• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Penelitian ini sudah dilaksanakan di Kecamatan Medan Belawan yang terletak pada posisi 98037’48”-98043’12”BT dan 03044’24”-03048’00”. Luas wilayahnya 21,82km2, dengan letak geografisnya dari kecamatan Medan Belawan yaitu:

Sebelah utara : Selat Malaka

Sebelah selatan : Kecamatan Medan Labuhan Sebelah timur : Kecamatan Hamparan Perak Sebelah barat : Kecamatan Percut Sei Tuan

Kecamatan Medan Belawan terdiri dari 6 kelurahan yaitu Belawan I, Belawan II, Belawan Bahari, Belawan Bahagia, Belawan Sicanang dan Bagan Deli. Dengan jumlah penduduknya Kecamatan Medan Belawan 118.121 jiwa 60.750 laki-laki dan 57.371 perempuan.

Dari liputan Lahan Citra Landsat +7 ETM Liputan tahun 2005 Kecamatan Medan Belawan terdiri dari:

1. Pemukiman : 984.08 Ha 2. Perkebunan : - Ha

3. Tambak : 382.86 Ha

4. Sawah : - Ha 5. Hutan Belukar : 1.051.26 Ha 6. Hutan mangrove sekunder : 201.80 Ha 7. Lain-lain : 5.00 Ha

Valuasi Ekonomi Mangrove Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Nursery ground

Karakteristik responden disajikan dalam bentuk tabel. Persentase pendapatan per bulan, jumlah anggota rumah tangga, mata pencaharian, tingkat pendidikan kepala rumah tangga disajikan dalam tabel-tabel di bawah ini.

Pendapatan

Tingkat pendapatan per bulan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu pendapatan ≤ Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000, Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000, Rp. 3.000.000 – Rp.4.000.000 dan pendapatan > Rp. 4.000.000 Tabel 1. Tingkat pendapatan responden petani tambak di Kelurahan Sicanang

No. Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah rumah tangga (KK) Persentase (%) 1 2 3 4 5 ≤1.000.000 1.000.000 - 2.000.000 2.000.000 - 3.000.000 3.000.000 - 4.000.000 >4.000.000 1 8 3 15 3 3,33 26,67 10,00 50,00 10,00 Total 30 100,00

Pendapatan rata-rata masyarakat adalah sebesar Rp. 3.333.333/bulan atau sekitar Rp. 39.999.996/tahun. Pendapatan terendah sebesar Rp. 1.000.000 per bulan dan pendapatan tertinggi sebesar Rp.6.000.000 per bulan.

Tingkat pendapatn tambak di kelurahan Belawan Sicanang sebagaimana terlihat pada tabel 1 yang di atas menunjukan bahwa tingkat pendapatan tambak rata-rata perbulan, 3,33% pendapatan antara ≤ Rp. 1.000.000, 26,67% pendapatan

antara Rp. 1.000.000-2.000.000, 10,00% pendapatan antara Rp. 2.000.000-3.000.000, 50,00% pendapatan antara Rp. 3.000.000-4.000.000 dan 10,00%

Pendapatan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi luas tambak yang dimiliki oleh rumah tangga dimana semakin banyak pendapatan maka semakin luas juga tambak yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50,00% responden memiliki pendapatan Rp. 3.000.000-4.000.000,-

Jumlah anggota rumah tangga

Jumlah anggota rumah tangga masyarakat yang memiliki tambak untuk rumah tangga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu jumlah anggota rumah tangga < 5 orang dan > 5 orang.

Tabel 2. Jumlah anggota rumah tangga masyarakat petani tambak udang di Kelurahan Sicanang

No. Jumlah anggota rumah tangga (orang) Jumlah KK Persentase (%) 1 2 < 5 > 5 17 13 56,67 43,33 Total 30 100,00

Jumlah anggota rumah tangga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi luas tambak yang dimiliki rumah tangga dimana semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka luas tambak udang yang miliki akan berkurang karena didaerah tersebut tambak udang pun dijadikan warisan, jadi semakin banyak anaknya maka tambaknya yang dimilikinya akan berkurang.

Mata pencaharian

Mata pencaharian dibagi menjadi dua kelompok yaitu tambak udang dan non tambak udang, dimana yang termasuk dalam kelompok non tambak yaitu PNS dan wiraswasta. Persentase hasil pengelompokan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase mata pencaharian untuk rumah tangga di Kelurahan Sicanang

No. Mata pencaharian Jumlah KK Persentase (%) 1 2 Tambak Non Tambak 25 5 83,33% 16,67% Total 30 100,00

Hasil penelitian menunjukkan 83,33% responden bermata pencaharian sebagai tambak udang. Responden yang bermata pencaharian non tambak sebesar 16,67% merupakan responden yang bekerja sebagai wiraswasta, PNS.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari kepala keluarga yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tamatan SD, SMP sederajat, SMA sederajat dan Perguruan Tinggi. Persentase tingkat pendidikan ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang memilki tambak untuk rumah tangga di Kelurahan Sicanang

No. Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah KK Persentase (%) 1 2 4 5 SD SMP SMA Perguruan Tinggi 12 7 8 3 40,00 23,33 26,67 10,00 Total 30 100,00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden rata-rata dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 40%, sedangkan tingkat pendidikan yang mencapai perguruan tinggi hanya 10,00%. Responden yang hanya tingkat pendidikan SD inilah yang umumnya bermata pencaharian sebagai tambak, dan wiraswasta sedangkan yang tingkat pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi pada umumnya bekerja sebagai pegawai.

Luas Lahan Tambak Udang (Ha)

Tingkat luas lahan tambak udang yang di miliki oleh masyarakat Kelurahan Belawan Sicanang dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu pendapatan ≤ 1 Ha, 1-2 Ha, ≥ 3Ha. Tambak yang dihasilkan oleh masyarakat

adalah tambak udang.

Tabel 5. Luas lahan tambak yang di miliki oleh rumah tangga di Kelurahan Sicanang

No. Luas Lahan Tambak (Ha) Jumlah rumah tangga (KK) Persentase (%) 1 2 3 ≤1 1 – 2 ≥3 14 14 2 46,67 46,67 6,66 Total 30 100,00

Luas lahan (Ha) yang digunakan oleh masyarakat tambak di Kelurahan Belawan Sicanang dari tabel di atas yang menunjukkan bahwa 46,67% luas lahan

≤1 Ha, 46,67 % luas lahan antara 1-2 Ha, dan 6,67% luas lahan diatas 3 Ha. Rata-rata luas lahan yang digunakan masyarakat tambak adalah 2 Ha.

Luasan hutan mangrove di Kelurahan Belawan Sicanang semakin berkurang, disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan menjadi tambak disamping eksploitasi kayu mangrove untuk berbagai peruntukan. Kekayaan alam yang terkandung di wilayah pesisir telah dimanfaatkan secara intensif memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Karena pada dasarnya tujuan pengelolaan sumberdaya pesisir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memelihara dan meningkatkan kondisi sumberdaya alam yang menjadi pendukung kehidupan bagi masyarakat. Tetapi karena sifat sumberdaya ini yang open access, maka eksploitasi sumberdaya lebih banyak memberikan keuntungan kepada individu yang memiliki modal.

Karakteristik Responden Konsumen Air

Karakteristik konsumen air untuk kebutuhan rumah tangga yang diperoleh dari responden disajikan dalam bentuk tabel. Persentase pendapatan per bulan, jumlah anggota rumah tangga, mata pencaharian, tingkat pendidikan kepala rumah tangga disajikan dalam tabel-tabel di bawah ini.

Pendapatan

Tingkat pendapatan per bulan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu pendapatan < Rp. 500.000, Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000, Rp. 2.000.000 – Rp.3.000.000 dan pendapatan ≥ Rp. 3.000.000

Tabel 6. Tingkat pendapatan konsumen air rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah rumah tangga (KK) Persentase (%) 1 2 3 4 5 ≤500.000 500.000 – 1.000.000 1.000.000 – 2.000.000 2.000.000 – 3.000.000 ≥3.000.000 4 6 7 7 6 13,33 20,00 23,33 23,33 20,00 Total 30 100,00

Pendapatan rata-rata masyarakat adalah sebesar Rp. 1.723.333/bulan atau sekitar Rp. 20.679.996/tahun. Pendapatan terendah sebesar Rp. 350.000/bulan dan pendapatan tertinggi sebesar Rp.4.000.000/bulan. Responden yang berpendapatan rendah pada umumnya dari golongan nelayan. Responden yang memiliki pendapatan di atas Rp. 4.000.000 pada umumnya bermata pencaharian sebagai wiraswasta atau pegawai. Responden yang berpendapatan rendah pada umumnya dari golongan nelayan.

Pendapatan ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi air karena seberapa pun pendapatan seseorang ia tetap membutuhkan air, hanya

untuk mempermudah memperoleh air. Kemudahan memperoleh air oleh tersedianya sarana yang memadai tidak berarti menunjukkan kemudahan memperoleh air karena biaya untuk pembuatan sarana tersebut besar.

Jumlah anggota rumah tangga

Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu jumlah anggota rumah tangga < 5 orang dan > 5 orang.

Tabel 7. Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Jumlah anggota rumah tangga (orang) Jumlah KK Persentase (%) 1 2 < 5 > 5 13 17 43,33 56,67 Total 30 100,00

Jumlah anggota rumah tangga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi air oleh rumah tangga dimana semakin banyak jumlah anggota rumah tangga maka kebutuhan akan air juga akan meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56,67% responden memiliki jumlah anggota rumah tangga >5 orang.

Mata pencaharian

Mata pencaharian dibagi menjadi dua kelompok yaitu nelayan dan non petani, dimana yang termasuk dalam kelompok non nelayan yaitu PNS dan wiraswasta. Persentase hasil pengelompokan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Persentase mata pencaharian konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Mata pencaharian Jumlah KK Persentase (%) 1 2 Nelayan Non Nelayan 7 23 23,33 43,33 Total 30 100,00

Hasil penelitian menunjukkan 23,33% responden bermata pencaharian sebagai nelayan. Responden yang bermata pencaharian non nelayan sebesar 43,33% merupakan responden yang bekerja sebagai wiraswasta, PNS.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari kepala keluarga yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tamatan SD, SMP sederajat, SMA sederajat dan Perguruan Tinggi. Persentase tingkat pendidikan ini disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah KK Persentase (%) 1 2 4 5 SD SMP SMA Perguruan Tinggi 11 7 8 4 36,67 23,33 26,67 13,33 Total 30 100,00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden rata-rata dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 36,67%, sedangkan tingkat pendidikan yang mencapai perguruan tinggi hanya 13,33%. Responden yang hanya tingkat pendidikan SD inilah yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, dan wiraswasta sedangkan yang tingkat pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi pada umumnya bekerja sebagai pegawai.

Valuasi Ekonomi Mangrove Sebagai Nursery ground

Masyarakat tambak di Kecamatan Medan Belawan terdapat pada kelurahan Belawan Sicanang Lingkungan XX yang juga menjadi objek dalam penelitian ini. Kelurahan Belawan Sicanang mempunyai luas lahan 1510 Ha, jumlah penduduk 445 jiwa, memiliki jumlah 114 KK dan 90% dari jumlah KK tersebut merupakan masyarakat yang memiliki tambak. Perhitungan valuasi hutan mangrove sebagai nursery ground dengan perhitungan menggunakan masukan biaya pembuatan tambak udang di Kecamatan Medan Belawan setara dengan nilai rata-rata biaya tambak, dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10.Valuasi ekonomi pembuatan tambak

Biaya/Harga Nilai

Rata-rata modal

Rata-rata biaya pemeliharaan Rata-rata biaya pembuatan tambak

Rp. 5.340.000/ha/thn Rp. 1.900.000/ha/thn Rp. 7.500.000/ha/thn Rata-rata biaya tambak Rp. 14.740.000/ha/thn

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai tambak adalah Rp. 14.740.000,00/Ha/thn. Nilai rupiah tersebut diperoleh dari hasil kali jumlah sampel terhadap nilai rata-rata dari total pembuatan tambak dari setiap orang. Biaya tambak sebesar 1 Ha produk tambak setara dengan biaya produk mangrove, maka biaya valuasi hutan mangrove sebagai nursery ground adalah Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, karena hasil produtif 1 Ha tambak adalah 0,6 ton/thn sedangkan 1 Ha mangrove dapat menghasilkan 0,15 ton, perhitungan persamaan regresi seperti pada grafik dibawah ini.

Luas hutan mangrove (Ha) Y = 0.06 + 0. 15 X H a s il T a n g k a p a n U d a n g (to n /th )

Gambar 1. Produktifitas udang pada hutan mangrove

Dari gambar 1. menujukkan dengan bertambahan 1 Ha luas mangrove maka terjadi penambahan produksi udang sebesar 0,15 ton/thn. Garis luas hutan mangrove pada gambar di atas adalah luas hutan mangrove yang diperlukan peneliti untuk membandingkan produktifitas hutan mangrove yang berfungsi sebagai nursery ground dengan tambak udang (budidaya) yang dikelola oleh masyarakat tanpa adanya hutan mangrove.

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa jumlah dana yang akan dikeluarkan untuk tambak udang budidaya lebih besar pengeluaran pembuatan tambak udangnya dari pada tambak udang tersebut berasal dari mangrove yang masih dapat berfungsi dengan baik. Penambah luasan mangrove dengan penanaman kembali lahan terbuka dan pengurangan sebagian tambak budidaya serta penurunan tingkat pengambilan kayu mangrove dapat menurunkan harga pembuatan tambak udang secara budidaya. Sesuai dengan pernyataan Dahuri (1996) pemanfaatan hutan mangrove selain bernilai ekonomi, juga harus dilihat arti penting fungsi ekologisnya sehingga dampak negative yang mungkin terjadi dapat dikurangi. Kegiatan eksploitasi berlebihan sehingga rusaknya hutan

mangrove juga berkontribusi besar dalam pengrusakan ekosistem mangrove. Apabila hal ini terjadi maka habitat dasar serta fungsi ekoliginya menjadi hilang dan nilai dari kehilangan ini lebih besar dari nilai penggantinya.

Dalam penelitian ini tambak yang diteliti adalah tambak udang, udang merupakan jenis biota laut, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun (Warintek, 2001).

Modal yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan hanya untuk bibit udang sebanyak 5.000-10.000 bibit untuk 1 Ha saja tetapi dikeluarkan untuk membeli pakan, racun (teodan yang berukuran besar), pupuk (pupuk urea) yang digunakan untuk menimbulkan atau menghidupkan cacing-cacing yang berfungsi sebagai makanan alam untuk udang tersebut. Kebutuhan lain yang diperlukan untuk budidaya udang adalah kapur yang berfungsi untuk menghilangkan zat asam yang ada didalam tambak sehingga dapat memperbaiki salinitas tambak tersebut, ursal (sejenis tanaman) yang berfungsi untuk menutupi air dari terik matahari. Lahan yang digunakan untuk tambak tersebut memiliki frekwensi investasi selama 5 tahun, karena pada 5 tahun kedepan lahan tidak dapat berproduksi lagi sehubungan dengan adanya pengendapan racun yang membuat planon atau

makanan alam tidak dapat tumbuh lagi atau berproduksi lagi. Maka lahan tersebut dibiarkan saja (diberakan) supaya racun yang ada dapat hilang.

Persyaratan Lokasi

Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat udang atau ikan maka dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak baru maupun dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

* Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia sepanjang tahun, tetapi bukan daerah banjir.

* Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas dari pencemaran.

* Tanah dasar tambak terdiri dari Lumpur berpasir dengan ketentuan kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%

Produksi udang cenderung meningkat bila benih yang ditebarkan berkisar anatara 500-1000 ekor/Ha. Terlalu padat tebaran dalam tambak, laju pertumbuhan udang semakin lambat. Selain itu kedalaman air juga berpengaruh terhadap produksi udang, kedalaman air yang layak adalah 1, 20 m. Wyban et. al 1978

dalam Mangampa 1993 mengemukakan bahwa kecepatan tumbuh dipengaruhi

oleh kepadatan. Semakin tinggi kepadatan semakin tinggi pula kompetisi ruang gerak, dengan demikian pertumbuhan yang diukur melalui berat perekor akan semakin rendah dengan semakin tingginya padat penebaran. Sedangkan produksi yang lebih tinggi (50 ekor/m2). Faktor lain yang sangat menentukan pertumbuhan udang adalah pemberian pakan, semakin tinggi padat tebaran dalam suatu kolam

pertambakan semakin tergantung kepada jumlah pakan yang diberikan. Akan tetapi kontribusi pakan alami tetap memegang peran yang sangat penting dalam mencapai keseimbangan energi yang diperlukan oleh biomasa yang dipelihara dalam tambak.

Waktu dan frekuensi pemberian pakan juga dapat mengaktifkan penggunaan pakan, factor umur dan ukuran udang juga menentukan pemberian pakan sesuai dengan pernyataan Zaftan et.al 1990 dalam Mangampa 1993. Mereka juga mengemukakan 5 hari dengan frekuensi 2 kali/hari. Setelah mencapai umur 100 hari, frekuensi pemberian pakan ditingkatkan hingga 5-6 kali/hari. Dalam pemberian pakan dan pengaturan sirkulasi air tambak, perlu dilakukan oleh petani dengan dibantu tenaga kerja tambahan. Tambak rakyat tradisional menggunakan tenaga kerja hanya saat pemeliharaan lahan dan pemanenan hasil tambak, karena pemberian pakan dan sirkulasi air tidak terlalu diperhatikan. Namun tambak yang telah dikelola secara lebih baik atau secara intensif memerlukan tenaga kerja yang bertugas mengawasi sirkulasi, memberikan pakan, mengukur pertumbuhan udang dan beberapa pekerjaan lainnya, semakin besar skala usaha tambak tersebut maka semakin besar jumlah tenaga kerja.

Pemeliharaan dilakukan secara manual yaitu dengan tenaga manusia, dimana dalam 1 hari dikerjakan oleh minimal 2 orang tenaga kerja dengan harga Rp. 40.000,00/hari/org, untuk 1 Ha dapat disiapkan selama 10-15 hari. Tahap-tahap teknik pemeliharaan budidaya tambak udang yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Tambak

Pengeringan Dasar Tambak

Pengeringan ini dimaksudkan untuk mengurangi senyawa–senyawa asam sulfide dan senyawa beracun yang terjadi selama tambak terendam air, memungkinkan terjadinya pertukaran udara dalam tambak sehingga proses mineralisasi bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan kelekap dapat berlangsung, serta untuk membasmi hama penyakit dan benih-benih ikan liar yang bersifat predator ataupun kompetitor.

Agar lebih mempermudah pelaksanaan pengeringan tambak dapat dilakukan pada saat air laut surut. Pengeringan tambak berlangsung selama 1-2 minggu, sampai keadaan tanah retak-retak, namun tidak terlalu kering atau berdebu. Jadi yang dimaksud dengan tidak terlalu kering adalah bila tanah dasar tambak diinjak, kaki masih melesak sedalam 10-20 cm. Untuk mengetahui tingkat pengeringan tersebut yaitu dengan cara mengukur ketinggian lekukan yang terjadi dalam tanah dasar yang retak- retak tersebut, apabila lapisan telah mencapai 1-2 cm, maka pengeringan sudah dianggap cukup.

Pengangkatan Lumpur

Pengangkatan Lumpur dasar sebaiknya dilakukan pada saat lumpur dasar dapat diangkat. Kebanyakan petambak melakukan pengangkatan lumpur pada saat tergenang sehingga partikel-partikel lumpur yang halus bercampur dengan air, sehingga kadar NH3 –N dan H2S tetap tinggi.

Pengolahan tanah dasar tambak

Pengolahan tanah dasar dilakukan menggunakan cangkul, dengan kedalaman tidak lebih dari 30 cm. hal ini dilakukan sehubungan dengan pengaruh

unsur hara terhadap pertumbuhan plankton pada kedalaman tertentu, dan kemampuan unsur toksis berpengaruh terhadap kehidupan udang didasar tambak. Pengolahan tanah dasar dilakukan hanya pada tambak yang sudah lama beroperasi.

2. Pengapuran

Pengapuran adalah upaya peningkatan produktivitas tambak, utamanya tambak masam yang bertujuan :

Pengeringan tanah

Memperbaiki struktur tanah yaitu meningkatkan daya sanggah (buffer) tanah dan air sehingga tidak terjadi perubahan kemasaman (pH) yang ekstrim.

• Menetralisasi unsur toksis yang disebabkan oleh aluminium dan zat besi dengan ketersediaan kalsium dalam jumlah yang cukup, sehingga ketersediaan unsur hara seperti posfat akan bertambah.

• Menstimulir aktivitas organisme tanah sehingga dapat menghambat organisme yang membahayakan kehidupan udang (desinfectan)

• Dapat merangsang kegiatan jasad renik dalam tanah sehingga dapat meningkatkan penguraian bahan organic dan nitrogen dalam tanah.

Pada tanah masam dengan pH 7 tidak dilakukan pengapuran atau pengapuran dalam jumlah yang sedikit sebgai desinfektan saja Poernomo (1992). Pengapuran dilakukan pada saat tanah dasar tambak dalam keadaan lembab dan juga dilakukan pada saat pengolahan atau pembalikan tanah dasar tambak, setelah tanah dasar tambak dikapur dengan kaptan selanjutnya dibiarkan kering dan terjemur.

3. Pemberantasan Hama

Pemberantasan hama (terutama trisipan, kepiting dan ikan liar) yang paling efektif adalah melalui pengeringan tambak secara sempurna. Pemberantasan hama ikan dapat dilakukan dengan menggunakan saponin, dimana keampuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas air tambak. Pada salinitas rendah yaitu salinitas 30 ppm, saponin diaplikasikan dengan dosis 10-15 kg/ha.

4. Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesudah pemberantasan hama, jenis dan dosis pupuk ditentukan oleh tingkat kesuburan dari masing- masing tanah dasar tambak. Kesuburan suatu perairan tergantung pada produktivitas tanaman berklorofil, dan ini merupakan interaksi dari berbagai faktor diantaranya tersedianya zat hara dalam perairan sesuai dengan pernyataan Andarias (1991). Kesuburan perairan juga ditandai dengan kelimpahan dan jenis nabati air baik berupa fitoplankton maupun yang berupa fitobentos, dimana kedua kelompok ini merupakan primer utama dalam budidaya udang dan ikan ditambak.

Pemupukan tambak dimaksudkan unutk merangsang pertumbuhan makanan alami yang diperlukan oleh udang dan ikan selama pemeliharaan. Didalam pemupukan tambak sebaiknya dalam satu kali masa panen dilakukan dua kali pemupukan, yaitu :

* Pemupukan Dasar

Pada pemupukan dasar yang ditumbuhkan terutama adalah kelekap (lumut dasar). Jenis dan dosis pupuk yang diperlukan dalam setiap hektar adalah : pupuk

kandang dicampur dengan dedak halus, kemudian disebar merata ke dasar tambak. Selanjutnya campuran pupuk urea dan SP36, juga disebar merata keseluruh permukaan tambak. Masukkan air kedalam tambak sampai mencapai ketinggian 10-20 cm dengan menggunakan saringan dan biarkan menguap selama 2 minggu. Bila keadaan air dipermukaan telah menjadi jernih sedang dasar tambak telah tampak hijau ditumbuhi kelekap, maka air didalam tambak ditambah secara bertahap sampai mencapai kedalaman 60-100 cm. Jika keadaan air sudah cukup stabil, maka petakan siap untuk ditebari.

* Pemupukan Susulan

Jika diperkirakan makanan alami ditambak hamper habis (masa pemeliharaan +1 bulan), maka perlu dilakukan pemupukan susulan dengan menggunakan pupuk urea dan SP36 dengan dosis urea. Pada pemupukan susulan ini yang ditumbuhkan adalah plankton, dan dilakukan setiap 10-14 hari sekali. Pupuk susulan ditebarkan pada pelataran tambak. Pemupukan tidak dianjurkan pada tambak-tambak yang mempunyai tanah dasar bersifat masam pH 70 %.

7. Pemeliharaan

Keberhasilan usaha budidaya tambak tidak hanya ditentukan oleh konstruksi tambak, desai dan tata letak tambak, pengolahan tanah dan pengadan benih saja, tetapi juga ditentukan oleh proses pemeliharaan sejak penebaran sampai pemungutan hasil (panen). Kegiatan–kegiatan yang diperlu dilaksanakan selm periode pemelihran berlangsung adalah :

* Pemberian Makanan Tambahan

Meskipun makanan alami yang berupa plankton, klekap dan lumut tersedia cukup, namun dalam usaha budidaya ini masih membutuhkan makanan tambahan berupa pellet terutama pada petak pembesaran. Pemberian makanan tambahan ini diberikan setelah satu bulan sesudah penebaran sampai menjelang panen. Budidaya udang tradisional dengan kepadatan 1-2 ekor/m2 memerlukan pertumbuhan pakan alami yang baik, tanpa pemberian pakan komersil, namun pada budidaya udang tradisional plus (3-5 ekor/m2) disamping pakan alami juga memerlukan pakan komersil pada pemelihraan 2 bulan terakhir.

* Pengelolaan Air Tambak

Pemberian makanan tambahan dalam jumlah yang cukup banyak, kemungkinan akan meninggalkan sisa-sisa yang apabila membusuk akan berpengaruh terhadap kualitas air. Pergantian air ditambak dilakukan secara rutin, yaitu setiap 2 minggu sekali sebanyak 25 %. Setelah pergantian air maka langsung diberi kapur kaptan dan pupuk kalau perlu yaitu maksimum urea dan SP36,

Dokumen terkait