• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah mengemukakan studi kepustakaan yang membahas mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas (protection of minority shareholders), selanjutnya diikuti dengan pemaparan gambaran hasil penelitian, yaitu putusan No 02/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka kini tiba gilirannya bagi penulis untuk mengemukakan analisi terhadap putusan No.02/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel untuk melihat apakah kaedah-kaedah perlindungan hukum yang berdimensi hukum perdagangan atau transaksi bisnis internasional terhadap pemegang saham minoritas yang dikemukakan dalam studi kepustakaan itu juga ada dan diakui di dalam sistem hukum

Indonesia, dalam hal ini dipergunakan juga oleh para hakim misalnya, dalam mengadili dan memutus kasus yang diajukan kepada mereka.

Analisis berikut dibawah ini dimulai dari bagaimana Peraturan hukum melindungi pemegang saham minoritas, baik yang berlaku dan dikenal dan dibahas di Indonesia, setidak-tidaknya telah dikemukakan diatas oleh penulis, dimulai dari pendapat para ahli hukum yang menekuni bidang perseroan terbatas, kemudian dilanjutkan dengan hakikat dari perlindungan terhadap pemegang saham minoritas sebagai suatu kontrak dan hal-hal yang lebih detail yaitu transposisi antara kaedah-kaedah yang ada didalam studi kepustakaan dengan yang ada di dalam putusan No.02/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel.

a) Perlindungan kepada pemegang saham minoritas

Peraturan hukum memberikan perlindungan dengan berbagai macam jenis perlindungan bahkan setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan dari negaranya yaitu salah satunya mendapatkanperlindungan tentang hak asasi manusia, dengan kata lain penegak hukum harus memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. Serta perlindungan hukum harus melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang - wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum.

Pada dasarnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan hukum, oleh karena itu ada banyak macam perlindungan hukum terhadap warga negaranya. pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam UUPT yaitu UU No. 40 Tahun, pengambilan kebijakan Pasal 61 ayat (1), Pasal 79 ayat (2).

Sudah ada pasal dalam UU PT yang memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas seperti Personal Right, Derivative Right, Mengajukan Permohonan Diselenggarakan RUPS, Hak untuk meminta dilakukan pemeriksaan, serta menjual saham (kembali) kepada perseroan.

a. Personal Right

Personal right adalah hak melekat pada perseorangan yang dimiliki pemegang saham sebagai subjek hukum untuk menggugat kelalaian maupun kesalahan direksi dan dewan komisaris sehingga merugikan pemegang saham. Hak perseorangan dilindungi oleh hukum. Hak perseorangan (persoonlijk recht) adalah relatiif.15

Sifat persorangan dalam hukum perjanjian menimbulkan gejala-gejala hukum sebagai akibat hubungan hukum antara persoon dengan persoon lainnya.16 Hal tersebut diatur dalam pasal 61 ayat (1) dan (2) UUPT yang menyatakan bahwa:

1. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseron ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.

2. Gugatan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat

15 Sutan Remy, Kredit Sindikasi : Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, Jakarta, Midas Surya Grafindo, 2002, hlm. 32

kedudukan perseroan.17

Dalam hal demikian, yang dimaksud tindakan perseroan yang dianggap tidak adil yaitu contohnya ketika perseroan tidak mengundang salah satu pemegang saham yang memenuhi syarat dalam RUPS dan dalam putusan RUPS tersebut mengakibatkan kerugian pada pemegang saham, maka pemegang saham tersebut bisa menggugat Perseroan tersebut.

Gugatan yang diajukan pada dasarnya memuat permohonan agar Perseroan menghentikan tindakan yang merugikan tersebut dan mengambil langkah tertentu baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari.

b. Derivative Right

Derivative right merupakan kewenangan yang dimiliki oleh pemegang saham untuk bertindak menggugat direksi dan komisaris yang mengatasnamakan perseroan. Tindakan hukum dalam bentuk pengajuan suatu gugatan terhadap anggota direksi perseroan yang telah melakukan pelanggaran terhadap fiduciary duties.18 Hal tersebut diatur dalam pasal 97 ayat (6) UUPT yang menyatakan bahwa:

(6) Atas nama perseroan pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dan jumlah seluruhnya saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota direksi yang karena kesalahannya atau kelalaiannya menimbulkan

17 Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas , UU No. 40 Tahun 2007, Ps.61 ayat (1) dan ayat (2).

18 Gunawan Widjaja, Resiko hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Jakarta, Forum Sahabat, 2008. hlm. 55

kerugian pada perseroan.19 Dan pasal 114 ayat (6) UUPT yang menyatakan bahwa:

(6) Atas nama perseroan pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota dewan komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan ke pengadilan negeri.20

Jika Personal right hak pemegang saham untuk menggugat perseroan atas nama perseorangan, Derivative right ini merupakan hak untuk menggugat direksi perseroan dengan mengatasnamakan perseroan dalam hal tindakan direksi merugikan perseroan, pemegang saham yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan pada ayat ini dapat mewakili perseroan untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap direksi melalui pengadilan.

c. Appraisal right

Appraisal right merupakan hak pemegang saham agar sahamnya dinilai secara wajar dalam hal pemegang saham tidak menyetujui tindakan perseroan. Hak ini digunakan pemegang saham pada saat meminta kepada perseroan agar sahamnya dinilai dan dibeli dengan harga wajar, karena pemegang saham tersebut tidak merugikan perseroan itu sendiri. Hal tersebut diatur dalam pasal 62 ayat 1 dan 2 UUPT yang menyatakan bahwa :

(1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar

sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa :

a. perubahan anggaran dasar

b. pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai

19 Indonesia, Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, Op. Cit., Ps.97 ayat 6 20 Ibid, Ps.114 ayat (6)

lebih dan 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan dan c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan.

(2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (1) huruf b, perseroan wajib mengusahakan agar bisa saham dibeli oleh pihak ketiga.21

Pembeli saham yang diminta pemegang saham diatas tidak melebihi batas pembelian kembali saham oleh perseroan membeli kembali saham yang telah dikeluarkan. Menurut ketentuan ini, jumlah nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai atau jaminan fidusian atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan.22

Bertitik tolak dari ketentuan ini, pasal 62 ayat (2) mengemukakan, apabila jumlah saham yang diminta pemegang saham untuk dibeli perseroan melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan, maka yang dapat dibelinya hanya sampai batas tidak melebihi 10% dari jumlah modal yang ditempatkan dalam perseroan, selanjutnya, perseroan wajib mengusahakan agar sisanya dibeli pihak ketiga.23

d. Perlindungan hukum melalui enqueterecht (hak angket)

Enqueterecht merupakan hak yang diberikan kepada pemegang saham untuk mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap perseroan yang diduga

21 Ibid, Ps. 62 ayat (1) dan ayat (2). 22 Ibid, Ps. 37 ayat (1) huruf b.

telah melakukan kecurangan. Hal ini diatur dalam pasal 138 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa:

(1) Pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa: a. Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga, atau

b. Anggota direksi ata dewan komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan oleh:

a. 1 (satu) pemegang sahma atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dan jumlah seluruh saham dengan hak suara.

b.pihak lain yang berdasarkan peraturan perundang undangan, anggaran dasar perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau

c. kejaksaan untuk kepentingan umum.24

Permohonan pemeriksaan Perseroan yang diajukan oleh pemegang saham baru dapat diajukan setelah pemegang saham terlebih dahulu meminta data atau keterangan kepada Perseroan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, tetapi Perseroan tidak memberikan data atau keterangan tersebut.

Permohonan untuk mendapatkan data atau keterangan tentang Perseroan atau permohonan pemeriksaan untuk mendapatkan data atau keterangan tersebut harus didasarkan atas alasan yang wajar dan itikad baik. Apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar dan/atau tidak dilakukan dengan itikad baik, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat menolak permohonan tersebut.

24 Ibid, Ps. 138 ayat (3).

Apabila Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan, Ketua Pengadilan Negeri akan mengeluarkan penetapan pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan yang diperlukan.

Ahli yang ditunjuk adalah orang yang mempunyai keahlian di bidang yang akan di periksa dan orang yang diangkat sebagai ahli tidak boleh berasal dari anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, karyawan Perseroan, konsultan, dan akuntan publik yang telah ditunjuk oleh Perseroan.

Ahli yang telah diangkat oleh Ketua Pengadilan Negeri berhak untuk memeriksa semua dokumen dan kekayaan Perseroan yang dianggap perlu untuk diketahui. Setiap anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan semua karyawan Perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelasanaan pemeriksaan. Ahli yang telah diangkat wajib merahasiakan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh ahli kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam jangka waktu paling lambat 90 (Sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal pengangkatan ahli tersebut. Kemudian Ketua Pengadilan Negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan kepada pemohon dan Perseroan yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal laporan hasil pemeriksaan diterima.

Pengadilan menetapkan jumlah biaya pemeriksaan dengan mendasarkannya atas tingkat keahlian pemeriksa dan batas kemampuan Perseroan serta lingkup Perseroan. Biaya pemeriksaan tersebut dibayar oleh Perseroan,

tetapi Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan Perseroan dapat membebankan penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan kepada pemohon, anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.

e. Mengajukan permohonan diselenggarakan RUPS

Penyelenggaraan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil tertulis dalam pasal 79 ayat 1-4 UUPT

(1). Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 78 ayat (2) dan RUPS lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (4) dengan didahului pemanggilan RUPS.

(2). Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan atas permintaan :

a.1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama

mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham

dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang

lebih kecil.

b. Dewan Komisaris

(3) Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada

Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya.

(4) Surat Tercatat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang disampaikan oleh pemegang saham tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris.

Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Dalam hal direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS, maka :

a. Dalam hal permintaan penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh pemegang saham, maka harus diajukan kembali kepada Dewan

Komisaris.

b. Dalam hal permintaan dilakukan oleh dewan komisaris, maka dewan komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS.

Dewan komisaris melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Dalam hal ini direksi atau dewan komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu tersebut diatas, pemegang saham penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonannya kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.

Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, direksi dan/atau dewan komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk menyelenggarakan RUPS

RUPS yang diselengarakan direksi berdasarkan panggilan RUPS dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan permintaan oleh pemegang saham dan atau dewan komisaris dan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh direksi sesuai dengan panggilan RUPS.

Sedangkan RUPS yang diselengarakan dewan komisaris hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan dimintanya RUPS.

Selanjutnya RUPS yang diselengarakan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri hanya boleh membicarakan mata acara rapat sebagaimana ditentukan oleh ketua pengadilan negeri.

Selain hal diatas ada juga kewajiban disclosure atau transparansi (keterbukaan informasi) dalam pengelolaan suatu perseroan merupakan hal pokok yang harus dilakukan untuk mewujudkan prinsip Good Corporate Governance.

Good Corporate Governance adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk mengatur kewenangan direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu

Pada satu sisi kepentingan masyarakat atau pihak-pihak lainnya termasuk pihak pemegang saham minoritas perlu dilindungi dengan mengharuskan adanya keterbukaan informasi, akan tetapi di sisi lain sampai batas-batas tertentu kepentingan perseroan atau kepentingan organ-organ perseroan juga perlu dilindungi dengan tidak terlalu membuka diri pada pihak luar.

Prinsip Good Corporate Governance mensyaratkan kewajiban disclosure tersebut dengan pendekatan yang bersifat lebih aktif. Bukan saja keterbukaan secara konvensional lewat pengumuman di berita negara, tambahan berita negara atau surat-surat kabar, melainkan juga secara aktif melakukan keterbukaan dengan menerapkan prinsip manajemen secara terbuka dengan memberikan secara akurat,

tepat waktu dan tepat sasaran terhadap sebanyak mungkin akses kepada pihak pemegang saham minoritas, bahkan juga kepada pihak stakeholder lainnya mengenai informasi dan kebijaksanaan dari perusahaan tersebut.

Dalam hal ini banyak informasi yang harus dibuka, seperti informasi tentang transaksi yang berbenturan kepentingan (conflic of interest), kepemilikan saham oleh direksi atau komisaris, investasi perusahaan lain, transaksi material, penjualan dan penjaminan aset penting dari perusahaan.

Penerapan prinsip transparansi ini bertujuan agar dapat menghindarkan perusahaan dari kerugian besar karena tertutupnya informasi sebagai akibat tidak dapat diprediksi sebelumnya. Dengan adanya transparansi maka pemilik dalam hal ini pemegang saham dapat mendeteksi penyebab kerugian tersebut ataupun memperkirakan resiko yang mungkin terjadi sebelumnya.

Penerapan keterbukaan informasi ini sangat melindungi kepentingan pemegang saham minoritas, karena pemegang saham minoritas dapat mengetahui dan membaca kondisi perseroan tepat pada waktunya sehingga kalau terjadi suatu hal maka dapat secepatnya menentukan sikap agar resiko kerugian dapat diminimalkan.25

Selain itu adanya keterbukaan informasi juga memberikan koridor yang akan memberikan batasan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkuasa seperti pemegang saham mayoritas, direksi dan komisaris untuk menyetujui suatu transaksi tertentu yang menguntungkan pihak-pihak tersebut tapi mengabaikan kepentingan pemegang saham minoritas.

b) Pertimbangan hakim dalam kasus Pukuafu melawan Newmont

Dalam penelitian ini penulis mengkaji Putusan Pengadilan Negeri No:02/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel. Untuk membahas mengenai perlindungan hukum pemegang saham minoritas, dalam kasus putusan tersebut mengenai hak pemegang saham yang dulunya adalah pemilik awal Perusahaan yang sekarang hanya merupakan pemegang saham 20% , sekaligus pemegang saham 31% saham divestasi, pemegang saham minoritas ini merasa telah dirugikan sebagai pemegang saham divestasi 31% dengan keluarnya Putusan Arbitrase Internasional dan Putusan itu pun sangat merugikan Penggugat.

Penggugat pun menggugat Martiono Hadianto selaku Presiden Direktur PT. Newmont Nusa Tenggara sebagai tergugat I dan Martiono Hadianto selaku pribadi sebagai tergugat II, namun tergugat II selaku pribadi telah masuk dan bergabung dalam kedudukannya selaku tergugat I maka majelis memutuskan untuk melepaskan /mengeluarkan tergugat II selaku pribadi dari perkara aquo.

Isi dari putusan arbitrase internasional adalah Proses arbitrase mengenai sengketa saham divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara sebagai berikut:

Dalam hal ini pemerintah memerintahkan PT. Newmont Nusa Tenggara untuk melaksanakan kontrak karya, Pasal 24 ayat 3, akan tetapi penggugat menolak karena berpendapat bahwa putusan ini mengada-ada dan sengaja dibuat sebagi alasan untuk mempersalahkan PT. Newmont Nusa Tenggara padahal PT. Newmont Nusa Tenggara tidak berkewajiban melaksanakan pasal 24 ayat 3 kontrak karya pertambangan karena yang wajib melaksanakannya adalah pemegang saham asing yaitu Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara

Mining Corporation.

Setelah itu isi putusan Arbitrase Internasional menyatakan PT. Newmont Nusa Tenggara telah lalai atau melanggar perjanjian penggugat menolak isi putusan tersebut karena PT. Newmont Nusa Tenggara tidak memiliki saham divestasi sehingga penggugat menganggap putusan ini direkayasa dan dapat dikategorikan sebagi tipu muslihat yang tidak seharusnya dikeluarkan oleh Arbitrase Internasional.

Selanjutnya Putusan Arbitrase Internasional memerintahkan PT. Newmont Nusa Tenggara untuk melakukan divestasi 17% saham yang terdiri dari 3% saham 2006 dan 7 % saham 2007 kepada pemerintah, 7% saham 2008 akan di divestasikan kepada pemerintah Indonesia dan wajib di selesaikan dalam 180 hari dari penetapan putusan ini.

Adapun penggugat membantah dengan menuding ada pihak yang memberikan Informasi menyesatkan dan tidak bertanggung jawab kepada Arbitrase Internasional, sehingga menerbitkan suatu putusan yang sama sekali tidak memiliki dasar hukum.

Tindakan pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut dapat dikategorikan tindak pidana, karena itu wajib di investigasi. Disamping itu penggugat menganggap PT. Newmont Nusa Tenggara tidak memiliki saham 1% pun. Dalam hal ini yang memiliki hak menerima atau menolak penawaran para pemegang saham asing yaitu Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation adalah Pemerintah Indonesia (Pemerintah Pusat).

sesuai keputusan Menteri ESDM yang tertulis dalam surat Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen ESDM tanggal 30 juli 2007 sehingga telah dilakukan RUPS PT. Newmont Nusa Tenggara pada tanggal 21 Mei 2007 dan diputuskan dijual pada penggugat, berdasarkan Akta Notaris. Sedangkan saham divestasi 7% tahun 2008 oleh pemegang saham asing yaitu Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation telah dijual berdasarkan Sale and Purchase Agreement tanggal 16 Mei 2008 sebagai transaksi lunas kepada penggugat.

Saham-saham divestasi tersebut bersih dan bebas dari segala jaminan dan sumber dana, untuk pembelian saham divestasi tidak akan menjadi urusan dari PT. Newmont Nusa Tenggara

PT. Newmont Nusa Tenggara juga tidak memiliki hak dalam mengeluarkan putusan yang berhubungan dengan divestasi karena PT. Newmont Nusa Tenggara tidak pernah memiliki saham divestasi apalagi dalam keadaan sengketa, yang memiliki saham divestasi adalah Pemegang Saham Asing yaitu Newmont Indonesia Limited 45% dan Nusa Tenggara Mining Corporation 35%, jadi tidak mungkin jika PT. Newmont Nusa Tenggara terlibat “divestiture dispute” yang seharusnya Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation yang berhak atas divestiture dispute.

Penggugat sebelumnya telah meminta berulangkali penjelasan kepada Presiden Direktur PT. Newmont Nusa Tenggara (Tergugat I), namun sampai saat ini Tergugat I berdiam diri dan tidak pernah memberikan tanggapan dan jawaban, penggugat juga telah meminta secara tertulis dengan mengirimkan surat kepada

Sri Mulyani Indrawati yang pada saat itu masih menjabat sebagai Menteri keuangan untuk diadakan rapat dewan direksi, rapat dewan komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Newmont Nusa Tenggara, agar penggugat diberikan penjelasan namun sama sekali tidak dihiraukan sampai saat ini.

Bahwa tergugat I terbukti telah melakukan tindakan penggelapan informasi dengan tidak memberikan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan proses pengadilan arbitrase Internasional.

Atas tindakan Tergugat I yang tidak memberitahukan baik secara resmi maupun secara tertulis mengenai adanya gugatan di Arbitrase Internasional telah menimbulkan kerugian materiil di pihak penggugat, Jumlah kerugiannya berjumlah dua puluh enam juta enam ratus ribu Dollar Amerika Serikat

Dalam hal ini penggugat sangat dirugikan dengan adanya pemberitaan di media massa mengenai kepemilikan saham divestasi PT. Newmont Nusa Tenggara dengan adanya Putusan Arbitrase Internasional tanggal 31 Maret 2009, yang sama sekali tidak melibatkan penggugat sebagai pemegang saham pendiri 20 %.

Timbulnya keragu-raguan public atas keabsahan penggugat selaku pemilik sah saham divestasi tersebut sangat merugikan dan mencemarkan nama baik penggugat. Hal tersebut di atas telah mengakibatkan kerugian Immateriil terhadap penggugat yang apabila dihitung setara dengan satu milyar dollar Amerika Serikat. Maka dari itu, guna menjamin putusan hakim apabila Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan penggugat, maka penggugat mohon agar Pengadilan menetapkan hukuman uang paksa (dwangsom) sebesar lima ratus juta

rupiah kepada para tergugat untuk setiap hari atas keterlambatan pelaksanaan

Dokumen terkait