BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pemilihan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laporan tahunan perusahaan keluarga non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat tingkat pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan keluarga non-keuangan, dimana tingkat pengungkapan sukarela ini diukur dari laporan tahunan perusahaan keluarga non-keuangan tahun 2010.
Tabel 4.1 Ikhtisar Pemilihan Sampel Perusahaan keluarga non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2010-2011 Laporan tahunan perusahaan keluarga non-keuangan yang tidak lengkap di tahun 2010-2011 Laporan tahunan perusahaan keluarga non-keuangan yang lengkap di tahun 2010 – 2011 Laporan tahunan perusahaan keluarga non-keuangan yang digunakan sebagai Sampel
4.1.1 Data Karakteristik Perusahaan yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial
Data karakteristik perusahaan yang diproksikan dalam tingkat pengungkapan sukarela, proporsi kepemilikan keluarga, latar belakang pendidikan dewan komisaris, kehadiran dewan komisaris, Auditor, ROE dan NPM.
4.1.2 Pengujian Asumsi Klasik
Analisa dilakukan dengan model analisa regresi berganda. Sebelum dilakukan uji hipotesis, peneliti akan melakukan uji asumsi klasik Pengujian ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data yang digunakan dalam penelitian sudah normal, serta bebas dari gejala multikolinearitas, heteroskesdastisitas serta autokorelasi.
4.1.2.1 Uji Normalitas
Uji Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Pengujian ini menggunakan uji normalitas dengan normal probably
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Observed Cum Prob
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 E x p e c te d C u m P ro b Normal P-P Plot
Gambar 4.1 Normal P-Plot
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penyebaran data mendekati normal atau memenuhi asumsi normalitas. Hal ini juga dilihat dari grafik histogram berikut.
0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 dscore 15 12 9 6 3 0 F re q u e n c y Mean = 0.3305 Std. Dev. = 0.11575 N = 98
Gambar 4.2 Gambar Histogram Normalitas
Berikutnya uji data statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov
juga dilakukan untuk mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau tidak.
Tabel 4.2 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov
Berdasarkan hasil uji statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov seperti yang terdapat dalam tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai Asymp.Sig (2-tailed) adalah 0.16>0.05.
4.1.2.2 Uji Multikolinearitas
Pengujian bertujuan mengetahui ada tidaknya multikolinearitas antar variabel- variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Deteksi dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan toleransi. Pengujian dilakukan dengan SPSS 15.00 for Windows. Nilai VIF serta toleransi dari variabel-variabel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.
One-Sample Kolm ogorov-Sm irnov Test
49 49 49 49 49 49 49 ,3305 ,5920 ,5100 ,8100 ,4388 ,1676 ,1255 ,11575 ,19168 ,14257 ,07903 ,49879 ,10101 ,10890 ,157 ,102 ,147 ,135 ,372 ,104 ,155 ,157 ,069 ,147 ,135 ,372 ,104 ,155 -,062 -,102 -,111 -,072 -,309 -,074 -,127 1,551 1,005 1,457 1,332 3,680 1,033 1,535 ,016 ,264 ,029 ,057 ,000 ,237 ,018 N Mean St d. Deviat ion Normal Parametersa,b
Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed)
ds core fown edu meet siz e roe npm
Test distribution is Normal. a.
Calculated from data. b.
Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinearitas
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat disimpulkan penelitian ini bebas dari gejala multikolinearitas. Jika dilihat pada tabel semua variabel independen memiliki VIF sekitar 1, atau VIF<10. Selain itu nilai toleransi untuk setiap variabel independen lebih besar dari 0,1 (tolerance>0,1) Dengan demikian disimpulkan tidak ada multikolinearitas dalam model regresi ini.
4.1.2.3 Uji Heteroskesdastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji terjadinya perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode yang lain. Uji ini dilakukan dengan mengamati pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana bila ada titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y serta tidak membentuk pola maka tidak terjadi heterokedastisitas. Grafik scatterplot dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini.
Coeffi cientsa -,371 ,102 -3, 642 ,000 ,108 ,052 ,178 2,092 ,039 ,212 ,073 ,262 2,895 ,005 ,635 ,126 ,434 5,029 ,000 -,001 ,019 -,005 -,061 ,952 ,070 ,095 ,061 ,734 ,465 ,028 ,087 ,026 ,317 ,752 (Const ant) fown edu met siz e roe npm Model 1 B St d. E rror Unstandardized Coeffic ients Beta St andardiz ed Coeffic ients t Sig.
Dependent Variable: ds core a.
3 2 1 0 -1 -2
Regression Standardized Predicted Value 4 2 0 -2 -4 R e g re s s io n S tu d e n ti z e d D e le te d (P re s s ) R e s id u a l
Dependent Variable: dscore Scatterplot
Gambar 4.3 Scatter Plot Heterokedasitas
Dengan melihat gambar 4.3 dapat dilihat bahwa tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah 0 pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi ini.
4.1.2.4 Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasiantar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1(sebelumnya). Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah dalam autokorelasi diantaranya adalah dengan Uji Durbin Watson (DW).
Tabel 4.4 Tabel Uji Durbin Watson Model Summary(b) Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 ,636(a) ,404 ,365 ,09227 1,033
a Predictors: (Constant),Fown , edu, met, size, roe, npm b Dependent Variable: dscore
Dari tabel Durbin-Watson dapat dilihat bahwa untuk jumlah sampel sebanyak 49 dan variabel bebas sebanyak 6 maka Dl= 1.19 dan Du= 1.73. Maka nilai D-W berada di antara 4- Du dan Dl (2,27>1,858>1,19). Hal ini bermakna bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi.
4.2 Statistik deskriptif
Statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata dan standart deviation (simpangan baku) data yang digunakan dalam penelitian. Hasil statistik deskriptif pada tabel di bawah ini merupakan hasil statistik deskriptif variabel-variabel setelah dilakukan winsorize pada variable edukasi dan ROE. Pada kedua variabel tersebut, ditetapkan bahwa data yang menjadi outlier adalah data yang bernilai lebih besar dari: mean + (2 x standar deviasi), dan data yang bernilai lebih kecil dari: mean - (2 x standar deviasi). Setelah dilakukan winsorize, statistik deskriptif untuk variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini :
Tabel 4.5 Statistik deskriptif DESCRIPTIVE STATISTICS
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Dscore 49 .1481 .611 .3220 .12 Fown 49 .1132 .8531 .3723 .16 Edu 49 .2014 1 .5100 .14 Meet 49 .6 1 .8469 .13 Roe 49 .021 .4683 .1675 .10 Npm 49 .014 .4344 .1255 .11 Size 49 146.2 16.87 5.174 59.317 Valid N (Listwise) 49 Observasi: 49 Keterangan:
DSCORE adalah tingkat pengungkapan sukarela perusahaan;
FOWN adalah kepemilikan keluarga;
EDU adalah edukasi dewan komisaris;
MEET adalah rata-rata tingkat kehadiran dewan komisaris dalam rapat dalam setahun
SIZE adalah ukuran perusahaan yang dilihat dari jumlah assets dalam rupiah
ROE adalah rasio laba bersih setelah pajak terhadap nilai equity;
NPM adalah rasio laba bersih terhadap total penjualan bersih.
Dari tabel 4.5 diatas dapat diketahui nilai maksimum, minimum, rata-rata dan standar deviasi dari variabel dependen maupun independen. Kemudian dapat dilihat pula bahwa rata-rata tingkat pengungkapan sukarela perusahaan keluarga non-keuangan adalah 32,20%. Simpangan baku untuk variabel tingkat pengungkapan sukarela adalah sebesar 12% yang berarti rentang tingkat pengungkapan sukarela perusahaan keluarga non-keuanga yang diteliti cukup besar. Hal ini juga ditunjukkan
dari tingkat pengungkapan sukarela yang berkisar dari minimum 14,81% yaitu data ke-10 (HERO) untuk tahun 2010 sampai dengan maksimum 61,1% yaitu data ke-45 (MYOR) untuk tahun 2010.
Pengungkapan yang sering dilakukan oleh perusahaan adalah informasi saham, strategi perusahaan, beberapa tinjauan keuangan, dan informasi nilai tukar. Rata-rata pengungkapan strategi perusahaan adalah sebesar 7,4% dan pengungkapan untuk saham sebesar 3,74% dari keseluruhan checklist item pengungkapan sukarela. Pengungkapan yang tidak sering dilakukan adalah alasan akuisisi dan disposisi, R & D, dan informasi segmen, informasi prospek masa mendatang, dampak tingkat bunga terhadap hasil dan operasi saat ini dan masa mendatang, dan dampak fluktuasi nilai tukar terhadap hasil dan operasi saat ini dan masa mendatang.
Rata-rata nilai kepemilikan keluarga adalah senilai 37,12%. Nilai ini menunjukkan masih besarnya proporsi kepemilikan keluarga pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Simpangan baku untuk variabel kepemilikan keluarga adalah sebesar 16% yang berarti rentang nilai kepemilikan keluarga pada perusahaan-perusahaan yang diteliti cukup besar. Hal ini juga ditunjukkan dari nilai kepemilikan keluarga yang bervariasi dari minimum 11,3% yaitu data ke-7 (FISH) sampai dengan maksimum 85,31% yaitu data ke-10 (HERO).
Rata-rata latar belakang pendidikan dewan komisaris yang berlatar belakang akuntansi, administrasi bisnis dan ekonomi sebanyak 51 % dengan simpangan baku 14% yang cukup kecil. Hal ini menunjukkan rata-rata dewan komisaris yang ada di perusahaan keluarga non-keuangan hampir setengahnya adalah lulusan akuntansi, adm. Bisnis dan ekonomi.
Rata-rata kedatangan dewan komisaris dalam rapat adalah sebesar 84,68%. Hal ini menunjukkan rata-rata kedatangan dewan komisaris dalam rapat cukup besar dengan simpangan baku 13% yang relatif cukup kecil. Beberapa contoh perusahaan yang memiliki tingkat kehadiran penuh adalah Beton Jaya, Anta Express dan Surya Citra Media.
4.3 Pengujian Hipotesis
4.3.1 Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi (Goodness of Fit) Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan seberapa besar korelasi atau hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat jika nilai R berada di atas 0,5 dan mendekati 1. Adapun koefisien determinasi (goodness of fit), yang dinotasikan dengan R 2
merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi. Determinasi ( R 2 ) mencerminkan kemampuan model dalam menjelaskan variabel dependen.
4.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Signifikansi model regresi secara simultan diuji dengan melihat perbandingan antara F-tabel dan F-hitung. Selain itu akan dilihat nilai signifikansi (sig), dimana jika nilai sig dibawah 0,05 maka variabel independen dinyatakan berpengaruh terhadap variabel dependen. Adapun hipotesis untuk uji F adalah sebagai berikut: H1 : Kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan sukarela pada perusahaan keuarga non-keuangan yang go public
Uji F ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi F-hitung dengan ketentuan:
• jika F-hitung<F-tabel pada Į = 0,05, maka H1 ditolak,
• jika F-hitung>F-tabel pada Į = 0,05, maka H1 diterima.
Nilai F hitung dan nilai signifikansi dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Tabel Uji Regresi
Dari hasil analisis regresi ini, didapat F-hitung adalah 4,513 dengansignifikansi sebesar 0,006 (p = 0,006; p < 0,05). Adapun nilai F tabel untuk Į =0,05 dengan pembilang sebesar 4 dan penyebut sebesar 32 adalah 2,67. Maka diperoleh bahwa F hitung > F tabel (4,513 > 2,67). Hal ini menunjukkan bahwa H1
diterima, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah informasi sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan dipengaruhi secara simultan atau bersama-sama oleh ukuran dewan komisaris, tingkat fown,edukasi,tingkat kehadiran,roe,npm. 4.3.3 Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Untuk mengetahui apakah variabel independen dalam model regresi berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen, maka dilakukan pengujian dengan uji t. Ada empat hipotesis yang akan diuji dengan uji t.
ANOV Ab ,525 6 ,087 4,513 .006a ,775 91 ,009 1,300 97 Regres sion Residual Total Model 1 Sum of
Squares df Mean S quare F Sig.
Predic tors: (Constant), fown, edu, met,s ize, roe,npm a.
Dependent Variable: ds core b.
H2 : Latar belakang pendidikan dewan komisaris akan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sukarela dalam perusahaan keluarga non-keuangan yang go public.
H3 : Tingkat kehadiran dewan komisaris akan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sukarela dalam perusahaan keluarga non-keungan yang go
public.
Uji t ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi t-hitung dengan ketentuan:
• jika t hitung<t tabel pada Į = 0,05, maka Hi ditolak,
• jika t hitung>t tabel pada Į = 0,05, maka Hi diterima.
Signifikansi koefisien variabel independen secara parsial (uji t) dapat dilihatdari tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7 Tabel Hasil Uji Regresi Berganda
Dari tabel 4.7. di atas dapat diperoleh model persamaan regresi berganda sebagai berikut: Coeffi cientsa -,371 ,102 -3, 642 ,000 ,108 ,052 ,178 2,104 ,495 ,212 ,073 ,262 1,296 ,045 ,635 ,126 ,434 2,356 ,205 -,001 ,019 -,005 1,040 ,026 ,070 ,095 ,061 1,734 ,307 ,028 ,087 ,026 1,317 ,209 (Const ant) fown edu met siz e roe npm Model 1 B St d. E rror Unstandardized Coeffic ients Beta St andardiz ed Coeffic ients t Sig.
Dependent Variable: ds core a.
DSCORE = Α0 +Α1FOWN +Α2EDU +Α3MEET +Α4SIZE +Α5ROE +Α6NPM +Ε Dari uji t yang dilakukan diperoleh nilai t hitung untuk masing-masing variabel independen. Sementara t tabel yang diperoleh dengan ketentuan Į = 0,05 dan derajat kebebasan (n-2) = 47 adalah 2,0395. Dengan demikian dapat diketahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.
a. Latar belakang pendidikan dewan komisaris 0,045 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar 2,104. Nilai t hitung ini lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,0395(2,104 > 2,0395). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa H2 diterima atau latar belakang pendidikan dewan komisaris akan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sukarela dalam perusahaan keluarga non-keuangan yang go public.
b. Tingkat kehadiran dewan komisaris (meet) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,205 yang berarti nilai ini lebih besar dari 0,05, sedangkan nilai t hitung diperoleh sebesar 1,296. Nilai t hitung ini lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,0395 (1,296 < 2,0395). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa H3 ditolak atau Tingkat kehadiran dewan komisaris akan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan sukarela dalam perusahaan keluarga non-keungan yang go public.
4. 4 Pembahasan Hasil Statistik
Hasil analisa statistik menunujukkan bahwa secara simultan, variabel ukuran kepemilikan keluarga, tingkat pendidikan,dan tingkat kehadiran dewan
komisaris secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap pengungkapan sukarela yang diungkapkan sebesar 30,5% (Adjusted R 2
=0,305). Sisanya sebesar 69,5% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang digunakan. Tingkat Adjusted R 2
yang rendah ini menunjukkan perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan variabel lain sebagai penduga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Walaupun demikian, apabila dilihat dari signifikansinya, secara simultan variabel yang digunakan berpengaruh secara signifikan dengan nilai F hitung sebesar 4,513 yang lebih besar dari F tabel (4,513 > 2,67) dan p = 0,06 ( p< 0,05).
Dalam pengujian secara parsial ditemukan bahwa dua variabel independen yaitu ukuran kepemilikan keluarga dan tingkat profitabilitas memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah informasi sosial yang diungkapkan, sedangkan dua variabel independen lainnya yaitu tingkat
leverage dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang tidak signifikan.
Pembahasan terhadap masing-masing variabel dalam pengujian secara parsial akan dibahas berikut ini.
4.4.1 Kepemilikan Keluarga
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat penelitian Chau dan Gray (2010) adalah adanya pengaruh positif keberadaaan chairman yang independen terhadap tingkat pengungkapan sukarela. Dalam penelitian ini, melalui analisis uji t, ukuran kepemilikan keluarga yang diproksi menunjukkan pengaruh yang negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai t
= 2,104 (t >2,0395) dan p = 0,045 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa semakin banyak kepemilikan keluarga dalam suatu perusahaan, maka pengungkapan sukarela akan semakin menurun.
Hasil ini juga berhasil mendukung hasil penelitian Arifin (2002) dan Sembiring (2005) yang menemukan bahwa ukuran kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap luas pengungkapan sukarela.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Coller dan Gregory (1999) yang menyatakan bahwa semakin besar jumlah kepemilikan keluarga, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Hal ini akan menekan manajemen untuk lebih banyak mengungkapkan informasi sosialnya.
4.4.2 Latar belakang pendidikan
Schipper (1981) dalam Marwata (2001) dan Meek, et al (1995) dalam Fitriany(2001) berpendapat bahwa perusahaan latar belakang pendidikan dewan komisaris yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan sukarela yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan latar belakang pendidikan dewan komisaris yang rendah..
Dalam penelitian ini, melalui analisis uji t, latar belakang pendidikan dewan komisaris menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai t = 1,296 (t <2,0395) dan p = 0,205 (p > 0,05). Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnya tingkat pendidikan dewan
komisaris perusahaan sangat berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela perusahaan.
4.4.3 Tingkat kehadiran dewan komisaris
Dalam penelitian ini, melalui analisis uji t, tingkat kehadiran dewan komisaris pada saat rapat tahunan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan sukarela perusahaan dengan nilai t = 1,040 (t < 2,0395) dan p =0,307 (p > 0,05). Hal ini berarti tingkat kehadiran dewan komisaris perusahaan tidak mempengaruhi luas pengungkapan sukarela perusahaan secara signifikan. Hasil penelitian ini berbeda dengan Fitriani (2001) dan Sembiring (2005) yang menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kehadiran dewan komisaris dengan pengungkapan sukarela.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Anggraini (2006) yang tidak menemukan adanya pengaruh signifikan dari tingkat kehadiran dewan komisaris terhadap jumlah pengungkapan sukarela.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh strukur kepemilikan keluarga, efektivitas dewan komisaris terhadap tingkat pengungkapan sukarela perusahaan-perusahaan keluarga non-keuangan di Indonesia. Sampel penelitian ini adalah 49 perusahaan keluarga non-keuangan yang terdaftar di BEI tahun 2010. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model penelitian Chau dan Gray (2010) dengan modifikasi beberapa variabel, yaitu menambah variabel yaitu latar belakang pendidikan dewan komisaris dan rata-rata pertemuan rapat dewan komisaris sebagai variabel independen.
Secara rata-rata dapat dilihat bahwa tingkat pengungkapan sukarela di Indonesia sekitar 32,20% relatif rendah pada skala 0-100%. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan keluarga non-keuangan di Indonesia masih terpaku pada pengungkapan yang bersifat mandatory berdasarkan peraturan yang ditetapkan dan belum mengungkapkan secara lebih luas hal-hal di luar aturan tersebut. Pada
checklist disclosure yang digunakan dalam penelitian ini masih banyak aspek penting
yang belum diungkapkan oleh perusahaan-perusahaan keluarga non-keuangan di Indonesia.
Berdasarkan hasil pengujian data menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan sukarela perusahaan-perusahaan keluarga non-keuangan di Indonesia dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Untuk efektivitas dewan komisaris, dengan spesifikasi latar belakang pendidikan dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan sukarela.
5.2 Keterbatasan
Adapun beberapa keterbatasan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampel yang digunakan hanya terbatas untuk jangka waktu 1 tahun (2010)
dikarenakan keterbatasan waktu dalam penelitian ini. Jumlah sampel menjadi cukup terbatas yakni 49 perusahaan dengan jangka waktu 1 tahun yang memiliki laporan tahunan pada waktu tersebut. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah rentang waktu penelitian minimal 3 tahun untuk dapat benar-benar melihat perubahan tingkat pengungkapan sukarela perusahan-perusahan keluarga non-keuangan yang ada di Indonesia. Selain itu rentang waktu yang lebih panjang ini juga mungkin dapat menunjukkan perubahan yang cukup signifikan atas struktur kepemilikan perusahaan keluarga.
2. Tingkat efektivitas yang digunakan pada penelitian ini yaitu latar belakang pendidikan dewan komisaris dan rata-rata pertemuan dewan komisaris setiap tahunnya. Data ini untuk beberapa perusahaan keluarga tidak ditampilkan dalam laporan tahunan, sehingga membuat kami harus memasukkan nilai rata-rata untuk perusahaan yang tidak menginformasikan variabel itu karena sangat sayang jika data dibuang. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya tidak menggunakan metode pengumpulan data kami yaitu hanya melihat dari laporan tahunan, tetapi sebaiknya menggunakan misalnya kuesioner kepada perusahaan
langsung untuk menunjukkan latar belakang pendidikan dewan komisarisnya sehingga data bisa lebih lengkap.
5.3. Saran
Dari hasil penelitian ini, saran yang dapat diberikan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bapepam dan LK sebagai badan yang bertugas mengawasi emiten yang beroperasi di pasar modal, agar meninjau kembali aspek-aspek penting yang harus diungkapkan oleh perusahaan- perusahaan di Indonesia, seperti informasi prospek masa mendatang, dampak tingkat bunga terhadap hasil dan operasi saat ini dan masa mendatang, dan dampak fluktuasi nilai tukar terhadap hasil dan operasi saat ini dan masa mendatang, alasan akuisis dan disposisi, dan informasi segmen, R& D, yang belum banyak diungkapkan oleh perusahaan keluarga non-keuangan di Indonesia. Informasi ini cukup penting diungkapkan misalnya informasi akuisisi dan disposisi mengingat kejadian tersebut sangat penting untuk diketahui oleh pemilik saham non-keluarga dalam operasi perusahaannya karena bisa saja alasan mengakuisis atau mendisposisi perusahaan lain untuk meningkatkan kendali pemilik saham keluarga dalam perusahaan.
2. Manajemen sebagai pihak yang memberikan informasi terkait pengungkapan sukarela laporan keuangan tahunan hendaknya memberikan pengungkapan informasi penting perusahaan yang lebih banyak lagi guna mendukung konsep keterbukaan informasi akuisisi dan disposisi mengingat kejadian tersebut sangat penting untuk diketahui oleh pemilik saham non-keluarga.
Kemudian terkait struktur kepemilikan perusahaan, hendaknya diperhatikan lagi mengingat struktur perusahaan keluarga signifikan mempengaruhi tingkat pengungkapan sukarela. Dengan pengungkapan yang lebih luas diharapkan permasalahan keagenan dapat berkurang.
3. Investor dalam mengambil keputusan investasi hendaknya memberikan perhatian kepada item-item penting dalam perusahaan yang belum diungkapkan oleh manajemen. Investor dapat meminta manajemen untuk memberikan pengungkapan sukarela informasi dalam laporan keuangan tahunan perusahaan.
4. Auditor untuk lebih memperhatikan pengungkapan sukarela yang diberikan manajemen dengan tidak terbatas hanya kepada faktor keuangan saja tetapi non-keuangan juga perlu mendapatkan perhatian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan agensi sebagai sebuah kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal) menyewa orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa sesuai dengan keinginan mereka dimana terdapat pendelegasian otoritas dalam pembuatan keputusan kepada agen. Hubungan yang terjadi antara manajemen perusahaan dengan pemegang saham merupakan salah satu contoh untuk memenuhi definisi dari hubungan agensi tersebut, dimana manajemen perusahaan selaku agen yang ditunjuk oleh pemegang saham, selaku prinsipal, untuk mengelola dan menjalankan perusahaan yang dimilikinya. Adanya dua pihak yang saling berhubungan ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fungsi dari masing-masing pihak, yakni fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan. Manajemen selaku agen ditunjuk oleh pemegang saham yang memiliki kekayaan untuk diinvenstasikan, selanjutnya pemegang saham akan melakukan fungsi pengawasan dan kontrol terhadap pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan (Jensen dan Meckling , 1976).
Dalam hubungan tersebut, terdapat 3 perbedaan utama yang menyebabkan adanya kesenjangan atau asimetris (Saam, 2007), yaitu :
1. Asimetri informasi
Hubungan yang terjalin antara manajemen dan pemegang saham terjadi biasanya karena pemegang saham tidak memiliki kompetensi atau sumber daya untuk melakukan fungsi pengelolaan atau sebenarnya keduanya memiliki kompetensi yang sama tetapi agen (manajemen) dapat melakukannya dengan biaya yang lebih rendah sehingga pemegang saham menunjuk manajemen untuk melakukan fungsi pengelolaan. Asimetri informasi muncul di sini karena prinsipal tidak mampu mengontrol kompetensi, intensi, pengetahuan, dan tindakan dari agen, atau mungkin mereka dapat memonitor dengan biaya yang