• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meski berawan, pengamatan Maba tetap berikan hasil

F

enomena GMT memiliki berbagai aspek yang dapat diteliti. Para peneliti LAPAN memanfaatkan peris-tiwa ini untuk menyelidiki mengenai Korona Matahari. Penelitian tersebut berlangsung di Maba, Halmahera. Tim dibagi menjadi dua yaitu untuk mempelajari aspek fotometri dan spektroskopi korona.

Penelitian mengenai Korona Matahari ini juga mer-upakan kerja sama dengan NASA. Pengamatan ini sekaligus untuk menguji peralatan yang nantinya dapat dikembangkan di observatorium nasional.

GMT merupakan saat yang langka dan cocok untuk meneliti mengenai korona matahari, terutama mengenai corona mass ejection (lontaran massa korona). Melalui GMT pula dapat diteliti mengenai temperatur dan ke-cepatan gerak lontaran massa korona tersebut. Selain itu, melalui peristiwa ini, maka dapat diteliti mengenai aspek kecerahan dan suhu matahari.

Pada saat Gerhana Matahari total, suatu itur mataha-ri yang bisa dilihat damataha-ri permukaan Bumi adalah dikenal sebagai korona. Dari penyelidikan tersebut diharapkan banyak hal yang bisa dikuak mengenai misteri Mataha-ri. Mempelajari Matahari sangat penting bagi manusia karena benda antariksa ini merupakan bahan bakar bagi kehidupan di planet Bumi.

Studi spektroskopi korona diharapkan dapat men-jawab berbagai pertanyaan mendasar seperti, akankah Matahari berada pada keadaan tenang (dikenal sebagai Akhir Siklus ke-24 Matahari)? Bagaimanakah un-sur-unsur penyusun korona tersebut ‘berperilaku’ pada saat keadaan Akhir Siklus ke-24 tersebut?

Sementara itu, untuk mendukung pembangunan ob-servatorium nasional, LAPAN melakukan pengujian peralatan eksperimen observatorium nasional. Peneliti melakukan pengujian peralatan eksperimen diharap-kan ke depan peralatan eksperimen tersebut dapat di-gunakan untuk mengamati gerhana, peralatan tersebut

LACoLitth tersusun dari sebuah teleskop bertipe pe-mantul dengan diameter 25 centimeter, dilengkapi oleh alat pengurai cahaya (spektrograf) beresolusi mencapai R ~ 18000 dengan desain Littrow. Alat ini dilengka-pi kamera perekam CCD berukuran 2125 ×1472 px2, 6.8฀m (Gambar 4). Penyelidikan terhadap korona, yaitu pada temperatur dan laju elektron di korona dengan per-alatan polarisasi.

Sayangnya, saat GMT cuaca di Maba kurang ber-sahabat untuk penelitian matahari. Awan tebal terus menggayut di atas Maba sehingga momen kontak per-tama gerhana pada pukul 08:37 WIT terlewati. Bahkan mendekati saat-saat totalitas gerhana, hujan sempat mengguyur. Akibatnya, Data diperoleh tidak seper-ti yang diharapkan. Namun data tersebut tetap dapat memberikan hasil yang berharga bagi ilmu pengeta-huan.

Meskipun tidak mendapatkan data yang diingin- kan, namun penelitian GMT kali ini telah membuktikan bahwa peralatan yang dimiliki LAPAN, baik perangkat keras aupun lunak, bekerja dengan sangat memuaskan. Keseluruhan sistem teleskop dapat tracking (menjejak) gerak semu Matahari dengan sempurna. Sistem

perang-Sebelum Gerhana Saat Totalitas Gerhana

Dari proyeksi citra dengan sumbu tegak menyatakan kualitas gambar (Counts Average) terlihat bahwa kualitas gambar saat totalitas (B) sangat menurun dikarenakan informasi yang diperoleh kurang mema-dai (sebagaimana yang diharapkan pada A). Untuk mendapatkan informasi yang lebih baik, perlu dilaku-kan kajian pada rekonstruksi data B.

A

A B

Pusat Sains Antariksa mengirimkan sebuah tim yang berisikan dua orang peneliti untuk melakukan pengamatan fotometri korona saat gerhana matahari total 9 Maret 2016. Pengamatan dilaksanakan di Maba, Halmahera Timur karena daerah tersebut mengalami totalitas yang cukup lama sekitar 3 menit 17 detik serta prakiraan cuaca yang cukup cerah.

Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan untuk memper-oleh fase dan amplitudo aktivitas matahari dengan menggu-nakan data pengamatan white-light saat terjadi Gerhana Ma-tahari Total. Instrumen yang digunakan untuk pengamatan GMT 2016 adalah dua teleskop optik yang berbeda tetapi di-pasang dalam satu sistem mounting (penyangga).

Mounting tersebut mendukung untuk menempatkan dua te-leskop secara simultan dalam melakukan pengamatan. Sistem ini mampu beroperasi dengan tidak menggunakan jaringan listrik PLN dan hanya menggunakan baterai. Hal ini dimak-sudkan untuk mengantisipasi ketiadaan listrik di lokasi pe- ngamatan karena daerah Maba hanya dialiri listrik pada malam hari saja.

Pengamatan matahari dilaksanakan di lapangan pendopo Kabupaten Halmahera Timur. Saat pelaksanaan pengamatan GMT pada 9 Maret 2016 kondisi langit berawan tebal. Keti-ka Matahari telah tertutup Bulan 40 persen, awan masih tebal menutupi langit.

Dalam proses menuju totalitas, sempat turun hujan yang kemudian berhenti menjelang totalitas tetapi kondisi la- ngit masih sangat berawan. Pengamatan dilanjutkan dengan kondisi berawan tebal saat menjelang totalitas. Meskipun de-mikian, akuisisi data tetap dilakukan saat awan tidak terlalu mengganggu pengamatan. Berikut adalah hasil potret citra korona menggunakan kamera CCD QHY.

Citra korona saat totalitas yang dipotret meng-gunakan CCD QHY.

Citra korona matahari yang diliputi beberapa lidah api, dipotret dengan kamera DSLR.

ionosfer dalam lintasan tersebut. Hal ini juga akan mempengaruhi medan geomagnet. Untuk itu, fenome-na GMT merupakan saat yang baik untuk meneliti me- ngenai gangguan geomagnet yang bersumber dari luar Bumi.

Sinar matahari yang menuju bumi terhalang oleh bulan, hal ini akan mengakibatkan proses radiasi atau ionisasi di lapisan ionosfer mengalami penurunan. Dengan turunnya proses ionisasi maka arus di ionosfer mengalami perubahan. Perubahan arus ini dapat mem-pengaruhi variasi harian geomagnet.

Variasi geomagnet menggambarkan luktuasi med-an geomagnet khususnya variasi hari tenmed-ang. Flutuasi tersebut banyak dipengaruhi oleh proses pemanasan dan ionisasi di lapisan ionosfer. Pada saat berlangsun-gnya gerhana matahari total, proses ionisasi akan men-galami gangguan.

Gerhana matahari mengubah proses ionosfer lapisan E dan sebagai hasilnya mempengaruhi variasi harian geomagnet atau variasi hari tenang, yang berasal teruta-ma dalam ionosfer. Hal ini terjadi karena sifat ionosfer yang erat kaitannya dengan radiasi matahari. Hal ini diperkirakan karena tertutupnya sinar matahari selama gerhana.

Efek terhadap ionosfer selama gerhana matahari ter-gantung pada beberapa faktor seperti tingkat aktivitas matahari dan tingkat gangguan geomagnet. Hasilnya yaitu ditemukan anomali positif di komponen Y (Timur-Barat) dan penurunan komponen X (horizontal).

Penelitian geomagnet tersebut dilaksanakan pada 5

hingga 10 Maret 2016. Peralatan yang digunakan untuk pengamatan geomagnet di Ternate ini berupa luxgate magnetometer Magson. Memiliki akurasi 0,1 nanotes-la, alat ini dioperasikan dalam frekuensi 1 Hz. Alat ini mengukur komponen magnet yaitu komponen H (ho- rizontal), D (deklinasi) dan Z (vertikal) serta F (total). Lokasi pengamatan yang dipilih berada di lingkungan Stasiun meteorologi Kelas I Babullah Ternate, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geoisika (BMKG) (0° 49’ 45,20” LU dan 127° 22’ 54,00” BT).

Hasil perekaman data geomagnet yang dilaku-kan menunjukdilaku-kan adanya kelainan data variasi yang didapat. Dari gambar komponen H biasanya variasinya secara berangsur naik hingga tengah hari waktu lokal. Sesuai dengan dugaan awal bahwa peristiwa gerhana matahari total akan berdampak terhadap variasi harian geomagnet. Variasi harian geomagnet terganggu sekitar 5 nT.

Plot variasi komponen medan magnet Bumi pada hari gerhana matahari 9 Maret 2016.

G

MT ternyata juga mempengaruhi kondisi lapisan ionosfer. Hal tersebut diperoleh dari penelitian riset yang dilakukan LAPAN di pada 9 Maret 2016 untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada lapisan tersebut akibat penutupan lapisan ionosfer oleh bayan-gan bulan.

Pengamatan ionosfer di lakukan di Balai Penjeja-kan dan Kendali Wahana Antariksa Biak, Manado, dan Pontianak. Ketiga lokasi ini dipilih untuk membanding-kan kondisi atmosfer di wilayah yang mengalami GMT dan yang tidak. Pengamatan di stasiun Biak dan Ponti-anak dilakukan menggunakan ionosonda tipe Canadian Advanced Digital Ionosonde) (CADI). Pengamatan di Manado menggunakan GISTM GPS Ionospheric Scin-tillation and TEC Monitor (GISTIM). Sementara itu, komunikasi radio otomatis digunakan untuk sirkit ko-munikasi Biak-Manado.

Hasil pengamatan ionosfer yang telah dilakukan menujukkan bahwa pada saat GMT lapisan ionosfer yang tertutup oleh bayangan bulan mengakibatkan penurunan ionisasi di lapisan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari penurunan kerapatan elektron maksimum lapisan ionosfer di atas Biak dan penurunan kandungan elektron total atau Total Electron Content (TEC) ha-sil pengamatan GISTM di stasiun Manado. Selain itu, GMT juga menyebabkan penurunan kerapatan elektron di lapisan D pada ketinggian sekitar 60 km yang me- ngakibatkan kenaikan kuat signal komunikasi digitas antara Biak dan Manado.

Beberapa saat setelah totalitas, terjadi penurunan tajam kerapatan elektron maksimum lapisan F2 di atas Biak.

Manado.

Penguatan sinyal ko-munikasi Biak-Mana-do sebagai indikasi penurunan lapisan D ionosfer.

P

usat Studi Astronomi (Pastron) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada fenomena Gerhana Mataha-ri 2016 ini membentuk tim khusus yang disebut de- ngan Tim Gerhana (TIGER). TIGER ini beranggotakan dosen dan mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu yang bahu membahu mengabarkan liputan kegelapan ke seluruh pelosok nusantara. TIGER terdiri atas TIGER

Yogyakarta yang bertugas di Yogyakarta dan TIGER Ternate yang bertugas di Ternate.

Tim ini juga melaksanakan penelitian tentang ting-kat kecerlangan langit dan perilaku hewan. Pengamatan perilaku fauna dilakukan terhadap ternak di Ternate dengan menggunakan kamera. Hasil penelitian masih dikaji lebih lanjut.

Meski berawan, pengamatan Maba tetap berikan hasil

Mengamati fauna. Para mahasiswa dari Pusat Studi Astronomi Univer-sitas Ahmad Dahlan tengah me ngamati perilaku ikan di kolam mi-lik warga setempat saat terjadinya gerhana matahari.

Gelap dan bunyi jangkrik. Jangkrik merupakan salah satu spesies serangga yang aktivitasnya terpengaruh oleh keberadaan gerhana. Pen-gamatan tim LangitSelatan di Maba menunjuk-kan bahwa kawanan jangkrik yang berada di sekitar lokasi pengamatan berbunyi sangat ken-cang saat totalitas gerhana terjadi dan langit menjadi gelap, seperti layaknya mereka bersu-ara di malam hari.

Dokumen terkait