• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulon Progo merupakan Rumah Sakit Tipe B yang berdiri sejak tahun 1983 yang saat ini berstatus Negeri berlokasi di jalan Tentara Pelajar Km.1, No.05, Dusun Beji, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo.

Unit Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo memilik kapasitas yang memadai yang terdiri dari 8 tempat tidur dengan 8 mesin dialyzer dan memiliki jadwal rutin 3x/sehari untuk hemodialisis. Dimulai pada pukul 06.30 WIB untuk sesi pertama, untuk sesi kedua dimulai pada pukul 11.30 WIB dan untuk sesi ketiga pukul 15.30 WIB. Pelayanan hemodialisa dilakukan selama 13,5 jam setiap hari dengan 3 shift kecuali hari minggu, dan mampu melayani rata-rata 24 pasien perhari dengan 15 perawat. Sebelum dilakukan proses hemodialisis pasien terlebih dahulu diukur berat badan dan tanda-tanda vital sebelum di mulai hemodialisis. Setelah itu perawat memprogram mesin hemodialisis sesuai yang telah ditentukan sebelumnya. Selama proses hemodialisis berlangsung, kegiatan pasien di ruang hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo bermacam-macam, ada yang berbicara kepada sesama yang menjalani hemodialisis, ada yang makan makanan ringan sambil menonton televisi, dan kebanyakan pasien tidur saat menjalani

hemodialisis. Setelah proses hemodialisis selesai, perawat

44

2. Analisis Hasil Penelitian a. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik responden dari subjek penelitian sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Gambaran karakteristik penelitian disajikan didalam tabel sebagai berikut:

1) Karakteristik responden

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di Unit RSUD Wates Karakteristik Pasien Frekuensi (n) Persentase (%) Usia 17-25 tahun 1 2,1 % 26-35 tahun 7 14,9 % 36-45 tahun 9 19,1 % 45-55 tahun 15 31,9 % 56-65 tahun 12 25,5 % >65 tahun 3 6,4 % Jenis Kelamin Laki-laki 24 51,1 % Perempuan 23 48,9 % Pendidikan SD 10 21,3 % SMP 25 53,2 % SMA 24 25,5 % Lama Menjalani Hemodialisa

>1 tahun 43 91,5 % <1 tahun 4 8,5 % Total 47 100% Sumber: Data Sekunder (2017).

45

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa menurut usia paling banyak adalah 45-55 tahun sebanyak 15 pasien (31,9%) . Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 24 pasien (51,1%). Pendidikan terakhir terbanyak adalah SMP yaitu 25 pasien (53,2 %). Lama menjalani hemodialisis paling banyak adalah >1 tahun yaitu 43 pasien (91,5%). 2) Analisis Deskriptif Statistik

Tabel 4.2 Analisis Deskriptif Statistik Penambahan Berat Badan dengan Tekanan Darah di Unit Hemodialisis RSUD Wates Kulon

Progo (n=47)

No Variabel Mean Median Min- SD 95% CI Maks

1 IDWG 2.713 2.500 0,5-7,0 1.187 2.364 2 TD sistolik 144.57 145.00 97-182 121.78 138.18 3 TD diastolic 90.32 93.00 64-115 12.441 86.67

Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan rata-rata IDWG responden adalah 2,7 kg, median 2,5 kg dan standar deviasi 1,18 kg. Berat badan terendah 0,5 kg dan berat badan tertinggi 7 kg. Dari hasil estimasi interval sebesar 95% diyakini bahwa rata-rata berat badan interdialitik responden adalah 2,36 kg. Untuk rata-rata tekanan darah sistolik responden adalah 144.57 mmHg, median 145,00 mmHg, dan standar deviasi 121,78 mmHg. Tekanan darah sistolik terendah 97 mmHg dan tekanan darah tertinggi 182 mmHg. Dari hasil estimasi interval sebesar 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah sistolik adalah 138,18 mmHg. Sedangkan untuk rata-rata tekanan darah diastolik responden adalah 90,32 mmHg, median 93,00 mmHg, dan standar deviasi 12,441 mmHg. Tekanan darah diastolic terendah 64 mmHg dan tekanan darah tertinggi 115 mmHg. Dari hasil estimasi interval sebesar 95% diyakini bahwa rata-rata tekanan darah diastolik adalah 86,67 mmHg.

46

b. Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu penambahan berat badan interdialitik dengan variabel terikat tekanan darah. Penambahan berat badan interdialitik dengan tekanan darah merupakan data rasio dan dilakukan uji sebaran data menggunakan Shapiro Wilk (n<50) untuk menentukan uji paramerik atau nonparametric. Hasil uji Shapiro Wilk penambahan berat badan interdialitik diperoleh p value <0,05 yang berarti data tidak berdistribusi normal. Alternatif uji statistic yang digunakan adalah Spearman Rank karena data yang digunakan tidak normal.

1) Hubungan penambahan berat badan interdialitik dengan tekanan sistolik dan diastolik.

Tabel 4.3 Hubungan penambahan berat badan interdialitik dengan tekanan darah sistolik

Tekanan Darah Spearman’s rho Correlation Sign N Coefficient (2-failed)

Sistolik Penambahan berat 0,042 0,779 47 badan interdialitik

Diastolik Penambahan berat 0,087 0,561 47 badan interdialitik

Hasil analisis statistic menggunakan uji Spearman Rank diketahui bahwa tidak terdapat hubungan antara penambahan berat badan interdialitik dengan tekanan darah sistolik (p=0,779) dan tekanan darah diastolic (p=0,561).

47

B. PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden Penelitian

Berdasarkan hasil analisis penelitian dilihat dari tabel 4.1 menunjukkan jumlah responden berdasarkan karakteristik usia, diperoleh data jumlah pasien yang berusai 17 tahun sampai dengan > 65 tahun. Sebagian besar karakteristik responden adalah 45-55 tahun yaitu 31,9 % dan 56-65 yaitu 25,5 % serta yang paling sedikit adalah usia 17-25 tahun yaitu 2,1 %. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa fungsi renal akan berubah bersama dengan pertambahan usia. Sesudah usia 40 tahun akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif hingga mencapai usia 70 tahun kurang lebih 50% dari normalnya. Salah satu fungsi tubulus yaitu kemampuan reabsorpsi dan pemekatan akan berkurang bersamaan dengan peningkatan usia (Brunner & Suddarth, 2008).

Tabel 4.1 diperoleh hasil bahwa mayoritas pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis adalah laki-laki yaitu 51,1%, sedangkan responden perempuan sebanyak 48,9%. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nurcahyati (2011) bahwa mayoritas jenis kelamin pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis adalah laki-laki dengan presentase 52,6% dan perempuan sebesar 47,4%. Berbeda dengan penelitian oleh Kusumawardani (2010) yang menyatakan bahwa pasien yang paling banyak menderita gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 67,3%. Pasien laki-laki yang lebih banyak bila dibandingkan perempuan kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal salah satunya adalah faktor pekerjaan. Pekerjaan laki-laki lebih berat daripada perempuan, yang terkadang membuat laki-laki mengkonsumsi minuman suplemen yang berlebihan (Istanti, 2014).

48

Pembentukan batu ginjal lebih banyak diderita oleh laki-laki karena saluran kemih pada laki-laki lebih panjang sehingga pengendapan zat pembentuk batu lebih banyak daripada perempuan. Pembesaran prostat pada laki-laki dapat menyebabkan terjadinya obstruksi dan infeksi yang dapat berkembang menjadi gagal ginjal. Laki-laki juga lebih banyak mempunyai kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan seperti merokok, minum kopi, alkohol, dan minuman suplemen yang dapat memicu terjadinya penyakit sistemik yang dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Brunner & Suddarth, 2008). Pada dasarnya setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki maupun perempuan tetapi pada beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan. Namun, berbagai literature tidak ada yang menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan patokan untuk menyebabkan seseorang mengalami gagal ginjal kronis (Nurcahyati, 2011).

Sebagian besar responden yang menjalani hemodialisis berpendidikan SMP sebanyak 25 orang (53,2%), pendidikan erat kaitannya dengan pengetahuan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan. Hal ini dikarenakan semakin tinggi pendidikan seseorang maka kemampuan serta pemahaman tentang gagal ginjal akan semakin tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Taluta, Mulyadi, dan Hamel (2014) yang mendapatkan hasil responden terbanyak dengan pendidikan SMP sebesar 50%. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Gultom (2012) yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan dasar utama untuk keberhasilan pengobatan. Pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai gagal ginjal kronik dan efek samping yang terjadi apabila melakukan terapi hemodialisis, seseorang yang tidak memiliki cukup pengetahuan kemungkinan akan merasakan tekanan pada saat menjalani hemodialisa. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan

49

informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang diperoleh semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

Sebagian besar pasien yang lama menjalani hemodialisis adalah >1 tahun sebanyak 43 pasien (91,5%). Hal ini sesuai dengan penelitian Nurchayati (2011) yang mengungkapkan bahwa hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal. Seseorang yang divonis menderita gagal ginjal harus menjalani terapi penganti ginjal seumur hidup, dan salah satu pilihannya adalah hemodialisa.

2. Penambahan Berat Badan Interdialitik

Tabel 4.2 menunjukkan rata-rata penambahan berat badan interdialitik pasien hemodialisis di Unit Dialisis RSUD Wates adalah 2,7 kg dengan nilai minimum 0,5 kg, maksimum 7 kg. Artinya bahwa rata-rata penambahan berat badan interdialitik pasien hemodialisis di RSUD Wates adalah lebih dari batas normal. Nilai normal IDWG yang dapat ditoleransi oleh tubuh adalah 1,0 kg-1,5kg atau kurang dari 3% berat badan kering (Istanti, 2014). Dari 47 responden yang mengalami peningkatn berat badan interdialitik yang melebihi batas normal ada 36 responden dan 11 orang respoden memiliki IDWG dalam batas normal. Salah satu masalah yang paling sering dihadapi pasien hemodialisis adalah peningkatan volume cairan diantara dua waktu dialysis yang dimanifestasikan dengan penambahan berat badan (Suryarinilsih, 2010).

Tujuan dilakukan hemodialisis salah satunya adalah untuk membantu memperbaiki komposisi cairan dalam tubuh. Walaupun demikian dalam menjalani hemodialisis pasien harus tetap melakukan pembatasan cairan . Manajemen pembatasan asupan cairan dan makanan akan berdampak terhadap penambahan berat badan interdialitik diantara dua waktu dialysis. Dampak yang timbul apabila IDWG yang berlebihan pada pasien dapat

50

menimbulkan masalah, diantaranya adalah hipotensi dan hipertensi yang semakin berat, sesak nafas, gangguan fungsi fisik (Istanti, 2014). Juan (2005), mengatakan bahwa semakin besar Interdialytic Weight Gains (IDWG), semakin buruk prognosis jangka panjang serta mengakibatkan tekanan darah yang tinggi waktu predialisis.

Riyanto (2011) mengatakan bahwa komplikasi yang sering terjadi pada pasien hemodialisis adalah penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis (IDWG) yang disebabkan oleh ketidakmampuan fungsi ekskresi ginjal, sehingga berapapun jumlah cairan yang diasup pasien, penambahan berat badan akan selalu ada. Dan peningkatan berat badan yang ideal diantara dua waktu hemodialisis adalah 1,5 kg dengan nilai normal IDWG kurang dari 3% berat badan kering (Price &Wilson 2005, Istanti 2014).

3. Tekanan Darah

Rata-rata tekanan darah sistolik pasien hemodialisis adalah 144,57 mmHg dengan rentang 97-182. Rerata tekanan darah diastolic pasien hemodialisis adalah 90,32 mmHg dengan rentang 64-115. Berdasarkan rerata tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolic >90 mmHg menunjukkan tekanan darah pasien hemodialisis di Unit Dialisis RSUD Wates Kulon Progo cenderung mengalami peningkatan tekanan darah.

Tekanan darah pada usia dewasa mempunyai risiko mengalami peningkatan tekanan darah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah antara lain jenis kelamin dan faktor genetik (Black & Hawks, 2010). Berdasarkan hasil penelitian, jenis kelamin laki-laki sebanyak 51,1 % dan perempuan 48,9 %. Wanita umumnya mengalami penurunan tekanan darah daripada laki-laki diusia yang sama hal ini cenderung akibat variasi hormone. Faktor genetik mempunyai pengaruh terhadap tekanan darah karena seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi, apabila orangtuanya

51

menderita hipertensi akan mempunyai risiko lebih besar mengalami hipertensi diusia muda (Kozier, 2010).

Hipertensi secara umum dapat didefiniskan sebagai tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg (Palmer, 2007). Wiryowidago (2007) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang yang berada pada tingkatan diatas normal, jadi tekanan darah tinggi tersebut dapat diartikan sebagai peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, perlu adanya deteksi dini terhadap penyakit hipertensi yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala (Rosta, 2011).

Black and Hawks (2006), menyatakan bahwa ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi kejadian peningkatan tekanan darah. Faktor risiko ini diklasifikasikan menjadi faktor yang dapat diubah dan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu riwayat keluarga, umur, jenis kelamin, genetic dan etnis. Seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi, beberapa gennya akan berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan yang akan meningkatkan tekanan darah. Seseorang yang orang tuanya menderita hipertensi akan mempunyai risiko lebih besar mengalami peningkatan tekanan darah diusia muda. Jenis kelamin dapat mempengaruhi peningkatan tekanan darah seseorang (Black & Hawks, 2006).

4. Hubungan Penambahan berat badan interdialitik dengan tekanan darah pasien hemodialisis.

Berdasarkan hasil penelitian dengan uji analisis statistic Spearman Rank pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 menunjukkan p-value untuk penambahan berat badan interdialitik dengan tekanan darah sistolik 0,779 sedangkan p-value

52

penambahan berat badan interdialitik dengan tekanan darah diastolik 0,561 dimana kedua p-value >0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan secara statistic antara penambahan berat badan interdialitik dengan tekanan darah sistolik maupun diastolik di Unit Dialisis RSUD Wates Kulon Progo.

Hal ini sejalan dengan penelitian Sulistini (2012), dengan judul “Hubungan Antara Tekanan Darah Pre Hemodialisis dan Lama Menjalani Hemodialisis dengan Penambahan Berat Badan Interdialitik di Ruang Hemodialisis RS. Moh. Hoesin Palembang” yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tekanan darah pre hemodialisis dengan penambahan berat badan interdialitik. Pada penelitian Sulistini (2012) hasil uji analisis korelasi dan regresi menunjukkan bahwa p value untuk tekanan darah sistole sebesar 0,805 dan p value untuk tekanan darah diastole sebesar 0,169 mmHg dimana p value (>0,05).

Hal ini sejalan dengan pernyataan Mustikasari (2017), bahwa Interdialytic Weight Gains (IDWG) yang erat kaitannya dengan cairan berlebih dan merupakan precursor tingginya tekanan darah predialisis. Tetapi hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lolyta (2012) dengan judul “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Hemodialisis pada Klien Gagal Ginjal Kronis” suatu studi di RS Telogorejo Semarang dengan rancangan Explanatory yang menyatakan bahwa Interdialytic Weight Gains (IDWG) memiliki pengaruhyang signifikan terhadap tekanan darah hemodialisis pada klien dengan gagal ginjal kronik (pvalue <0,05).

Membandingkan penelitian sebelumnya dengan teori yang ada, bahwa tekanan darah bukan hanya akibat dari penambahan berat badan saja, namun banyak faktor lainnya yang dapat mempengaruhi tekanan darah itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi IDWG dan tekanan darah diantaranya adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, dan lama hemodialisa.

53

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang dapat dialami oleh semua orang sesuai etiologinya. Rentang usia pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di RSUD Wates adalah 25 tahun sampai >65 tahun. Berdasarkan karakteristik usia, sebagian besar pasien yang menjalani hemodialisis adalah 45-55 tahun. Fungsi renal akan berubah dengan pertambahan usia. Sesudah usia 40 tahun terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif hingga usia 70 tahun (Smeltzer & Bare, 2008). Selain itu usia juga dapat mempengaruhi tekanan darah karena semakin menua usia seseorang, maka elastisitas arteri mengalami penurunan dan arteri lebih kaku dan kurang mampu merespon tekanan darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah (Kozier, 2010).

Selain usia, jenis kelamin juga merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi penambahan berat badan interdialitik dan tekanan darah. Sebagian besar pasien yang menjalani hemodialisis di RSUD Wates adalah laki-laki. Menurut penelitian Worden (2007), air total tubuh laki-laki membentuk 60% dari berat badannya, sedangkan air total tubuh perempuan membentuk 50% dari berat badannya. Air total tubuh akan memberikan penambahan berat badan yang meningkat lebih cepat sehingga terkait hal tersebut, maka penambahan berat badan interdialitik pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Selain itu jenis kelamin juga tidak hanya mempengaruhi penambahan berat badan interdialitik, tetapi juga dapat mempengaruhi tekanan darah. Menurut penelitian Prasetyaningrum (2014), bahwa laki-laki atau perempuan sama-sama memiliki kemungkinan beresiko terkena hipertensi. Namun laki-laki lebih beresiko mengalami hipertensi dibandingkan perempuan pada saat usia <45 tahun, tetapi pada saat usai >45 tahun perempuan lebih beresiko mengalami hipertensi dikarenakan faktor hormonal.

Tingkat pendidikan juga merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi pembatasan asupan cairan, karena semakin tinggi

54

pendidikan seseorang, kesadaran untuk mencari pengobatan dan perawatan akan masalah kesehatan yang dialami juga semakin tinggi. Sebagian besar tingkat pendidikan pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Wates adalah SMP. Tingkat pendidikan yang rendah dan kurang pengetahuan tentang gagal ginjal kronik terutama Interdialytic Weigh Gain (IDWG) karena kurangnya informasi dari petugas kesehatan dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah tidak memungkinkan untuk mendapatkan infromasi dari sumber lain (Istanti, 2014). Tingkat pendidikan juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi tekanan darah karena tingkat pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup seseorang yaitu kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan aktivitas fisik (Anggara & Prayitno, 2015).

Pasien yang menjalani hemodialisis di RSUD Wates adalah sebagian besar menjalani hemodialisis >1 tahun. Penelitian Sapri (2004) menyatakan bahwa lamanya menjalani hemodialisa (>1 tahun) mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, kepatuhan, pembatasan asupan cairan. Setiap pasien memerlukan waktu yang berbeda-beda dalam meningkatkan pengetahuan dan sikapnya. Semakin lama pasien menjalani terapi HD maka akan banyak pengetahuan yang diperoleh dan bersikap positif terhadap kepatuhan diet dan cairan. Penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Suslistini (2013), semakin lama penderita menjalani hemodialisis maka akan sering terpapar oleh efek samping hemodialisis baik akut maupun kronis dan penambahan berat badan interdialitik merupakan salah satu efek tersebut. Pasien yang menjalani HD >1 tahun mengalami kerusakan ginjal yang berat sehingga pengganti ginjal seumur hidup adalah hemodialisa. Pada pasien gagal ginjal kronik, aktivitas renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan aldosterone yang dapat memacu tekanan darah sehingga mengalami peningkatan tekanan darah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan rata-rata tekanan darah

55

sistolik pada pasien HD di RSUD Wates adalah 144,57 mmHg dan rata-rata tekanan darah sistolik 90,32 mmHg.

Kelebihan asupan lemak mengakibatkan kadar lemak dalam tubuh meningkat, terutama kolesterol yang menyebabkan kenaikan berat badan sehingga volume darah mengalami peningkatan tekanan yang lebih besar (Ramayulis, 2010). Kelebihan asupan natrium akan meningkatkan ekstraseluler menyebabkan volume darah yang berdampak pada timbulnya hipertensi atau peningkatan tekanan darah (Sutanto, 2010). Kurangnya mengkonsumsi sumber makanan yang mengandung kalium mengakibatkan jumlah natrium menumpuk dan meningkatkan risiko hipertensi (Junaedi dkk, 2013).

Sebagian besar kasus hipertensi dipengaruhi oleh faktor keturunan. Jika kedua orangtua memiliki riwayat hipertensi, maka anaknya berisiko terkena hipertensi, terutama hipertensi primer. Hal ini terjadi karena adanya gen yang menuruan pada dirinya (Sutanto, 2010). Jadi dari berbagai teori dan penelitian sebelumnya, peneliti menarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara penambahan berat badan interdialitik dengan tekanan darah pada pasien hemodialisis di RSUD Wates.

C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti dalam melakukan penelitian telah berusaha secara maksimal, namun tentunya penelitian ini masih belum sempurna karena dalam penelitian ini peneliti memeiliki keterbatasan penelitian diantaranya adalah 1) Peneliti tidak bisa mengendalikan faktor lain yang mempengaruhi

tekanan darah yaitu merokok, minum alkohol, konsumsi garam 2) Peneliti tidak melihat dari waktu lama menjalani hemodialisa

3) Peneliti tidak bisa melakukan apersepsi dengan semua perawat yang ada diruangan HD karena keterbatasan tenaga dan waktu.

56 BAB V

Dokumen terkait