• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBHASAN

Dalam dokumen Laporan Praktikum Klinik Tanaman. doc (Halaman 39-53)

DAFTAR PUSTAKA

A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBHASAN

A. Hasil Pengamatan

Gambar 2. Air steril diukur sampai 175 ml

Gambar 5 dan 6. Tembaga sulfat dimasukan kedalam beaker glass dan diaduk hingga homogen

Gambar 7. Asam asetat glacial ditambahkan sebanyak 25 ml dan jangan diaduk

Gambar 8. Ditambahkan formal dehid

Gambar 10. Larutan FAA dibagi dua dan dimasukan kedalam botol dengan volume yang sama

Gambar 12. Satu botol untuk mengawetkan tanaman terserang hama dan penyakit tanaman

B. Pembahasan

Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, 8 April 2015 bertempat di laboratorium hama dan penyakit tanaman. Pengawetan serangan penyakit yang menyerang tanaman ubi jalar diawali dengan diagnosis lapangan yang sebelumnya telah dilakukan. Hasil diagnosis lapangan ini berupa daun ubi jalar yang terserang penyakit bercak daun.

Pelaksaan praktikum dimulai dengan membuat larutan FAA yang nantinya akan digunakan sebagai media untuk mengawetkan tanaman yang terserang hama dan penyakit. Media FAA yang digunakan pada praktikum ini merupakan jenis herbarium basah karena FAA sifatnya berupa larutan yang akan mengawetkan bagian tanaman yang terserang hama dan penyakit.

Tanaman ubi jalar yang terserang penyakit bercak daun dapat dilihat pada gambar dibawah ini;

Pada gambar diatas terlihat bercak didaun ubi jalar, berwarna kecoklatan dan dikelilingi warna kuning. Penyebab bercak daun pada tanaman ubi jalar masih

belum dapat dipastikan, perlu pengujian lebih anjut mengenai penyebab penyakit yang bisa diakibatkan oleh jamur, bakteri maupun virus.

Sedangkan tanaman ubi jalar yang terserang penyakit bercak daun menurut T. Ames (1997) bahwa gejala bercak daun Phomopsis (Bercak Daun Phyllosticta), Phomopsis Ipomoea batatas (Phyllosticta batatas) adalah terdapat bercak berwarna keputihan, sawo matang atau coklat baik pada permukaan daun bagian atas maupun bagian bawah. Ukuran bercak biasanya kurang dari 10 mm. Pada bagian tepi bercak biasanya berwarna cokelat tua atau ungu(Gbr. 47). Piknidia terlihat pada bagian tengah bercak(Gbr. 48).

Sedangkan Jamur lain yang menyebabkan bercak pada daun sudah bisa diidentifikasi dengan cara memeriksa spora menggunakan mikroskop. Jamur- jamur tersebut antara lain Alternaria spp., Cercospora sp. (Gbr. 49), Septoria sp., Ascochyta sp., Curvularia sp., Colletotrichum sp., dan Pestalotia batatae.

Tanaman yang terserang penyakit hawar daun pada ubi jalar diambil untuk dijadikan sampel dalam pembuatan herbarium. Pembuatan herbarium sendiri seperti yang telah dijelaskan pada hasil praktikum, dan pada praktikum ini herbarium untuk tanaman ubi jalar yang terserang penyakit menggunakan herbarium basah, seperti gambar dibawah ini:

Larutan FAA yang digunakan pada praktikum ini mengandung air steril sebanyak 175 ml, tembaga sulfat 1 gram, asam asetat glacial 25 ml, etil alcohol 250 ml dan formal dehid.

Awalnya diukur air steril dalam gelas ukur hingga 175 ml, kemudian air steril tersebut dituangkan kedalam beaker glass. Selanjutnya ditambahkan tembaga sulfat sebanyak 1 gram yang sebelumnya telah ditimbang, aduk hingga

larut dan homogen. Setelah larutan homogeny kemudian ditambahkan asam asetat glacial sebanyak 25 ml, tapi jangan diaduk, dibiarkan homogeny dengan sendirinya, karena kalau diaduk larutan menjadi keruh. Setelah didiamkan beberapa saat, larutan tadi ditambahkan formal dehid dan etil alcohol, etil alcohol sebanyak 250 ml. Tahap terakhir yaitu menuangkan larutan FAA yang sudah jadi kedalam dua botol berleher lebar sama banyak, satu botol utnuk mengawetkan serangga dan satunya lagi untuk mengawetkan tanaman yang terserang hama dan penyakit.

Sedangkan menurut Suyitno (2004) Cara paling sederhana dalam membuat herbarium adalah dengan mengeringkan organ tumbuhan, kemudian ditata dan dilabel, lalu disimpan. Agar hasilnya lebih bagus dan awet, perlu dilakukan pengawetan. Persiapannya meliputi :

a. Penyediaan bahan pengawetan dan alat pengeringan b. Mencari objek tumbuhan yang akan diawetkan c. Labelisasi dan penyimpanannya

Cara pembuatan herbarium kering dan basah menurut Suyitno (2004) adalah:

1. Herbarium kering

a. Berikan etiket gantung pada objek tumbuhan yang akan dibuat herbarium

b. Bungkus tumbuhan dengan kertas kora dan atur posisi akar, batang dan daunnya.

d. Jepitlah bungkusan daun tersebut dengan sasak pengepres. e. Biarkan kering angin sampai kering betul

f. Celupkan tumbuhan tersebutke larutan pengawet, yang terbuat dari : (a) 1 liter alkohol 70 %

(b) 40 g sublimat ( formalin tablet ) g. Keringkan lagi sampai kering betul

h. Aturlah posisi objek pada kertas herbarium, lekatkan dengan menggunakan selotip.

i. Berikan etiket 2. Herbarium basah

a. Objek yang telah diberi etiket gantung, masukkan kedalam botol preparat

b. Atur posisi objeknya dengan menempelkan objek pada potongan kaca c. Masukkan larutan pengawet

d. Tutuplah dengan botol dengan penutupnya

e. Berilah etiket padabotolnya, kemudian tempatkan pada tempat yang aman

Tanaman yang sakit dan terserang hama yang telah dimasukan kedalam FAA kemudian dilakukan pelabelan. Pelabelan berfungsi untuk mengetahui informasi yang ada mengenai herbarium yang telah dibuat, sehingga herbarium tersebut dapat digunakan pada waktu yang akan datang.

Spesimen-spesimen yang disimpan di herbarium dan dikoleksi dalam bentuk kultur (biakan) sangatlah berbeda. Herbarium menyimpan spesimen-spesimen

mati, sedangkan koleksi kultur memelihara isolat-isolat mikroorganisme yang hidup. Pakar patologi tanaman bekerja dengan kedua bidang ini, baik material tumbuhan yang mati maupun kultur yang hidup. Seringkali, herbarium patologi tanaman juga mengurus koleksi kultur (Soekirno, 2008)

Koleksi yang baik adalah koleksi yang kaya muatan informasi akan jenis tanaman inang, areal produksi dan wilayah geografi yang berlainan. Spesimenspesimen ini dapat diperiksa ulang untuk akurasi data mengenai identitasnya, keadaan pada waktu spesimen dikoleksi dan daerah penyebarannya. Di sisi lain, laporanlaporan yang diterbitkan tetapi tidak didukung oleh bukti spesimen, tidak dapat divalidasi kebenarannya dan berpotensi menjadi hambatan dalam perdagangan internasional (Soekirno, 2008)

Contoh label specimen untuk penyakit tanaman yaitu; PLANT DISEASE SPECIMEN Disease : … Pathogen : … Type of pathogen : … Host : … Locality : … Date : … Colector : … Identification method : … Remarks : …

Sedangkan menurut Soekirno (2008) pelabelan koleksi di lapangan memuat beberapa informasi:

a. Nama tanaman inang dan bagian tanaman yang terserang;

b. Lokasi: desa, kecamatan, kota/kabupaten dan propinsi (garis bujur/garis lintang, dan ketinggian tempat, jika diketahui).

Untuk mengetahui koordinat dan ketinggian tempat yang tepat harus menggunakan Global Positioning System (GPS). Koordinat-koordinat yang ditentukan oleh GPS memungkinkan dikembangkannya peta sebaran yang akurat untuk patogen tanaman;

a. Tanggal koleksi;

b. Nama kolektor (nomor koleksi, jika diberikan); dan

c. Gejala penyakit dan keparahannya (misalnya, jumlah tanaman yang terserang).

Semua spesimen yang diserahkan kepada herbarium dan harus dicatat dan diberi label seperti gambar 2 dan 3. Nama orang yang menyerahkan spesimen, rincian kontaknya dan alasan untuk menyerahkan contoh itu harus dinyatakan dengan jelas, misalnya untuk diagnosis atau untuk disimpan

Setiap paket herbarium sebaiknya diberi label di bagian depan yang disertai dengan:

a. nomor tambahan herbarium; b. nama ilmiah patogen;

c. substrat atau nama ilmiah inang tempat patogen ditemukan;

d. tempat koleksi dilakukan, termasuk negara, propinsi, garis lintang dan garis bujur;

e. nama kolektor dan nomor koleksi; f. tanggal koleksi;

g. nama orang yang mengidentifikasi spesimen; dan

h. acuan kepada publikasi yang menyitir spesimen seperti itu (Soekirno, 2008)

C. SIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen Laporan Praktikum Klinik Tanaman. doc (Halaman 39-53)

Dokumen terkait