• Tidak ada hasil yang ditemukan

Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove Di Pesisir Kecamatan Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove Di Pesisir Kecamatan Medan Belawan"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

VALUASI EKONOMI JASA LINGKUNGAN HUTAN

MANGROVE DI PESISIR KECAMATAN MEDAN BELAWAN

HASIL PENELITIAN

Oleh:

MARIA KRISTINA SIHOMBING

051201032/MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

MARIA KRISTINA SIHOMBING: Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove di Pesisir Kecamatan Medan Belawan. Dibimbing oleh AGUS

PURWOKO dan MARIFATIN ZAHRA

Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar wilayah Indonesia. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery

ground, valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi, valuasi

ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut. Penelitian dilakukan di tiga (3) kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang, Kelurahan Bagan Deli, Kelurahan Belawan Bahagia di Kecamatan Medan Belawan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hutan mangrove sebagai

nursery ground sebesar Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, valuasi ekonomi manfaat

mangrove sebagai pelindung abrasi Rp 58.968.000.000/thn dan valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut Rp. 113.734.400,00/thn.

(3)

ABSTRACK

MARIA KRISTINA SIHOMBING: Economic valuation of mangrove forest environmental services in coastal districts Belawan field. AGUS PURWOKO and guided by MARIFATIN ZAHRA.

Mangrove is very important in the management of coastal resources in most areas of Indonesia. If there are no mangroves and coastal ocean, the production will be reduced significantly. calculating the economic value of mangrove resources is an effort to see the benefits and costs of monetary resources in the form of environmental consideration. purpose of this study is to determine the benefits of economic valuation of mangroves as a nursery ground, economic valuation of mangroves as a protective abrasion benefits, economic valuation of mangroves as a deterrent benefits of sea water intrusion. The study was conducted in three villages namely village Sicanang Belawan, village Bagan Deli, villages Belawan Bahagia in the district Medan Belawan.

Results showed that the value of mangrove forest as nursery ground Rp. 3.685.000,00/ha/yr, the benefits of economic valuation of mangroves as a protective abrasion Rp. 58.968.000,00 /ha /yr and economic valuation of mangrove benefits for the prevention of seawater intrusion Rp.113.734.400,00/yr.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 2 Desember 1987 dari ayah

K. Sihombing dan ibu M. Marpaung. Penulis merupakan anak kelima dari lima

bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kisaran dan pada tahun yang

sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Manajemen

Hutan, Departemen Kehutanan.

Pada tahun 2007, penulis mengikuti PraktIk Pengenalan dan Pengelolaan

Hutan (P3H) di hutan mangrove Kabupaten Asahan dan hutan pegunungan Lau

Kawar-Berastagi. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT.

Wanasokan Hasilndo, Pontianak-Kalimatan Barat dari tanggal 13 Juni sampai 08

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang

berjudul “Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove di Pesisir

Kecamatan Medan Belawan”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Bapak Agus Purwoko, S.Hut, M.Si dan Ibu Ir Marifatin

Zahra, M.Si selaku dosen pembimbing dan kepada kedua orang tua penulis

K. Sihombing dan M. Marpaung yang telah membesarkan, memelihara dan

mendidik penulis selama ini dan juga kepada abang penulis yang selalu memberi

semangat kepada penulis. telah banyak memberikan masukan dan bimbingan

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan

pegawai Departemen Kehutanan serta semua rekan mahasiswa khususnya kepada

sahabat-sahabat penulis dan teman-teman stambuk 2005 yang tak dapat

disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

(6)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 6

Ekosistem Mangrove ... 6

Manfaat Mangrove ... 7

Jasa Lingkungan. ... 10

Manfaat Mangrove Sebagai Nursery Ground ... 11

Manfaat Mangrove Sebagai Perlindungan Pantai dari Abrasi ... 11

Manfaat Mangrove Sebagai Menghambat Intrusi Air Laut ... 13

Valuasi Mangrove ... 14

Valuasi Jasa Lingkungan... 15

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Alat dan Bahan ... 17

Populasi dan Sampel Penelitian. ... 17

Metoda Valuasi Ekonomi. ... 18

Nilai Ekonomi Hutan Mangrove Nilai Ekonomi Sebagai Nursery Ground.. ... 19

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Terjadinya Abrasi. ... 19

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Intrusi Air Laut. ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum. ... 21

Nilai Ekonomi Nursery Ground. ... 22

Karakteristik Responden. ... 22

Karakteristik Responden Nursery ground. ... 22

(7)

Jumlah anggota rumah tangga petani tambak

di Kelurahan Sicanang. ... 23

Mata pencaharian rumah tangga di Kelurahan Sicanang ... 23

Tingkat pendidikan memilki tambak di Kelurahan Sicanang. ... 24

Luas Lahan Tambak di Kelurahan Sicanang. ... 25

Karakteristik konsumen air ... 26

Pendapatan konsumen air rumah tangga di Belawan Bahagia ... 26

Jumlah anggota rumah tangga konsumen air di Belawan Bahagia. ... 27

Mata pencaharian konsumen air di Belawan Bahagia. ... 28

Tingkat pendidikan konsumen air di Belawan Bahagia. ... 28

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Nursery ground.. ... 29

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Terjadinya Abrasi. ... 40

Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Intrusi Air Laut.. ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49

Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(8)

DAFTAR TABEL

No. Halaman.

1. Tingkat pendapatan responden petani tambak... 22

2. Jumlah anggota rumah tangga masyarakat petani tambak ... 23

3. Persentase mata pencaharian untuk rumah tangga... 24

4. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang memilki tambak untuk rumah tangga. ... 24

5. Luas lahan tambak yang di miliki oleh petani tambak ... 25

6. Tingkat pendapatan konsumen air rumah tangga. ... 26

7. Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga. ... 27

8. Persentase mata pencaharian konsumen air untuk rumah tangga. ... 28

9. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga. ... 28

10. Valuasi ekonomi pembuatan tambak. ... 29

11. Valuasi ekonomi pembuatan tanggul. ... 42

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman.

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman.

1. Data manfaat mangrove sebagai nursery ground ... 53

2. Data manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut ... 55

3. Perhitungan valuasi ekonomi manfaat mangrove. ... 57

4. Peta Kecamatan Medan Belawan ... 58

5. Peta Kelurahan Belawan Bahagia ... 59

6. Dokumentasi penelitian ... 60

(11)

ABSTRAK

MARIA KRISTINA SIHOMBING: Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan Hutan Mangrove di Pesisir Kecamatan Medan Belawan. Dibimbing oleh AGUS

PURWOKO dan MARIFATIN ZAHRA

Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar wilayah Indonesia. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang mempertimbangkan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery

ground, valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi, valuasi

ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut. Penelitian dilakukan di tiga (3) kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang, Kelurahan Bagan Deli, Kelurahan Belawan Bahagia di Kecamatan Medan Belawan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai hutan mangrove sebagai

nursery ground sebesar Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, valuasi ekonomi manfaat

mangrove sebagai pelindung abrasi Rp 58.968.000.000/thn dan valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut Rp. 113.734.400,00/thn.

(12)

ABSTRACK

MARIA KRISTINA SIHOMBING: Economic valuation of mangrove forest environmental services in coastal districts Belawan field. AGUS PURWOKO and guided by MARIFATIN ZAHRA.

Mangrove is very important in the management of coastal resources in most areas of Indonesia. If there are no mangroves and coastal ocean, the production will be reduced significantly. calculating the economic value of mangrove resources is an effort to see the benefits and costs of monetary resources in the form of environmental consideration. purpose of this study is to determine the benefits of economic valuation of mangroves as a nursery ground, economic valuation of mangroves as a protective abrasion benefits, economic valuation of mangroves as a deterrent benefits of sea water intrusion. The study was conducted in three villages namely village Sicanang Belawan, village Bagan Deli, villages Belawan Bahagia in the district Medan Belawan.

Results showed that the value of mangrove forest as nursery ground Rp. 3.685.000,00/ha/yr, the benefits of economic valuation of mangroves as a protective abrasion Rp. 58.968.000,00 /ha /yr and economic valuation of mangrove benefits for the prevention of seawater intrusion Rp.113.734.400,00/yr.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik

dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir atau pulau-pulau

kecil, dan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove

memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap

kerusakan apabila kurang bijaksana dalam pengelolaannya

(Waryono dan Didit. 2002).

Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan.

Mangrove tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber

makanannya serta endapan debu (sedimentasi) dari erosi daerah hulu sebagai

bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air

sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove

tumbuh. Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat

oleh kedua pengaruh darat dan laut (Mangrove Information Centre, 2003).

Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove

di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan

ekosistem mangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di

dunia. Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera,

Kalimantan dan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan

dari 4,25 juta hektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun

1987, dan tersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan

(14)

yang cukup nyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan

oleh kegiatan konversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya

(Dahuri, 2002).

Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir

di sebagian besar walaupun tidak semua wilayah Indonesia. Fungsi mangrove

yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penghubung antara daratan dan

lautan, tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer

ke arah daratan atau ke arah laut melalui mangrove. Mangrove berperan sebagai

filter untuk mengurangi efek yang merugikan dari perubahan lingkungan utama

dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika

mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata.

Habitat mangrove sendiri memiliki keanekaragaman hayati yang rendah

dibandingkan dengan ekosistem lainnya, karena hambatan bio-kimiawi yang ada

di wilayah yang sempit diantara darat laut. Namun hubungan kedua wilayah

tersebut mempunyai arti bahwa keanekaragaman hayati yang berada di sekitar

mangrove juga harus dipertimbangkan, sehingga total keanekaragaman hayati

ekosistem tersebut menjadi lebih tinggi. Dapat diambil suatu aksioma bahwa

pengelolaan mangrove selalu merupakan bagian dari pengelolaan habitat-habitat

di sekitarnya agar mangrove dapat tumbuh dengan baik

(Mangrove Information Centre, 2003).

Pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan disesuaikan dengan

perencanaan yang terpadu dan juga memperhatikan kebutuhan ekosistem

mangrove. Pemanfaatan hutan mangrove selain digunakan secara ekonomi, juga

(15)

dikurangi. Kegiatan-kegiatan yang menyebabkan eksploitasi berlebihan sehingga

rusaknya hutan mangrove juga berkontribusi besar dalam pengrusakan ekosistem

mangrove. Apabila hal ini terjadi maka habitat dasar dan fungsinya menjadi

hilang dan nilai dari kehilangan ini lebih besar dari nilai penggantinya

(Dahuri dkk, 1996).

Mangrove memiliki manfaat yang sangat banyak mulai dari manfaat

ekonomi dan manfaat ekologi. Pada umumnya masyarakat Kecamatan Medan

Belawan memanfaatkan jenis-jenis magrove secara lokal untuk kayu bakar dan

bahan bangunan lokal, Selain manfaat itu mangrove juga memiliki manfaat dari

jasa lingkungan seperti nursery ground, pelindung abrasi, pencegah intrusi air

laut. Mangrove yang ada di Kecamatan Medan Belawan telah digunakan secara

berlebihan sehingga mangrovenya rusak dan nilai dari kehilangan/rusaknya

mangrove ini lebih besar dari nilai penggantinya. Dari penjabaran diatas penulis

ingin meneliti manfaat nursery ground, pelindung abrasi, pencegah intrusi air laut

bagi masyarakat Kecamtan Medan Belawan, dengan pendekataan nilai barang

pengganti.

Perumusanan Masalah

Pertumbuhan penduduk di Kecamatan Medan Belawan semakin

meningkat, sehingga kebutuhan hidup masyarakat meningkat pula. Peningkatan

kebutuhan ini akan mendorong eksploitasi sumberdaya terutama hutan mangrove

melalui berbagai kegiatan yang berlangsung di ekosistem mangrove maupun di

sekitarnya, yang pada akhirnya menekan keberadaan ekosistem mangrove.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mangrove

(16)

Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang buruk akan mendorong peningkatan

frekuensi dan intensitas penebangan liar pohon-pohon mangrove.

Oleh karenanya kondisi ekologi mangrove perlu diketahui serta dinilai

secara ekonomi dengan berbagai teknik valuasi, untuk menentukan efisiensi

pemanfaatannya, berdasarkan pendekatan nilai ekonomi (nilai manfaat langsung)

dengan nilai pengganti. Untuk itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Berapa valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery ground di pesisir

Kecamatan Medan Belawan?

2. Berapa valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi di pesisir

Kecamatan Medan Belawan?

3. Berapa valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air laut di

pesisir Kecamatan Medan Belawan?

Tujuan Penelitian

1. Menghitung valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai nursery ground di

pesisir Kecamatan Medan Belawan

2. Menghitung valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pelindung abrasi di

pesisir Kecamatan Medan Belawan

3. Menghitung valuasi ekonomi manfaat mangrove sebagai pencegah intrusi air

(17)

Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan data nilai ekonomi jasa lingkungan atas kawasan

mangrove pesisir Kecamatan Medan Belawan.

2. Menjadi masukan kepada industri besar di Kecamatan Medan Belawan dalam

upaya mengelola lingkungan dan mengembangkan kesejateraan masyarakat

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya

kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup

dengan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada

wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies

pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau

(Santoso, 2000).

Mangrove tumbuh di pantai-pantai yang terlindungi atau pantai-pantai

yang datar, biasanya disepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di

belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove

yang merupakan ekosistem peralihan antara darat dan laut, sudah sejak lama

diketahui mempunyai peranan penting dalam kehidupan dan merupakan mata

rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di

suatu perairan (Nontji, 1987).

Ekosistem mangrove dicirikan sebagai daerah yang mempunyai siklus

nutrisi yang cepat dan produktifitas yang tinggi, sehingga ekosistem mangrove

dianggap sebagai penyedia nutrisi bagi kontinuitas sebagian besar energi yang

diperlukan oleh berbagai biota aquatik di ekosistem pantai (Yusnani, 2007).

Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi.

Mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah,

(19)

merupakan pelindung pantai secara alami untuk mengurangi resiko terhadap

bahaya tsunami (Departemen Kehutanan, 2002).

Ekosistem mangrove merupakan penghasil detritus, sumber nutrien dan

bahan organik yang dibawa ke ekosistem padang lamun oleh arus laut. Sedangkan

ekosistem lamun berfungsi sebagai penghasil bahan organik dan nutrien yang

akan dibawa ke ekosistem terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun juga

berfungsi sebagai penjebak sedimen (sedimen trap) sehingga sedimen tersebut

tidak mengganggu kehidupan terumbu karang. Selanjutnya ekosistem terumbu

karang dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak

(gelombang) dan arus laut. Ekosistem mangrove juga berperan sebagai habitat

(tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan

pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi

organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang. Sebagian

manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya dengan mengintervensi ekosistem

mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi

tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh

masyarakat untuk berbagai keperluan (Rochana, 2002).

Manfaat Mangrove

Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai

yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan.

Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat

produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan

energi berupa zat-zat makanan yang diangkut melalui gerakan pasang surut.

(20)

kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan

mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat

memijah, berlindung dan tempat tumbuh. Hutan mangrove sebagai pendaur zat

hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula

terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi

serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun pasti dan

terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai

makanan biota air (FAO, 1982).

Menurut Arief (2003) Mangrove merupakan SDA yang dapat dipulihkan

(renewable resources atau flow resources) yang mempunyai manfaat ganda,

manfaat ekonomis dan ekologis. Berdasarkan sejarah, sudah sejak dulu hutan

mangrove merupakan penyedia berbagai keperluan hidup bagi masyarakat lokal.

Selain itu sesuai dengan perkembangan IPTEK, hutan mangrove menyediakan

berbagai jenis sumber daya sebagai bahan baku industri dan berbagai komoditas

perdagangan yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa negara.

Secara garis besar, manfaat ekonomis dan ekologis mangrove adalah :

a. Manfaat ekonomis, terdiri atas :

1. Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang,

serpihan kayu (chips) untuk bubur kayu)

2. Hasil bukan kayu

3. Hasil hutan ikutan (tannin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, dll)

(21)

b. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindung lingkungan, baik

bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis

fauna, diantaranya :

1. Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang

2. Pengendali intrusi air laut

3. Habitat berbagai jenis fauna

4. Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai jenis

ikan, udang dan biota laut lainnya.

5. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi

6. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air)

7. Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi.

Pada umumnya jenis-jenis magrove dimanfaatkan secara lokal untuk kayu

bakar dan bahan bangunan lokal. Komoditas utama kayu mangrove untuk

diperdagangkan secara internasional adalah arang yang berasal dari Rhizophora

spp., yang mempunyai nilai kalori sangat tinggi. Barangkali ancaman yang paling

serius bagi mangrove adalah persepsi di kalangan masyarakat umum dan sebagian

besar pegawai pemerintah yang menganggap mangrove merupakan sumber daya

yang kurang berguna yang hanya cocok untuk pembuangan sampah atau

dikonversi untuk keperluan lain. Sebagian besar pendapat untuk mengkonversi

mangrove berasal dari pemikiran bahwa lahan mangrove jauh lebih berguna bagi

individu, perusahaan dan pemerintah daripada sebagai lahan yang berfungsi

secara ekologi. Apabila persepsi keliru tersebut tidak dikoreksi, maka masa depan

mangrove Indonesia dan juga mangrove dunia akan menjadi sangat suram

(22)

Jasa Lingkungan

Jenis produk hutan yang lain adalah jasa lingkungan yang diberikan oleh

hutan yang berupa kemampuan menahan air, menahan banjir, menahan erosi,

sebagai tempat hidup keanekaragaman hayati, maupun sebagai penyerap karbon

(carbon sink); yang semuanya itu tidak ada transaksi pasar dalam penggunaan atas

produk jasa lingkungan tersebut. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah produk

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (SDAHE) yang berupa manfaat

langsung (tangible) dan/atau manfaat tidak langsung (intangible), yang meliputi

antara lain jasa wisata alam,/rekreasi, jasa perlindungan tata air/hidrologi,

kesuburan tanah, pengendalian erosi dan banjir, keindahan, keunikan, penyerapan

dan penyimpanan karbon (carbon offset). Letak geografis, luas dan karakteristik

bio-fisik hutan Indonesia yang sangat beragam merupakan keunggulan komparatif

(Comparative advantage) tersendiri dalam hal potensi jasa lingkungan, sehingga

apabila jasa lingkungan ini dikelola secara baik akan memberikan nilai ekonomi

kuantitatif maupun manfaat atau kepuasan kepada konsumen jasa lingkungan.

Menurut Badan Konservasi Sumber Daya Alam (2005) Berikut beberapa

peluang pengembangan jasa lingkungan:

1. Carbon offset; merupakan jasa lingkungan yang memberikan kontribusi

dalam upaya mencegah dampak negatif perubahan iklim, dimana

pemanfaatan jasa lingkungan ini nantinya diatur melalui Mekanisme

Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism, CDM) di bawah

Protocol Kyoto. Dan berdasarkan kajian sementara bahwa Indonesia

mempunyai potensi yang sangat besar untuk dapat bersaing dalam pasar

(23)

2. Pemanfaatan air; dengan adanya indikasi menyusutnya suplay air di bumi,

maka air merupakan jasa lingkungan yang berpeluang untuk dikembangkan.

3. Eco-tourism; potensi fenomena /keindahan/keunikan alam, keanekaragaman

hayati dan budaya memberikan peluang usaha di bidang wisata alam.

Manfaat Mangrove Sebagai Nursery Ground

Serarah daun mangrove yang subur diubah oleh mikroorganisme (terutama

kepiting) dan mikroorganisme pengurai menjadi detritus berubah menjadi

bioplankton yang dimakan oleh binatang laut. Dengan demikian di laut kaya akan

makanan ikan (Hadipurnomo, 1995).

Ekosistem mangrove memiliki produkifitas tinggi sehingga ekosistem ini

mampu menopang keanekaragaman jenis yang tinggi. Daun mangrove yang jatuh

oleh fungi, bakteri dan protozoa akan diuraikan menjadi bahan organik lebih

sederhana (detritus) sehingga dapat menjadi sumber makanan bagi berbagai jenis

biota perairaan seperti udang, kepiting dan sebagainya (Mulya, 2003).

Manfaat Mangrove Sebagai Perlindungan Pantai dari Abrasi

Abrasi merupakan suatu proses alam yang sering terjadi pada ekosistem

pesisir. Akhir-akhir ini abrasi telah dianggap sebagai suatu bentuk bencana, hal ini

dikarenakan abrasi dapat mengakibatkan mundurnya garis pantai dari kedudukan

semula yang dapat berdampak pada kerusakan ekosistem daratan. Abrasi diartikan

sebagai pengikisan bibir pantai oleh air laut. Laut menggerogoti kawasan pantai,

kuala, lalu menelannya dan lenyaplah bibir pantai atau bahkan pulau tersebut.

Lama kelamaan, suatu kawasan yang dulunya tampak asri berubah menjadi lautan

(24)

Tingkat abrasi pada sebagian wilayah pesisir pantai Indonesia sangat

tinggi sekitar 30.000 km garis pantai atau sekitar 40% dari 80.000 km bibir pantai

rusak akibat abrasi (Opini Publik, 2003). Menurut Tim Penyusun Inventarisasi

Data Dasar Survei Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut (2003) tingginya tingkat

abrasi dapat mengancam keberadaan lokasi pemukiman wilayah pesisir, sarana

dan prasarana jalan serta hilangnya sebagian lahan pertania dan perikanan

termasuk segala kegiatan ekonomi yang berlangsung di dalamnya. Adanya dugaan

bahwa sekitar 60% dari populasi penduduk Indonesia bermukim di pesisir dan

80% dari lokasi industri di Indonesia mengambil tempat di wilayah pesisir.

Abrasi pantai tergantung pada kondisi angkutan sedimen pada lokasi

tersebut, yang dipengaruhi oleh angin, gelombang, arus, pasang-surut, sedimen

dan kejadian lainnya, serta adanya gangguan yang diakibatkan oleh ulah manusia

yang mungkin berupa konstruksi bangunan pada pantai, dan penambangan pasir

pada pantai tersebut. Pengambilan material pantai untuk bahan bangunan (karang,

batu dan pasir) akan mengurangi “cadangan” sedimen bagi pembentukan pantai

dalam siklus dinamiknya (Diposaptono, 2001). Peristiwa terjadinya abrasi pada

daerah pesisir pantai bersifat imperceptibility (tidak terasa), namun pada beberapa

lokasi tertentu dapat pula diketahui dengan mengamati perubahan secara dramatis,

yakni melalui hasil dari proses fisik, seperti pasang-surut dan angin, pemindahan

partikel kecil dari pasir.

Penggunaan tanaman bakau sebagai pencegah abrasi juga akan memberi

manfaat lain, seperti menambah populasi ikan, udang dan kepiting di perairan

sekitarnya, karena hutan bakau menjadi tempat berkembang biaknya jenis biota

(25)

semakin parah antara lain adalah pengambilan pasir di sepanjang pantai,

pembangunan pemukiman dan tempat wisata tanpa mengindahkan keberadaan

eksosistem yang ada (Admin, 2007). Mangrove bukan hanya penting sebagai

pencegah abrasi dan akresi, tetapi juga merupakan ekosistem yang sangat penting

bagi sumber daya hayati perairan estuari dan perairan laut. Organisme pesisir dan

laut menggunakan mangrove sebagai tempat penetasan.

Manfaat Mangrove Sebagai Menghambat Intrusi Air Laut

Kehadiran mangrove di pantai menjadi wilayah penyaga terhadap

rembesan air laut (intrusi) ke daratan jika tidak ada mengrove maka air laut akan

meresap kedalam aliran air tanah sehingga menyebabkan air tanah menjadi asin

seseuai dengan pernyataan Salin (1986). Adapun intrusi diartikan sebagai

perembesan air laut ke daratan, bahkan sungai. Suatu kawasan yang awalnya air

tanahnya tawar kemudian berubah menjadi lagang dan asin seperti air laut. Intrusi

dapat berakibat rusaknya air tanah yang tawar dan berganti menjadi asin.

Penyebabnya, antara lain penebangan pohon bakau, penggalian karang laut untuk

dijadikan bahan bangunan dan kerikil jalan. Pembuatan tambak udang dan ikan

yang memberikan peluang besar masuknya air laut jauh ke daratan

(Admin, 2008).

Mangrove melindungi garis pantai dari erosi yang disebabkan oleh

gelombang dan air kencang dan merupakan sumber kayu bakar terbaru. Mangrove

memiliki kemampuan mencegah intrusi garam kekawasan darat, dan

membersihkan perairan pantai dan pencemaran, khususnya bahan pencemar dan

(26)

Valuasi Mangrove

Teknik ekonomi sebenarnya sudah lama digunakan untuk mengevaluasi

nilai ekonomi daratan berikut sumberdayanya, namun teknik ini gagal dalam

menilai sumberdaya alam serta jasanya. Penilaian ekonomi berfokus hanya pada

nilai perhitungan financial pasar yang dinyatakan dalam jumlah uang yang

diterima, sedangkan pertimbangan keuntungan sosial-ekonomi yang berkaitan

dengan barang dan jasa lingkungan banyak dihapus, karena barang dan jasa

tersebut tidak memiliki pasar formal, harga atau nilai yang dapat dinyatakan

dalam bentuk uang, sehingga nilai total sesungguhnya mendapat penilaian yang

terlalu rendah. Konsep penilaian ekonomi total mulai diperkenalkan tahun

1970-an d1970-an diaplikasik1970-an di akhir tahun 1980. Dalam konsep ini. Penilai1970-an ekonomi

tidak saja ditujukan pada nilai yang langsung dapat dihitung, tetapi termasuk juga

yang tidak memiliki nilai pasar (non-market value), nilai fungsi ekologis serta

keuntungan yang tidak langsung lainnya (ANON, 2002)

Memasuki abad ke 21, pembangunan pesisir dan kelautan Indonesia

dihadapkan pada beberapa realitas dan kecenderungan ke masa depan. Beberapa

realitas dan kecenderungan ke depan tersebut adalah daya dukung sumber daya di

darat dari waktu ke waktu semakin berkurang, sementara jumlah penduduk serta

pendapatan masyarakat semakin meningkat. Oleh karena itu, permintaan barang

dan jasa di masa mendatang akan terus meningkat yang semakin tidak dapat

dipenuhi lagi dari hasil-hasil pendayagunaan sumberdaya daratan. Sebagai

konsekuensinya, tuntutan untuk memanfaatkan sumberdaya laut di masa

mendatang akan meningkat. Beberapa kenyataan yang terjadi dalam lingkungan

(27)

pencemaran, sedimentasi, ketersediaan air bersih, pengelolaan secara berlebihan

dan faktor penting lainnya. Semua faktor-faktor ini merupakan komponen yang

saling terkait dalam sistem pesisir. Untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan

sumberdaya pesisir diperlukan adanya neraca sumberdaya pesisir dan lautan yang

memerlukan penilaian ekonomi (valuasi ekonomi) terhadap cadangan

pemanfaatan sumberdaya alam (Munir dkk, 2008).

Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya mangrove adalah suatu upaya

melihat manfaat dan biaya dari sumberdaya dalam bentuk moneter yang

mempertimbangkan lingkungan. Valuasi ekonomi sumberdaya alam tersebut

bertujuan untuk menemukan alokasi kebijakan pengelolaan sumberdaya mangrove

yang efisien dan berkelanjutan. Nilai ekonomi total merupakan instrumen yang

dianggap tepat untuk menghitung keuntungan dan kerugian bagi kesejahteraan

rumah tangga sebagai akibat dari pengalokasian sumberdaya alam. Penilaian

sumberdaya mangrove secara total dilakukan melalui penilaian semua fungsi dan

manfaat hutan baik yang marketable mapun non marketable, yang merupakan

upaya peningkatan informasi yang dapat memberikan kontribusi terhadap

pengelolaan sumberdaya mangrove yang lestari (LPPM, 2004).

Valuasi Jasa Lingkungan

Hutan menghasilkan bukan hanya produk yang kasat mata seperti kayu

dan non kayu, tetapi juga menghasilkan intangible produk yang manfaat dan

keberadaannya semakin dibutuhkan baik oleh masyarakat yang berdekatan dan

jauh dengan hutan, yaitu jasa lingkungan. Jasa lingkungan yang dihasilkan hutan

mencapai lebih dari 25 jasa, akan tetapi yang sudah mulai dapat dikuantifikasi dan

(28)

hutan yang dapat dikuantifikasikan dan dinilai, yaitu sebagai pengatur tata air,

pemandangan bentang alam, sumber biodiversity dan penyerap karbon. Jenis

produk hutan yang lain adalah jasa lingkungan yang diberikan oleh hutan yang

berupa kemampuan menahan air, menahan banjir, menahan erosi, sebagai tempat

hidup keanekaragaman hayati, maupun sebagai penyerap karbon (carbon sink);

yang semuanya itu tidak ada transaksi pasar dalam penggunaan atas produk jasa

lingkungan tersebut.

Penilaian (valuasi) adalah kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan

konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Sebagai bagian dari

kegiatan sektor perekonomian nasional, kontribusi sector kehutanan terhadap PDB

nasional juga dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai tambah. Nilai

tambah yang diciptakan sektor kehutanan merupakan perbedaan nilai suatu

barang/jasa yang timbul sebagai akibat suatu kegiatan produksi dan/atau distribusi

hasil hutan. Produksi sektor kehutanan dapat bersifat ekstraktif berupa kayu hutan,

rotan, daun, buah dan lain-lain; dan dapat pula berupa produk non-ekstraktif

seperti rekreasi dan wisata hutan lainnya. Kedua jenis produk itu walaupun

berbeda sifatnya namun memiliki ciri yang sama dalam hal produknya dapat

(29)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Medan Belawan, Sumatera

Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009. Pemilihan lokasi

penelitian ini dilakukan secara purposive samling (sampel bertujuan), dengan

pertimbangan letak geografis dan sejarah Kecamatan Medan Belawan tersebut.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis,

kalkulator dan kamera untuk dokumentasi. Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kuesioner, peta wilayah Kecamatan, data sekunder yang

diperoleh dari Kecamatan Medan Belawan dan dokumen lain yang berkaitan

dengan lokasi studi.

Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh rumah tangga

di tiga (3) kelurahan yaitu Kelurahan Belawan Sicanang, Kelurahan Bagan Deli,

Kelurahan Belawan Bahagia di Kecamatan Medan Belawan yang memiliki hutan

mangrove. Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Sicanang sebesar 114 KK,

Kelurahan Bagan Deli 173 KK dan di Kelurahan Belawan Bahagia 104 KK maka

menurut Soekartawi (1995) jumlah sampel yang digunakan adalah 30 KK untuk

setiap kelurahan kecuali Kelurahan Bagan Deli karena sampel yang digunakan

adalah nara sumber seperti camat, lurah, kepala desa dan tukang yang

(30)

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara

purposive sampling (sampel bertujuan), Menurut Soekartawi (1995) dalam

purposive sampling pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri atau sifat

tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Pemilihan objek penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling)

dengan pertimbangan lokasi sesuai dengan daerah yang akan dituju, seperti

nursery ground dipilih pada daerah yang masyarakatnya adalah petani tambak

karena nusery ground dihitung dengan perdekatan biaya pembuatan tambak.

Untuk perhitungan pencegah abrasi dipilih daerah terletak pada pinggir pantai dan

terkena langsung air laut. Untuk perhitungan mangrove sebagai pencegah intrusi

air laut adalah daerah yang masyarakatnya menggunakan air payau atau terasa

asin akibat adanya perembesan air laut dengan air tawar, dan daerah yang

pencegah intrusi air laut daerah yang dipilih adalah daerah yang memiliki tingkat

ekonomi rendah, sedang dan atas menghitung rata-rata penggunaan alatnya.

Metode Valuasi Ekonomi

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini didapat dari data primer dan

data sekunder. Data sekunder diperlukan adalah data umum yang ada pada

instansi pemerintahan desa, kecamatan, BPS yang meliputi letak dan luas desa,

jumlah penduduk, dan data dari sumber lain. Data primer dikumpulkan melalui

pengamatan/analisis langsung di lapangan dan wawancara langsung dengan

penduduk.

Berikut ini dijelaskan metoda yang digunakan untuk melakukan valuasi

(31)

Nilai Ekonomi Hutan Mangrove 1. Nilai Ekonomi Nursery Ground

Potensi jasa lingkungan hutan mangrove dapat diihitung dengan pendekatan

analisis nursery ground. Dimana fungsi nursery ground sebagai habitat makluk

hidup seperti ikan, kepiting dan udang. Pendekatan nursery ground dapat

dilakukan dengan menbandingkan nursery ground tersebut dengan pembuatan

tambak pada daerah setempat.

Menurut Munir dkk (2008) hutan mangrove sebagai nursery ground

mempunyai nilai ekonomi yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Vng = L x Bt

Vng = nilai nursery ground

L = luas (ha) dan

Bt = Biaya tambak.

2. Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Pencegah Terjadinya Abrasi

Salah satu fungsi hutan mangrove adalah pencegah terjadinya abrasi, oleh

karena itu perlu dihitung nilai ekonomi mangrove dengan pendekatan hutan

mangrove sebagai pelindung abrasi. Dalam menghitung nilai ekonomi tersebut

maka diadakan perbandingkan dibuatnya tanggul jika Kecamatan Medan Belawan

tersebut tidak memiliki hutan mangrove lagi.

Munir dkk (2008) nilai ekonomi hutan mangrove sebagai pelindung abrasi

dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Vpa = L KH

x Tt x Bt

(32)

L = luas hutan manrove (ha)

KH = ketebalan hutan mangrove,

Tt = tinggi tanggul pelindung abrasi,

Bt = biaya pembuatan tanggul pelindung abrasi (Rp/m2).

Nilai hutan mangrove sebagai pelindung abrasi dapat diasumsikan sama dengan

biaya pembangunan pematang tanggul dengan tinggi 2 m.

3. Nilai Ekonomi Mangrove Sebagai Pencegah Intrusi Air Laut.

Salah satu manfaat mangrove adalah sebagai pencegah intrusi air laut,

Oleh karena itu perlu dihitung nilai ekonomi hutan mangrove dengan pendekatan

hutan mangrove sebagai pencegah air laut. Dalam menghitung nilai ekonomi

tersebut maka diadakan perhitungan terhadap air yang digunakan oleh masyarakat

Kecamatan Medan Belawan, dilihat dari air yang digunakan oleh masyarakat

apakah terasa payau akibat intrusi air laut dan dilakukannya pengadaan terhadap

pembuatan alat.

Nilai ekonomi hutan mangrove sebagai pencegah intrusi air laut dapat

dihitung dengan menggunakan metode biaya pengadaan.

Metode biaya pengadaan, apabila barang dan jasa hasil hutan tersebut tidak

dikenal pasarnya dan tidak termasuk sistem pertukaran, penilaiannya dilakukan

dengan menggunakan metode biaya pengadaan.

N = BP

N = Nilai kerugian terjadinya intrusi (Rp/unit vol)

BP = Biaya pengadaan alat yang digunakan untuk menggantikan mangrove

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini sudah dilaksanakan di Kecamatan Medan Belawan yang

terletak pada posisi 98037’48”-98043’12”BT dan 03044’24”-03048’00”. Luas

wilayahnya 21,82km2, dengan letak geografisnya dari kecamatan Medan Belawan

yaitu:

Sebelah utara : Selat Malaka

Sebelah selatan : Kecamatan Medan Labuhan

Sebelah timur : Kecamatan Hamparan Perak

Sebelah barat : Kecamatan Percut Sei Tuan

Kecamatan Medan Belawan terdiri dari 6 kelurahan yaitu Belawan I,

Belawan II, Belawan Bahari, Belawan Bahagia, Belawan Sicanang dan Bagan

Deli. Dengan jumlah penduduknya Kecamatan Medan Belawan 118.121 jiwa

60.750 laki-laki dan 57.371 perempuan.

Dari liputan Lahan Citra Landsat +7 ETM Liputan tahun 2005 Kecamatan

Medan Belawan terdiri dari:

1. Pemukiman : 984.08 Ha

2. Perkebunan : - Ha

3. Tambak : 382.86 Ha

4. Sawah : - Ha

5. Hutan Belukar : 1.051.26 Ha

6. Hutan mangrove sekunder : 201.80 Ha

(34)

Valuasi Ekonomi Mangrove Karakteristik Responden

Karakteristik Responden Nursery ground

Karakteristik responden disajikan dalam bentuk tabel. Persentase

pendapatan per bulan, jumlah anggota rumah tangga, mata pencaharian, tingkat

pendidikan kepala rumah tangga disajikan dalam tabel-tabel di bawah ini.

Pendapatan

Tingkat pendapatan per bulan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu

pendapatan ≤ Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000, Rp. 2.000.000 - Rp.

3.000.000, Rp. 3.000.000 – Rp.4.000.000 dan pendapatan > Rp. 4.000.000

Tabel 1. Tingkat pendapatan responden petani tambak di Kelurahan Sicanang

No. Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah rumah tangga (KK)

Pendapatan rata-rata masyarakat adalah sebesar Rp. 3.333.333/bulan atau

sekitar Rp. 39.999.996/tahun. Pendapatan terendah sebesar Rp. 1.000.000 per

bulan dan pendapatan tertinggi sebesar Rp.6.000.000 per bulan.

Tingkat pendapatn tambak di kelurahan Belawan Sicanang sebagaimana

terlihat pada tabel 1 yang di atas menunjukan bahwa tingkat pendapatan tambak

rata-rata perbulan, 3,33% pendapatan antara ≤ Rp. 1.000.000, 26,67% pendapatan

antara Rp. 1.000.000-2.000.000, 10,00% pendapatan antara Rp.

(35)

Pendapatan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi luas

tambak yang dimiliki oleh rumah tangga dimana semakin banyak pendapatan

maka semakin luas juga tambak yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa 50,00% responden memiliki pendapatan Rp. 3.000.000-4.000.000,-

Jumlah anggota rumah tangga

Jumlah anggota rumah tangga masyarakat yang memiliki tambak untuk

rumah tangga dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu jumlah anggota rumah

tangga < 5 orang dan > 5 orang.

Tabel 2. Jumlah anggota rumah tangga masyarakat petani tambak udang di Kelurahan Sicanang

No. Jumlah anggota rumah tangga (orang) Jumlah KK Persentase (%) 1

Jumlah anggota rumah tangga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi luas tambak yang dimiliki rumah tangga dimana semakin banyak

jumlah anggota rumah tangga maka luas tambak udang yang miliki akan

berkurang karena didaerah tersebut tambak udang pun dijadikan warisan, jadi

semakin banyak anaknya maka tambaknya yang dimilikinya akan berkurang.

Mata pencaharian

Mata pencaharian dibagi menjadi dua kelompok yaitu tambak udang dan

non tambak udang, dimana yang termasuk dalam kelompok non tambak yaitu

(36)

Tabel 3. Persentase mata pencaharian untuk rumah tangga di Kelurahan Sicanang

No. Mata pencaharian Jumlah KK Persentase (%) 1

Hasil penelitian menunjukkan 83,33% responden bermata pencaharian

sebagai tambak udang. Responden yang bermata pencaharian non tambak sebesar

16,67% merupakan responden yang bekerja sebagai wiraswasta, PNS.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari kepala

keluarga yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tamatan SD, SMP sederajat,

SMA sederajat dan Perguruan Tinggi. Persentase tingkat pendidikan ini disajikan

pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang memilki tambak untuk rumah tangga di Kelurahan Sicanang

No. Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah KK Persentase (%) 1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden rata-rata dengan tingkat

pendidikan SD yaitu sebesar 40%, sedangkan tingkat pendidikan yang mencapai

perguruan tinggi hanya 10,00%. Responden yang hanya tingkat pendidikan SD

inilah yang umumnya bermata pencaharian sebagai tambak, dan wiraswasta

sedangkan yang tingkat pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi pada

(37)

Luas Lahan Tambak Udang (Ha)

Tingkat luas lahan tambak udang yang di miliki oleh masyarakat

Kelurahan Belawan Sicanang dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu

pendapatan ≤ 1 Ha, 1-2 Ha, ≥ 3Ha. Tambak yang dihasilkan oleh masyarakat

adalah tambak udang.

Tabel 5. Luas lahan tambak yang di miliki oleh rumah tangga di Kelurahan Sicanang

No. Luas Lahan Tambak (Ha) Jumlah rumah tangga (KK)

Luas lahan (Ha) yang digunakan oleh masyarakat tambak di Kelurahan

Belawan Sicanang dari tabel di atas yang menunjukkan bahwa 46,67% luas lahan

≤1 Ha, 46,67 % luas lahan antara 1-2 Ha, dan 6,67% luas lahan diatas 3 Ha.

Rata-rata luas lahan yang digunakan masyarakat tambak adalah 2 Ha.

Luasan hutan mangrove di Kelurahan Belawan Sicanang semakin

berkurang, disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan menjadi tambak disamping

eksploitasi kayu mangrove untuk berbagai peruntukan. Kekayaan alam yang

terkandung di wilayah pesisir telah dimanfaatkan secara intensif memberikan

kontribusi terhadap kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Karena pada dasarnya

tujuan pengelolaan sumberdaya pesisir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat serta memelihara dan meningkatkan kondisi sumberdaya alam yang

menjadi pendukung kehidupan bagi masyarakat. Tetapi karena sifat sumberdaya

ini yang open access, maka eksploitasi sumberdaya lebih banyak memberikan

(38)

Karakteristik Responden Konsumen Air

Karakteristik konsumen air untuk kebutuhan rumah tangga yang diperoleh

dari responden disajikan dalam bentuk tabel. Persentase pendapatan per bulan,

jumlah anggota rumah tangga, mata pencaharian, tingkat pendidikan kepala rumah

tangga disajikan dalam tabel-tabel di bawah ini.

Pendapatan

Tingkat pendapatan per bulan dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu

pendapatan < Rp. 500.000, Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000, Rp. 1.000.000 - Rp.

2.000.000, Rp. 2.000.000 – Rp.3.000.000 dan pendapatan ≥ Rp. 3.000.000

Tabel 6. Tingkat pendapatan konsumen air rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah rumah tangga (KK)

Pendapatan rata-rata masyarakat adalah sebesar Rp. 1.723.333/bulan atau

sekitar Rp. 20.679.996/tahun. Pendapatan terendah sebesar Rp. 350.000/bulan dan

pendapatan tertinggi sebesar Rp.4.000.000/bulan. Responden yang berpendapatan

rendah pada umumnya dari golongan nelayan. Responden yang memiliki

pendapatan di atas Rp. 4.000.000 pada umumnya bermata pencaharian sebagai

wiraswasta atau pegawai. Responden yang berpendapatan rendah pada umumnya

dari golongan nelayan.

Pendapatan ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi

(39)

untuk mempermudah memperoleh air. Kemudahan memperoleh air oleh

tersedianya sarana yang memadai tidak berarti menunjukkan kemudahan

memperoleh air karena biaya untuk pembuatan sarana tersebut besar.

Jumlah anggota rumah tangga

Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu jumlah anggota rumah tangga < 5 orang

dan > 5 orang.

Tabel 7. Jumlah anggota rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Jumlah anggota rumah tangga (orang) Jumlah KK Persentase (%) 1

2

< 5 > 5

13 17

43,33 56,67

Total 30 100,00

Jumlah anggota rumah tangga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi konsumsi air oleh rumah tangga dimana semakin banyak jumlah

anggota rumah tangga maka kebutuhan akan air juga akan meningkat. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa 56,67% responden memiliki jumlah anggota

rumah tangga >5 orang.

Mata pencaharian

Mata pencaharian dibagi menjadi dua kelompok yaitu nelayan dan non

petani, dimana yang termasuk dalam kelompok non nelayan yaitu PNS dan

(40)

Tabel 8. Persentase mata pencaharian konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Mata pencaharian Jumlah KK Persentase (%) 1

Hasil penelitian menunjukkan 23,33% responden bermata pencaharian

sebagai nelayan. Responden yang bermata pencaharian non nelayan sebesar

43,33% merupakan responden yang bekerja sebagai wiraswasta, PNS.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan terakhir dari kepala

keluarga yang dibagi menjadi tiga kelompok yaitu tamatan SD, SMP sederajat,

SMA sederajat dan Perguruan Tinggi. Persentase tingkat pendidikan ini disajikan

pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat pendidikan kepala rumah tangga konsumen air untuk rumah tangga di Belawan Bahagia

No. Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah KK Persentase (%) 1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden rata-rata dengan tingkat

pendidikan SD yaitu sebesar 36,67%, sedangkan tingkat pendidikan yang

mencapai perguruan tinggi hanya 13,33%. Responden yang hanya tingkat

pendidikan SD inilah yang umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan, dan

wiraswasta sedangkan yang tingkat pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi

(41)

Valuasi Ekonomi Mangrove Sebagai Nursery ground

Masyarakat tambak di Kecamatan Medan Belawan terdapat pada

kelurahan Belawan Sicanang Lingkungan XX yang juga menjadi objek dalam

penelitian ini. Kelurahan Belawan Sicanang mempunyai luas lahan 1510 Ha,

jumlah penduduk 445 jiwa, memiliki jumlah 114 KK dan 90% dari jumlah KK

tersebut merupakan masyarakat yang memiliki tambak. Perhitungan valuasi hutan

mangrove sebagai nursery ground dengan perhitungan menggunakan masukan

biaya pembuatan tambak udang di Kecamatan Medan Belawan setara dengan nilai

rata-rata biaya tambak, dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10.Valuasi ekonomi pembuatan tambak

Biaya/Harga Nilai

Rata-rata modal

Rata-rata biaya pemeliharaan Rata-rata biaya pembuatan tambak

Rp. 5.340.000/ha/thn Rp. 1.900.000/ha/thn Rp. 7.500.000/ha/thn Rata-rata biaya tambak Rp. 14.740.000/ha/thn

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil nilai tambak

adalah Rp. 14.740.000,00/Ha/thn. Nilai rupiah tersebut diperoleh dari hasil kali

jumlah sampel terhadap nilai rata-rata dari total pembuatan tambak dari setiap

orang. Biaya tambak sebesar 1 Ha produk tambak setara dengan biaya produk

mangrove, maka biaya valuasi hutan mangrove sebagai nursery ground adalah

Rp. 3.685.000,00/Ha/thn, karena hasil produtif 1 Ha tambak adalah 0,6 ton/thn

sedangkan 1 Ha mangrove dapat menghasilkan 0,15 ton, perhitungan persamaan

(42)

Luas hutan mangrove (Ha)

Gambar 1. Produktifitas udang pada hutan mangrove

Dari gambar 1. menujukkan dengan bertambahan 1 Ha luas mangrove

maka terjadi penambahan produksi udang sebesar 0,15 ton/thn. Garis luas hutan

mangrove pada gambar di atas adalah luas hutan mangrove yang diperlukan

peneliti untuk membandingkan produktifitas hutan mangrove yang berfungsi

sebagai nursery ground dengan tambak udang (budidaya) yang dikelola oleh

masyarakat tanpa adanya hutan mangrove.

Dari data yang diperoleh diketahui bahwa jumlah dana yang akan

dikeluarkan untuk tambak udang budidaya lebih besar pengeluaran pembuatan

tambak udangnya dari pada tambak udang tersebut berasal dari mangrove yang

masih dapat berfungsi dengan baik. Penambah luasan mangrove dengan

penanaman kembali lahan terbuka dan pengurangan sebagian tambak budidaya

serta penurunan tingkat pengambilan kayu mangrove dapat menurunkan harga

pembuatan tambak udang secara budidaya. Sesuai dengan pernyataan Dahuri

(1996) pemanfaatan hutan mangrove selain bernilai ekonomi, juga harus dilihat

arti penting fungsi ekologisnya sehingga dampak negative yang mungkin terjadi

(43)

mangrove juga berkontribusi besar dalam pengrusakan ekosistem mangrove.

Apabila hal ini terjadi maka habitat dasar serta fungsi ekoliginya menjadi hilang

dan nilai dari kehilangan ini lebih besar dari nilai penggantinya.

Dalam penelitian ini tambak yang diteliti adalah tambak udang, udang

merupakan jenis biota laut, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas

dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon.

Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut.

Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah

sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang merupakan salah satu bahan

makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang

merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap

udang rata-rata naik 11,5% per tahun (Warintek, 2001).

Modal yang dikeluarkan oleh masyarakat bukan hanya untuk bibit udang

sebanyak 5.000-10.000 bibit untuk 1 Ha saja tetapi dikeluarkan untuk membeli

pakan, racun (teodan yang berukuran besar), pupuk (pupuk urea) yang digunakan

untuk menimbulkan atau menghidupkan cacing-cacing yang berfungsi sebagai

makanan alam untuk udang tersebut. Kebutuhan lain yang diperlukan untuk

budidaya udang adalah kapur yang berfungsi untuk menghilangkan zat asam yang

ada didalam tambak sehingga dapat memperbaiki salinitas tambak tersebut, ursal

(sejenis tanaman) yang berfungsi untuk menutupi air dari terik matahari. Lahan

yang digunakan untuk tambak tersebut memiliki frekwensi investasi selama 5

tahun, karena pada 5 tahun kedepan lahan tidak dapat berproduksi lagi

(44)

makanan alam tidak dapat tumbuh lagi atau berproduksi lagi. Maka lahan tersebut

dibiarkan saja (diberakan) supaya racun yang ada dapat hilang.

Persyaratan Lokasi

Berdasarkan kebiasaan hidup, tingkah laku dan sifat udang atau ikan maka

dalam memilih lokasi tambak baik dalam rangka membuat tambak baru maupun

dalam perbaikan tambak yang sudah ada, sebaiknya memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

* Memiliki sumber air yang cukup, baik air laut maupun air tawar dan tersedia

sepanjang tahun, tetapi bukan daerah banjir.

* Memiliki saluran saluran air yang lancar, baik untuk pengisian waktu pasang

maupun membuang air waktu surut dan sumber air serta lingkungan bebas

dari pencemaran.

* Tanah dasar tambak terdiri dari Lumpur berpasir dengan ketentuan

kandungan pasirnya tidak lebih dari 20%

Produksi udang cenderung meningkat bila benih yang ditebarkan berkisar

anatara 500-1000 ekor/Ha. Terlalu padat tebaran dalam tambak, laju pertumbuhan

udang semakin lambat. Selain itu kedalaman air juga berpengaruh terhadap

produksi udang, kedalaman air yang layak adalah 1, 20 m. Wyban et. al 1978

dalam Mangampa 1993 mengemukakan bahwa kecepatan tumbuh dipengaruhi

oleh kepadatan. Semakin tinggi kepadatan semakin tinggi pula kompetisi ruang

gerak, dengan demikian pertumbuhan yang diukur melalui berat perekor akan

semakin rendah dengan semakin tingginya padat penebaran. Sedangkan produksi

yang lebih tinggi (50 ekor/m2). Faktor lain yang sangat menentukan pertumbuhan

(45)

pertambakan semakin tergantung kepada jumlah pakan yang diberikan. Akan

tetapi kontribusi pakan alami tetap memegang peran yang sangat penting dalam

mencapai keseimbangan energi yang diperlukan oleh biomasa yang dipelihara

dalam tambak.

Waktu dan frekuensi pemberian pakan juga dapat mengaktifkan

penggunaan pakan, factor umur dan ukuran udang juga menentukan pemberian

pakan sesuai dengan pernyataan Zaftan et.al 1990 dalam Mangampa 1993.

Mereka juga mengemukakan 5 hari dengan frekuensi 2 kali/hari. Setelah

mencapai umur 100 hari, frekuensi pemberian pakan ditingkatkan hingga 5-6

kali/hari. Dalam pemberian pakan dan pengaturan sirkulasi air tambak, perlu

dilakukan oleh petani dengan dibantu tenaga kerja tambahan. Tambak rakyat

tradisional menggunakan tenaga kerja hanya saat pemeliharaan lahan dan

pemanenan hasil tambak, karena pemberian pakan dan sirkulasi air tidak terlalu

diperhatikan. Namun tambak yang telah dikelola secara lebih baik atau secara

intensif memerlukan tenaga kerja yang bertugas mengawasi sirkulasi, memberikan

pakan, mengukur pertumbuhan udang dan beberapa pekerjaan lainnya, semakin

besar skala usaha tambak tersebut maka semakin besar jumlah tenaga kerja.

Pemeliharaan dilakukan secara manual yaitu dengan tenaga manusia,

dimana dalam 1 hari dikerjakan oleh minimal 2 orang tenaga kerja dengan harga

Rp. 40.000,00/hari/org, untuk 1 Ha dapat disiapkan selama 10-15 hari.

Tahap-tahap teknik pemeliharaan budidaya tambak udang yang dilakukan adalah sebagai

(46)

1. Persiapan Tambak

Pengeringan Dasar Tambak

Pengeringan ini dimaksudkan untuk mengurangi senyawa–senyawa asam

sulfide dan senyawa beracun yang terjadi selama tambak terendam air,

memungkinkan terjadinya pertukaran udara dalam tambak sehingga proses

mineralisasi bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan kelekap dapat

berlangsung, serta untuk membasmi hama penyakit dan benih-benih ikan liar yang

bersifat predator ataupun kompetitor.

Agar lebih mempermudah pelaksanaan pengeringan tambak dapat

dilakukan pada saat air laut surut. Pengeringan tambak berlangsung selama 1-2

minggu, sampai keadaan tanah retak-retak, namun tidak terlalu kering atau

berdebu. Jadi yang dimaksud dengan tidak terlalu kering adalah bila tanah dasar

tambak diinjak, kaki masih melesak sedalam 10-20 cm. Untuk mengetahui tingkat

pengeringan tersebut yaitu dengan cara mengukur ketinggian lekukan yang terjadi

dalam tanah dasar yang retak- retak tersebut, apabila lapisan telah mencapai 1-2

cm, maka pengeringan sudah dianggap cukup.

Pengangkatan Lumpur

Pengangkatan Lumpur dasar sebaiknya dilakukan pada saat lumpur dasar

dapat diangkat. Kebanyakan petambak melakukan pengangkatan lumpur pada saat

tergenang sehingga partikel-partikel lumpur yang halus bercampur dengan air,

sehingga kadar NH3 –N dan H2S tetap tinggi.

Pengolahan tanah dasar tambak

Pengolahan tanah dasar dilakukan menggunakan cangkul, dengan

(47)

unsur hara terhadap pertumbuhan plankton pada kedalaman tertentu, dan

kemampuan unsur toksis berpengaruh terhadap kehidupan udang didasar tambak.

Pengolahan tanah dasar dilakukan hanya pada tambak yang sudah lama

beroperasi.

2. Pengapuran

Pengapuran adalah upaya peningkatan produktivitas tambak, utamanya

tambak masam yang bertujuan :

Pengeringan tanah

Memperbaiki struktur tanah yaitu meningkatkan daya sanggah (buffer)

tanah dan air sehingga tidak terjadi perubahan kemasaman (pH) yang ekstrim.

• Menetralisasi unsur toksis yang disebabkan oleh aluminium dan zat besi

dengan ketersediaan kalsium dalam jumlah yang cukup, sehingga

ketersediaan unsur hara seperti posfat akan bertambah.

• Menstimulir aktivitas organisme tanah sehingga dapat menghambat

organisme yang membahayakan kehidupan udang (desinfectan)

• Dapat merangsang kegiatan jasad renik dalam tanah sehingga dapat

meningkatkan penguraian bahan organic dan nitrogen dalam tanah.

Pada tanah masam dengan pH 7 tidak dilakukan pengapuran atau

pengapuran dalam jumlah yang sedikit sebgai desinfektan saja Poernomo (1992).

Pengapuran dilakukan pada saat tanah dasar tambak dalam keadaan lembab dan

juga dilakukan pada saat pengolahan atau pembalikan tanah dasar tambak, setelah

tanah dasar tambak dikapur dengan kaptan selanjutnya dibiarkan kering dan

(48)

3. Pemberantasan Hama

Pemberantasan hama (terutama trisipan, kepiting dan ikan liar) yang

paling efektif adalah melalui pengeringan tambak secara sempurna.

Pemberantasan hama ikan dapat dilakukan dengan menggunakan saponin, dimana

keampuhannya sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu dan salinitas air tambak.

Pada salinitas rendah yaitu salinitas 30 ppm, saponin diaplikasikan dengan dosis

10-15 kg/ha.

4. Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesudah pemberantasan hama, jenis dan dosis

pupuk ditentukan oleh tingkat kesuburan dari masing- masing tanah dasar tambak.

Kesuburan suatu perairan tergantung pada produktivitas tanaman berklorofil, dan

ini merupakan interaksi dari berbagai faktor diantaranya tersedianya zat hara

dalam perairan sesuai dengan pernyataan Andarias (1991). Kesuburan perairan

juga ditandai dengan kelimpahan dan jenis nabati air baik berupa fitoplankton

maupun yang berupa fitobentos, dimana kedua kelompok ini merupakan primer

utama dalam budidaya udang dan ikan ditambak.

Pemupukan tambak dimaksudkan unutk merangsang pertumbuhan

makanan alami yang diperlukan oleh udang dan ikan selama pemeliharaan.

Didalam pemupukan tambak sebaiknya dalam satu kali masa panen dilakukan dua

kali pemupukan, yaitu :

* Pemupukan Dasar

Pada pemupukan dasar yang ditumbuhkan terutama adalah kelekap (lumut

(49)

kandang dicampur dengan dedak halus, kemudian disebar merata ke dasar

tambak. Selanjutnya campuran pupuk urea dan SP36, juga disebar merata

keseluruh permukaan tambak. Masukkan air kedalam tambak sampai mencapai

ketinggian 10-20 cm dengan menggunakan saringan dan biarkan menguap selama

2 minggu. Bila keadaan air dipermukaan telah menjadi jernih sedang dasar

tambak telah tampak hijau ditumbuhi kelekap, maka air didalam tambak ditambah

secara bertahap sampai mencapai kedalaman 60-100 cm. Jika keadaan air sudah

cukup stabil, maka petakan siap untuk ditebari.

* Pemupukan Susulan

Jika diperkirakan makanan alami ditambak hamper habis (masa

pemeliharaan +1 bulan), maka perlu dilakukan pemupukan susulan dengan

menggunakan pupuk urea dan SP36 dengan dosis urea. Pada pemupukan susulan

ini yang ditumbuhkan adalah plankton, dan dilakukan setiap 10-14 hari sekali.

Pupuk susulan ditebarkan pada pelataran tambak. Pemupukan tidak dianjurkan

pada tambak-tambak yang mempunyai tanah dasar bersifat masam pH 70 %.

7. Pemeliharaan

Keberhasilan usaha budidaya tambak tidak hanya ditentukan oleh

konstruksi tambak, desai dan tata letak tambak, pengolahan tanah dan pengadan

benih saja, tetapi juga ditentukan oleh proses pemeliharaan sejak penebaran

sampai pemungutan hasil (panen). Kegiatan–kegiatan yang diperlu dilaksanakan

(50)

* Pemberian Makanan Tambahan

Meskipun makanan alami yang berupa plankton, klekap dan lumut tersedia

cukup, namun dalam usaha budidaya ini masih membutuhkan makanan tambahan

berupa pellet terutama pada petak pembesaran. Pemberian makanan tambahan ini

diberikan setelah satu bulan sesudah penebaran sampai menjelang panen.

Budidaya udang tradisional dengan kepadatan 1-2 ekor/m2 memerlukan

pertumbuhan pakan alami yang baik, tanpa pemberian pakan komersil, namun

pada budidaya udang tradisional plus (3-5 ekor/m2) disamping pakan alami juga

memerlukan pakan komersil pada pemelihraan 2 bulan terakhir.

* Pengelolaan Air Tambak

Pemberian makanan tambahan dalam jumlah yang cukup banyak,

kemungkinan akan meninggalkan sisa-sisa yang apabila membusuk akan

berpengaruh terhadap kualitas air. Pergantian air ditambak dilakukan secara rutin,

yaitu setiap 2 minggu sekali sebanyak 25 %. Setelah pergantian air maka langsung

diberi kapur kaptan dan pupuk kalau perlu yaitu maksimum urea dan SP36,

dengan kecerahan air tetap terjaga yaitu 25-40 cm. Apabila kondisi air tambak

banyak kotoran/buih atau air jernih tidak ada plankton, maka air tambak wajib

diganti. Dan apabila udang lumutan/air tambak menyala, maka segera diganti air

tambak.

Budidaya tambak berbeda dengan mangrove yang memiliki tambak

(sylvofishery). Pembuatan sylvofishery yaitu pengukuran lokasi meliputi luas

areal, bentuk tambak, penentuan saluran, letak dan ukuran pintu air, tanggul, lebar

dan alam caren serta luas pelantaran tambak. Pembuatan tambak sylvofishery

(51)

membuka lahan baru pada kawasan ekosistem mangrove. Tahapan selanjutnya

adalah melakukan pengukuran, pembersihan lapangan, pembuatan saluran,

pembuatan/perbaikan tanggul, pembuatan pintu air (daka) dan pembuatan caren.

Dalam sistem sylvofishery ada hal-hal yang tidak dilakukan sebagai mana

dengan budidaya tambak seperti pengeringan dasar tambak, pengangkatan

lumpur, pengapuran, pemupukan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa

perlakukan sylvofishery lebih murah daripada pembuatan budidaya tambak.

Pada tahun 1999 adanya survey yang dilakukan oleh LSM untuk

memberikan bantuan berupa penyuluhan dan bantuan dana untuk perkembangan

tambak dan pada tahun 2001 berbagai LSM telah melaksankan bantuan tersebut,

berupa sistem intensif. Tetapi sistem intensif tersebut tidak lama bertahan

dikarenakan biaya cukup mahal, bantuan yang didapat tidak mencukupi sehingga

dilakukan tambak secara manual.

Pada aspek perekonomian yaitu sarana perekonomian di Kelurahan

Belawan Sicanang tampak bahwa sarana yang mereka miliki selain tambak juga

terdapat kios/kedai. Ini berarti selain mencari nafkah atau pendapatan dari tambak

mereka mempunyai pekerjaan sampingan dengan berdagang membuka kios/kedai

untuk menambah pendapatan keluarga. Selain itu ada juga yang berternak

(52)

Valuasi Ekonomi Mangrove Sebagai Mencegah Terjadinya Abrasi

Masyarakat pesisir di Kecamatan Medan Belawan pada Kelurahan Bagan

Deli yang juga menjadi objek dalam penelitian ini. Kelurahan Bagan Deli

mempunyai luas lahan 2300 Ha, jumlah kepala keluarga 173 KK dengan mata

pencarian adalah nelayan. Masyarakat tinggal di sebuah rumah panggung yang

relatif tinggi, sehingga pada saat air pasang datang mereka tidak kebanjiran.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh masyarakat setempat

maka hasil yang diperoleh keadaan pantai yang berada di Kecamatn Medan

Belawan sebagian besar telah mengalami kerusakan yang sangat parah. Penyebab

kerusakan pantai lebih banyak karena ulah manusia seperti perusakah pantai,

penebangan bakau, penambangan pasir, serta bangunan yang melewati garis

pantai. Kegiatan pembangunan, industri dan aktivitas manusia serta pengaruh

faktor alam pada umumnya telah memberikan pengaruh negatif pada kestabilan

kawasan pantai. Faktor alam yang berpengaruh tehadap kondisi pantai antara lain

timbulnya gelombang dan arus, terjadinya pasang surut, terjadinya sedimentasi

dan abrasi yang berpengaruh pada berubahnya garis pantai serta kondisi sungai

yang bermuara di perairan tersebut.

Aktivitas manusia yang berpengaruh terhadap kondisi pantai antara lain

adalah pembangunan, reklamasi dan pengerukan dasar perairan untuk tujuan

komersial yang berlebihan. Berkembangnya wisata bahari di beberapa daerah

pantai juga mendorong terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan

buatan dengan dibangunnya beberapa fasilitas penunjang yang diperlukan.

Gambar

Tabel 1.  Tingkat pendapatan responden petani tambak di Kelurahan Sicanang No. Pendapatan per bulan (Rp.) Jumlah rumah Persentase (%)
Tabel 2.  Jumlah anggota rumah tangga masyarakat petani tambak udang di Kelurahan Sicanang
Tabel 3.  Persentase mata pencaharian untuk rumah tangga di Kelurahan Sicanang No. Mata pencaharian Jumlah KK Persentase (%)
Tabel 5. Luas lahan tambak yang di miliki oleh rumah tangga di Kelurahan Sicanang No. Luas Lahan Tambak (Ha) Jumlah rumah Persentase (%)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai proses terakhir di hari kedua pertemuan, peserta yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil evaluasi kegiatan yang

Adapun bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik ini yaitu bakteri hidrolitik yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri fermentatif yang

Kata kunci adalah tulang punggung SEO dan memainkan peran yang efektif dalam menarik lebih banyak lalu lintas Dengan menggunakan kata kunci yang tepat Anda membantu

Penelitian ini membahas tentang upaya yang dilakukan kiai dalam meningkatkan hafalan al-Qur’an santri di Pondok Pesantren Bidayatul Qur’an dan hambatan yang dihadapi

Penelitian deskriptif kuantitatif yaitu suatu penelitian mengenai pengaruh strategi periklanan yang meliputi kreativitas iklan, unsur humor, dan kualitas pesan iklan

Ketentuan Pasal 9 Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2011 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Paser Tahun 2011 Nomor 17) sebagaimana

Enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri selain berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen, protease dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk melakukan

“Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut Pajak Penghasilan, Pajak