1. Produk unggulan
Jenis-jenis produk yang dikembangkan oleh masyarakat Bunaken terdiri atas 3 jenis produk yaitu:
a. Produk Kerajinan Tradisional
Produk kerajinan tradisional yang berkembang di pulau Bunaken sangat terkait dengan potensi sumberdaya alam dan aset pariwisata. Produk ini juga didukung oleh bahan baku yang mudah diperoleh dan tersedia disekitar pulau. Hal ini dicirikan dari produk para pengrajin yang umumnya menggunakan potensi alam setempat seperti kayu, kerang- kerang mati, dan tempurung kelapa yang jumlahnya cukup banyak.
b. Produk Makanan Olahan
Produk makanan olahan yang dijual di daerah ini berasal dari sumber perikanan (hasil tangkapan sekitar pulau) dan non perikanan (hasil pertanian/perkebunan). Hasil perikanan yang dimanfaatkan umumnya diolah menjadi makanan seperti bakso ikan, otak-otak, atau
nugget ikan, sedangkan hasil pertanian/perkebunan. Seperti kelapa, sukun, dan pisang biasanya juga diolah menjadi kue (kering atau basah), keripik dan sebagainya.
c. Produk Sablon Kaus
Karena keterbatasan bahan baku dan sarana prasarana pendukung, banyak pengusaha dalam bidang cinderamata kaus cenderung hanya menjadi pedagang produk jadi (bukan buatan sendiri). Mereka membeli Kaus atau stiker atau produk sablon lainnya dari Kota Manado. Sama dengan produk kerajinan target pasarnya adalah wisatawan. Usaha ini kurang berkembang karena para wisatawan yang datang ke Pulau Bunaken umunya melalui Kota Manado terlebih dahulu dan memebeli produk sablon di Kota Manado yang kualitas dan harganya lebih kompetitif. Karena kendala inilah para pedagang produk sablon biasanya juga bergabung dengan pedagang kerajinan tangan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan pendekatan MCA, diperoleh hasil bahwa produk usaha unggulan (Fungsi Nilai/FN = 4,333) diikuti oleh produk makanan olahan (FN = 4) dan kemudian produk sablon (FN = 0):
PRODUK UNGGULAN 4.333333333 4 4.5 4 3.5 Kerajinan 3 Sablon 2.5 Fungsi Nilai Makanan Olahan 2 1.5 0 1 0.5 0 1 Produk
Gambar 6. Grafik Hasil Perhitungan MCA untuk memperoleh Produk Unggulan.
2. Jenis Usaha Unggulan
Perhitungan MCA juga digunakan untuk mengidentifikasi bentuk/jenis usaha unggulan. Berdasarkan data kuisioner dan identifikasi di lapangan, bentuk/ jenis usaha yang dilakukan oleh masyarakat dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) tipe usaha mikro, yaitu:
• Usaha Mandiri, yaitu usaha skala mikro yang dimiliki dan dikelola secara pribadi oleh perorangan atau keluarga, modal usahanya juga diusahakan sendiri, karena cenderung bersifat hanya untuk menambah pendapatan sehari-hari saja.
• Usaha secara berkelompok yaitu usaha mikro yang dimiliki dan dikelola secara bersama-sama dalam suatu kelompok kerja, yang memiliki bidang usaha yang sama, modal usaha ditanggung bersama begitu juga keuntungannya. Karena modal kerja ditanggung bersama maka resikonya cenderung lebih kecil dari usaha mandiri, walaupun besarnya modal usaha juga terbatas pada kemampuan tiap anggota kelompok. Biasanya usaha ini keberlangsungannya tergantung dari baik atau tidaknya pengurus kelompok mengelola anggotanya.
• Usaha dengan bermitra (kemitraan) yaitu usaha dalam bentuk kemitraan, biasanya merupakan usaha yang kondisi produksinya sudah lebih kontinu, target pasarnya sudah ada, dan membutuhkan modal yang lebih besar
untuk pengembangannya. Kemitraan biasanya dilakukan dengan pemegang modal (investor), atau lembaga keuangan seperti Bank atau Koperasi. Tapi untuk bekerjasama dan mendapat pinjaman modal dari lembaga keuangan maka usaha tersebut umumnya harus memiliki badan usaha dan persayaratan lainnya.
a. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Berkelompok
Keterbatasan sarana pendukung dan tingkat ekonomi masyarakat di pulau bunaken yang ada seperti belum masuknya sarana penerangan (PLN), kurangnya ketersediaan air bersih juga mata pencaharian yang sangat bergantung pada sumberdaya alam menyebabkan para wanita pengusaha di pulau ini mengunggulkan pola usaha secara berkelompok. Pola ini memiliki struktur organisasi usaha yang sederhana yaitu ketua kelompok, sekretaris, dan bendahara. Biasanya 1 kelompok terdiri dari 5 - 10 orang, yang memiliki bidang kerja yang sama.
Dari segi modal usaha dengan sistem bekelompok mereka melakukan iuran dengan jumlah yang disepakati untuk membeli barang dan bahan kebutuhan produksi, pengerjaan produk juga dilakukan secara bersama-sama. Usaha ini cukup sederhana karena modal ditanggung bersama (walaupun jumlahnya terbatas) dan keuntungan pun dibagi secara bersama, sesuai dengan proporsi modal yang diberikan dan pekerjaan yang dihasilkan oleh masing-masing anggota. Selanjutnya sebagian keuntungan mereka sisihkan untuk keperluan kegiatan kelompok (uang kas), misalnya dapat digunakan sebagai cadangan dana untuk membeli bahan baku produksi, juga bisa dipakai atau dipinjamkan kepada anggota yang membutuhkan.
b. Jenis Usaha Mikro dengan Pola Kemitraan
Kondisi ekonomi masyarakat di pulau Bunaken tidak terlalu baik. Usaha mikro yang ada pun belum terlalu berkembang. Pola kemitraan hanya diperlukan jika usaha mereka telah memiki kontinuitas produksi yang pasti. Kemitraan yang biasanya dilakukan adalah dengan lembaga keuangan seperti Bank atau Koperasi dan bahkan ada juga yang bermitra dengan perseorangan. Kendala yang dihadapi para pelaku usaha mikro di wilayah ini kurang mengunggulkan pola kemitraan dikarenakan
persyaratan yang biasanya harus mereka penuhi terlebih dulu, seperti halnya jika ingin meminjam uang kita harus memiliki jaminan, atau jika berupa pembagian hasil maka sebelumnya usaha ini harus di survai disetiap aspek, baik fisik (aset usaha) maupun non fisik (misalnya omset usaha) yang pada akhirnya adalah tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta. Dengan kata lain, kondisi usaha mikro di Pulau Bunaken kurang mendukung atau banyak yang belum memenuhi persyaratan untuk melakukan pola kemitraan usaha.
c. Jenis Usaha dengan Pola Mandiri
Usaha dengan pola mandiri kebanyakan dimiliki oleh mereka yang berusaha dibidang makanan, yang juga biasanya dimiliki oleh satu keluarga. Usaha ini umunya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup harian dari pelaku usaha. Perkembangan usaha dengan pola ini sangat lambat. Biasanya mereka yang bertahan dengan pola mandiri umumnya lebih mengandalkan pola mata pencaharian para suami misalnya yang bekerja sebagai nelayan atau tukang perahu. Kelebihan dari usaha mandiri adalah tidak membutuhkan modal besar dan sentuhan teknologi tertentu, sehingga modal usahanya pun kecil. Kekurangan dari usaha dengan pola mandiri adalah lebih sulit untuk maju dan berkembang. Seiring dengan makin banyaknya pelaku usaha di Pulau ini maka mereka yang tidak memiliki modal cukup dan tidak bekerja secara berkelompok, lambat laun akan “tergusur”
Berdasarkan perhitungan menggunakan Analisis Multi Kriteria/ Multi Criteria Analysis (MCA) (lihat lampiran 4) yaitu dengan menggunakan rumus FN di atas maka dari ketiga jenis/bentuk usaha mikro berbasis potensi sumberdaya lokal di pulau bunaken bentuk usaha dengan cara berkelompok adalah yang paling diunggulkan dan dianggap cocok oleh pelaku usaha perempuan di Pulau Bunaken dengan nilai FN = 2, yang berikutnya adalah bentuk usaha dengan pola kemitraan dengan nilai FN 1,167 dan yang peringkat terakhir adalah bentuk usaha mandiri. Seperti digambarkan pada Gambar 7. Perhitungan Jenis Usaha unggulan dengan MCA.
TABEL BENTUK USAHA 2 2 1.8 1.6 1.166666667 1.4 kelompok 1 1.2
Gambar 7. Grafik Hasil Perhitungan MCA untuk memperoleh Jenis Usaha Unggulan
3. Prioritas Pengembangan
Usaha mikro memiliki peran penting di Pulau Bunaken dalam pemberdayaan masyarakat pesisir. Pulau Bunaken yang terkenal dengan industri pariwisata pantai dan laut memberikan peluang masyarakat pesisir untuk mendapatkan penghasilan lebih selain sebagai nelayan, terutama bagi istri nelayan. Umumnya wanita pesisir memegang peranan penting untuk ikut menjaga keberlangsungan ekonomi rumah tangganya. Tidak jarang mereka terlibat aktif dalam kegiatan mencari nafkah untuk menopang pemenuhan kebutuhan rumah tangga mereka. Keterlibatan wanita pesisir ini berada pada sektor perikanan, pariwisata dan lain-lain.
Untuk mendukung sektor pariwisata di Pulau Bunaken, Pemerintah Daerah Kota Manado dan Departemen Kelautan dan Perikanan telah mengembangkan beberapa peluang usaha mikro dengan tujuan mendukung pemberdayaan perempuan di wilayah tersebut. Untuk merumuskan tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken telah diselesaikan dengan Bagan AHP. Pada proses AHP kondisi tersebut dapat digambarkan dalam sebuah hirarki (Gambar 8). Fokus pada tingkat tertinggi adalah pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken.
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 x mandiri kemitraan Fungsi Nilai Bentuk Usaha
Usaha untuk mencapai fokus pengembangan usaha mikro tersebut, melibatkan beberapa stakeholder atau aktor: Stakeholder atau aktor yang berperan didalam mencapai tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah (1) wanita pengusaha/pedagang (WUD) sebagai pelaku utama pada pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken, (2) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dimana salah satu bidang kerjanya yang mencakup wilayah pulau- pulau kecil dan memiliki salah satu program yaitu pemberdayaan perempuan di pulau-pulau kecil berbasis potensi sumberdaya lokal, (3) Dinas Kelautan dan Perikanan (Din KP) sebagai instansi Pemerintah Daerah Kota Manado dalam bidang Kelautan dan Perikanan, (4) Dinas Koperasi dan UKM (KUKM) sebagai instansi Pemerintah di Kota Manado yang berperan pada pelatihan dan kegiatan UKM di Pulau Bunaken serta (5) LSM/NGO (LNG) sebagai organisasi non pemerintah yang ikut memperhatikan pemberdayaan perempuan di sekitar Pulau Bunaken. Semua stakeholder atau aktor yang terlibat diharapkan mampu memberikan alternatif tujuan pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil penelitian, pada pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken terdapat beberapa faktor yang berperan. Dimana faktor-faktor tersebut meliputi aspek ekonomi (modal usaha), aspek lingkungan (ketersediaan bahan baku dan sumberdaya lain, sarana dan prasarana), teknologi (teknologi usaha) dan aspek sosial (kelembagaan). Apabila faktor tersebut digabungkan menjadi modal usaha (MU) baik modal dalam bentuk finansial maupun pengetahuan bagi pelaku usaha, ketersediaan bahan baku (KBB) yang ada didalam Pulau Bunaken (lokal) ataupun diluar Pulau Bunaken, sarana dan prasarana (SP) yang mendukung pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken, teknologi usaha (TU) yang digunakan pada produksi baik manual maupun yang membutuhkan alat bantu, peluang pasar (PP) dan kelembagaan (KL) di dalam kelompok-kelompok usaha.
Alternatif dari pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah (1) tenaga kerja wanita (TKW), (2) peningkatan ekonomi keluarga (PEK), (3) usaha mikro yang berkelanjutan (UMB) dan (4) peningkatan pendapatan anggaran daerah (PPAD). Hirarki pada Gambar 8 merupakan proyeksi dari mencari prioritas
alternatif pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken, sehingga berdasarkan prioritas tersebut, pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken menjadi lebih terarah dalam mengetahui prioritas faktor yang berpengaruh dalam pengembangan usahanya.
Keterangan:
• Aktor: DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan), DinKP (Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Manado), KUKM (Dinas Koperasi dan UKM Kota Manado), WUD (Wanita Pengusaha/Pedagang), LNG (LSM/NGO).
• Faktor: MU (Modal Usaha), KBB (Ketersediaan Bahan Baku), SP (Sarana Prasarana), TU (Teknologi Usaha), PP (Peluang Pasar), KL (Kelembagaan)
• Alternatif: TKW (Tenaga Kerja Wanita), PEK (Peningkatan Ekonomi Keluarga), PPAD (Peningkatan Pendapatan Anggaran Daerah), UMB (Usaha Mikro Berkelanjutan).
Alternatif TKW PEK UMB PPAD Pengembangan Usaha Mikro dalam
Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken
WUD DKP DinKP KUKM LNG
MU KBB SP TU PP KL
Faktor Aktor/
Stakeholder
Fokus
Gambar 8. Hierarki Pengembangan Usaha Mikro dalam Mendukung
Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken
a. Tingkat Aktor/Stakeholder
Tahap pertama pada proses AHP pada hierarki di Gambar 8 adalah mencari urutan prioritas aktor/stakeholder. Untuk menetapkan prioritas pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken dibutuhkan peran aktor atau stakeholder.
Aktor yang terlibat dalam pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan terdiri dari wanita pengusaha/pedagang (WUD), Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Dinas Koperasi dan UKM (KUKM) dan LSM/NGO (LNG) yang memiliki keterkaitan dengan wilayah pulau Bunaken. Penetapan prioritas berdasarkan besarnya peran masing-masing aktor dalam pengembangan usaha mikro untuk mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken.
b. Tingkat Faktor
Peran dari para aktor tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendukung pengembangan usaha mikro dalam pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Faktor-faktor yang menjadi penentu fokus pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah modal usaha (MU), ketersediaan bahan baku (KBB), sarana dan prasarana (SP), teknologi usaha (TU), peluang pasar (PP) dan kelembagaan (KL). Penentuan prioritas kriteria pada tingkat faktor adalah berdasarkan faktor yang memiliki peran yang lebih besar untuk mewujudkan fokus utama pada hirarki.
c. Tingkat Alternatif
Penilaian pada tingkat hirarki alternatif pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah berdasarkan alternatif yang harus dilakukan terlebih dahulu agar fokus pada tingkat tertinggi dari hirarki yang terbentuk dapat tercapai. Alternatif pengembangan usaha mikro untuk mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken terdiri dari usaha mikro yang berkelanjutan (UMB), tenaga kerja wanita (TKW), peningkatan ekonomi keluarga (PEK) dan peningkatan pendapatan daerah (PPAD).
4. Penetapan Nilai dan Prioritas
a. Tingkat Aktor/Stakeholder
Penilaian kriteria pada tingkat aktor/stakeholder didasarkan pada peran masing-masing dalam tujuan pengembangan usaha mikro dalam
mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Expert Choice 9.5 maka urutan prioritas aktor yang berperan dalam pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan adalah wanita pengusaha/pedagang (0,419), KUKM (0,263), Dinas Kelautan dan Perikanan (0,160), DKP (0,097), dan LSM/NGO (0,062). Aktor-aktor yang berperan dalam pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken perlu dikoordinasikan agar prioritas tujuan pengembangan usaha dapat terlaksana dengan baik.
1.1) Wanita Pengusaha/Pedagang
Wanita pengusaha/Pedagang adalah aktor yang paling berperan dalam pemberdayaan perempuan untuk pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil dari software Expert Choice 9.5, urutan prioritas faktor yang berperan dalam menyelesaikan beberapa alternatif prioritas yang harus dicapai pada pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah modal usaha (0,363), ketersediaan bahan baku (0,244), sarana dan prasarana (0,159), teknologi usaha (0,108) peluang pasar (0,077), dan kelembagaan (0,050).
1.2) Dinas Koperasi dan UKM
Dinas Koperasi dan UKM yang memberikan peran yang sangat penting dalam pengembangan usaha mikro. Peran tersebut dalam bentuk pengadaan pelatihan dan pengembangan potensi UKM yang ada di Pulau Bunaken. Akan tetapi karena koperasi belum terbentuk di Pulau Bunaken, maka peran tersebut belum terlaksana. Selain itu, KUKM juga memiliki peran untuk mempromosikan kerajinan atau sektor usaha kecil yang bersifat ”endogeneous” dan berbasis sumberdaya lokal. Harapan KUKM terhadap pengembangan usaha di Pulau Bunaken adalah mendorong PUKM untuk lebih ditingkatkan mutunya melalui sosialisasi dan pembinaan, adanya kepastian hukum bagi PUKM dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendorong UKM yang ada. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor KUKM adalah modal usaha (0,354), ketersediaan bahan baku
(0,250), peluang pasar (0,174), sarana dan prasarana (0,104) teknologi usaha (0,069) dan kelembagaan (0,050).
1.3) Dinas Kelautan dan Perikanan
Pelaksanaan program dari DKP pada tingkat daerah membutuhkan peran Dinas Kelautan dan Perikanan. Peran tersebut dapat sebagai pendampingan ataupun supervisi terhadap program- program dari DKP antara lain pemberdayaan perempuan di pulau kecil. Hal tersebut menjadi sangat penting karena tanpa adanya pengawasan, program-program yang telah dijalankan akan terabaikan sehingga menjadi sia-sia. Harapan Dinas Kelautan dan Perikanan di Pulau Bunaken terhadap pengembangan usaha yang dilakukan adalah peningkatan ketrampilan SDM dan pemberian modal usaha. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor Dinas Kelautan dan Perikanan adalah modal usaha (0,368), ketersediaan bahan baku (0,254), sarana dan prasarana (0,162), teknologi usaha (0,102), peluang pasar (0,068), dan kelembagaan (0,045).
1.4) Departemen Kelautan dan Perikanan
Salah satu program dari DKP untuk pemberdayaan masyarakat di Pulau Bunaken adalah dengan melakukan pemberdayaan perempuan berbasis sumberdaya lokal. Dampak yang diberikan dari program ini sangat besar. Kelompok usaha mikro yang semula tidak terorganisir dengan adanya keterlibatan langsung dari DKP maka kelompok-kelompok usaha tersebut menjadi solid dan memiliki struktur organisasi yang juga solid. Harapan DKP terhadap pengembangan usaha di Pulau Bunaken adalah meningkatnya perekonomian masyarakat lokal, meningkatnya kualitas perempuan, optimaslisasi pemanfaatan sumberdaya lokal, meningkatnya taraf hidup masyarakat dan meningkatnya pendapatan daerah. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor DKP adalah modal usaha (0,355), ketersediaan bahan baku (0,258), sarana dan prasarana (0,165), teknologi usaha (0,108), peluang pasar (0,068), dan kelembagaan (0,045).
1.5) LSM/NGO
Peran LSM/NGO pada pengembangan usaha mikro dalam mendukung pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken adalah untuk pengembangan pengetahuan sumberdaya manusia di Pulau Bunaken. Peran ini diharapkan mampu memperbaiki kondisi usaha mikro dan tingkat pengetahuan sumberdaya manusia di Pulau Bunaken. Harapan aktor LSM/NGO dalam pengembangan usaha di Pulau Bunaken adalah adanya pembinaan kepada pelaku usaha dan pemberian modal usaha. Urutan prioritas alternatif faktor dari aktor DKP adalah modal usaha (0,353), ketersediaan bahan baku (0,248), peluang pasar (0,185), sarana dan prasarana (0,101), teknologi usaha (0,067), dan kelembagaan (0,045)
b. Tingkat Faktor
Penilaian kriteria pada tingkat faktor adalah berdasarkan pada faktor yang paling berpengaruh dalam mendukung pengembangan usaha mikro dalam pemberdayaan perempuan di Pulau Bunaken. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Expert Choice 9.5 urutan prioritas faktor adalah modal usaha (0,361), ketersediaan bahan baku (0,249), sarana dan prasarana (0,141), peluang pasar (0,107), teknologi usaha (0,094) dan kelembagaan (0,048).
1.1) Modal Usaha
Modal usaha menjadi faktor utama dalam menyelesaikan pengembangan usaha mikro bagi wanita pedagang/pengusaha karena usaha mikro yang dikelola tidak akan berjalan tanpa adanya modal usaha. Berdasarkan hasil pengamatan, modal usaha mikro yang dijalankan oleh masyarakat Bunaken lebih dari 60% berasal dari pinjaman/kredit dan bantuan baik hibah ataupun dari keluarga, sehingga faktor modal menjadi priorotas pertama dari aktor wanita pengusaha/pedagang dalam faktor pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Beberapa responden mendapatkan sumber modal dengan mayoritas berasal dari pinjaman/kredit. Kredit yang diperoleh para pengusaha mikro di Pulau Bunaken berasal dari perorangan atau penyedia dana yang memberikan pinjaman modal dengan
jumlah tertentu dan pengembaliannya melalui cara cicilan beserta bunga, waktu pinjaman dan besar bunga tergantung dari kesepakatan antara kedua belah pihak.
60 0 10 20 30 40 50 Persen tas e Pribadi/sendiri
Pinjaman Bantuan Sendiri+bantuan
(hibah)
Bantuan Bantuan
(keluarga)
Jenis Modal
Gambar 9. Sumber Modal Usaha di Pulau Bunaken
1.2) Ketersediaan bahan baku
Ketersediaan bahan baku menjadi salahsatu faktor yang mendukung pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Asal bahan baku berasal dari sumber lokal atau Pulau Bunaken sendiri maupun dari luar Pulau Bunaken. Usaha mikro yang selama ini berjalan hampir sebanyak 60% menggunakan bahan baku lokal.
Kesadaran masyarakat di Pulau Bunaken sudah cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dari hasil pengisian kuisioner yang memeperlihatkan bahwa semua responden menyatakan kelestarian lingkungan di Pulau Bunaken harus dijaga. Mereka telah menyadari bahwa kelestarian lingkungan juga dapat mendukung usaha yang mereka jalankan.
0 10 20 30 40 50 60 70 b aku Pers en tas e su mb er b a h a n Lokal Luar daerah
Gambar 10. Persentase sumber bahan baku usaha mikro di Pulau Bunaken, 2008.
1.3) Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang ada belum mendukung usaha mikro di Pulau Bunaken antara lain seperti transportasi, air bersih, penerangan, komunikasi, sanitasi dan kebijakan pemerintah yang mendukung penggunaan sarana dan prasarana untuk penggunaan usaha mikro. Presentase 80% lebih dari hasil kuisioner menyebutkan bahwa sarana dan prasarana di Pulau Bunaken belum mendukung kegiatan usaha mikro yang mereka jalankan. Beberapa sarana yang cukup terpenuhi oleh semua usaha adalah transportasi, sedangkan sarana air bersih, penerangan, komunikasi, sanitasi dan kebijakan pemerintah belum dirasakan merata oleh semua pengusaha mikro.
100 80 Persentase 60 40 20 0 Sudah mendukung Belum mendukung
Kondisi Sarana dan Prasarana
Gambar 11. Sarana dan prasarana di Pulau Bunaken untuk
mendukung usaha mikro, 2008.
1.4) Teknologi usaha
Pada penelitian ini teknologi yang digunakan pada usaha mikro di Bunaken terbagi menjadi 2 yaitu teknologi yang menggunakan alat bantu dan teknologi manual. Perbedaan jumlah usaha yang
menggunakan teknologi manual (45,83%) dan usaha yang menggunakan teknologi alat bantu (54,17%). Usaha mikro yang menggunakan teknologi manual/tradisional (belum menggunakan energi listrik) antara lain adalah usaha kerajinan (souvenir) dan usaha sablon kaus. Sementara usaha pengolahan makanan telah menggunakan alat bantu yang menggunakan energi listrik seperti
food processor, blender, dan sealer (untuk pengemas makanan dalam plastik). 52 54 56 Persentase 46 48 50 42 44 40 Alat Bantu Manual Jenis teknologi
Gambar 12. Persentase jenis teknologi usaha mikro di Pulau Bunaken
1.5) Peluang pasar
Potensi peluang pasar di Pulau Bunaken sangat besar. Mayoritas pengusaha di Pulau Bunaken melakukan pemasaran secara langsung (84%) baik dipasarkan ke pasar lokal maupun di kios yang telah disediakan. Tetapi ada beberapa usaha yang melakukan pemasaran berdasarkan pemesanan terlebih dahulu (16%). Hal ini dikarenakan bahan baku dari luar Pulau Bunaken atau kondisi produk yang diusahakan tidak dapat bertahan lama. Produk dari usaha-usaha mikro yang dipasarkan secara langsung antara lain adalah produk dari usaha kerajinan, sablon dan makanan. Sedangkan pengusaha yang melakukan pemasaran berdasarkan pesanan antara lain adalah produk usaha dari pedagang makanan dan makanan olahan, baik dari hasil perikanan maupun non perikanan. Lokasi pemasaran dari semua produk, baik yang dipasarkan secara langsung atau berdasar
pesanan umumnya berada di sekitar Taman Laut Bunaken, Pantai Liang dan Manado.
100 80 p e rsen ta se 60 40 20 0 Berdasar pesanan Langsung Bentuk pemasaran
Gambar 13. Pemasaran produk usaha mikro di Pulau Bunaken
1.6) Kelembagaan
Dalam melakukan kegiatan usahanya, para wanita pengusaha/pedagang di Pulau Bunaken membentuk kelompok atau bersama dengan wanita pengusaha yang lain bekerja sama di dalam menjalankan usahanya. Akan tetapi kelompok yang sudah terbentuk tidak solid dan sering berubah-ubah, selain tidak ada bentuk struktur dalam kelompok kerja tersebut. Karenanya, prioritas kelembagaan merupakan kriteria terkecil (0,048) oleh tingkat aktor wanita pengusaha/pedagang pada pengembangan usaha mikro di Pulau Bunaken. Walaupun hal ini menjadi faktor terkecil kelembagaan dalam pengembangan suatu usaha khususnya usaha mikro tetap harus diperhatikan. Kelembagaan usaha mikro di Pulau Bunaken menjadi berubah sejak DKP menjalankan program pemberdayaan perempuan berbasis sumberdaya lokal, sehingga kelompok-kelompok usaha mikro lebih solid dan memiliki struktur organisasi. Suatu usaha tanpa kelembagaan yang tersusun dengan baik membuat usaha tersebut mengalami tumpangtindih dalam pelaksanaan pekerjaan masing-masing personilnya (tenaga kerja).