Uji Pendahuluan untuk Penentuan Waktu Retensi dan Resolusi Pemisahan
Uji pendahuluan dilakukan dengan menginjeksikan masing-masing standar adenin dan hiposantin pada beberapa konsentrasi untuk melihat profil kromatogram serta waktu retensi masing-masing senyawa. Kromatogram yang diperoleh menunjukkan adenin muncul pada menit ke- 5.9-6.8, sementara hiposantin muncul pada menit ke- 4.8-5.5. Waktu retensi adenin dan hiposantin yang berbeda menyebabkan peak keduanya tidak saling tumpang tindih, yang
9 artinya kedua senyawa dapat dianalisis secara simultan. Selanjutnya, adenin dan hiposantin dianalisis secara simultan untuk menentukan resolusi pemisahan kedua senyawa.
Gambar 1. Kromatogram standar adenin (a), standar hiposantin (b), campuran standar adenin dan hiposantin (c) dalam pelarut asam fosfat 0.4% (90%) dan metanol p.a. (10%) pada konsentrasi 62.50 µg/mL. Peak: (1). adenin, (2). hiposantin
Pada Gambar 1 disajikan contoh kromatogram standar adenin, standar hiposantin, dan standar campuran adenin dan hiposantin pada salah satu konsentrasi yang digunakan, yaitu 62.50 µg/mL. Hasil analisis campuran standar adenin dan hiposantin pada konsentrasi 62.50 µg/mL tersebut mempunyai resolusi sebesar 4.51. Resolusi menunjukkan kemampuan kolom untuk memisahkan kedua
peak dan dinyatakan baik apabila memiliki nilai lebih besar dari 1.50 (Zhang 2007). Dengan demikian, resolusi peak adenin dan hiposantin tersebut dinyatakan baik, sehingga kedua senyawa dapat dianalisis secara simultan.
Uji Unjuk Kerja Instrumen
Linearitas Instrumen
Linearitas instrumen diuji untuk menentukan seberapa linear respon instrumen terhadap konsentrasi analat pada berbagai tingkat konsentrasi. Pengujian linearitas instrumen dilakukan dengan menginjeksikan standar pada delapan tingkat konsentrasi yang telah ditetapkan sebanyak tiga ulangan. Hasil uji
Waktu retensi (menit)
Absor
ba
nsi pada
257 nm
10
linearitas instrumen berupa persamaan regresi linear y = ax + b dari kurva hubungan antara konsentrasi (sumbu x) dan luas area (sumbu y), dengan a adalah
slope dan b adalah intercept. Hasil uji linearitas instrumen pada analisis adenin dan hiposantin masing-masing diperlihatkan pada Tabel 3 dan 4. Hasil uji linearitas instrumen pada analisis adenin maupun hiposantin menunjukkan presisi
slope yang baik, dengan nilai RSD lebih kecil dari 5%. Sementara itu, nilai
intercept yang diperoleh menunjukkan presisi yang kurang baik pada analisis adenin maupun hiposantin dengan nilai RSD lebih besar dari 20%.
Tabel 3. Hasil uji linearitas instrumen HPLC-UV pada analisis adenin
Ulangan Slope Intercept R R2
1 65840 92344 0.9998 0.9997 2 66281 139408 0.9999 0.9998 3 66773 44532 0.9999 0.9999 Rata-rata 66298 92095 0.9999 0.9998 SD 467 47438 5.77 x 10-5 1.00 x 10-4 RSD (%) 0.70 51.51 0.01 0.01
Tabel 4. Hasil uji linearitas instrumen HPLC-UV pada analisis hiposantin
Ulangan Slope Intercept R R2
1 45434 103801 0.9995 0.9991 2 43748 60649 0.9998 0.9997 3 43076 92983 0.9995 0.9990 Rata-rata 44086 85811 0.9996 0.9993 SD 1215 22452 1.73 x 10-4 3.79 x 10-4 RSD (%) 2.76 26.16 0.02 0.04
Kurva linearitas rata-rata pada analisis adenin dan hiposantin disajikan pada Gambar 2. Persamaan regresi linear untuk adenin yaitu y = 66298x + 92095 dengan nilai R maupun R2 sebesar 0.9999. Sementara untuk hiposantin diperoleh persamaan regresi linear y = 44086x + 85811 dengan nilai R dan R2 masing-masing sebesar 0.9996 dan 0.9993. Menurut AOAC (2012), linearitas dianggap baik apabila nilai R lebih besar dari 0.995 atau R2 lebih besar dari 0.990. Dengan demikian, linearitas instrumen HPLC-UV yang digunakan dapat dikategorikan baik, yang artinya instrumen mampu menghasilkan respon yang linear terhadap konsentrasi analat pada berbagai tingkat konsentrasi.
11
Gambar 2. Kurva linearitas instrumen pada analisis adenin dan hiposantin pada konsentrasi 1.95, 3.91, 7.81, 15.62, 31.25, 62.50, 125.00, dan 250.00 µg/mL dengan HPLC-UV menggunakan kolom C18 dan fase gerak yang terdiri atas asam fosfat 0.4% (90%) dan metanol p.a. (10%). Kurva merupakan rata-rata dari tiga ulangan uji linearitas instrumen
Profil kromatogram pada uji linearitas instrumen disajikan pada Gambar 3. Kromatogram merupakan hubungan antara waktu retensi (menit) dan respon detektor dalam bentuk nilai absorbansi. Profil kromatogram tersebut memperlihatkan peak yang bertumbuh (growing) dari konsentrasi yang terendah hingga konsentrasi yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen mampu memberikan respon yang linear terhadap konsentrasi analat pada kisaran konsentrasi yang digunakan. Respon yang linear juga ditunjukkan oleh nilai R yang lebih besar dari 0.995 dan R2 yang lebih besar dari 0.990 pada persamaan regresi linear kurva yang diperoleh pada uji linearitas.
12
Gambar 3. Kromatogram standar campuran adenin dan hiposantin dalam pelarut asam fosfat 0.4% (90%) dan metanol p.a. (10%) pada uji linearitas instrumen yang dianalisis dengan instrumen HPLC-UV pada konsentrasi 7.81 µg/mL (a), 15.62 µg/mL (b), 31.25 µg/mL (c), 62.50 µg/mL (d), dan 125.00 µg/mL (e).
Peak: (1). adenin, (2). hiposantin
Presisi dari Luas Area dan Waktu Retensi
Presisi menunjukkan kedekatan hasil pengukuran atau tingkat penyebaran dari serangkaian pengukuran dalam beberapa ulangan (APVMA 2004). Presisi kromatogram yang ditentukan pada penelitian ini meliputi presisi
(b) ) (e) Absor ba nsi pada 257 nm
Waktu retensi (menit) (d)
(c)
13 luas area dan waktu retensi. Penentuan presisi kromatogram dilakukan dengan menginjeksikan sebanyak tujuh kali larutan standar pada konsentrasi yang sama. Pada standar adenin, diperoleh nilai RSD untuk waktu retensi sebesar 0.67% dan RSD untuk luas area sebesar 3.18%. Sementara pada standar hiposantin, diperoleh nilai RSD untuk waktu retensi sebesar 0.96% dan RSD untuk luas area sebesar 2.97%. Keberterimaan nilai RSD uji ini ialah lebih kecil dari 2.0% (JECFA 2006).
Hasil yang diperoleh pada uji presisi dari waktu retensi tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan, sehingga presisi dari waktu retensi yang dihasilkan oleh instrumen HPLC-UV yang digunakan dapat dikategorikan baik. HPLC yang digunakan pada penelitian ini menggunakan system controller semi otomatis yang secara teoretis dapat mempengaruhi waktu retensi yang dihasilkan. Akan tetapi, hasil pengujian menunjukkan bahwa pada penelitian ini hal tersebut tidak mempengaruhi presisi waktu retensi yang dihasilkan dan instrumen tetap menunjukkan unjuk kerja yang baik dalam hal presisi waktu retensi. Sementara itu, presisi luas area baik untuk adenin maupun hiposantin belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan tersebut. Presisi luas area yang kurang baik diduga disebabkan oleh penggunaan data recorder dan printer semi otomatis. Hal tersebut dapat terjadi karena luas area peak dapat dipengaruhi oleh feed speed,
yaitu kecepatan keluarnya kertas dari printer semi otomatis yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kecepatan tercetaknya data yang terekam oleh data recorder pada kertas. Selain hal tersebut, menurut Barwick (1999), presisi luas area sangat dipengaruhi oleh laju aliran fase gerak. Laju aliran fase gerak yang konstan hanya dapat dihasilkan oleh pompa HPLC yang masih dalam keadaan baik, yaitu yang dapat menghasilkan tekanan yang konstan. Dengan demikian, tekanan pompa HPLC yang tidak konstan dapat diduga sebagai penyebab presisi luas area yang kurang baik.
Limit Deteksi dan Limit Kuantifikasi Instrumen
Limit deteksi instrumen diuji untuk menentukan konsentrasi analat yang dapat dideteksi oleh instrumen, sedangkan limit kuantifikasi instrumen diuji untuk menentukan jumlah analat yang dapat ditentukan secara kuantitatif dengan presisi tertentu pada kondisi analisis (APVMA 2004). Pengujian dilakukan dengan menginjeksikan standar pada konsentrasi rendah dengan tujuh kali ulangan. Limit deteksi instrumen ditentukan sebagai tiga kali nilai standar deviasi hasil pengukuran sebanyak tujuh ulangan tersebut, sedangkan nilai limit kuantifikasi instrumen merupakan sepuluh kali nilai standar deviasinya. Nilai LOD dan LOQ yang diperoleh pada analisis adenin dan hiposantin masing-masing sebesar 0.72 dan 2.39 µg/mL. Sementara itu, nilai LOD dan LOQ pada analisis hiposantin masing-masing sebesar 0.69 dan 2.30 µg/mL. Sebagai perbandingan, dalam penelitian Sotelo (2002) mengenai penentuan kadar basa purin dalam gonad bulu babi (Paracentortus lividus) dengan instrumen HPLC, diperoleh limit deteksi adenin dan hiposantin masing-masing sebesar 0.076 dan 0.060 µg/mL, yang nilainya kurang lebih sepuluh kali lebih rendah dibandingkan limit deteksi yang diperoleh pada penelitian ini.
Presisi hasil analisis pada penentuan limit deteksi dan limit kuantifikasi instrumen ditentukan dengan menghitung nilai RSD analisis (RSDa) dan RSD
14
Horwitz (RSDh). Hasil analisis adenin menunjukkan nilai RSDa (3.90%) lebih kecil dari 2/3 RSDh (8.12%). Begitu pula pada analisis hiposantin, nilai RSDa (3.97%) lebih kecil dari 2/3 RSDh (8.19). Nilai RSDa yang lebih kecil dari 2/3 RSDh menunjukkan presisi pengukuran yang baik. Hasil analisis unjuk kerja secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil uji unjuk kerja instrumen HPLC-UV pada analisis adenin dan hiposantin
Unjuk Kerja Instrumen HPLC Hasil Persyaratan Adenin Hiposantin Linearitas (y = ax + b) slope (a) intercept (b) coef. of correlation (R) 66298 ± 467 92095 ± 47438 0.9999 44086 ± 1215 85811 ± 22452 0.9996 R> 0.995* R2 > 0.990* coef. of determination (R2) 0.9999 0.9993 Presisi Instrumen RSD luas area (%) RSD waktu retensi (%) 3.18 0.67 2.97 0.96 < 2.0%** (LOD)instr. (µg/mL) (LOQ)instr. (µg/mL) 0.72 2.39 0.69 2.30 Resolusi Range 4.51-8.50 > 1.50*** Rata-rata 5.83 *AOAC (2012) **JECFA (2006) ***Zhang (2007)
Pengembangan Prosedur Analisis Basa Purin Adenin dan Hiposantin pada Sampel Emping Melinjo
Prosedur analisis basa purin dalam sampel emping melinjo diadaptasi dari AOAC 2012, Chapter 18, AOAC Official Method 960.56 Microchemical Tests for Xanthine Alkaloids, halaman 53, namun dengan beberapa modifikasi. Modifikasi yang dilakukan yaitu dalam hal volume HCl 6 N yang digunakan serta lamanya proses hidrolisis. Pada prosedur uji untuk santin alkaloid tersebut tidak terdapat informasi mengenai volume HCl 6 N yang digunakan serta lamanya proses hidrolisis yang harus dilakukan. Dengan demikian, dilakukan uji coba penggunaan beberapa volume HCl 6 N yang digunakan untuk menghidrolisis sampel, yaitu pada volume 0.5, 1.0, dan 2.0 mL, masing-masing dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Proses hidrolisis dilakukan pada suhu 100 o
C selama 1 jam. Sampel yang telah dihidrolisis dinetralkan dengan menggunakan NH4OH 25%, ditera dengan aquabidest dalam labu ukur 10 mL, dan disaring dengan kolom SPE (Solid Phase Extraction) berisi silika sejumlah kurang lebih 1 gram. Penyaringan dengan silika menggunakan kolom SPE bertujuan untuk menghilangkan komponen pengotor yang terdapat di dalam
15 sampel. Sifat silika yang polar menyebabkan sejumlah adenin dan hiposantin yang bersifat polar dapat tertahan oleh silika, sehingga menyebabkan rekoveri yang diperoleh lebih rendah dari yang seharusnya. Akan tetapi, rekoveri yang diperoleh dianggap masih dapat diterima, dengan nilai rekoveri lebih besar dari 65%. Harga kolom SPE silika yang lebih terjangkau dibandingkan kolom SPE C18 menjadi pertimbangan pemilihan silika dibandingkan C18. Penggunaan kolom SPE C18 diduga akan memberikan rekoveri yang lebih baik karena sifat C18 yang non-polar. Setelah disaring dengan kolom SPE, akhirnya sampel siap untuk diinjeksikan ke HPLC.
Pada pengembangan prosedur analisis ini, sampel yang telah dipreparasi dengan penambahan HCl 6 N pada berbagai volume tersebut diinjeksikan ke HPLC, dimana sampel terdiri atas sampel unspiked (tanpa penambahan spike) dan sampel spiked (dengan penambahan spike). Spike ditambahkan pada konsentrasi 400 µg/g sampel yang merupakan sepuluh kali nilai LOQ instrumen. Dengan demikian, dapat diketahui rekoveri yang diperoleh dengan adanya pengembangan metode analisis menggunakan hidrolisis asam serta dapat ditentukan volume HCl yang memberikan hasil rekoveri yang terbaik.
Hasil analisis sampel tanpa penambahan spike dengan menggunakan volume HCl 0.5, 1.0, dan 2.0 mL menunjukkan bahwa emping melinjo rata-rata mengandung adenin pada kisaran konsentrasi 70.37-171.88 µg/g sampel serta hiposantin pada kisaran konsentrasi 48.37-155.58 µg/g sampel. Menurut Munajad (2009), kandungan total basa purin dalam emping melinjo ialah antara 500-1500 µg/g bahan. Rekoveri yang diperoleh pada penggunaan volume HCl 0.5, 1.0, dan 2.0 mL disajikan pada Tabel 6 dan 7. Hasil tersebut menunjukkan bahwa volume HCl sebanyak 0.5 mL memberikan hasil analisis terbaik dengan pertimbangan hasil rekoveri yang diperoleh. Penggunaan HCl sebanyak 0.5 mL memberikan hasil rekoveri masing-masing sebesar 92.99% dan 113.84% untuk analisis adenin dan hiposantin. Hasil rekoveri tersebut paling mendekati keberterimaan rekoveri menurut AOAC (2002), yaitu antara 85-110%. Sementara pada pengunaan HCl sebanyak 1.0 dan 2.0 mL, hasil rekoveri berada jauh di luar kisaran rekoveri yang dapat diterima menurut AOAC (2002).
Tabel 6. Hasil orientasi prosedur analisis adenin dalam matriks sampel emping melinjo menggunakan berbagai volume HCl untuk hidrolisis dalam tahap persiapan sampel sebelum analisis dengan HPLC-UV*
Volume HCl 6 N (mL) Konsentrasi sampel unspiked (µg/g) Konsentrasi adenin yang di-spike (µg/g) Konsentrasi sampel spiked (µg/g) Rekoveri (%) 0.5 79.43 ± 2.61 400 451.37 ± 12.82 92.99 1.0 171.88 ± 8.85 400 495.54 ± 11.35 80.91 2.0 70.37 ± 3.48 400 559.03 ± 17.25 122.16
16
Tabel 7. Hasil orientasi prosedur analisis hiposantin dalam matriks sampel emping melinjo menggunakan berbagai volume HCl untuk hidrolisis dalam tahap persiapan sampel sebelum analisis dengan HPLC-UV*
Volume HCl 6 N (mL) Konsentrasi sampel unspiked (µg/g) Konsentrasi hiposantin yang di-spike (µg/g) Konsentrasi sampel spiked (µg/g) Rekoveri (%) 0.5 103.29 ± 12.12 400 558.64 ± 39.18 113.84 1.0 48.37 ± 4.42 400 650.55 ± 18.93 150.54 2.0 155.58 ± 0.76 400 703.58 ± 5.60 137.00
* Hasil diperoleh dari dua ulangan
Metode yang diadaptasi dari AOAC (2012) tersebut terbukti dapat diaplikasikan untuk analisis basa purin adenin dan hiposantin di dalam sampel emping melinjo. Dengan demikian, prosedur analisis yang telah dikembangkan tersebut dapat digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya (validasi metode).
Validasi Metode
Spesifisitas Metode
Spesifisitas metode diuji untuk menentukan kemampuan metode analisis untuk dapat mengukur konsentrasi analat dengan adanya komponen-komponen lain dalam sampel. Spesifisitas metode dapat ditentukan dengan mengamati kromatogram pada standar campuran adenin dan hiposantin, sampel tanpa penambahan standar, serta sampel yang telah ditambahkan standar campuran adenin dan hiposantin. Kromatogram hasil uji spesifisitas metode ditunjukkan oleh Gambar 4.
Kromatogram pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa peak adenin dan hiposantin dapat terpisah satu sama lain baik dalam bentuk murni (standar) maupun dalam matriks sampel emping melinjo. Peak adenin maupun hiposantin tidak terganggu oleh peak senyawa lain dalam sampel yang terdeteksi dalam kromatogram. Guanin dan santin yang dapat terekstrak ketika proses persiapan sampel juga tidak teranalisis oleh HPLC dikarenakan keduanya tidak dapat dielusi dengan fase gerak yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa metode analisis yang divalidasi memiliki spesifisitas yang baik. Adenin dan hiposantin dalam matriks sampel emping melinjo masing-masing terdeteksi pada menit ke- 5.9-6.8 dan ke- 4.8–5.5. Pada penelitian Sotelo (2002) mengenai penentuan basa purin dalam gonad bulu babi dengan HPLC, adenin dan hiposantin masing-masing terdeteksi di sekitar menit ke- 18 dan 11. Perbedaan yang cukup jauh antara waktu retensi yang diperoleh pada penelitian ini dengan penelitian Sotelo (2002) dikarenakan perbedaan fase gerak yang digunakan. Fase gerak yang digunakan pada penelitian Sotelo (2002) yaitu larutan buffer KH2PO4 0.3 M, sedangkan pada penelitian ini digunakan campuran asam fosfat 0.4% (90%) dan metanol p.a. (10%) sebagai fase gerak. Akan tetapi, secara umum hiposantin akan terdeteksi lebih dahulu oleh HPLC dibandingkan adenin.
17
Gambar 4. Kromatogram standar campuran adenin dan hiposantin (a), sampel
unspiked (b), dan sampel spiked dengan konsentrasi spike 400 µg/g sampel (c).
Peak: (1). adenin, (2). hiposantin Linearitas Metode
Linearitas metode diuji untuk menentukan seberapa linear respon terhadap konsentrasi analat di dalam sampel dengan metode analisis yang digunakan. Pengujian linearitas metode dilakukan dengan menggunakan sampel yang ditambahkan spike pada lima tingkat konsentrasi yang ditetapkan dengan tiga kali pengulangan. Seperti halnya pada uji linearitas instrumen, hasil uji linearitas metode berupa persamaan regresi linear dari kurva hubungan hubungan antara konsentrasi (sumbu x) dan luas area (sumbu y), dengan a adalah slope dan b adalah intercept. Hasil uji linearitas metode pada analisis adenin dan hiposantin
Waktu retensi (menit) (b) (c) (a) Absor ba nsi pada 257 nm
18
masing-masing diperlihatkan pada Tabel 8 dan 9. Hasil uji linearitas metode pada analisis adenin maupun hiposantin memiliki presisi slope yang kurang baik dengan nilai RSD lebih besar dari 5%. Begitu pula pada nilai intercept, pada analisis adenin maupun hiposantin diperoleh presisi yang kurang baik dengan nilai RSD lebih besar dari 20%.
Tabel 8. Hasil uji linearitas metode analisis adenin dalam matriks sampel emping melinjo menggunakan instrumen HPLC-UV
Ulangan Slope Intercept R R2
1 3258.9 263852 0.9981 0.9963 2 3930.2 250410 0.9944 0.9889 3 3723.8 400828 0.9939 0.9879 Rata-rata 3637.7 305030 0.9955 0.9910 SD 343.8 83235 2.29 x 10-3 4.59 x 10-3 RSD (%) 9.45 27.29 0.23 0.46
Tabel 9. Hasil uji linearitas metode analisis hiposantin dalam matriks sampel emping melinjo menggunakan instrumen HPLC-UV
Ulangan Slope Intercept R R2
1 2217.9 181675 0.9986 0.9972 2 2888.7 82613 0.9902 0.9804 3 2500.6 208661 0.9977 0.9955 Rata-rata 2535.8 157650 0.9955 0.9910 SD 336.8 66370 4.61 x 10-3 9.25 x 10-3 RSD (%) 13.28 42.10 0.46 0.93
Kurva linearitas metode rata-rata pada analisis adenin dan hiposantin disajikan pada Gambar 5. Persamaan regresi linear yang diperoleh pada uji linearitas metode untuk analisis adenin yaitu y = 3637.7x + 305030 dengan nilai R dan R2 masing-masingsebesar 0.9998 dan 0.9996. Sementara itu pengujian yang dilakukan pada hiposantin menghasilkan kurva dengan persamaan y = 2535.8x + 157650 dengan nilai R dan R2 masing-masing sebesar 0.9978 dan 0.9956. Nilai R dan R2 yang diperoleh pada pengujian adenin maupun hiposantin memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh AOAC (2012) yaitu R lebih besar dari 0.995 atau R2 lebih besar dari 0.990. Dengan demikian, metode yang digunakan memiliki linearitas yang baik, yaitu dapat memberikan respon yang linear terhadap konsentrasi analat di dalam sampel. Kromatogram hasil uji linearitas metode disajikan pada Gambar 6.
19
Gambar 5. Kurva linearitas metode analisis adenin dan hiposantin dengan HPLC-UV menggunakan kolom C18 dan fase gerak yang terdiri atas asam fosfat 0.4% (90%) dan metanol p.a. (10%). Kurva merupakan rata-rata dari tiga ulangan uji linearitas metode
20
Gambar 6. Kromatogram senyawa adenin dan hiposantin pada uji linearitas metode analisis menggunakan HPLC-UV pada konsentrasi spike 50 µg/g (a), 100 µg/g (b), 200 µg/g (c), 400 µg/g (d), dan 800 µg/g (e). Peak: (1). adenin, (2). hiposantin
Absor ba nsi pa da 257 nm (a) (e) (d) (c) (b)
21 Akurasi dan Presisi Metode dari Uji Rekoveri
Akurasi metode diuji untuk mengetahui kedekatan hasil analisis yang diperoleh dengan nilai benar (true value) yang diketahui menggunakan metode analisis yang dipilih. Penentuan akurasi pada penelitian ini dilakukan dengan uji rekoveri yaitu dengan menggunakan sampel yang ditambahkan spike pada tiga konsentrasi yang telah ditetapkan, yaitu pada konsentrasi rendah, konsentrasi sedang, dan konsentrasi tinggi. Pengujian pada ketiga konsentrasi masing-masing dilakukan sebanyak tujuh ulangan. Penentuan akurasi metode dilakukan dengan menghitung rekoveri dari hasil analisis. Hasil uji rekoveri pada analisis adenin dan hiposantin pada tiga konsentrasi spike masing-masing diperlihatkan pada Tabel 10 dan 11.
Tabel 10. Hasil uji rekoveri metode analisis adenin dalam matriks sampel emping melinjo menggunakan instrumen HPLC-UV
Konsentrasi adenin yang
di-spike (µg/g) Konsentrasi sampel spiked (µg/g) Konsentrasi sampel unspiked (µg/g) Rekoveri rata-rata (%) 100 222.04 ± 11.53* 142.71 ± 1.35 79.33 500 591.97 ± 26.65* 145.00 ± 4.70 89.39 1000 1044.26 ± 36.19** 140.53 ± 4.51 90.37 *Rekoveri diperoleh dari hasil rata-rata tujuh kali ulangan
**Rekoveri diperoleh dari hasil rata-rata lima kali ulangan
Tabel 11. Hasil uji rekoveri metode analisis hiposantin dalam matriks sampel emping melinjo menggunakan instrumen HPLC-UV
Konsentrasi hiposantin yang di-spike (µg/g) Konsentrasi sampel spiked (µg/g) Konsentrasi sampel unspiked (µg/g) Rekoveri rata-rata (%) 100 285.30 ± 8.49* 218.55 ± 7.44 66.75 500 592.29 ± 18.67* 130.84 ± 2.74 92.29 1000 1261.64 ± 28.07** 260.12 ± 11.83 100.15 *Rekoveri diperoleh dari hasil rata-rata enam kali ulangan
**Rekoveri diperoleh dari hasil rata-rata tujuh kali ulangan
Menurut AOAC (2002), keberterimaan persen rekoveri untuk konsentrasi 100 dan 500 µg/g yaitu sebesar 85-110%, sedangkan untuk konsentrasi 1000 µg/g sebesar 90-108%. Hasil uji rekoveri pada analisis adenin hanya pada konsentrasi
spike 500 dan 1000 µg/g yang memenuhi syarat AOAC (2002), yaitu dengan rekoveri masing-masing sebesar 89.39% dan 90.37%. Sementara pada konsentrasi
spike 100 µg/g, rekoveri belum memenuhi standar, yaitu sebesar 79.33% (kurang dari 85%). Begitu pula pada hasil uji rekoveri pada analisis hiposantin, rekoveri yang dapat diterima hanya pada konsentrasi spike 500 dan 1000 µg/g, dengan rekoveri masing-masing sebesar 92.29% dan 100.15%. Sementara pada konsentrasi spike 100 µg/g, rekoveri cukup jauh di bawah standar, yaitu sebesar 66.75%. Hal ini dapat disebabkan konsentrasi spike yang relatif rendah serta
22
kandungan analat dalam sampel (tanpa penambahan spike) yang secara alami cukup rendah. Dengan demikian, hilangnya sejumlah analat selama preparasi sampel lebih berdampak signifikan terhadap hasil analisis dibandingkan pada sampel dengan penambahan spike pada konsentrasi yang lebih tinggi. Selain itu, karena adenin dan hiposantin merupakan senyawa alami yang terkandung dalam bahan pangan, kandungan keduanya di dalam bahan pangan dapat bervariasi. Hal ini menyebabkan kadar analat yang terukur dalam sampel tanpa penambahan
spike menjadi beragam dan pada akhirnya dapat mempengaruhi rekoveri yang diperoleh.
Ketelitian atau presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata–rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel–sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Ukuran ketelitian dinyatakan dalam nilai RSD dari hasil uji (Harmita 2004). Presisi metode analisis ditentukan dengan menggunakan data pada uji rekoveri untuk penentuan akurasi pada konsentrasi rendah (100 µg/g), sedang (500 µg/g), dan tinggi (1000 µg/g). Presisi metode analisis adenin dan hiposantin masing-masing dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13. Tabel 12. Presisi metode analisis adenin dalam matriks sampel emping melinjo menggunakan instrumen HPLC-UV
Konsentrasi adenin yang di-spike (µg/g) SD (µg/g) RSDa* (%) RSDh** (%) 2/3 RSDh (%) 100 11.53 5.19 7.09 4.73 500 26.65 4.50 6.12 4.08 1000 36.19 3.46 5.62 3.75
*RSDa merupakan nilai RSD analisis yang diperoleh dengan rumus (SD/rata-rata) x 100%
**RSDh merupakan nilai RSD yang diperoleh berdasarkan persamaan Horwitz 2(1-0.5 log c) dengan nilai c merupakan rata-rata fraksi konsentrasi analat yang terukur dalam sampel
Tabel 13. Presisi metode analisis hiposantin dalam matriks sampel emping melinjo menggunakan instrumen HPLC-UV
Konsentrasi hiposantin yang di-spike (µg/g) SD (µg/g) RSDa* (%) RSDh** (%) 2/3 RSDh (%) 100 8.49 2.98 6.83 4.55 500 18.67 3.15 6.12 4.08 1000 28.07 2.22 5.46 3.64
*RSDa merupakan nilai RSD analisis yang diperoleh dengan rumus (SD/rata-rata) x 100%
**RSDh merupakan nilai RSD yang diperoleh berdasarkan persamaan Horwitz 2(1-0.5 log c) dengan nilai c merupakan rata-rata fraksi konsentrasi analat yang terukur dalam sampel
Presisi suatu hasil analisis dianggap baik apabila nilai RSDa lebih kecil dari RSDh. Apabila nilai RSDa lebih kecil dari 2/3 RSDh, maka presisi metode lebih baik lagi. Penentuan nilai 2/3 RSDh merupakan standar yang lebih ketat untuk memastikan hasil analisis benar-benar teliti. Pada analisis adenin dengan penambahan spike 100, 500, dan 1000 µg/g nilai RSDa lebih kecil dari RSDh,
23 tetapi hanya pada konsentrasi 1000 µg/g nilai RSDa lebih kecil dari 2/3 RSDh. Hal ini menunjukkan bahwa pada analisis adenin penambahan spike 100 dan 500 µg/g kurang presisi dibandingkan penambahan spike 1000 µg/g. Di sisi lain, pada analisis hiposantin, nilai RSDa lebih kecil dari 2/3 RSDh pada semua konsentrasi
spike yang digunakan. Dengan demikian, analisis hiposantin memiliki presisi yang baik pada semua konsentrasi spike yang digunakan.
Limit Deteksi Metode
Limit deteksi metode diuji pada matriks sampel yang berbeda untuk menguji unjuk kerja operator, unjuk kerja metode, dan efek matriks terhadap analat yang diuji. Penentuan limit deteksi metode berdasarkan hasil uji rekoveri pada penentuan akurasi dan presisi dengan penambahan spike pada tiga konsentrasi yang telah ditetapkan, yaitu pada konsentrasi rendah, sedang, dan tinggi. Limit deteksi metode ditentukan dengan memplot kurva hubungan antara standar deviasi dengan konsentrasi adenin dan hiposantin yang diperoleh pada uji rekoveri. Melalui persamaan linear kurva, ditentukan nilai standar deviasi saat konsentrasi sama dengan nol (SD0). Nilai limit deteksi metode merupakan tiga kali nilai SD0. Kurva hubungan antara standar deviasi dengan konsentrasi adenin dan hiposantin disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Kurva hubungan konsentrasi (µg/g) dan standar deviasi pada