• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.2.2 Struktur Molekul Pati

Pati merupakan karbohidrat yang disusun dari atom karbon, hidrogen dan oksigen dengan rumus molekul (C6H10O5)n. Pati merupakan kondensasi polimer glukosa dengan ikatan gkukosida pada C1. Ikatan glukosida ini stabil pada kondisi basa, tetapi akan terhidrolisis pada kondisi asam (Swinkels, 1985). Pati merupakan gabungan dari dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopektin. Pati dari berbagai sumber, satu per empat bagian merupakan amilosa dan tiga per empat bagian merupakan amilopektin (Charley, 1982). Perbedaan antara kedua makromolekul tersebut terletak pada pembentukan percabangan pada struktur liniernya, ukuran derajat polimerisasi, ukuran molekul, dan pengaturan posisi pada granula pati.

Tabel 2.2 Sifat Fisik dan Kimia Berbagai Jenis Pati Jenis Pati Bentuk Granula

Ukuran Granula (µm) Kandungan Amilosa (% rasio) Kandungan Amilopektin (% rasio)

Sagu Elips agak terpotong 20 – 60 27 23

Beras Poligonal 3 – 8 17 83

Jagung Poligonal 5 – 25 26 74

Kentang Bundar 15 – 100 24 76

Ubi Kayu Oval 5 – 35 17 83

Gandum Elips 2 – 35 25 75

Ubi Jalar Poligonal 16 – 25 18 82

Sumber: Knight (1969)

Pati dari sumber yang berbeda memilki ratio amilosa-amilopektin yang berbeda pula. Pati jagung, gandum, dan sorghum memiliki kandungan amilosa yang lebih tinggi (amilopektin ± 28%) dibandingkan dengan kelompok umbi-umbian seperti ubi kayu dan kentang (amilosa 20%) (Swinkels, 1985). Variasi komponen amilosa dan amilopektin berkaitan kompleksitas biosintesis pati (Copeland, et al., 2009). Perbandingan amilopektin dengan amilosa bervariasi tergantung dari jenis

10

sumber patinya, normalnya adalah 80 : 20. Rasio ini memiliki pengaruh penting untuk mengetahui sifat dan tingkah laku pati (Knight, 1969). Data perbandingan amilosa dan amilopektin pada berbagai sumber pati disajikan pada Tabel2.2.

2.2.2.1 Amilosa

Amilosa merupakan polimer glukosa rantai lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa (Swinkels, 1985) dan sebanyak 0,5% merupakan rantai cabang (Copeland, et al., 2009). Amilosa memiliki derajat polimerisasi 1000-10000 unit glukosa (Copeland, et al., 2009). Perilaku amilosa dalam pangan didominasi oleh dua sifat, yaitu kemudahan amilosa untuk membentuk kompleks dengan polimer lain dan kemampuan amilosa untuk membentuk kristalin akibat interaksi molekular (Banks, et al., 1973).

Gambar 2.2 Struktur Amilosa (Taggart, 2004).

Amilosa memiliki afinitas terhadap iodin dan molekul lain yang mengandung gugus hidrofobik dan hidrofilik, seperti asam lemak dan berbagai surfaktan (Wurzburg, 1968), butanol, fenol, dan hidrokarbon (Swinkels, 1985), dimana kompleks yang ada membentuk formasi heliks. Kemampuan pembentukan kristal oleh amilosa dikarenakan struktur amilosa cukup sederhana sehingga mempunyai kecenderungan untuk terorientasi secara pararel antara rantai yang satu dengan yang lain dan saling mendekat, membentuk satu polimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen (Taggart, 2004).

11 2.2.2.2 Amilopektin

Amilopektin merupakan polimer yang lebih besar, dengan bobot molekul 108 dan derajat polimerisasi lebih dari satu juta (Copeland, et al.,2009). Amilopektin merupakan glukosa yang memiliki rantai bercabang yang terdiri dari ± 10-60 unit glukosa dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa. Percabangan ini membuat berat molekul amilopektin 1000 kali lebih berat dari berat molekul amilosa. Berbeda dengan amilosa, ukuran dan percabangan dari amilopektin ini dapat menghalangi gerakan molekul dan kecenderungannya untuk saling membentuk ikatan intermolekul. Oleh karena itu diperlukan ikatan hidrogen yang lebih ekstensif untuk terjadinya retrogradasi (Taggart, 2004) sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk beretrogradasi dibandingkan dengan amilosa (Wurzburg, 1968). Amilopektin cenderung lemah dalam gelasi, retrogradasi, dan sineresis karena stuktur cabang yang dimilikinya. Semakin tinggi kadar amilopektin, semakin tinggi kemampuan hidrasi karena percabangan amilopektin lebih reaktif untuk mengikat air (Panikulata, 2008).

Gambar 2.3 Struktur Amilopektin (Taggart, 2004). 2.3 Pembuatan Pati

Pada prinsipnya pembuatan pati adalah memisahkan komponen pati dari dalam sel umbi ubi kayu kemudian memisahkan dari komponen lainnya sehingga didapat pati dalam keadaan semurni mungkin. Prinsip pengolahan pati terdiri dari empat tahap penting, yaitu: (1) Pemecahan sel dan pengambilan atau pemisahan granula pati dari bagian lain yang tidak larut dengan cara pencucian, pengupasan,

12

pemarutan, penyaringan; (2) Pengambilan pati dengan penambahan air, kemudian diendapkan dan dicuci; (3) Penghilangan air (pengeringan) dan (4) Penepungan agar mendapatkan pati yang dikehendaki (Makfoeld, 1982). Diagram alir pembuatan pati dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Pada dasarnya, bahan baku yang digunakan untuk memproduksi pati dapat berasal dari semua jenis ubi kayu. Sebelum diolah menjadi pati, ubi kayu dikupas untuk menghilangkan kotoran dan kulit. Setelah itu, pencucian dilakukan untuk menghilangkan lendir (lapisan kambium) dan kotoran yang masih menempel pada umbi. Lendir akan menimbulkan warna yang tidak diinginkan.

Selama penyaringan dapat ditambah air untuk membantu memisahkan granula pati dari matriks serat dan menjaga saringan tetap bersih. Penyaringan dengan penambahan air ini dilakukan bertahap sampai pati terekstrak semaksimal mungkin. Hasil penyaringan kemudian diendapkan. Pengendapan sangat tergantung pada diameter granula pati, keasaman dari mediumnya, kandungan protein yang ikut, dan zat kolodial lainnya (Makfoeld, 1982). Berbagai bahan kimia seperti asam sulfat (0.001 mL/L), klorin (1 mg/L), tawas (0.1 g/L), dan sulfur dioksida sering ditambahkan selama proses pengendapan untuk mempersingkat waktu, meningkatkan keputihan, dan kekompakan endapan pati yang dihasilkan.

Pati akan memisah dengan mengendap di bagian bawah, sedangkan bagian supernatan dipisahkan dan dibuang. Endapan pati yang berbentuk padat semi cair ini dikeringkan dalam oven pengering (Sajeev, et al, 2002). Endapan pati ini memiliki kadar air sekitar 35%-40%. Pengeringan dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi yaitu di bawah suhu gelatinisasi untuk mencegah terjadinya gelatinisasi pati yang akan menurunkan mutu pati. Hasil pengeringan ini menghasilkan gumpalan-gumpalan pati kasar. Setelah itu gumpalan-gumpalan pati ini digiling. Hasil penggilingan ini

13

menghasilkan pati dengan ukuran mesh pati yang belum seragam (Sriroth, et al, 2000).

Gambar 2.4 Diagram alir pembuatan pati (Makfoeld, 1982). 2.4 Air

Air merupakan zat kimia yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Air adalah senyawa kimia dengan rumus kimia H2O, pada kondisi standar, air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.

Kotoran

Potongan Ubi Kulit

Air Rendama

n Endapan Granula Pati

Pengeringan Endapan Pati Penghancuran

Pati Pengayakan

Perendaman dan Pengendapan Butiran Pati

Penyaringan dan Pencucian Ampas

Parutan Umbi

Pemarutan (Pemecahan Jaringan) Umbi

Pengupasan Ubi kayu

Pemotongan dan Pembersihan

14

Air merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik (Kusmayadi, 2008).

Dokumen terkait