• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Pemeriksaan Karakteristik Pati .1 Hasil Pemeriksaan Pemerian .1 Hasil Pemeriksaan Pemerian

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Pati .1 Hasil Pemeriksaan Pemerian .1 Hasil Pemeriksaan Pemerian

Pati singkong adalah pati yang diperoleh dari umbi akar Manihot utillisima Pohl (Familia Euphorbiaceae) dengan pemerian serbuk sangat halus berwarna putih (Kemenkes RI., 2014). Warna putih sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati, semakin murni proses ekstraksi, maka pati yang dihasilkan akan semakin putih. Menurut Schoch (1945) di dalam Ropiq (1988), adanya protein dan lemak dapat menyebabkan granula bewarna lebih gelap. Menurut Meyer (1973) di dalam Sabrina (1990), komponen non-karbohidrat (lemak, protein, dan enzim polifenolase) akan menyebabkan reaksi browning (pencoklatan). Reaksi browning yang terjadi mempengaruhi derajat putih pati, karena membuat pati menjadi lebih gelap. Pati yang dihasilkan pada penelitian memiliki warna putih dan memiliki tekstur halus serta memiliki bau yang khas, sehingga keenam sampel pati memenuhi syarat yang ada dalam Farmakope Indonesia.

4.3.2 Hasil Pemeriksaan Kelarutan

Pemeriksaan kelarutan yang dilakukan terhadap keenam sampel diperoleh bahwa pati yang dihasilkan praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol. Hal

26

ini sesuai dengan persyaratan yang ada dalam Farmakope Indonesia edisi IV bahwa pati Manihot utillisima praktis tidak larut dalam air dingin dan etanol. Menurut Moorthy (2004), faktor-faktor seperti rasio amilosa dan amilopektin, panjang rantai, distribusi bobot molekul, derajat percabangan dan konformasi menentukan kelarutan pati. Menurut Charles, et al., (2004), komponen amilosa dan lemak dapat menghambat kelarutan pati dan rantai yang panjang dari amilopektin dapat meningkatkan kelarutan. Hal ini disebabkan oleh molekul-molekul amilosa yang linier sehingga memperkuat jaringan internalnya (Leach, 1965 di dalam Goldworth, 1999). Adapun komponen pati yang dapat menyerap air adalah amilopektin, pada pati singkong perbandingan komponen antara amilopektin dengan amilosa adalah 83:17 (Winarno, 2008), sehingga semakin besar kandungan amilosa dalam pati maka kelarutan pati dalam air semakin rendah.

4.3.3 Hasil Pemeriksaan Mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik yang dilakukan terhadap keenam sampel pati menunjukkan bahwa granula pati Manihot utillisima memilikibutir tunggal dan agak bulat atau bersegi banyak dengan hilus di tengah berupa titik, garis lurus atau bercabang tiga; lamella tidak jelas, konsentris; butir majemuk sedikit, terdiri dari 2 atau 3 butir tunggal yang tidak sama bentuknya. Bentuk granula pati dari keenam sampel dinyatakan memenuhi persyaratan dalam Farmakope Indonesia.

4.3.4 Hasil Identifikasi

Hasil identifikasi yang telah dilakukan diperoleh bahwa pati Manihot

utillisima dalam air dingin bila dipanaskan akan membentuk larutan kanji encer, yang

mana bila larutan kanji ini didinginkan kemudian ditambahkan dengan iodum akan terjadi warna biru tua. Warna ini akan hilang bila larutan dipanaskan, namun akan timbul kembali bila didinginkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi

27

keenam sampel sesuai dengan yang ada dalam Farmakope Indonesia. Amilum dapat bereaksi dengan molekul iodium karena struktur amilum pada larutan berbentuk heliks yang berbentuk kumparan sehingga dapat diisi oleh molekul iodium didalamnya dan hasil dari ikatan ditunjukkan warna larutan menjadi warna biru. Ikatan antara iod dan amilum yang terbentuk berupa ikatan semu karena dapat putus saat dipanaskan dan terbentuk kembali pada saat didinginkan. Apabila dipanaskan rantai amilum akan memanjang sehingga iod mudah terlepas, sama halnya ketika didinginkan, rantai pada amilum akan mengerut sehingga iod kembali terikat dengan amilum dan memberikan warna biru sebagai hasil ikatan yang terbentuk (Sherly, 2012).

Perbandingan kadar amilosa dengan amilopektin dalam pati ubi kayu adalah 83:17. Pada uji dengan mengunakan iodum, warna biru yang terbentuk adalah hasil interaksi antara amilosa dengan iodum, sedangkan amilopektin dengan iodum akan memberikan warna ungu hingga merah (Lehninger, 1988). Mulyandari (1992) melaporkan bahwa selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati, sehingga pati dengan kadar amilosa lebih tinggi, granulanya akan lebih banyak mengeluarkan amilosa, dan kelarutannya akan meningkat. Kelarutan terkait dengan kemudahan molekul air untuk berikatan hidrogen dengan molekul dalam granula pati, sehingga semakin mudah mengikat air, granula pati akan semakin mengembang. Menurut Niba, et al., (2002), pati yang memiliki ukuran granula lebih kecil akan lebih larut dalam air.

4.3.5 Hasil Penetapan Keasaman

Keasaman pada pati diduga disebabkan oleh kadar asam organik yang terkandung pada setiap tanaman (termasuk ubi kayu), yang merupakan hasil metabolisme lanjut (dalam siklus TCA atau glikosida) yang terakumulasi dalam

28

vakuola tanaman (Fennema, 1996). Selain itu, komponen asam sianida (HCN) diduga juga dapat mempengaruhi keasaman pada pati yang dihasilkan, karena menurut Cumbana, et al., (2007), proses selama pembuatan pati, tidak sepenuhnya dapat menghilangkan HCN. Sedangkan menurut Rahman (2007) dan Sajeev, et al., (2002), proses pemisahan pati dan air dilakukan melalui pengendapan berjam-jam, sehingga memungkinkan terjadinya proses fermentasi alami oleh mikroba. Asam-asam organik hasil fermentasi mikroba akan terakumulasi dan akan mempengaruhi pH pati.

Indikator yang digunakan pada saat titrasi adalah indikator fenolftalein. Fenolftalein termasuk senyawa golongan ftalein yang bersifat asam lemah. Fenolftalein umumnya dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik akhir titrasi asam kuat dengan basa kuat. Fenolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10,0 (Bassett, 1994), dalam larutan yang bersifat asam dan pada rentangan pH < 8,3 indikator fenolftalein tidak akan memberikan perubahan warna, dimana warna larutan tetap tidak berwarna, sedangkan pada larutan yang bersifat basa pada rentangan pH 8,3-10,0 indikator fenolftalein akan memberikan perubahan warna menjadi merah muda. Tabel 4.2 Hasil Penetapan Keasaman Pati Ubi Kayu (Manihot utillisima Pohl.)

Sampel Volume NaOH 0,1 N (mL) Keterangan

IA 1,1567 Memenuhi Syarat

IB 1,1067 Memenuhi Syarat

IIA 1.0633 Memenuhi Syarat

IIB 1,0500 Memenuhi Syarat

IIIA 1,1200 Memenuhi Syarat

IIIB 1,0667 Memenuhi Syarat

Keterangan : I, II, dan III menyatakan daerah tumbuh ubi kayu (I: Pengunungan; II: Pemukiman; III: Pabrik). A dan B menyatakan jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi (A: Akuades; B: Air PAM)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pati yang diekstraksi menggunakan pelarut akuades membutuhkan lebih banyak NaOH untuk mencapai titik akhir titrasi dibandingkan dengan pati yang diekstraksi menggunakan air PAM.

29

Hal ini disebabkan karena akuades yang digunakan memiliki pH 7 atau netral, sedangkan air PAM yang digunakan memiliki pH 8 atau basa, pH pelarut ini berpengaruh pada keasaman pati yang dihasilkan, dimana semakin rendah pH larutan yang akan dititrasi maka semakin banyak NaOH yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi.

Penetapan keasaman digunakan untuk menentukan derajat keasaman, menurut Jati (2006) derajat asam menyatakan seberapa besar kandungan asam yang terkandung didalam bahan. Semakin besar kandungan asamnya maka semakin rendah pula pH-nya. Hasil penelitian menunjukkan volume NaOH yang dipakai adalah 1,0633 mL hingga 1,1567 mL yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hal ini telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia yaitu volume NaOH yang digunakan tidak lebih dari 2,0 mL.

4.3.6 Hasil Penetapan Susut Pengeringan

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas bahan pangan itu sendiri. Peningkatan jumlah air dapat mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan oleh proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan menjadi awet. Kerusakan bahan seperti tepung lebih terutama disebabkan oleh kapang dan berbagai jenis kutu (Syarief dan Halid, 1993). Menurut Fardiaz (1989), pengeringan pada tepung dapat mengurangi kadar air tepung sampai batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat dihambat. Perbedaan kadar air pada keenam sampel tersebut diduga dipengaruhi oleh derajat keterikatan air dalam bahan, baik terikat secara fisik maupun kimia. Menurut Winarno (1992), air yang terdapat dalam bahan makanan umumnya dipakai istilah air terikat (bound water), dimana derajat

30

keterikatan berbeda-beda dalam bahan. Menurut Fennema (1976), jumlah dari berbagai tipe air terikat berbagai bahan bervariasi tergantung sumber bahan.

Penetapan susut pengeringan dilakukan untuk menetapkan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Bahan yang dimaksud tidak hanya air, namun senyawa lain yang dapat menguap pada saat pengeringan. Metode yang digunakan pada penetapan susut pengeringan pada pati adalah metode gravimetri. Susut pengeringan pada pati identik dengan penetapankadar air, kadar air yang tepat akan dapat mempertahankan mutu pati yang dihasilkan. Hasil penetapan susut pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Hasil Susut Pengeringan Pati Ubi Kayu (Manihot utillisima Pohl.)

Sampel Susut Pengeringan (%) Keterangan

IA 10,0878 Memenuhi Syarat

IB 9,3191 Memenuhi Syarat

IIA 6,6695 Memenuhi Syarat

IIB 7,0667 Memenuhi Syarat

IIIA 7,7271 Memenuhi Syarat

IIIB 7,8530 Memenuhi Syarat

Keterangan : I, II, dan III menyatakan daerah tumbuh ubi kayu (I: Pengunungan; II: Pemukiman; III: Pabrik). A dan B menyatakan jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi (A: Akuades; B: Air PAM)

Batas susut pengeringan yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia untuk pati ubi kayu adalah maksimal 15%. Dari hasil penelitian seluruh sampel dalam kategori memenuhi syarat, adapun susut pengeringan tertinggi terdapat pada sampel IA yaitu sebesar 10,0878% sedangkan susut pengeringan terendah terdapat pada sampel IIA yaitu sebesar 6,6695%. Persyaratan kadar air SNI untuk tepung ubi kayu adalah maksimal 12%, sedangkan pada pati Amprotab yang dijual dipasaran dilakukan susut pengeringan sesuai Farmakope Indonesia. Hal yang mempengaruhi kadar air dalam

31

pati adalah suhu dan lama pengeringan sampel setelah ekstraksi, selain itu pati merupakan polimer yang terdiri dari monomer-monomer glukosa, jumlah monomer glukosa penyusun pati dipengaruhi oleh usia tanaman ubi kayu saat panen. Semakin tua umur ubi kayu saat dipenen maka semakin panjang rantai glukosa yang terbentuk, pembentukan rantai glukosa ini harus melibatkan molekul air sehingga semakin panjang rantai glukosa yang terbentuk semakin banyak pula molekul air yang terlibat sehingga mempengaruhi kadar air dalam pati.

4.3.7 Hasil Penetapan Sisa Pemijaran

Penetapan sisa pemijaran pada pati umbi ubi kayu (Manihot utillisima Pohl.) berhubungan dengan kandungan mineral-mineral anorganik sisa pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550ºC (Apriyantono, et al., 1988). Selain kandungan mineral yang ada didalam bahan baku, hal yang turut mempengaruhi kandungan zat anorganik adalah pengaruh proses pembuatan dan pelarut yang digunakan. Uji sisa pemijaran merupakan salah satu uji syarat kemurnian bahan baku dengan tujuan membuktikan bahwa bahan bebas dari senyawa asing dan cemaran atau mengandung senyawa asing dan cemaran dimaksudkan untuk membatasi senyawa demikian sampai pada jumlah yang tidak mempengaruhi partikel pada kondisi biasa. Penetapan sisa pemijaran/abu sulfat ini menggunakan prosedur untuk mengukur jumlah sisa zat yang tidak menguap dari pati.Uji ini digunakan untuk menentukan kandungan cemaran anorganik dalam zat organik (Kemenkes, RI., 2014).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati yang diisolasi menggunakan pelarut air PAM memberi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati yang diisolasi menggunakan aqudes. Hasil sisa pemijaran bila dilihat berdasarkan daerah tempat tumbuh diperoleh bahwa sampel yang diambil dari daerah pengunungan memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah

32

pemukiman dan pabrik. Persyaratan dalam Farmakope Indonesia edisi IV sisa pemijaran maksimal adalah 0,6%, sedangkan dalam Farmakope Indonesia edisi V sisa pemijaran maksimal adalah 1%. Sampel IIIB yaitu sampel yang berasal dari daerah pabrik dengan pelarut air PAM memberikan hasil 0,6166%, hasil ini melebihi batas maksimal dan tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV, namun masih memenuhi syarat Farrmakope Indonesia edisi V. Pada pati Aprotab yang dijual dipasaran tidak melekukan prosedur sisa pemijaran sedangkan syarat untuk tepung berdasarkan SNI, kadar abu maksimal untuk tepung ubi kayu adalah 1,5%.

Tabel 4.4 Hasil Sisa Pemijaran Pati Ubi Kayu (Manihot utillisima Pohl.)

Sampel Sisa Pemijaran (%) Keterangan

IA 0,1888 Memenuhi Syarat

IB 0,2652 Memenuhi Syarat

IIA 0,2389 Memenuhi Syarat

IIB 0,3617 Memenuhi Syarat

IIIA 0,5025 Memenuhi Syarat

IIIB 0,6166 Memenuhi Syarat

Keterangan : I, II, dan III menyatakan daerah tumbuh ubi kayu (I: Pengunungan; II: Pemukiman; III: Pabrik). A dan B menyatakan jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi (A: Akuades; B: Air PAM)

Menurut Momuat, et al., (2011), terdapat mineral dalam tanah yang ketebalannya adalah 15-35 cm. Lapisan ini mudah hilang oleh pengikisan air hujan. Pengikisan tersebut menyebabkan mineral yang terkandung dalam tanah dibawa oleh air hujan ke sungai dan sebagian meresap ke dalam tanah. Mineral-mineral tersebut mengalir bersama air sungai dan air tanah dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya mengendap di tempat yang posisinya lebih rendah. Hal ini menyebabkan tanah di daerah dataran rendah memiliki kandungan mineral yang lebih besar konsentrasinya dan lebih beragam jenisnya daripada tanah di daerah

33

dataran tinggi. Kandungan mineral inilah yang menentukan hasil sisa pemijaran yang diperoleh.

4.3.8 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Bahan Organik Asing

Pemeriksaan mikrobiologi bahan organik asing dilakukan untuk mengetahui bahan organik yang mungkin ada selain sampel itu sendiri. Dalam Farmakope bahan organik asing pada pati Manihot utillisima tidak lebih dari sesepora sel, bahan organik asing yang dimaksud adalah cemaran mikroorganisme yang dapat memepengaruhi kualitas pati pada saat penyimpanan. Pemeriksaaan dilakukan dengan menggunakan media PCA sebagai media pertumbuhan untuk menentukan

total plate count. Hasil total plate count dinyatakan dalam cfu/g dapat dilihat pada

Tabel 3.5.

Tabel 4.5 Total Plate Count pada pati ubi kayu (Manihot utillisima Pohl.) Sampel Total Plate Count (cfu/g) Keterangan

IA 70×101 Memenuhi Syarat

IB 135×101 Tidak Memenuhi Syarat

IIA 80×101 Memenuhi Syarat

IIB 167×101 Tidak Memenuhi Syarat

IIIA 75×101 Memenuhi Syarat

IIIB 189×101 Tidak Memenuhi Syarat

Keterangan : I, II, dan III menyatakan daerah tumbuh ubi kayu (I: Pengunungan; II: Pemukiman; III: Pabrik). A dan B menyatakan jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi (A: Akuades; B: Air PAM)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pertumbuhan koloni yang terdapat pada sampel didominasi jamur. Koloni jamur yang ada diuji lanjut dalam media PDA, setelah diinkubasi selama 48 jam ditemukan koloni berwarna putih, inkubasi dilakukan hingga 10 hari. Koloni yang terbentuk diamati dan didapatkan hasil bahwa koloni yang terbentuk berwarna hitam, kemudian dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop. Berdasarkan hasil mikroskopik, jamur yang ada dalam pati adalah Rhizopus sp. dari filum Zygomycota famili Mucoraceae.Sampel yang positif mengandung jamur Rhizopus sp. adalah sampel IB, IIB, dan IIIB. Ketiga sampel ini Universitas Sumatera Utara

34

adalah pati yang menggunakan air PDAM sebagai pelarut pada saat ekstraksi, diduga bahwa dalam air PDAM terdapat spora yang kemudian berkembang dalam pati secara vegetative. Sampel yang memenuhi syarat yang tertera dalam Farmakope Indonesia adalah sampel yang diekstraksi menggunakan akuades sebagai pelarut yaitu sampel IA, IIA, dan IIIA. Adapun pati Amprotab dan tepung ubi kayu berdasarkan SNI tidak melakukan uji bahan organik asing.

Jamur dapat bereproduksi secara seksual maupun aseksual, reproduksi aseksual akan diproduksi spora. Pada kelompok Zygomycota spora yang diproduksi adalah sporangiospora. Sporangiospora merupakan spora yang dibentuk di dalam sporangium. Inti-inti yang ada di dalam kolumela (ujung sporangiofor) akan keluar menembus dinding kolumela masuk ke dalam suatu kantung yaitu sporangium. Sporangium merupakan karpus untuk reproduksi aseksual mirip kantung yang berbentuk bulat atu semibulat. Sporangium semula berwarna bening atau agak kekuningan karena mengandung senyawa β- karoten kemudian berwarna hitam karena senyawa karoten mengalami polimerisasi yang disebabkan proses oksidasi. Selanjutnya terbentuk sporopolenin yaitu senyawa yang sangat resisten terhadap degradasi. Apabila jumlah sporangiospora telah mencapai jumlah maksimum untuk spesies tersebut maka sporangium akan pecah dan sporangiospora akan lepas ke lingkungan. Sisa dinding sporangium akan terlihat menggantung pada dasar kolumela (Alexopoulos, 1907).

Pati atau amilum merupakan polisakarida yang strukturnya dibentuk oleh ikatan antar atom karbon. Sebagian besar dari berat kering sel jamur terdiri dari karbon, ini menunjukkan adanya indikasi penting antara senyawa-senyawa karbon dengan sel. Senyawa-senyawa organik digunakan sebagai materi pembentuk struktur dan menyediakan energi kedalam sel melalui oksidasi. Karbon diperlukan dalam

35

jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan elemen esensial lainnya oleh jamur, dan nutrisi karbon menjadi yang terpenting bagi jamur. Pati merupakan sumber karbon yang banyak digunakan oleh jamur, dengan bantuan enzim amylase dan air pati akan diubah menjadi maltose yang mana maltose ini akan diubah oleh jamur menjadi glukosa dengan bantuan enzim maltase dan molekul air (Moore,1982). Adanya spora didalam pati akan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi spora yang pada akhirnya akan menyebabkan tumbuhnya jamur didalam pati.

4.3.9 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Penetapan Batas Mikroba

Penetapan batas mikroba pada pati Manihot utillisima berdasarkan Farmakope IV tidak boleh mengandung Escherichia coli, pada penelitian dilakukan pengecatan gram, hasil menunjukkan bahwa bakteri yang ada dalam sampel adalah bakteri gram positif, sebab dibawah mikroskop bakteri yang diperiksa berwarna ungu.

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek,

bakteri ini akan menunjukkan reaksi positif pada media BGLB yang ditandai dengan adanya kekeruhan dalam tabung reaksi. Penelitian dilakukan dengan cara menginkubasi sampel dalam media selama 24 jam dan tidak ditemukan adanya koloni yang terbentuk didalam pati ubi kayu. Adanya Eschericia coli menjadi acuan bahwa suatu bahan/sampel tercemar oleh feses manusia. Kontrol terhadap pati dilakukan dengan syarat tidak boleh mengandung Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli merupakan jasad indikator dalam substrat air dan bahan makanan yang mampu memfermentasikan laktosa pada temperatur 37°C dengan membentuk asam dan gas. Bakteri ini berpotensi patogen karena pada keadaan tertentu dapat menyebabkan diare (Suriawiria, 1996). Batas mikroba untuk pati berdasarkan SNI berbeda dengan persyaratan Farmakope Indonesia, persyaratan untuk tepung ubi kayu dalam SNI

36

adalah cemaran mikroba E. coli maksimal 3 x 101 koloni/g, sedangkan untuk pati amprotab tidak ada batas untuk cemaran E. coli.

37 BAB V

Dokumen terkait