agen penyakit pada manusia dan hewan dari total 5000 spesies fungi (Kusnadi, 2012)
Fungi merupakan organisme yang morfologi nya mirip dengan tumbuhan namun fakta nya sangat berbeda dengan jenis tumbuhan. Tidak seperti tumbuhan yang memproduksi makanannya sendiri melalui proses fotosintesis, fungi mengandalkan organisme lain untuk memperoleh nutrisi. Fungi memiliki peran yang sangat penting pada proses dekomposisi dan siklus nutrien, membantu pembentukan tanah stabil, fungi membentuk interaksi dengan akar yang mana sangat bermanfaat untuk kelangsungan hidup tumbuhan serta meningkatkan sumber makanan bagi organisme lain. Tanpa adanya fungi habitat mendasar dari tumbuhan tidak akan ada (Witantri et al., 2015).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium penelitian Teknik Kimia Fakultas Teknik USU pada saat proses pengempaan. Proses identifikasi jenis Fungi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Uji FTIR dilakukan di LIPI Bogor, sedangkan untuk pengujian sifat fisis dan mekanis dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2019 sampai Januari 2020.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Scroll Band Saw, Oven, timbangan, kaliper, kempa panas, plat besi 25 cm x 25 cm x 1 cm, alat penyemprot, bak rendaman, cetakan papan 25 cm x 25 cm, parang, kuas, Universal Testing Machine (UTM) merek Tensilon, kamera digital, sarung tangan, kalkulator FT-IR (Fourier Transform Infrared), Mikroskop, cawan petri, alat dokumentasi dan alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah vascular bundles yang berasal dari limbah batang kelapa sawit sebagai bahan baku produk papan unting berasal dari kebun kelapa sawit di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Dilakukan proses pembagian batang dengan memotong bagian pangkal, tengah dan ujung dengan mengukur tiap-tiap segmentasi batang mulai dari pangkal hingga kepucuk batang. Dilakukan pemisahan vascular bundle secara manual dengan cara perebusan dengan NaOH terlebih dahulu hingga lunak ( Putra, 2009), perekat urea formaldehida diperoleh dari PT. Pamolite adhesive industry dicampur dengan perbandingan b/b dengan bahan pengawet boraks yang juga diperoleh dari sumber yang sama. Diberikan penambahan boraks sebagai pengawet sejumlah (0%
(kontrol), 1% dan 3%). Pembuatan papan unting mengikuti metode pada paten Nuryawan (2010). PDA (potato dekstrose agar), metilen blue, selotip bening untuk identifikasi jenis Fungi.
Prosedur Penelitian
Target produk komposit yang dibuat mengikuti ukuran komersial dan disesuaikan dengan Japanese Industrial Standard (JIS A 5908 : 2003), dan memiliki kerapatan target 0,75 g/cm3. Sedangkan dimensi panjang, lebar, dan tebal dibuat 25 cm x 25 cm x 1 cm mengikuti kemampuan kempa panas yang tersedia di laboratorium. Produk komposit dibuat tiga lapis dengan model lapisannya saling bersilangan tegak lurus.
A. Penjelasan mengenai skema pembuatan produk komposit, diterangkan sebagai berikut :
1.Persiapan bahan baku
Vascular bundles yang sudah dihasilkan dan dipilih dikeringkan di bawah sinar matahari kemudian dioven hingga kadar airnya < 10%. Diharapkan dengan kadar air vascular bundles tersebut dapat terjadi kadar air mat (furnish) yang sama sekitar 10%.
2.Blending
Perekat Urea formaldehida dengan solid konten 65% dicampur dengan bahan pengawet (boraks) sejumlah ( 0%, 1% dan 3%) sebagai pengawet papan unting. Perekat yang digunakan sebanyak 7% dari berat bahan baku.
3.Pembentukan lembaran
Pembentukan lembaran dilakukan dengan pengorientasian vascular bundles secara manual. Perbandingan berat vascular bundles tiap lapis adalah sama sebanyak tiga lapis secara bersilangan tegak lurus dengan tujuan menjaga stabilitas dimensi papan unting.
4.Pengempaan panas
Pengempaan panas menggunakan tekanan 25 kg/cm2 dan suhu 160° C dengan total waktu pengempaan 15 menit, yang dirinci : 5 menit untuk posisi kontrol hingga mencapai ketebalan 20 mm dan 10 menit untuk mengempa, dipertahankan pada ketebalan 1 cm.
5.Finishing dan persiapan pengujian
Produk komposit yang sudah jadi dikondisikan selama 2 minggu pada suhu kamar. Kemudian dipotong menjadi contoh uji-contoh uji berdasarkan JIS A 5908 : 2003, dengan pola skema diagram seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 dengan keterangan Gambar disajikan pada Tabel 2.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2. Keterangan pola pemotongan contoh uji
Gambar 3. Pola penyusunan lapisan pada papan unting.
No Contoh Uji Ukuran Jumlah
(buah) 1 MOE dan MOR kering sejajar Panjang 20 cm x 5 cm x 1 cm 1 2 Kerapatan dan kadar air 10 cm x 10 cm x 1 cm 1 3 Internal bond (kuat teguh rekat) 5 cm x 5 cm x 1 cm 1 4 Pengembangan tebal dan daya serap air 5 cm x 5 cm x 1 cm 1
Gambar 4. Skema pembuatan Papan unting Vascular bundle
LBS KA 10%
Urea formadehyde 7%
Boraks 0%, 1% dan 3%
33%
Proses blending
Mat forming dan pengorentasian vascular bundle
Ukuran dimensi 25x25x1cm
Hot pressing suhu : 160oC; 15 menit; 25kgf/cm2
Pengkondisian 14 hari
Pemotongan dan pengujian sampel JIS A 5908-2003 dan
SNI 01.7202-2006
Gambar 2. Pola pemotongan contoh uji
B. Proses isolasi dan identifikasi Fungi
Isolasi dan identifikasi jenis fungi dilakukan sebagai berikut:
Preparasi media PDA untuk sterilisasi dengan autoclave. Dituangkan PDA ke cawan petri. Dimasukkan beberapa helai vascular bundle secara aseptis.
Diinkubasi selama 2 hari. dilakukan sub kultur pemurnian pada sampel fungi yang telah tumbuh. Kemudian diinkubasi lagi selama 2 hari. Dilakukan pengamatan secara mikroskopis dengan menempelkan isolat jamur ke selotip bening kemudian diletakan pada kaca preparat yang telah ditetesi metilen blue kemudian diamati dengan mikroskop.
Prosedur Pengujian Kualitas
Pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003. Hasil pengujian dikoreksi dengan kerapatan masing-masing contoh uji dan dicocokkan dengan standar JIS A 5908 : 2003. Parameter kualitas papan yang diuji adalah kerapatan, kadar air, pengembangan tebal dan daya serap air (untuk sifat fisis). Sedangkan untuk sifat mekanis diuji keteguhan rekat (internal bond), modulus patah (MOR), modulus elastisitas (MOE). Berikut dijelaskan teknik pengujian sifat fisis dan mekanis papan unting.
Pengujian Sifat Fisis Kerapatan
Kerapatan papan unting dihitung berdasarkan berat dan volume kering udara contoh uji dengan menggunakan rumus :
𝛒= ...(1)
Keterangan:
ρ : kerapatan (g/cm3)
B : berat contoh uji kering udara (g) V : volume contoh uji kering udara (cm3) Kadar Air
Penentuan kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu (103 ± 2) derajadCelcius. Kadar air papan dihitung dengan rumus :
KA =
x 100%...………...…...(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterangan:
KA : kadar air (%)
B0 : berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g) B1 : berat kering oven contoh uji (g)
Daya Serap Air
Daya serap air papan dilakukan dengan mengukur selisih berat sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus :
DSA =
x 100 %...……...………...(3) DSA = daya Serap air
B1 = Berat contoh uji sebelum perendaman (g) B2 = Berat contoh uji setelah perendaan (g) Pengembangan Tebal
Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 2 jam dan 24 jam.
Pengembangan tebal dihitung dengan rumus : TS =
x 100 %………...(4) Keterangan:
TS : pengembangan tebal (%)
T1 : tebal contoh uji sebelum perendaman (g) T2 : tebal contoh uji setelah perendaman (g) Pengujian Sifat Mekanis
Keteguhan Rekat
Keteguhan rekat (internal bond) diperoleh dengan cara merekatkan kedua permukaan contoh uji papan unting pada balok besi kemudian balok besi tersebut ditarik secara berlawanan. Cara pengujian internal bond seperti Gambar 5 berikut:
IB= ...(5) Keterangan:
IB : keteguhan rekat (kg / cm2)
P : gaya maksimum yang bekerja (kg) A : luas permukaan contoh uji (cm2)
Modulus Patah (MOR)
Modulus patah (MOR) adalah suatu sifat mekanis papan yang menunjukkan kekuatan dalam menahan beban. Untuk memperoleh nilai MOR, maka pengujian pembebanan dilakukan sampai contoh uji patah, dengan kecepatan 10 mm/ menit (JIS A 5908-2003). Rumus yang digunakan adalah :
MOR =
...(6) Keterangan:
MOR : modulus patah (kgf / cm2) P : beban maksimum (kgf) b : lebar contoh uji (cm)
L : jarak sangga (18 cm) h : tebal contoh uji (cm) Modulus Elastisitas (MOE)
Modulus elastisitas (MOE) menunjukkan ukuran ketahanan papan menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Sifat ini sangat penting jika papan digunakan sebagai bahan konstruksi. Rumus yang digunakan adalah : MOE =
...(7) Keterangan:
MOE : modulus elastisitas (kgf / cm ) Δ P : beban sebelum proporsi (kgf) L : jarak sangga (18 cm)
Δ Y : lenturan pada beban sebelum batas proporsi (cm) b : lebar contoh uji (cm) h : tebal contoh uji (cm)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Analisis Gugus Fungsi
Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan spektroskopi inframerah yang dilengkapi dengan transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Inti spektroskopi FTIR adalah interferometer Michelson yaitu alat untuk menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan.
Spektrum inframerah tersebut dihasilkan dari pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran intensitas cahaya dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Spektrum inframerah yang diperoleh kemudian diplot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (μm) atau bilangan gelombang (cm-1). Skema alat spektroskopi FTIR secara sederhana ditunjukan pada Gambar 5.
Analisis gugus fungsi suatu sampel dilakukan dengan membandingkan pita absorbsi yang terbentuk pada spektrum inframerah menggunakan tabel korelasi dan menggunakan spektrum senyawa pembanding (yang sudah diketahui). Analisis gugus fungsi dilakukan pada 9 sampel yaitu sampel papan unting berbahan baku vascular bundle sawit dengan perlakuan segmentasi batang P T U dengan kadar penambaan boraks 0%, 1% dan 3%.
Gambar 6. Skema alat spektroskopi FTIR. (1) Sumber Inframerah (2) Pembagi Berkas (Beam Spliter) (3) Kaca Pemantul (4) Sensor Inframerah (5)
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor yaitu faktor (A) penambahan boraks dan faktor (B) segmentasi batang (P T U) yang diaplikasikan dalam pembuatan papan unting dengan masing-masing 3 kali ulangan . Model umum rancangannya yaitu :
Yijk= µ + αi + βj + (αβ)ij + ∑i………...………..(8) dimana :
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i (penambahan boraks 0%, 1% & 3%) dan perlakuan (segementasi batang P T U) ke-j pada ulangan ke-k
µ = Rataan umum/nilai tengah
αi = Pengaruh pemberian Boraks taraf ke-i (0, 1, 3) βj = Pengaruh segmentasi batang P T U taraf ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan pemberian boraks taraf ke-i (0, 1, 3) dan segmentasi batang (P T U)
∑ijk = Pengaruh acak pada perlakuan pemberian boraks taraf ke-i (0, 1, 3), segmentasi batang (P T U) dan ulangan ke-k (1,2, 3).
Untuk melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon maka dilakukan analisis sidik ragam (ansira) berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95% (nyata) menggunakan Software SPSS . Hipotesis yang diuji adalah :
1. Pengaruh penambahan boraks
Ho : minimal ada pengaruh penambahan boraks terhadap sifat papan unting yang dihasilkan
H1 : tidak ada pengaruh penambahan boraks terhadap sifat papan unting yang dihasilkan
2.Pengaruh segmentasi batang P T U
Ho : minimal ada pengaruh segmentasi batang (P T U) terhadap sifat papan unting yang dihasilkan
H1 : tidak ada pengaruh segmentasi batang (P T U) terhadap sifat papan unting yang dihasilkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.Pengaruh interaksi perlakuan penambahan boraks dan segmentasi batang (P T U)
Ho : minimal ada satu interaksi penambahan boraks dan segmentasi batang (P T U) terhadap sifat papan unting yang dihasilkan
H1 : tidak ada pengaruh interaksi penambahan boraks dan segmentasi batang (P T U) terhadap produk papan unting yang dihasilkan
Jika hasil analisis sidik ragam memberikan pengaruh baik pada faktor A, faktor B, ataupun interaksi maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan yang berpengaruh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat fisis produk papan unting yang diuji antara lain kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Hasil produk papan unting ditunjukan pada Gambar 7.
Gambar 7. Papan unting limbah batang kelapa sawit
Kerapatan
Menurut Bowyer et al., (2003) kerapatan adalah massa benda dibagi dengan volume benda tersebut. Gambar 8 menunjukan bahwa nilai rerata kerapatan tertinggi pada produk papan unting yang dihasilkan terdapat pada perlakuan ujung dengan penambahan pengawet boraks 0%. Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran vascular bundle maka semakin sedikit celah yang dihasilkan pada saat proses perekatan jika dibandingkan dengan ukuran vascular bundle yang lebih besar. Dari hasil pengukuran vascular bundle yang telah dilakukan diperoleh data berupa bagian ujung batang kelapa sawit diketahui memiliki ukuran vascular bundle yang lebih kecil yaitu 0,67 mm dibandingkan dengan tengah dan pangkal yaitu 1,3 mm dan 1,43 mm. hal ini sesuai dengan perrnyataan Nuryawan (2011) bahwa ukuran vascular bundle semain keatas maka semakin kecil.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bowyer et al., (2003) menyatakan bahwa perbedaan nilai kerapatan sangat dipengarui oleh tebal dinding sel, jenis kayu, kadar air dan proses perekatan.
Dengan kata lain, bahwa vascular bundle dalam penelitian ini juga berpengaruh terhadap proses perekatan antar partikel penyusun papan komposit sehingga mempengaruhi kualitas kerapatan yang dihasilkan. Selanjutnya Marra (1992) menambahkan, meningkatnya kerapatan berarti meningkatnya kelas kualitas dari produk yang dihasilkan. Terjadinya peningkatan kerapatan disebabkan oleh adanya lapisan perekat yang menghambat masuknya air kedalam pori-pori serta terjadinya padatan sirekat akibat pengempaan sewaktu pembuatan papan unting.
Nuryawan et al., (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan kerapatan adalah adanya spring back atau usaha pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan. Penyesuaian kadar air papan pada saat pengkondisian juga berpengaruh pada kerapatan sehingga kenaikan tebal papan unting pada akhirnya akan menurunkan kerapatan.
Analisis sidik ragam yang disajikan (Lampiran 1) menunjukan bahwa tidak adanya pengaruh segmentasi batang dan penambahan boraks terhadap nilai kerapatan. Namun, kerapatan yang diinginkan dalam penelitian ini sebagian belum sesuai dengan target yang diharapkan sebesar 0,75 g/cm3. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908 – 2003 dan SNI-03-2105, 2006 based
Gambar 8. Grafik rerata Kerapatan papan unting
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
P T U
0.58
0,49
0,61
0.47 0,48 0,48
0.42 0,46
0,59
0%
1%
3%
Kerapatan (g/cm3)
Perlakuan
on particleboard, maka nilai kerapatan papan unting yang dihasilkan dalam penelitian ini seluruhnya sudah memenuhi standar yang mensyaratkan kerapatan papan partikel berkisar 0,40 – 0,90 g/cm3. Dengan kata lain, perlakuan segmentasi batang dan penambahan boraks pada papan unting dapat meningkatkan kerapatan tetapi perubahannya tidak signifikan.
Kadar Air
Bowyer et al., (2003), menyatakan kadar air adalah banyaknya kandungan air yang terdapat di dalam kayu dibandingkan berat kering tanur yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan sifat fisis papan unting yang menunjukkan kandungan air papan komposit dalam keadaan setimbang dengan lingkungan sekitarnya. Grafik pengujian kadar air dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Grafik rerata kadar air papan unting
Gambar 9 menunjukan bahwa nilai rerata kadar air terendah terdapat pada segmentasi batang bagian ujung dengan penambahan boraks 0%. Hal ini dikarenakan sifat fisis vascular bundle pada ujung cenderung memilki sifat higroskopis yaitu mudah menyerap dan melepaskan air. Selain itu ukuran vascular bundle pada bagian ujung yang lebih kecil menjadi faktor penentu kerapatan. Semakin kecil ukuran VB maka proses perekatan menjadi lebih baik dikarenakan tidak adanya celah bagi butiran-butiran air yang menjadikan kadar air lebih tinggi. Balfas (2003) menyatakan bahwa sifat higrosopis kelapa sawit yang berlebihan menjadi permasalahan pada saat proses pengolahannya. Selain itu nilai
0 2 4 6 8 10
P T U
9.80
9,13
7,61 7,85
9,13
8,75 8,85
8,36 8.00
0%
1%
3%
Kadar air (%)
Perlakuan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kadar air yang bervariasi lebih dipengaruhi oleh kadar adonan, besar kecilnya tekanan kempa dan cara pengempaan. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kondisi lingkungan juga sangat mempengaruhi kadar air karena papan partikel ini terdiri atas bahan – bahan mengandung lignoselulosa sehingga bersifat higroskopis, sehingga kadar air sewaktu pemakaian dapat berubah sesuai dengan keadaan kelembapan udara sekelilingnya.
Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada lampiran 2 menunjukan bahwa tidak adanya pengaruh nyata segmentasi batang dan penambahan boraks terhadap nilai kadar air. Hasil penelitian ini diperoleh kadar air papan unting berkisar antara 7,16 - 9,8 % jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908-2003 yang digunakan maka nilai kadar air papan unting yang dihasilkan pada penelitian ini sudah memenuhi standar yang mensyaratkan nilai kadar air sebesar 5-13%.
Begitu pula dengan SNI-03-2105, 2006 yang mensyaratkan standar maksimum kadar air tidak lebih dari 14%. Untuk Bristish standard (OSB BS EN 300: 2006) sudah memenuhi standar yang berlaku yaitu tidak lebih dari 12%. Dengan kata lain, kadar air yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh segmentasi batang dan penambahan boraks.
Daya Serap Air
Daya serap air merupakan sifat fisis papan komposit yang menggambarkan kemampuan papan untuk menyerap air setelah direndam dalam air selam 24 jam. Grafik pengujian daya serap air selama 24 jam dapat dilihat pada gambar 10.
130 135 140 145 150
P T U
148,43
142,86
137,13 148,06
142.30
137,13 148.40
142.50
137,1
0%
1%
3%
Perlakuan
Daya serap air (%)
Gambar 10. Grafik rerata nilai daya serap air pada papan unting
Gambar di atas menunjukan bahwa nilai rerata daya serap air terbesar terdapat pada pangkal dengan penambahan boraks 0%. Dapat dilihat pada segmentasi batang bagian pangkal cenderung menyerap air lebih banyak karena ukuran vascular pangkal lebih besar dibandingkan yang lainnya. Sehingga celah antar varcular bundle menjadi lebih besar dan menjadi ruang kosong yang diisi oleh partikel air.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa lama proses perendaman berpengaruh terhadap jumlah air yang diserap. Hal ini disebabkan oleh sifat higroskopis yang tinggi pada batang kelapa sawit. Selain itu struktur partikel kelapa sawit juga mengandung selulosa dan senyawa – senyawa lainnya sangat mudah menyerap air.
Menurut Kahfi (2007), disamping sifat adsorbsi air dari bahan baku kayu yang dipergunakan dan ketahanan perekat terhadap air, terdapat faktor lain yang mempengaruhi penyerapan air papan komposit, yaitu:
a. Volume ruang kosong yang dapat menampung air diantara partikel
b. Adanya saluran kapiler yang menghubungkan ruang kosong satu sama lainnya
c. Luas permukaan parikel yang tidak dapat ditutupi perekat, dan d. Dalamya penetrasi perekat pada partikel
Hasil uji sidik ragam pada lampiran 4 menunjukan bahwa faktor penambahan boraks berpengaruh nyata terhadap nilai daya serap air. Hal ini dikarenakan penyerapan air akan terus menerus terjadi karena karena adanya sifat higroskopis yang tinggi yang senantiasa menyerap atau melepaskan uap air sesuai dengan keadaan sekitarnya. Pada JIS A 5908- 2003 yang digunakan nilai daya serap air tidak dipersyaratkan. Begitu juga dengan SNI,BS, dan CSA.
Pengembangan Tebal
Sifat pengembangan tebal papan komposit merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan produk tersebut layak digunakan untuk keperluan eksterior
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau interior. Grafik pengujian nilai rerata pengembangan tebal selama perendaman 24 jam dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar 11. Grafik rerata nilai pengembangan tebal papan unting
Gambar 11 menunjukan nilai rerata pengembangan tebal terbesar terdapat pada segmentasi batang bagian ujung dengan penambahan boraks 3% sedangkan nilai terendah terdapat pada segmentasi ujung dengan boraks 0%. Hal ini terjadi karena sifat higroskopis yang tinggi ditemukan pada bagian ujung batang kelapa sawit. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hartono (2011) menyebutkan bahwa, daya serap air pada batang bawah cenderung kecil karena pembuluhnya lebih sedikit daripada bagian batang tengah dan ujung. Pada dasarnya pengembangan tebal juga sangat dipengarui oleh lingkungan sekitarnya. Papan unting akan menyesuaikan uap air dengan kadar air lingkungan sekitarnya.
Stabilitas dimensi yang berkualitas amat dipengaruhi oleh pengembangan tebal. Stabilitas dimensi yang rendah disebabkan oleh pengembangan tebal yang tinggi sehingga tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan penggunaan untuk jangka waktu yang lama, karena sifat mekanisnya akan segera menurun secara drastis dalam jangka waktu yang tidak lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamani et al., (2008) yang menyatakan bahwa perekat yang digunakan menutupi permukaan terluar serat, tidak menembus kedalam serat.
Oleh karena itu pada saat direndam air masih masuk melalui ujung-ujung serat ke
0 20 40 60 80 100 120 140
P T U
110,3
90,08
70,66 102,74 99,56
111,13
86,82 85,63
127,53
0%
1%
3%
Perlakuan
Pengembangan Tebal (%)
arah memanjang serat, sehingga menyebabkan pengembangan tebal yang tinggi pada papan.
Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada lampiran 5 menunjukan bahwa pengembangan tebal pada papan unting yang dihasilkan dengan segmentasi batang dan penambahan boraks tidak berpangaruh nyata terhadap pengembangan tebal. Secara keseluruhan hasil uji pengembangan tebal belum memenuhi persyaratan standar nasional Indonesia (SNI-03-2105,2006) dan JIS A 5908: 2003 yang mensyaratkan nilainya tidak lebih dari 25% dan 12%. Untuk british standar BS EN 300:2006 juga belum memenuhi standar yaitu tidak melebihi 15%.
Bowyer et al., (2003) menyatakan bahwa pengembangan tebal papan partikel merupakan hasil kombinasi dari pengembangan bahan baku dalam bentuk partikel dan pengembangan akibat usaha pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan.
Iswanto (2005) juga menjelaskan bahwa penggunaan papan patikel untuk keperluan eksterior maupun interior sangat dipengarui oleh pengembangan tebal.
Apabila pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensinya rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun drastis dalam jangka waktu yang tidak lama.
Pengujian Sifat Mekanis
Pengujian sifat mekanis papan unting yang diuji pada penelitian ini antara lain, Internal bond (Keteguhan rekat), modulus patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE).
Keteguhan Rekat (Internal Bond)
Keteguhan rekat atau Internal bond adalah suatu kekuatan ikatan antar partikel dalam lembaran papan. Keteguhan rekat internal merupakan suatu petunjuk daya tahan papan terhadap kemungkinan pecah atau belah. Data hasil nilai rata-rata pengujian keteguhan rekat internal disajikan pada gambar 13.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 12. Grafik nilai rerata internal bond pada papan unting
Gambar 12 menunjukan bahwa nilai rerata terbesar internal bond yang dihasilkan dalam penelitian ini terdapat pada segmentasi batang ujung dengan penambahan boraks 0%. Hal ini dikarenakan determinasi perekat yang tinggi terjadi pada bagian ujung. Kerapatan yang rendah pada vascular bundle dan sifat higroskopis yang tinggi dapat menyerap perekat lebih maksimal dibandingkan dengan bagian tengah dan pangkal sehingga daya rekatnya lebih tinggi. Terlebih perekat yang digunakan UF yang pada dasarnya adalah (water base). Ruhendi et al., (2007), menyatakan bahwa daya rekat sangat dipengaruhi oleh kekentalan perekat dengan bahan yang digunakan, karena daya rekat dipengaruhi oleh jarak kontak antara bahan yang bersentuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bowyer et al., (2003) yang menyatakan bahwa adanya zat estraktif dapat mengganggu terjadinya kontak antara perekat dengan sirekat dan mengganggu proses pematangan perekat.
Nilai internal bond yang dihasilkan oleh papan unting bervariasi dan nilainya tidak menunjukan perbedaan yang besar. Hasil anlisis sidik ragam menunjukan pada lampiran 6 bahwa tidak berpengaruh nyata segmentasi batang dan penambahan boraks terhadap papan unting yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan dengan standar JIS A 508- 2003 yang digunakan, maka nilai interal bond papan unting yang dihasilkan dalam penelitian ini seluruhnya belum memenuhi standar minimum JIS 5908- 2003 yang ditetapkan untuk papan partikel
0 0,5 1 1,5 2
P T U
0,878
0,558
1,611
0,681 0,756 0.920
1,465
1.260
0,566
0%
1%
Perlakuan 3%
Internal bond (kg /m2)
sebesar 3,1 kg/cm2. Begitu juga dengan SNI 03-2105,2006 dan bristish standart BS EN 300:2006 yang mensyaratkan nilai internal bond 3,26 kg/cm2.
Keteguhan Patah (Modulus of rupture)
Keteguhan patah (MOR) merupakan salah satu sifat mekanis yang menunjukan kekuatan kayu dalam menahan beban. Hasil grafik rerata MOR dapat dilihat pada gambar 13.
Gambar 13. Gafik nilai rerata MOR
Gambar 13 menunjukan bahwa hasil nilai rerata MOR terbesar secara umum terdapat pada bagian segmentasi pangkal. Hal ini dikarenakan vascular bundle pada pangkal memiliki tingkat kerapatan yang tinggi serta sifat higroskopis yang rendah. Semakin tinggi kerapatan maka akan semakin kuat sifat mekanisnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Prayitno & Darmoko (1994) Semakin ke atas dan semakin ke dalam, kadar air dan kandungan parenkim kayu semakin tinggi, sedangkan kerapatannya menurun bahwa berdasarkan posisi batang arah vertikal, nilai MOE dan MOR semakin menurun dari pangkal ke ujung. Hal ini disebabkan karena pada bagian ujung tersusun atas jaringan yang masih muda, dimana secara fisiologis jaringan tersebut masih berfungsi aktif sehingga dinding selnya relatif lebih tipis dibanding dengan dinding sel jaringan yang sudah tua, kemudian kandungan selulosa dan lignin jaringan ikatan pembuluh pada bagian pangkal lebih tinggi. Semakin banyak sel serabut maka
0 100 200 300
P T U
118.40 107.44 120,44
276,92
144.49 157.98
224.28
150,09
220.26
0%
1%
3%
Perlakuan MOR (Kg /fcm2)
y )
x
y )
x y
)
x
y )
x y
)
x
y )
x
(a) T (ab) (b)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
semakin baik pula sifat mekanis suatu kayu, serta semakin tinggi perbandingan antara lignin dan selulosa semakin meningkat pula kekuatan kayu. Pada posisi batang secara horizontal, berat jenis semakin menurun dari bagian tepi (luar) batang menuju bagian pusat (dalam) batang. Hal ini disebabkan karena pada bagian tepi batang memiliki jumlah vascular bundles yang lebih besar dibanding bagian tengah dan pusat (dalam). Menurut Bakar (2003) bahwa dalam struktur anatomi batang kelapa sawit, bagian pusat batang didominasi oleh jaringan dasar parenkim sedangkan pada bagian tengah dan tepi batang tersusun oleh jaringan pembuluh (vascular bundles) yang berdinding tebal. Malonely(1993) menjelaskan bahwa kandungan dan jenis bahan perekat yang digunakan serta daya ikat dan panjang serat sangat mempengaruhi nilai keteguhan patah. Vascular bundle dengan ukuran yang memanjang memungkinkan banyaknya bagian yang saling menopang dalam papan komposit sehingga lebih kuat.
Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 7 segmentasi batang berpengaruh nyata terhadap nilai MOR sehingga dilakukan uji lanjutan Duncan, hasilnya menunjukan bahwa bagian ujung merupakan segmentasi terbaik karena nilainya tidak berbeda nyata terhadap pangkal maupun tengah. Papan unting dengan nilai terbesar diperoleh pada bagian pangkal secara keseluruhan yaitu sebesar 276,92kgf/cm2 sedangkan segmentasi tidak berpengaruh nyata pada papan yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908 – 2003 base on particleboard, nilai MOR papan unting yang dihasilkan telah memenuhi syarat dengan nilai minimal 245kgf/cm2. Sedangkan pada segmentasi batang bagian tengah dan ujung belum memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 karena nilainya masih dibawah 245kgf/cm2. Untuk SNI 03-2105, 2006 dan BS ES 300: 2006 british standar keseluruhan nilai modulus of rupture minimal 102 kg/cm2.
Penurunan nilai modulus patah diduga disebabkan oleh tidak ratanya peneyebaran perekat. Hal ini dikarenakan vascular bundle yang digunakan berasal dari batang kelapa sawit memiliki sifat higroskopis yang tinggi sehingga bersifat menurunkan kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini mengakibatkan terjadiya celah antara lapisan pada saat perekatan, sehingga akan berpengaruh terhadap kekuatan rekat papan unting yang dihasilkan.
Keteguhan Lentur (Modulus of elastic)
Keteguhan rekat merupakan ukuran ketahanan papan partikel untuk menahan beban dalam batas proporsi sebelum patah. Semakin tinggi nilai keteguhan lenturnya maka benda semakin elastis. Sifat ini sangat penting jika papan partikel digunakan sebagai bahan konstruksi. Grafik hasil nilai rerata MOE papan unting akan disajikan dalam gambar 14.
Gambar 14. Grafik nilai rerata MOE papan unting
Gambar 14 menunjukan bahwa hasil nilai rerata MOE yang tertinggi secara keseluruhan terdapat pada bagian pangkal yaitu sebesar 52281,25 kgf/cm2. Hal ini telah memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 dengan syarat MOE minimum sebesar 4,08 x 104 kgf/cm2. Namun, untuk produk keseluruhan belum memenuhi batas minimum yang telah ditetapkan. Untuk British standar nilai rerata MOE tenggah maupun ujung telah memenuhi standar karena hanya mensyaratkan nilai sebesar 14.280kg/cm2. Demilkian halnya dengan standar nasional Indonesia dan CSA juga memenuhi standar karena nilai uji MOE diatas 13.260 kg/cm2 dan 15.000 kg/cm2.
Hasil analisis sidik ragam MOE segmentasi batang dan penambahan boraks berpengaruh nyata terhadap nilai yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan segmentasi vascular bagian pangkal sangat mempengaruhi MOR yang mana nilainya berbanding lurus dengan MOE. Untuk pengaruh boraks pada nilai MOE diduga kuat karena proses pelaburan perekat UF bercampur boraks yang kurang
0 20000 40000 60000
P T U
12727,24 10505.25 13233,39 52281.25
21494,97 26458.90 30092.84
21253,87 25754.19
0%
1%
3%
Perlakuan
MOE (Kgfcm2)
(a) (b) (ab)
y )
x y
) x )
y )
x y
) x )
x )
x y
) y )
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA