VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN
MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN MEDAN BELAWAN
HASIL PENELITIAN
Oleh:
MARIA KRISTINA SIHOMBING
051201032/MANAJEMEN HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
MARIA KRISTINA SIHOMBING: Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove di Pesisir Kecamatan Medan Belawan. Dibimbing oleh AGUS
PURWOKO dan MARIFATIN ZAHRA
Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar wilayah Indonesia. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery
ground, valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi, valuasi
ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut. Penelitian dilakukan di tiga (3) kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang, Kelurahan Bagan Deli, Kelurahan Belawan Bahagia di Kecamatan Medan Belawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hutan mangrove sebagai
nursery ground sebesar Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, valuasi ekonomi manfaat
mangrove sebagai pelindung abrasi Rp 58.968.000.000/thn dan valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut Rp. 113.734.400,00/thn.
ABSTRACK
MARIA KRISTINA SIHOMBING: Economic valuation of mangrove forest environmental services in coastal districts Belawan field. AGUS PURWOKO and guided by MARIFATIN ZAHRA.
Mangrove is very important in the management of coastal resources in most areas of Indonesia. If there are no mangroves and coastal ocean, the production will be reduced significantly. calculating the economic value of mangrove resources is an effort to see the benefits and costs of monetary resources in the form of environmental consideration. purpose of this study is to determine the benefits of economic valuation of mangroves as a nursery ground, economic valuation of mangroves as a protective abrasion benefits, economic valuation of mangroves as a deterrent benefits of sea water intrusion. The study was conducted in three villages namely village Sicanang Belawan, village Bagan Deli, villages Belawan Bahagia in the district Medan Belawan.
Results showed that the value of mangrove forest as nursery ground Rp. 3.685.000,00/ha/yr, the benefits of economic valuation of mangroves as a protective abrasion Rp. 58.968.000,00 /ha /yr and economic valuation of mangrove benefits for the prevention of seawater intrusion Rp.113.734.400,00/yr.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 2 Desember 1987 dari ayah
K. Sihombing dan ibu M. Marpaung. Penulis merupakan anak kelima dari lima
bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kisaran dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Manajemen
Hutan, Departemen Kehutanan.
Pada tahun 2007, penulis mengikuti PraktIk Pengenalan dan Pengelolaan
Hutan (P3H) di hutan mangrove Kabupaten Asahan dan hutan pegunungan Lau
Kawar-Berastagi. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT.
Wanasokan Hasilndo, Pontianak-Kalimatan Barat dari tanggal 13 Juni sampai 08
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang
berjudul “Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove di Pesisir
Kecamatan Medan Belawan”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Bapak Agus Purwoko, S.Hut, M.Si dan Ibu Ir Marifatin
Zahra, M.Si selaku dosen pembimbing dan kepada kedua orang tua penulis
K. Sihombing dan M. Marpaung yang telah membesarkan, memelihara dan
mendidik penulis selama ini dan juga kepada abang penulis yang selalu memberi
semangat kepada penulis. telah banyak memberikan masukan dan bimbingan
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan
pegawai Departemen Kehutanan serta semua rekan mahasiswa khususnya kepada
sahabat-sahabat penulis dan teman-teman stambuk 2005 yang tak dapat
disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
DAFTAR ISI
Manfaat Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 6
Ekosistem Mangrove ... 6
Manfaat Mangrove ... 7
Jasa Lingkungan. ... 10
Manfaat Mangrove Sebagai Nursery Ground ... 11
Manfaat Mangrove Sebagai Perlindungan Pantai dari Abrasi ... 11
Manfaat Mangrove Sebagai Menghambat Intrusi Air Laut ... 13
Valuasi Mangrove ... 14
Valuasi Jasa Lingkungan... 15
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17
Alat dan Bahan ... 17
Populasi dan Sampel Penelitian. ... 17
Metoda Valuasi Ekonomi. ... 18
Nilai Ekonomi Hutan Mangrove Nilai Ekonomi Sebagai Nursery Ground.. ... 19
Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Terjadinya Abrasi. ... 19
Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Intrusi Air Laut. ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum. ... 21
Nilai Ekonomi Nursery Ground. ... 22
Karakteristik Responden. ... 22
Karakteristik Responden Nursery ground. ... 22
Jumlah anggota rumah tangga petani tambak
di Kelurahan Sicanang. ... 23
Mata pencaharian rumah tangga di Kelurahan Sicanang ... 23
Tingkat pendidikan memilki tambak di Kelurahan Sicanang. ... 24
Luas Lahan Tambak di Kelurahan Sicanang. ... 25
Karakteristik konsumen air ... 26
Pendapatan konsumen air rumah tangga di Belawan Bahagia ... 26
Jumlah anggota rumah tangga konsumen air di Belawan Bahagia. ... 27
Mata pencaharian konsumen air di Belawan Bahagia. ... 28
Tingkat pendidikan konsumen air di Belawan Bahagia. ... 28
Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Nursery ground.. ... 29
Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Terjadinya Abrasi. ... 40
Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Intrusi Air Laut.. ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49
Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
DAFTAR TABEL
No. Halaman.
1. Tingkat pendapatan responden petani tambak... 22
2. Jumlah anggota rumah tangga masyarakat petani tambak ... 23
3. Persentase mata pencaharian untuk rumah tangga... 24
4. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang memilki tambak untuk rumah tangga. ... 24
5. Luas lahan tambak yang di miliki oleh petani tambak ... 25
6. Tingkat pendapatan konsumen air rumah tangga. ... 26
7. Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga. ... 27
8. Persentase mata pencaharian konsumen air untuk rumah tangga. ... 28
9. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga. ... 28
10. Valuasi ekonomi pembuatan tambak. ... 29
11. Valuasi ekonomi pembuatan tanggul. ... 42
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman.
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman.
1. Data manfaat mangrove sebagai nursery ground ... 53
2. Data manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut ... 55
3. Perhitungan valuasi ekonomi manfaat mangrove. ... 57
4. Peta Kecamatan Medan Belawan ... 58
5. Peta Kelurahan Belawan Bahagia ... 59
6. Dokumentasi penelitian ... 60
ABSTRAK
MARIA KRISTINA SIHOMBING: Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove di Pesisir Kecamatan Medan Belawan. Dibimbing oleh AGUS
PURWOKO dan MARIFATIN ZAHRA
Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar wilayah Indonesia. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery
ground, valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi, valuasi
ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut. Penelitian dilakukan di tiga (3) kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang, Kelurahan Bagan Deli, Kelurahan Belawan Bahagia di Kecamatan Medan Belawan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hutan mangrove sebagai
nursery ground sebesar Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, valuasi ekonomi manfaat
mangrove sebagai pelindung abrasi Rp 58.968.000.000/thn dan valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut Rp. 113.734.400,00/thn.
ABSTRACK
MARIA KRISTINA SIHOMBING: Economic valuation of mangrove forest environmental services in coastal districts Belawan field. AGUS PURWOKO and guided by MARIFATIN ZAHRA.
Mangrove is very important in the management of coastal resources in most areas of Indonesia. If there are no mangroves and coastal ocean, the production will be reduced significantly. calculating the economic value of mangrove resources is an effort to see the benefits and costs of monetary resources in the form of environmental consideration. purpose of this study is to determine the benefits of economic valuation of mangroves as a nursery ground, economic valuation of mangroves as a protective abrasion benefits, economic valuation of mangroves as a deterrent benefits of sea water intrusion. The study was conducted in three villages namely village Sicanang Belawan, village Bagan Deli, villages Belawan Bahagia in the district Medan Belawan.
Results showed that the value of mangrove forest as nursery ground Rp. 3.685.000,00/ha/yr, the benefits of economic valuation of mangroves as a protective abrasion Rp. 58.968.000,00 /ha /yr and economic valuation of mangrove benefits for the prevention of seawater intrusion Rp.113.734.400,00/yr.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik
dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir atau pulau-pulau
kecil, dan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove
memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap
kerusakan apabila kurang bijaksana dalam pengelolaannya
(Waryono dan Didit. 2002).
Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan.
Mangrove tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber
makanannya serta endapan debu (sedimentasi) dari erosi daerah hulu sebagai
bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air
sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove
tumbuh. Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat
oleh kedua pengaruh darat dan laut (Mangrove Information Centre, 2003).
Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove
di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan
ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di
dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera,
Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan
dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun
1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan
yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan
oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya
(Dahuri, 2002).
Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir
di sebagian besar walaupun tidak semua wilayah Indonesia. Fungsi mangrove
yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penghubung antara daratan dan
lautan, tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer
ke arah daratan atau ke arah laut melalui mangrove. Mangrove berperan sebagai
filter untuk mengurangi efek yang merugikan dari perubahan lingkungan utama
dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika
mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata.
Habitat mangrove sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang rendah
dibandingkan dengan ekosistem lainnya, karena hambatan bio-kimiawi yang ada
di wilayah yang sempit diantara darat laut. Namun hubungan kedua wilayah
tersebut mempunyai arti bahwa keanekaragaman hayati yang berada di sekitar
mangrove juga harus dipertimbangkan, sehingga total keanekaragaman hayati
ekosistem tersebut menjadi lebih tinggi. Dapat diambil suatu aksioma bahwa
pengelolaan mangrove selalu merupakan bagian dari pengelolaan habitat-habitat
di sekitarnya agar mangrove dapat tumbuh dengan baik
(Mangrove Information Centre, 2003).
Pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan disesuaikan dengan
perencanaan yang terpadu dan juga memperhatikan kebutuhan ekosistem
mangrove. Pemanfaatan hutan mangrove selain digunakan secara ekonomi, juga
dikurangi. Kegiatan-kegiatan yang menyebabkan eksploitasi berlebihan sehingga
rusaknya hutan mangrove juga berkontribusi besar dalam pengrusakan ekosistem
mangrove. Apabila hal ini terjadi maka habitat dasar dan fungsinya menjadi
hilang dan nilai dari kehilangan ini lebih besar dari nilai penggantinya
(Dahuri dkk, 1996).
Mangrove memiliki manfaat yang sangat banyak mulai dari manfaat
ekonomi dan manfaat ekologi. Pada umumnya masyarakat Kecamatan Medan
Belawan memanfaatkan jenis-jenis magrove secara lokal untuk kayu bakar dan
bahan bangunan lokal, Selain manfaat itu mangrove juga memiliki manfaat dari
jasa lingkungan seperti nursery ground, pelindung abrasi, pencegah intrusi air
laut. Mangrove yang ada di Kecamatan Medan Belawan telah digunakan secara
berlebihan sehingga mangrovenya rusak dan nilai dari kehilangan/rusaknya
mangrove ini lebih besar dari nilai penggantinya. Dari penjabaran diatas penulis
ingin meneliti manfaat nursery ground, pelindung abrasi, pencegah intrusi air laut
bagi masyarakat Kecamtan Medan Belawan, dengan pendekataan nilai barang
pengganti.
Perumusanan Masalah
Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Medan Belawan semakin
meningkat, sehingga kebutuhan hidup masyarakat meningkat pula. Peningkatan
kebutuhan ini akan mendorong eksploitasi sumberdaya terutama hutan mangrove
melalui berbagai kegiatan yang berlangsung di ekosistem mangrove maupun di
sekitarnya, yang pada akhirnya menekan keberadaan ekosistem mangrove.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mangrove
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang buruk akan mendorong peningkatan
frekuensi dan intensitas penebangan liar pohon-pohon mangrove.
Oleh karenanya kondisi ekologi mangrove perlu diketahui serta dinilai
secara ekonomi dengan berbagai teknik valuasi, untuk menentukan efisiensi
pemanfaatannya, berdasarkan pendekatan nilai ekonomi (nilai manfaat langsung)
dengan nilai pengganti. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Berapa valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery ground di pesisir
Kecamatan Medan Belawan?
2. Berapa valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi di pesisir
Kecamatan Medan Belawan?
3. Berapa valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut di
pesisir Kecamatan Medan Belawan?
Tujuan Penelitian
1. Menghitung valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery ground di
pesisir Kecamatan Medan Belawan
2. Menghitung valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi di
pesisir Kecamatan Medan Belawan
3. Menghitung valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air
Manfaat Penelitian
1. Untuk memberikan data nilai ekonomi jasa lingkungan atas kawasan
mangrove pesisir Kecamatan Medan Belawan.
2. Menjadi masukan kepada industri besar di Kecamatan Medan Belawan dalam
upaya mengelola lingkungan dan mengembangkan kesejateraan masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan MangroveEkosistem Mangrove
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada
wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies
pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau
(Santoso, 2000).
Mangrove tumbuh di pantai-pantai yang terlindungi atau pantai-pantai
yang datar, biasanya disepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di
belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove
yang merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut, sudah sejak lama
diketahui mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan merupakan mata
rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di
suatu perairan (Nontji, 1987).
Ekosistem mangrove dicirikan sebagai daerah yang mempunyai siklus
nutrisi yang cepat dan produktifitas yang tinggi, sehingga ekosistem mangrove
dianggap sebagai penyedia nutrisi bagi kontinuitas sebagian besar energi yang
diperlukan oleh berbagai biota aquatik di ekosistem pantai (Yusnani, 2007).
Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi.
Mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah,
merupakan pelindung pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap
bahaya tsunami (Departemen Kehutanan, 2002).
Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan
bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan
ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang
akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga
berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut
tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu
karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak
(gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat
(tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan
pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi
organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang. Sebagian
manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem
mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi
tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh
masyarakat untuk berbagai keperluan (Rochana, 2002).
Manfaat Mangrove
Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai
yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan.
Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat
produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan
energi berupa zat-zat makanan yang diangkut melalui gerakan pasang surut.
kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan
mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat
memijah, berlindung dan tempat tumbuh. Hutan mangrove sebagai pendaur zat
hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula
terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi
serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun pasti dan
terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai
makanan biota air (FAO, 1982).
Menurut Arief (2003) Mangrove merupakan SDA yang dapat dipulihkan
(renewable resources atau flow resources) yang mempunyai manfaat ganda,
manfaat ekonomis dan ekologis. Berdasarkan sejarah, sudah sejak dulu hutan
mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup bagi masyarakat lokal.
Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK, hutan mangrove menyediakan
berbagai jenis sumber daya sebagai bahan baku industri dan berbagai komoditas
perdagangan yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara.
Secara garis besar, manfaat ekonomis dan ekologis mangrove adalah :
a. Manfaat ekonomis, terdiri atas :
1. Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang,
serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu)
2. Hasil bukan kayu
3. Hasil hutan ikutan (tannin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, dll)
b. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindung lingkungan, baik
bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis
fauna, diantaranya :
1. Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang
2. Pengendali intrusi air laut
3. Habitat berbagai jenis fauna
4. Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis
ikan, udang dan biota laut lainnya.
5. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi
6. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air)
7. Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi.
Pada umumnya jenis-jenis magrove dimanfaatkan secara lokal untuk kayu
bakar dan bahan bangunan lokal. Komoditas utama kayu mangrove untuk
diperdagangkan secara internasional adalah arang yang berasal dari Rhizophora
spp., yang mempunyai nilai kalori sangat tinggi. Barangkali ancaman yang paling
serius bagi mangrove adalah persepsi di kalangan masyarakat umum dan sebagian
besar pegawai pemerintah yang menganggap mangrove merupakan sumber daya
yang kurang berguna yang hanya cocok untuk pembuangan sampah atau
dikonversi untuk keperluan lain. Sebagian besar pendapat untuk mengkonversi
mangrove berasal dari pemikiran bahwa lahan mangrove jauh lebih berguna bagi
individu, perusahaan dan pemerintah daripada sebagai lahan yang berfungsi
secara ekologi. Apabila persepsi keliru tersebut tidak dikoreksi, maka masa depan
mangrove Indonesia dan juga mangrove dunia akan menjadi sangat suram
Jasa Lingkungan
Jenis produk hutan yang lain adalah jasa lingkungan yang diberikan oleh
hutan yang berupa kemampuan menahan air, menahan banjir, menahan erosi,
sebagai tempat hidup keanekaragaman hayati, maupun sebagai penyerap karbon
(carbon sink); yang semuanya itu tidak ada transaksi pasar dalam penggunaan atas
produk jasa lingkungan tersebut. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah produk
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (SDAHE) yang berupa manfaat
langsung (tangible) dan/atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi
antara lain jasa wisata alam,/rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi,
kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, penyerapan
dan penyimpanan karbon (carbon offset). Letak geografis, luas dan karakteristik
bio-fisik hutan Indonesia yang sangat beragam merupakan keunggulan komparatif
(Comparative advantage) tersendiri dalam hal potensi jasa lingkungan, sehingga
apabila jasa lingkungan ini dikelola secara baik akan memberikan nilai ekonomi
kuantitatif maupun manfaat atau kepuasan kepada konsumen jasa lingkungan.
Menurut Badan Konservasi Sumber Daya Alam (2005) Berikut beberapa
peluang pengembangan jasa lingkungan:
1. Carbon offset; merupakan jasa lingkungan yang memberikan kontribusi
dalam upaya mencegah dampak negatif perubahan iklim, dimana
pemanfaatan jasa lingkungan ini nantinya diatur melalui Mekanisme
Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) di bawah
Protocol Kyoto. Dan berdasarkan kajian sementara bahwa Indonesia
mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat bersaing dalam pasar
2. Pemanfaatan air; dengan adanya indikasi menyusutnya suplay air di bumi,
maka air merupakan jasa lingkungan yang berpeluang untuk dikembangkan.
3. Eco-tourism; potensi fenomena /keindahan/keunikan alam, keanekaragaman
hayati dan budaya memberikan peluang usaha di bidang wisata alam.
Manfaat Mangrove Sebagai Nursery Ground
Serarah daun mangrove yang subur diubah oleh mikroorganisme (terutama
kepiting) dan mikroorganisme pengurai menjadi detritus berubah menjadi
bioplankton yang dimakan oleh binatang laut. Dengan demikian di laut kaya akan
makanan ikan (Hadipurnomo, 1995).
Ekosistem mangrove memiliki produkifitas tinggi sehingga ekosistem ini
mampu menopang keanekaragaman jenis yang tinggi. Daun mangrove yang jatuh
oleh fungi, bakteri dan protozoa akan diuraikan menjadi bahan organik lebih
sederhana (detritus) sehingga dapat menjadi sumber makanan bagi berbagai jenis
biota perairaan seperti udang, kepiting dan sebagainya (Mulya, 2003).
Manfaat Mangrove Sebagai Perlindungan Pantai dari Abrasi
Abrasi merupakan suatu proses alam yang sering terjadi pada ekosistem
pesisir. Akhir-akhir ini abrasi telah dianggap sebagai suatu bentuk bencana, hal ini
dikarenakan abrasi dapat mengakibatkan mundurnya garis pantai dari kedudukan
semula yang dapat berdampak pada kerusakan ekosistem daratan. Abrasi diartikan
sebagai pengikisan bibir pantai oleh air laut. Laut menggerogoti kawasan pantai,
kuala, lalu menelannya dan lenyaplah bibir pantai atau bahkan pulau tersebut.
Lama kelamaan, suatu kawasan yang dulunya tampak asri berubah menjadi lautan
Tingkat abrasi pada sebagian wilayah pesisir pantai Indonesia sangat
tinggi sekitar 30.000 km garis pantai atau sekitar 40% dari 80.000 km bibir pantai
rusak akibat abrasi (Opini Publik, 2003). Menurut Tim Penyusun Inventarisasi
Data Dasar Survei Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut (2003) tingginya tingkat
abrasi dapat mengancam keberadaan lokasi pemukiman wilayah pesisir, sarana
dan prasarana jalan serta hilangnya sebagian lahan pertania dan perikanan
termasuk segala kegiatan ekonomi yang berlangsung di dalamnya. Adanya dugaan
bahwa sekitar 60% dari populasi penduduk Indonesia bermukim di pesisir dan
80% dari lokasi industri di Indonesia mengambil tempat di wilayah pesisir.
Abrasi pantai tergantung pada kondisi angkutan sedimen pada lokasi
tersebut, yang dipengaruhi oleh angin, gelombang, arus, pasang-surut, sedimen
dan kejadian lainnya, serta adanya gangguan yang diakibatkan oleh ulah manusia
yang mungkin berupa konstruksi bangunan pada pantai, dan penambangan pasir
pada pantai tersebut. Pengambilan material pantai untuk bahan bangunan (karang,
batu dan pasir) akan mengurangi “cadangan” sedimen bagi pembentukan pantai
dalam siklus dinamiknya (Diposaptono, 2001). Peristiwa terjadinya abrasi pada
daerah pesisir pantai bersifat imperceptibility (tidak terasa), namun pada beberapa
lokasi tertentu dapat pula diketahui dengan mengamati perubahan secara dramatis,
yakni melalui hasil dari proses fisik, seperti pasang-surut dan angin, pemindahan
partikel kecil dari pasir.
Penggunaan tanaman bakau sebagai pencegah abrasi juga akan memberi
manfaat lain, seperti menambah populasi ikan, udang dan kepiting di perairan
sekitarnya, karena hutan bakau menjadi tempat berkembang biaknya jenis biota
semakin parah antara lain adalah pengambilan pasir di sepanjang pantai,
pembangunan pemukiman dan tempat wisata tanpa mengindahkan keberadaan
eksosistem yang ada (Admin, 2007). Mangrove bukan hanya penting sebagai
pencegah abrasi dan akresi, tetapi juga merupakan ekosistem yang sangat penting
bagi sumber daya hayati perairan estuari dan perairan laut. Organisme pesisir dan
laut menggunakan mangrove sebagai tempat penetasan.
Manfaat Mangrove Sebagai Menghambat Intrusi Air Laut
Kehadiran mangrove di pantai menjadi wilayah penyaga terhadap
rembesan air laut (intrusi) ke daratan jika tidak ada mengrove maka air laut akan
meresap kedalam aliran air tanah sehingga menyebabkan air tanah menjadi asin
seseuai dengan pernyataan Salin (1986). Adapun intrusi diartikan sebagai
perembesan air laut ke daratan, bahkan sungai. Suatu kawasan yang awalnya air
tanahnya tawar kemudian berubah menjadi lagang dan asin seperti air laut. Intrusi
dapat berakibat rusaknya air tanah yang tawar dan berganti menjadi asin.
Penyebabnya, antara lain penebangan pohon bakau, penggalian karang laut untuk
dijadikan bahan bangunan dan kerikil jalan. Pembuatan tambak udang dan ikan
yang memberikan peluang besar masuknya air laut jauh ke daratan
(Admin, 2008).
Mangrove melindungi garis pantai dari erosi yang disebabkan oleh
gelombang dan air kencang dan merupakan sumber kayu bakar terbaru. Mangrove
memiliki kemampuan mencegah intrusi garam kekawasan darat, dan
membersihkan perairan pantai dan pencemaran, khususnya bahan pencemar dan
Valuasi Mangrove
Teknik ekonomi sebenarnya sudah lama digunakan untuk mengevaluasi
nilai ekonomi daratan berikut sumberdayanya, namun teknik ini gagal dalam
menilai sumberdaya alam serta jasanya. Penilaian ekonomi berfokus hanya pada
nilai perhitungan financial pasar yang dinyatakan dalam jumlah uang yang
diterima, sedangkan pertimbangan keuntungan sosial-ekonomi yang berkaitan
dengan barang dan jasa lingkungan banyak dihapus, karena barang dan jasa
tersebut tidak memiliki pasar formal, harga atau nilai yang dapat dinyatakan
dalam bentuk uang, sehingga nilai total sesungguhnya mendapat penilaian yang
terlalu rendah. Konsep penilaian ekonomi total mulai diperkenalkan tahun
1970-an d1970-an diaplikasik1970-an di akhir tahun 1980. Dalam konsep ini. Penilai1970-an ekonomi
tidak saja ditujukan pada nilai yang langsung dapat dihitung, tetapi termasuk juga
yang tidak memiliki nilai pasar (non-market value), nilai fungsi ekologis serta
keuntungan yang tidak langsung lainnya (ANON, 2002)
Memasuki abad ke 21, pembangunan pesisir dan kelautan Indonesia
dihadapkan pada beberapa realitas dan kecenderungan ke masa depan. Beberapa
realitas dan kecenderungan ke depan tersebut adalah daya dukung sumber daya di
darat dari waktu ke waktu semakin berkurang, sementara jumlah penduduk serta
pendapatan masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, permintaan barang
dan jasa di masa mendatang akan terus meningkat yang semakin tidak dapat
dipenuhi lagi dari hasil-hasil pendayagunaan sumberdaya daratan. Sebagai
konsekuensinya, tuntutan untuk memanfaatkan sumberdaya laut di masa
mendatang akan meningkat. Beberapa kenyataan yang terjadi dalam lingkungan
pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih, pengelolaan secara berlebihan
dan faktor penting lainnya. Semua faktor-faktor ini merupakan komponen yang
saling terkait dalam sistem pesisir. Untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya pesisir diperlukan adanya neraca sumberdaya pesisir dan lautan yang
memerlukan penilaian ekonomi (valuasi ekonomi) terhadap cadangan
pemanfaatan sumberdaya alam (Munir dkk, 2008).
Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya
melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang
mempertimbangkan lingkungan. Valuasi ekonomi sumberdaya alam tersebut
bertujuan untuk menemukan alokasi kebijakan pengelolaan sumberdaya mangrove
yang efisien dan berkelanjutan. Nilai ekonomi total merupakan instrumen yang
dianggap tepat untuk menghitung keuntungan dan kerugian bagi kesejahteraan
rumah tangga sebagai akibat dari pengalokasian sumberdaya alam. Penilaian
sumberdaya mangrove secara total dilakukan melalui penilaian semua fungsi dan
manfaat hutan baik yang marketable mapun non marketable, yang merupakan
upaya peningkatan informasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap
pengelolaan sumberdaya mangrove yang lestari (LPPM, 2004).
Valuasi Jasa Lingkungan
Hutan menghasilkan bukan hanya produk yang kasat mata seperti kayu
dan non kayu, tetapi juga menghasilkan intangible produk yang manfaat dan
keberadaannya semakin dibutuhkan baik oleh masyarakat yang berdekatan dan
jauh dengan hutan, yaitu jasa lingkungan. Jasa lingkungan yang dihasilkan hutan
mencapai lebih dari 25 jasa, akan tetapi yang sudah mulai dapat dikuantifikasi dan
hutan yang dapat dikuantifikasikan dan dinilai, yaitu sebagai pengatur tata air,
pemandangan bentang alam, sumber biodiversity dan penyerap karbon. Jenis
produk hutan yang lain adalah jasa lingkungan yang diberikan oleh hutan yang
berupa kemampuan menahan air, menahan banjir, menahan erosi, sebagai tempat
hidup keanekaragaman hayati, maupun sebagai penyerap karbon (carbon sink);
yang semuanya itu tidak ada transaksi pasar dalam penggunaan atas produk jasa
lingkungan tersebut.
Penilaian (valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan
konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Sebagai bagian dari
kegiatan sektor perekonomian nasional, kontribusi sector kehutanan terhadap PDB
nasional juga dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai tambah. Nilai
tambah yang diciptakan sektor kehutanan merupakan perbedaan nilai suatu
barang/jasa yang timbul sebagai akibat suatu kegiatan produksi dan/atau distribusi
hasil hutan. Produksi sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif berupa kayu hutan,
rotan, daun, buah dan lain-lain; dan dapat pula berupa produk non-ekstraktif
seperti rekreasi dan wisata hutan lainnya. Kedua jenis produk itu walaupun
berbeda sifatnya namun memiliki ciri yang sama dalam hal produknya dapat
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Belawan, Sumatera
Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009. Pemilihan lokasi
penelitian ini dilakukan secara purposive samling (sampel bertujuan), dengan
pertimbangan letak geografis dan sejarah Kecamatan Medan Belawan tersebut.
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis,
kalkulator dan kamera untuk dokumentasi. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner, peta wilayah Kecamatan, data sekunder yang
diperoleh dari Kecamatan Medan Belawan dan dokumen lain yang berkaitan
dengan lokasi studi.
Populasi dan Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh rumah tangga
di tiga (3) kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang, Kelurahan Bagan Deli,
Kelurahan Belawan Bahagia di Kecamatan Medan Belawan yang memiliki hutan
mangrove. Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Sicanang sebesar 114 KK,
Kelurahan Bagan Deli 173 KK dan di Kelurahan Belawan Bahagia 104 KK maka
menurut Soekartawi (1995) jumlah sampel yang digunakan adalah 30 KK untuk
setiap kelurahan kecuali Kelurahan Bagan Deli karena sampel yang digunakan
adalah nara sumber seperti camat, lurah, kepala desa dan tukang yang
Metode pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara
purposive sampling (sampel bertujuan), Menurut Soekartawi (1995) dalam
purposive sampling pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat
tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Pemilihan objek penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling)
dengan pertimbangan lokasi sesuai dengan daerah yang akan dituju, seperti
nursery ground dipilih pada daerah yang masyarakatnya adalah petani tambak
karena nusery ground dihitung dengan perdekatan biaya pembuatan tambak.
Untuk perhitungan pencegah abrasi dipilih daerah terletak pada pinggir pantai dan
terkena langsung air laut. Untuk perhitungan mangrove sebagai pencegah intrusi
air laut adalah daerah yang masyarakatnya menggunakan air payau atau terasa
asin akibat adanya perembesan air laut dengan air tawar, dan daerah yang
pencegah intrusi air laut daerah yang dipilih adalah daerah yang memiliki tingkat
ekonomi rendah, sedang dan atas menghitung rata-rata penggunaan alatnya.
Metode Valuasi Ekonomi
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini didapat dari data primer dan
data sekunder. Data sekunder diperlukan adalah data umum yang ada pada
instansi pemerintahan desa, kecamatan, BPS yang meliputi letak dan luas desa,
jumlah penduduk, dan data dari sumber lain. Data primer dikumpulkan melalui
pengamatan/analisis langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan
penduduk.
Berikut ini dijelaskan metoda yang digunakan untuk melakukan valuasi
Nilai Ekonomi Hutan Mangrove 1. Nilai Ekonomi Nursery Ground
Potensi jasa lingkungan hutan mangrove dapat diihitung dengan pendekatan
analisis nursery ground. Dimana fungsi nursery ground sebagai habitat makluk
hidup seperti ikan, kepiting dan udang. Pendekatan nursery ground dapat
dilakukan dengan menbandingkan nursery ground tersebut dengan pembuatan
tambak pada daerah setempat.
Menurut Munir dkk (2008) hutan mangrove sebagai nursery ground
mempunyai nilai ekonomi yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Vng = L x Bt
Vng = nilai nursery ground
L = luas (ha) dan
Bt = Biaya tambak.
2. Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Pencegah Terjadinya Abrasi
Salah satu fungsi hutan mangrove adalah pencegah terjadinya abrasi, oleh
karena itu perlu dihitung nilai ekonomi mangrove dengan pendekatan hutan
mangrove sebagai pelindung abrasi. Dalam menghitung nilai ekonomi tersebut
maka diadakan perbandingkan dibuatnya tanggul jika Kecamatan Medan Belawan
tersebut tidak memiliki hutan mangrove lagi.
Munir dkk (2008) nilai ekonomi hutan mangrove sebagai pelindung abrasi
dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Vpa = L KH
x Tt x Bt
L = luas hutan manrove (ha)
KH = ketebalan hutan mangrove,
Tt = tinggi tanggul pelindung abrasi,
Bt = biaya pembuatan tanggul pelindung abrasi (Rp/m2).
Nilai hutan mangrove sebagai pelindung abrasi dapat diasumsikan sama dengan
biaya pembangunan pematang tanggul dengan tinggi 2 m.
3. Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Pencegah Intrusi Air Laut.
Salah satu manfaat mangrove adalah sebagai pencegah intrusi air laut,
Oleh karena itu perlu dihitung nilai ekonomi hutan mangrove dengan pendekatan
hutan mangrove sebagai pencegah air laut. Dalam menghitung nilai ekonomi
tersebut maka diadakan perhitungan terhadap air yang digunakan oleh masyarakat
Kecamatan Medan Belawan, dilihat dari air yang digunakan oleh masyarakat
apakah terasa payau akibat intrusi air laut dan dilakukannya pengadaan terhadap
pembuatan alat.
Nilai ekonomi hutan mangrove sebagai pencegah intrusi air laut dapat
dihitung dengan menggunakan metode biaya pengadaan.
Metode biaya pengadaan, apabila barang dan jasa hasil hutan tersebut tidak
dikenal pasarnya dan tidak termasuk sistem pertukaran, penilaiannya dilakukan
dengan menggunakan metode biaya pengadaan.
N = BP
N = Nilai kerugian terjadinya intrusi (Rp/unit vol)
BP = Biaya pengadaan alat yang digunakan untuk menggantikan mangrove
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian ini sudah dilaksanakan di Kecamatan Medan Belawan yang
terletak pada posisi 98037’48”-98043’12”BT dan 03044’24”-03048’00”. Luas
wilayahnya 21,82km2, dengan letak geografisnya dari kecamatan Medan Belawan
yaitu:
Sebelah utara : Selat Malaka
Sebelah selatan : Kecamatan Medan Labuhan
Sebelah timur : Kecamatan Hamparan Perak
Sebelah barat : Kecamatan Percut Sei Tuan
Kecamatan Medan Belawan terdiri dari 6 kelurahan yaitu Belawan I,
Belawan II, Belawan Bahari, Belawan Bahagia, Belawan Sicanang dan Bagan
Deli. Dengan jumlah penduduknya Kecamatan Medan Belawan 118.121 jiwa
60.750 laki-laki dan 57.371 perempuan.
Dari liputan Lahan Citra Landsat +7 ETM Liputan tahun 2005 Kecamatan
Medan Belawan terdiri dari:
1. Pemukiman : 984.08 Ha
2. Perkebunan : - Ha
3. Tambak : 382.86 Ha
4. Sawah : - Ha
5. Hutan Belukar : 1.051.26 Ha
6. Hutan mangrove sekunder : 201.80 Ha
Valuasi Ekonomi Mangrove Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Nursery ground
Karakteristik responden disajikan dalam bentuk tabel. Persentase
pendapatan per bulan, jumlah anggota rumah tangga, mata pencaharian, tingkat
pendidikan kepala rumah tangga disajikan dalam tabel-tabel di bawah ini.
Pendapatan
Tingkat pendapatan per bulan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu
pendapatan ≤ Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000, Rp. 2.000.000 - Rp.
3.000.000, Rp. 3.000.000 – Rp.4.000.000 dan pendapatan > Rp. 4.000.000
Tabel 1. Tingkat pendapatan responden petani tambak di Kelurahan Sicanang
No. Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah rumah tangga (KK)
Pendapatan rata-rata masyarakat adalah sebesar Rp. 3.333.333/bulan atau
sekitar Rp. 39.999.996/tahun. Pendapatan terendah sebesar Rp. 1.000.000 per
bulan dan pendapatan tertinggi sebesar Rp.6.000.000 per bulan.
Tingkat pendapatn tambak di kelurahan Belawan Sicanang sebagaimana
terlihat pada tabel 1 yang di atas menunjukan bahwa tingkat pendapatan tambak
rata-rata perbulan, 3,33% pendapatan antara ≤ Rp. 1.000.000, 26,67% pendapatan
antara Rp. 1.000.000-2.000.000, 10,00% pendapatan antara Rp.
Pendapatan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi luas
tambak yang dimiliki oleh rumah tangga dimana semakin banyak pendapatan
maka semakin luas juga tambak yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 50,00% responden memiliki pendapatan Rp. 3.000.000-4.000.000,-
Jumlah anggota rumah tangga
Jumlah anggota rumah tangga masyarakat yang memiliki tambak untuk
rumah tangga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu jumlah anggota rumah
tangga < 5 orang dan > 5 orang.
Tabel 2. Jumlah anggota rumah tangga masyarakat petani tambak udang di Kelurahan Sicanang
No. Jumlah anggota rumah tangga (orang) Jumlah KK Persentase (%) 1
Jumlah anggota rumah tangga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi luas tambak yang dimiliki rumah tangga dimana semakin banyak
jumlah anggota rumah tangga maka luas tambak udang yang miliki akan
berkurang karena didaerah tersebut tambak udang pun dijadikan warisan, jadi
semakin banyak anaknya maka tambaknya yang dimilikinya akan berkurang.
Mata pencaharian
Mata pencaharian dibagi menjadi dua kelompok yaitu tambak udang dan
non tambak udang, dimana yang termasuk dalam kelompok non tambak yaitu
Tabel 3. Persentase mata pencaharian untuk rumah tangga di Kelurahan Sicanang
No. Mata pencaharian Jumlah KK Persentase (%) 1
Hasil penelitian menunjukkan 83,33% responden bermata pencaharian
sebagai tambak udang. Responden yang bermata pencaharian non tambak sebesar
16,67% merupakan responden yang bekerja sebagai wiraswasta, PNS.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari kepala
keluarga yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tamatan SD, SMP sederajat,
SMA sederajat dan Perguruan Tinggi. Persentase tingkat pendidikan ini disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang memilki tambak untuk rumah tangga di Kelurahan Sicanang
No. Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah KK Persentase (%) 1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden rata-rata dengan tingkat
pendidikan SD yaitu sebesar 40%, sedangkan tingkat pendidikan yang mencapai
perguruan tinggi hanya 10,00%. Responden yang hanya tingkat pendidikan SD
inilah yang umumnya bermata pencaharian sebagai tambak, dan wiraswasta
sedangkan yang tingkat pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi pada
Luas Lahan Tambak Udang (Ha)
Tingkat luas lahan tambak udang yang di miliki oleh masyarakat
Kelurahan Belawan Sicanang dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu
pendapatan ≤ 1 Ha, 1-2 Ha, ≥ 3Ha. Tambak yang dihasilkan oleh masyarakat
adalah tambak udang.
Tabel 5. Luas lahan tambak yang di miliki oleh rumah tangga di Kelurahan Sicanang
No. Luas Lahan Tambak (Ha) Jumlah rumah tangga (KK)
Luas lahan (Ha) yang digunakan oleh masyarakat tambak di Kelurahan
Belawan Sicanang dari tabel di atas yang menunjukkan bahwa 46,67% luas lahan
≤1 Ha, 46,67 % luas lahan antara 1-2 Ha, dan 6,67% luas lahan diatas 3 Ha.
Rata-rata luas lahan yang digunakan masyarakat tambak adalah 2 Ha.
Luasan hutan mangrove di Kelurahan Belawan Sicanang semakin
berkurang, disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan menjadi tambak disamping
eksploitasi kayu mangrove untuk berbagai peruntukan. Kekayaan alam yang
terkandung di wilayah pesisir telah dimanfaatkan secara intensif memberikan
kontribusi terhadap kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Karena pada dasarnya
tujuan pengelolaan sumberdaya pesisir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat serta memelihara dan meningkatkan kondisi sumberdaya alam yang
menjadi pendukung kehidupan bagi masyarakat. Tetapi karena sifat sumberdaya
ini yang open access, maka eksploitasi sumberdaya lebih banyak memberikan
Karakteristik Responden Konsumen Air
Karakteristik konsumen air untuk kebutuhan rumah tangga yang diperoleh
dari responden disajikan dalam bentuk tabel. Persentase pendapatan per bulan,
jumlah anggota rumah tangga, mata pencaharian, tingkat pendidikan kepala rumah
tangga disajikan dalam tabel-tabel di bawah ini.
Pendapatan
Tingkat pendapatan per bulan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu
pendapatan < Rp. 500.000, Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000 - Rp.
2.000.000, Rp. 2.000.000 – Rp.3.000.000 dan pendapatan ≥ Rp. 3.000.000
Tabel 6. Tingkat pendapatan konsumen air rumah tangga di Belawan Bahagia
No. Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah rumah tangga (KK)
Pendapatan rata-rata masyarakat adalah sebesar Rp. 1.723.333/bulan atau
sekitar Rp. 20.679.996/tahun. Pendapatan terendah sebesar Rp. 350.000/bulan dan
pendapatan tertinggi sebesar Rp.4.000.000/bulan. Responden yang berpendapatan
rendah pada umumnya dari golongan nelayan. Responden yang memiliki
pendapatan di atas Rp. 4.000.000 pada umumnya bermata pencaharian sebagai
wiraswasta atau pegawai. Responden yang berpendapatan rendah pada umumnya
dari golongan nelayan.
Pendapatan ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi
untuk mempermudah memperoleh air. Kemudahan memperoleh air oleh
tersedianya sarana yang memadai tidak berarti menunjukkan kemudahan
memperoleh air karena biaya untuk pembuatan sarana tersebut besar.
Jumlah anggota rumah tangga
Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu jumlah anggota rumah tangga < 5 orang
dan > 5 orang.
Tabel 7. Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia
No. Jumlah anggota rumah tangga (orang) Jumlah KK Persentase (%) 1
2
< 5 > 5
13 17
43,33 56,67
Total 30 100,00
Jumlah anggota rumah tangga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi konsumsi air oleh rumah tangga dimana semakin banyak jumlah
anggota rumah tangga maka kebutuhan akan air juga akan meningkat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa 56,67% responden memiliki jumlah anggota
rumah tangga >5 orang.
Mata pencaharian
Mata pencaharian dibagi menjadi dua kelompok yaitu nelayan dan non
petani, dimana yang termasuk dalam kelompok non nelayan yaitu PNS dan
Tabel 8. Persentase mata pencaharian konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia
No. Mata pencaharian Jumlah KK Persentase (%) 1
Hasil penelitian menunjukkan 23,33% responden bermata pencaharian
sebagai nelayan. Responden yang bermata pencaharian non nelayan sebesar
43,33% merupakan responden yang bekerja sebagai wiraswasta, PNS.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari kepala
keluarga yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tamatan SD, SMP sederajat,
SMA sederajat dan Perguruan Tinggi. Persentase tingkat pendidikan ini disajikan
pada Tabel 9.
Tabel 9. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia
No. Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah KK Persentase (%) 1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden rata-rata dengan tingkat
pendidikan SD yaitu sebesar 36,67%, sedangkan tingkat pendidikan yang
mencapai perguruan tinggi hanya 13,33%. Responden yang hanya tingkat
pendidikan SD inilah yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, dan
wiraswasta sedangkan yang tingkat pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi
Valuasi Ekonomi Mangrove Sebagai Nursery ground
Masyarakat tambak di Kecamatan Medan Belawan terdapat pada
kelurahan Belawan Sicanang Lingkungan XX yang juga menjadi objek dalam
penelitian ini. Kelurahan Belawan Sicanang mempunyai luas lahan 1510 Ha,
jumlah penduduk 445 jiwa, memiliki jumlah 114 KK dan 90% dari jumlah KK
tersebut merupakan masyarakat yang memiliki tambak. Perhitungan valuasi hutan
mangrove sebagai nursery ground dengan perhitungan menggunakan masukan
biaya pembuatan tambak udang di Kecamatan Medan Belawan setara dengan nilai
rata-rata biaya tambak, dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10.Valuasi ekonomi pembuatan tambak
Biaya/Harga Nilai
Rata-rata modal
Rata-rata biaya pemeliharaan Rata-rata biaya pembuatan tambak
Rp. 5.340.000/ha/thn Rp. 1.900.000/ha/thn Rp. 7.500.000/ha/thn Rata-rata biaya tambak Rp. 14.740.000/ha/thn
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai tambak
adalah Rp. 14.740.000,00/Ha/thn. Nilai rupiah tersebut diperoleh dari hasil kali
jumlah sampel terhadap nilai rata-rata dari total pembuatan tambak dari setiap
orang. Biaya tambak sebesar 1 Ha produk tambak setara dengan biaya produk
mangrove, maka biaya valuasi hutan mangrove sebagai nursery ground adalah
Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, karena hasil produtif 1 Ha tambak adalah 0,6 ton/thn
sedangkan 1 Ha mangrove dapat menghasilkan 0,15 ton, perhitungan persamaan
Luas hutan mangrove (Ha)
Gambar 1. Produktifitas udang pada hutan mangrove
Dari gambar 1. menujukkan dengan bertambahan 1 Ha luas mangrove
maka terjadi penambahan produksi udang sebesar 0,15 ton/thn. Garis luas hutan
mangrove pada gambar di atas adalah luas hutan mangrove yang diperlukan
peneliti untuk membandingkan produktifitas hutan mangrove yang berfungsi
sebagai nursery ground dengan tambak udang (budidaya) yang dikelola oleh
masyarakat tanpa adanya hutan mangrove.
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa jumlah dana yang akan
dikeluarkan untuk tambak udang budidaya lebih besar pengeluaran pembuatan
tambak udangnya dari pada tambak udang tersebut berasal dari mangrove yang
masih dapat berfungsi dengan baik. Penambah luasan mangrove dengan
penanaman kembali lahan terbuka dan pengurangan sebagian tambak budidaya
serta penurunan tingkat pengambilan kayu mangrove dapat menurunkan harga
pembuatan tambak udang secara budidaya. Sesuai dengan pernyataan Dahuri
(1996) pemanfaatan hutan mangrove selain bernilai ekonomi, juga harus dilihat
arti penting fungsi ekologisnya sehingga dampak negative yang mungkin terjadi
mangrove juga berkontribusi besar dalam pengrusakan ekosistem mangrove.
Apabila hal ini terjadi maka habitat dasar serta fungsi ekoliginya menjadi hilang
dan nilai dari kehilangan ini lebih besar dari nilai penggantinya.
Dalam penelitian ini tambak yang diteliti adalah tambak udang, udang
merupakan jenis biota laut, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas
dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon.
Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut.
Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah
sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang merupakan salah satu bahan
makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang
merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap
udang rata-rata naik 11,5% per tahun (Warintek, 2001).
Modal yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan hanya untuk bibit udang
sebanyak 5.000-10.000 bibit untuk 1 Ha saja tetapi dikeluarkan untuk membeli
pakan, racun (teodan yang berukuran besar), pupuk (pupuk urea) yang digunakan
untuk menimbulkan atau menghidupkan cacing-cacing yang berfungsi sebagai
makanan alam untuk udang tersebut. Kebutuhan lain yang diperlukan untuk
budidaya udang adalah kapur yang berfungsi untuk menghilangkan zat asam yang
ada didalam tambak sehingga dapat memperbaiki salinitas tambak tersebut, ursal
(sejenis tanaman) yang berfungsi untuk menutupi air dari terik matahari. Lahan
yang digunakan untuk tambak tersebut memiliki frekwensi investasi selama 5
tahun, karena pada 5 tahun kedepan lahan tidak dapat berproduksi lagi
makanan alam tidak dapat tumbuh lagi atau berproduksi lagi. Maka lahan tersebut
dibiarkan saja (diberakan) supaya racun yang ada dapat hilang.
Persyaratan Lokasi
Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat udang atau ikan maka
dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak baru maupun
dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
* Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia
sepanjang tahun, tetapi bukan daerah banjir.
* Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang
maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas
dari pencemaran.
* Tanah dasar tambak terdiri dari Lumpur berpasir dengan ketentuan
kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%
Produksi udang cenderung meningkat bila benih yang ditebarkan berkisar
anatara 500-1000 ekor/Ha. Terlalu padat tebaran dalam tambak, laju pertumbuhan
udang semakin lambat. Selain itu kedalaman air juga berpengaruh terhadap
produksi udang, kedalaman air yang layak adalah 1, 20 m. Wyban et. al 1978
dalam Mangampa 1993 mengemukakan bahwa kecepatan tumbuh dipengaruhi
oleh kepadatan. Semakin tinggi kepadatan semakin tinggi pula kompetisi ruang
gerak, dengan demikian pertumbuhan yang diukur melalui berat perekor akan
semakin rendah dengan semakin tingginya padat penebaran. Sedangkan produksi
yang lebih tinggi (50 ekor/m2). Faktor lain yang sangat menentukan pertumbuhan
pertambakan semakin tergantung kepada jumlah pakan yang diberikan. Akan
tetapi kontribusi pakan alami tetap memegang peran yang sangat penting dalam
mencapai keseimbangan energi yang diperlukan oleh biomasa yang dipelihara
dalam tambak.
Waktu dan frekuensi pemberian pakan juga dapat mengaktifkan
penggunaan pakan, factor umur dan ukuran udang juga menentukan pemberian
pakan sesuai dengan pernyataan Zaftan et.al 1990 dalam Mangampa 1993.
Mereka juga mengemukakan 5 hari dengan frekuensi 2 kali/hari. Setelah
mencapai umur 100 hari, frekuensi pemberian pakan ditingkatkan hingga 5-6
kali/hari. Dalam pemberian pakan dan pengaturan sirkulasi air tambak, perlu
dilakukan oleh petani dengan dibantu tenaga kerja tambahan. Tambak rakyat
tradisional menggunakan tenaga kerja hanya saat pemeliharaan lahan dan
pemanenan hasil tambak, karena pemberian pakan dan sirkulasi air tidak terlalu
diperhatikan. Namun tambak yang telah dikelola secara lebih baik atau secara
intensif memerlukan tenaga kerja yang bertugas mengawasi sirkulasi, memberikan
pakan, mengukur pertumbuhan udang dan beberapa pekerjaan lainnya, semakin
besar skala usaha tambak tersebut maka semakin besar jumlah tenaga kerja.
Pemeliharaan dilakukan secara manual yaitu dengan tenaga manusia,
dimana dalam 1 hari dikerjakan oleh minimal 2 orang tenaga kerja dengan harga
Rp. 40.000,00/hari/org, untuk 1 Ha dapat disiapkan selama 10-15 hari.
Tahap-tahap teknik pemeliharaan budidaya tambak udang yang dilakukan adalah sebagai
1. Persiapan Tambak
Pengeringan Dasar Tambak
Pengeringan ini dimaksudkan untuk mengurangi senyawa–senyawa asam
sulfide dan senyawa beracun yang terjadi selama tambak terendam air,
memungkinkan terjadinya pertukaran udara dalam tambak sehingga proses
mineralisasi bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan kelekap dapat
berlangsung, serta untuk membasmi hama penyakit dan benih-benih ikan liar yang
bersifat predator ataupun kompetitor.
Agar lebih mempermudah pelaksanaan pengeringan tambak dapat
dilakukan pada saat air laut surut. Pengeringan tambak berlangsung selama 1-2
minggu, sampai keadaan tanah retak-retak, namun tidak terlalu kering atau
berdebu. Jadi yang dimaksud dengan tidak terlalu kering adalah bila tanah dasar
tambak diinjak, kaki masih melesak sedalam 10-20 cm. Untuk mengetahui tingkat
pengeringan tersebut yaitu dengan cara mengukur ketinggian lekukan yang terjadi
dalam tanah dasar yang retak- retak tersebut, apabila lapisan telah mencapai 1-2
cm, maka pengeringan sudah dianggap cukup.
Pengangkatan Lumpur
Pengangkatan Lumpur dasar sebaiknya dilakukan pada saat lumpur dasar
dapat diangkat. Kebanyakan petambak melakukan pengangkatan lumpur pada saat
tergenang sehingga partikel-partikel lumpur yang halus bercampur dengan air,
sehingga kadar NH3 –N dan H2S tetap tinggi.
Pengolahan tanah dasar tambak
Pengolahan tanah dasar dilakukan menggunakan cangkul, dengan
unsur hara terhadap pertumbuhan plankton pada kedalaman tertentu, dan
kemampuan unsur toksis berpengaruh terhadap kehidupan udang didasar tambak.
Pengolahan tanah dasar dilakukan hanya pada tambak yang sudah lama
beroperasi.
2. Pengapuran
Pengapuran adalah upaya peningkatan produktivitas tambak, utamanya
tambak masam yang bertujuan :
Pengeringan tanah
Memperbaiki struktur tanah yaitu meningkatkan daya sanggah (buffer)
tanah dan air sehingga tidak terjadi perubahan kemasaman (pH) yang ekstrim.
• Menetralisasi unsur toksis yang disebabkan oleh aluminium dan zat besi
dengan ketersediaan kalsium dalam jumlah yang cukup, sehingga
ketersediaan unsur hara seperti posfat akan bertambah.
• Menstimulir aktivitas organisme tanah sehingga dapat menghambat
organisme yang membahayakan kehidupan udang (desinfectan)
• Dapat merangsang kegiatan jasad renik dalam tanah sehingga dapat
meningkatkan penguraian bahan organic dan nitrogen dalam tanah.
Pada tanah masam dengan pH 7 tidak dilakukan pengapuran atau
pengapuran dalam jumlah yang sedikit sebgai desinfektan saja Poernomo (1992).
Pengapuran dilakukan pada saat tanah dasar tambak dalam keadaan lembab dan
juga dilakukan pada saat pengolahan atau pembalikan tanah dasar tambak, setelah
tanah dasar tambak dikapur dengan kaptan selanjutnya dibiarkan kering dan
3. Pemberantasan Hama
Pemberantasan hama (terutama trisipan, kepiting dan ikan liar) yang
paling efektif adalah melalui pengeringan tambak secara sempurna.
Pemberantasan hama ikan dapat dilakukan dengan menggunakan saponin, dimana
keampuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas air tambak.
Pada salinitas rendah yaitu salinitas 30 ppm, saponin diaplikasikan dengan dosis
10-15 kg/ha.
4. Pemupukan
Pemupukan dilakukan sesudah pemberantasan hama, jenis dan dosis
pupuk ditentukan oleh tingkat kesuburan dari masing- masing tanah dasar tambak.
Kesuburan suatu perairan tergantung pada produktivitas tanaman berklorofil, dan
ini merupakan interaksi dari berbagai faktor diantaranya tersedianya zat hara
dalam perairan sesuai dengan pernyataan Andarias (1991). Kesuburan perairan
juga ditandai dengan kelimpahan dan jenis nabati air baik berupa fitoplankton
maupun yang berupa fitobentos, dimana kedua kelompok ini merupakan primer
utama dalam budidaya udang dan ikan ditambak.
Pemupukan tambak dimaksudkan unutk merangsang pertumbuhan
makanan alami yang diperlukan oleh udang dan ikan selama pemeliharaan.
Didalam pemupukan tambak sebaiknya dalam satu kali masa panen dilakukan dua
kali pemupukan, yaitu :
* Pemupukan Dasar
Pada pemupukan dasar yang ditumbuhkan terutama adalah kelekap (lumut
kandang dicampur dengan dedak halus, kemudian disebar merata ke dasar
tambak. Selanjutnya campuran pupuk urea dan SP36, juga disebar merata
keseluruh permukaan tambak. Masukkan air kedalam tambak sampai mencapai
ketinggian 10-20 cm dengan menggunakan saringan dan biarkan menguap selama
2 minggu. Bila keadaan air dipermukaan telah menjadi jernih sedang dasar
tambak telah tampak hijau ditumbuhi kelekap, maka air didalam tambak ditambah
secara bertahap sampai mencapai kedalaman 60-100 cm. Jika keadaan air sudah
cukup stabil, maka petakan siap untuk ditebari.
* Pemupukan Susulan
Jika diperkirakan makanan alami ditambak hamper habis (masa
pemeliharaan +1 bulan), maka perlu dilakukan pemupukan susulan dengan
menggunakan pupuk urea dan SP36 dengan dosis urea. Pada pemupukan susulan
ini yang ditumbuhkan adalah plankton, dan dilakukan setiap 10-14 hari sekali.
Pupuk susulan ditebarkan pada pelataran tambak. Pemupukan tidak dianjurkan
pada tambak-tambak yang mempunyai tanah dasar bersifat masam pH 70 %.
7. Pemeliharaan
Keberhasilan usaha budidaya tambak tidak hanya ditentukan oleh
konstruksi tambak, desai dan tata letak tambak, pengolahan tanah dan pengadan
benih saja, tetapi juga ditentukan oleh proses pemeliharaan sejak penebaran
sampai pemungutan hasil (panen). Kegiatan–kegiatan yang diperlu dilaksanakan
* Pemberian Makanan Tambahan
Meskipun makanan alami yang berupa plankton, klekap dan lumut tersedia
cukup, namun dalam usaha budidaya ini masih membutuhkan makanan tambahan
berupa pellet terutama pada petak pembesaran. Pemberian makanan tambahan ini
diberikan setelah satu bulan sesudah penebaran sampai menjelang panen.
Budidaya udang tradisional dengan kepadatan 1-2 ekor/m2 memerlukan
pertumbuhan pakan alami yang baik, tanpa pemberian pakan komersil, namun
pada budidaya udang tradisional plus (3-5 ekor/m2) disamping pakan alami juga
memerlukan pakan komersil pada pemelihraan 2 bulan terakhir.
* Pengelolaan Air Tambak
Pemberian makanan tambahan dalam jumlah yang cukup banyak,
kemungkinan akan meninggalkan sisa-sisa yang apabila membusuk akan
berpengaruh terhadap kualitas air. Pergantian air ditambak dilakukan secara rutin,
yaitu setiap 2 minggu sekali sebanyak 25 %. Setelah pergantian air maka langsung
diberi kapur kaptan dan pupuk kalau perlu yaitu maksimum urea dan SP36,
dengan kecerahan air tetap terjaga yaitu 25-40 cm. Apabila kondisi air tambak
banyak kotoran/buih atau air jernih tidak ada plankton, maka air tambak wajib
diganti. Dan apabila udang lumutan/air tambak menyala, maka segera diganti air
tambak.
Budidaya tambak berbeda dengan mangrove yang memiliki tambak
(sylvofishery). Pembuatan sylvofishery yaitu pengukuran lokasi meliputi luas
areal, bentuk tambak, penentuan saluran, letak dan ukuran pintu air, tanggul, lebar
dan alam caren serta luas pelantaran tambak. Pembuatan tambak sylvofishery
membuka lahan baru pada kawasan ekosistem mangrove. Tahapan selanjutnya
adalah melakukan pengukuran, pembersihan lapangan, pembuatan saluran,
pembuatan/perbaikan tanggul, pembuatan pintu air (daka) dan pembuatan caren.
Dalam sistem sylvofishery ada hal-hal yang tidak dilakukan sebagai mana
dengan budidaya tambak seperti pengeringan dasar tambak, pengangkatan
lumpur, pengapuran, pemupukan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
perlakukan sylvofishery lebih murah daripada pembuatan budidaya tambak.
Pada tahun 1999 adanya survey yang dilakukan oleh LSM untuk
memberikan bantuan berupa penyuluhan dan bantuan dana untuk perkembangan
tambak dan pada tahun 2001 berbagai LSM telah melaksankan bantuan tersebut,
berupa sistem intensif. Tetapi sistem intensif tersebut tidak lama bertahan
dikarenakan biaya cukup mahal, bantuan yang didapat tidak mencukupi sehingga
dilakukan tambak secara manual.
Pada aspek perekonomian yaitu sarana perekonomian di Kelurahan
Belawan Sicanang tampak bahwa sarana yang mereka miliki selain tambak juga
terdapat kios/kedai. Ini berarti selain mencari nafkah atau pendapatan dari tambak
mereka mempunyai pekerjaan sampingan dengan berdagang membuka kios/kedai
untuk menambah pendapatan keluarga. Selain itu ada juga yang berternak
Valuasi Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Terjadinya Abrasi
Masyarakat pesisir di Kecamatan Medan Belawan pada Kelurahan Bagan
Deli yang juga menjadi objek dalam penelitian ini. Kelurahan Bagan Deli
mempunyai luas lahan 2300 Ha, jumlah kepala keluarga 173 KK dengan mata
pencarian adalah nelayan. Masyarakat tinggal di sebuah rumah panggung yang
relatif tinggi, sehingga pada saat air pasang datang mereka tidak kebanjiran.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh masyarakat setempat
maka hasil yang diperoleh keadaan pantai yang berada di Kecamatn Medan
Belawan sebagian besar telah mengalami kerusakan yang sangat parah. Penyebab
kerusakan pantai lebih banyak karena ulah manusia seperti perusakah pantai,
penebangan bakau, penambangan pasir, serta bangunan yang melewati garis
pantai. Kegiatan pembangunan, industri dan aktivitas manusia serta pengaruh
faktor alam pada umumnya telah memberikan pengaruh negatif pada kestabilan
kawasan pantai. Faktor alam yang berpengaruh tehadap kondisi pantai antara lain
timbulnya gelombang dan arus, terjadinya pasang surut, terjadinya sedimentasi
dan abrasi yang berpengaruh pada berubahnya garis pantai serta kondisi sungai
yang bermuara di perairan tersebut.
Aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap kondisi pantai antara lain
adalah pembangunan, reklamasi dan pengerukan dasar perairan untuk tujuan
komersial yang berlebihan. Berkembangnya wisata bahari di beberapa daerah
pantai juga mendorong terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan
buatan dengan dibangunnya beberapa fasilitas penunjang yang diperlukan.