• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Eclipse Gerhana Matahari Total Catatan Peristiwa 9 Maret 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Eclipse Gerhana Matahari Total Catatan Peristiwa 9 Maret 2016"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

Sambutan Ketua Panitia Nasional Gerhana Matahari

Prolog

Bab 1. Gerhana dan Peradaban Manusia

Bab 2. Menanti Sang Gerhana di Kathulistiwa

Bab 3. Lokasi Pengamatan dan Peristiwa

Jembatan Ampera, Palembang

Pantai Tanjung Kelayang, Belitung

Palangkaraya, Kalimantan Tengah

Parigi Moutong, Sulawesi Tengah

Palu, Sulawesi Tengah

Poso, Sulawesi Tengah

Ternate, Maluku Utara

Maba, Halmahera

Gerhana Matahari Sebagian

Hasil Penelitian

Bab 4. Berbagi Euforia Menyambut Gerhana

Tautan Liputan Media di Website LAPAN

Ucapan Terima Kasih

Tim Penyusun Buku dan Kontributor

(5)

Redaktur Pelaksana

Mega Mardita, M.Si (Kepala Subbagian Publikasi dan Layanan Informasi Publik LAPAN)

The Eclipse - Gerhana Matahari Total: Catatan Peristiwa 9 Maret 2016

diterbitkan oleh:

Biro Kerjasama, Humas, dan Umum

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jalan Pemuda Persil No. 1, Jakarta 13220

Telepon (021) 4892802 Fax. 4892815 www.lapan.go.id

Anggota Redaksi:

Drs. Syaikhun Hadisaputra, MM (LAPAN) Zakaria, S.Sos (LAPAN)

Sigid Nur Tito Ahmad, S.Sn (LAPAN)

Penyunting

Shaka Mahottama (Talemaker Communications)

Penata Letak

Damara Prasetyo (Talemaker Communications)

(6)

SAMBUTAN KEPALA LAPAN

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, LAPAN telah memberikan sumbangsihnya kepada negara, masyarakat, dan bangsa Indonesia. Sumbangsih ini berupa edukasi publik dalam rangka Gerhana Matahari Total (GMT) 2016 pda 9 Maret 2016. GMT 2016 sangat menarik perhatian publik. Hal ini dise-babkan, peristiwa astronomi ini merupakan fenomena alam yang langka. Inilah yang melatarbelakangi penyusunan buku The Eclipse - Gerhana Matahari Total: Catatan Peristiwa 9 Maret 2016, yang bertujuan untuk mendokumentasikan peristiwa tersebut.

Kali ini, GMT melintasi 11 provinsi di wilayah Indonesia. Media dan masyarakat menghadapi peristiwa ini dengan penuh antusias. Kelompok astronom amatir, maha-siswa dan dosen perguruan tinggi menyiapkan berbagai kombinasi penelitian dalam berbagai tingkatan dengan kegiatan pendidikan publik. Bahkan, fenomena ini juga menjadi perhatian bagi wisatawan domestik dan luar negexri sehingga memberikan efek positif tehadap pariwisata nasional.

Pada akhirnya, GMT tersebut telah berdampak baik pada peningkatan pemahaman dan pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap fenomena itu. Hal ini tentunya sa-ngat berbeda dengan sambutan fenomena yang sama pada 1983. Kala itu, masyarakat merasa ketakutan sehingga sedikit yang menikmati gerhana.

Buku ini diharapkan menjadi catatan sejarah pengamatan gerhana Matahari di In-donesia. Saya berharap pula buku ini dapat menjadi wahana edukasi bagi ilmu penge-tahuan dan teknologi antariksa, khususnya terkait astronomi.

Wassalam

Jakarta, Agustus 2016 Kepala LAPAN

Prof. Dr. Thomas Djamaluddin

(7)

(GMT) 2016 telah berlangsung di Indonesia pada Rabu, 9 Maret 2016, dimana peristi-wa astronomi yang langka ini juga telah dijadikan sebagai ajang penelitian keantarik-saan di LAPAN. Persitiwa GMT telah disaksikan oleh jutaan umat manusia baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri sendiri.

Dalam kesempatan ini Kedeputian Bidang Sains Antariksa dan Atmosfer LAPAN bertindak selaku tuan rumah kepanitiaan nasional. Peristiwa ini menjadi momen yang sangat penting untuk mengembangkan hasil penelitian di LAPAN. Momen tersebut sekaligus dapat diajadikan tonggak yang bersejarah bagi peneliti LAPAN.

Selain pengamatan GMT, LAPAN juga melaksanakan pengamatan Gerhana Mataha-ri Sebagian (GMS). Di Kantor LAPAN Bandung juga dilaksanakan streaming pe-ngamatan GMT dari berbagai wilayah di Indonesia pada pukul 06.10 hingga 08.32 WIB.

Momentum GMT 2016 juga sebagai sumber pengetahuan, pengalaman, dan wa-wasan tentang pengamatan gerhana matahari. Selain memperkenalkan LAPAN, peristiwa ini juga sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat, terutama da-lam meningkatkan pemahaman mengenai fenomena ini. Terkait hal tersebut, maka LAPAN mendokumentasikan GMT sejak mulai proses perencanaan, hitungan mun-dur, dan pengamatan langsung di lapangan serta hasil penelitian ilmiah Gerhana Ma-tahari Total (GMT) 2016 dalam buku The Eclipse - Gerhana Matahari Total: Catatan Peristiwa 9 Maret 2016.

Kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan media massa dalam dan luar negeri, juga seluruh komponen Panitia Nasional Gerhana Matahari yang telah ikut menyukseskan agenda nasional dalam menyambut peristiwa Gerhana Matahari Total dan Sebagian tahun 2016, dan ikut serta berkontribusi dalam penyusunan materi do-kumentasi ini.

Dokumentasi ini diharapkan dapat berfungsi sebagai catatan sejarah pengamatan ilmiah. Buku ini sekaligus dapat digunakan untuk proses pendidikan dan pembelajaran ilmiah bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Indonesia. Kami berharap, buku ini dapat disosialisasikan secara berkelanjutan. Tentunya, dokumen ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan yang ada.

Wassalam.

Jakarta, Agustus 2016

Ketua Panitia Nasional Gerhana Matahari

Dra. Clara Yono Yatini, M.Sc

(8)

A

stronomi seperti halnya ilmu pengeta-huan alam lainnya yang serumpun yakni Fisika, Kimia dan Biologi (sedang Matemati-ka adalah ‘Queen of Science’) memiliki satu karakter yang unik yakni predictive power. Melalui metodologi sains yang mendasari pengamatan astronomis, astronom menjelas-kan secara ilmiah serta memprediksi dengan intuisi dan logika, fenomena alam yang akan terjadi berdasarkan telaah seksama terhadap periodisitasnya.

Metode ini mengandalkan kedisiplinan pengumpulan dan rasionalitas yang tinggi terhadap data dan menjadi landasan empi- risme dalam dunia deduksi-induksi dalam sains. Kemampuan prediksi ini dibuktikan dengan begitu cermatnya penentuan wak-tu gerhana matahari total hingga jangkauan sepersepuluh detik.

Akan tetapi dalam sejarahnya, Astronomi sebagai sains tertua didekati melalui ber- bagai jalur. Manusia sebagai mahluk be-rakal memiliki khazanah yang luas dalam menafsirkan berbagai fenomena alam. Oleh karena itulah peradaban manusia me- nyaksikan berbagai asimilasi antara aspek kultural dengan ilmiah dalam mempelajari fenomena alam yang astronomis.

Berbagai mitos sekitar peristiwa alam seperti kemunculan komet dan gerhana ma-tahari maupun gerhana bulan pun muncul sebagai akibat perkembangan kebudayaan

PROLOG

(9)

Salah satu contoh yang paling mendekati topik ini adalah saat kehadiran peristiwa gerhana ma-tahari total 11 Juni 1983 di Indonesia. Fenomena gerhana ini disambut dengan bersembunyinya se-bagian besar penduduk Indonesia di rumah-rumah. Suasana di pedesaan dilaporkan sepi mencekam karena patroli tentara dan polisi mencegah pen-duduk keluar rumah. Banyak penpen-duduk yang me-nutup ventilasi di rumahnya dengan menggunakan tikar. Ini bertujuan agar ibu hamil tidak terpapar cahaya matahari dan melahirkan bayi-bayi yang “belang”. Contoh dari sebuah pemikiran mitikal yang tidak berbasis pada sains.

Lalu, apakah gerhana matahari atau pun bulan merupakan petanda bencana alam? Zaman telah menjawab bahwa tidak ada korelasi positif di an-tara keduanya. Namun, manusia cenderung mem-percayai dan memperdebatkan ide mitikal secara berulang dari waktu ke waktu. Sikap ini menun-jukkan bahwa diperlukan upaya yang keras lagi untuk meningkatkan taraf science literacy di ma- syarakat.

Kini, setelah 33 tahun berlalu, masyarakat In-donesia dihadapkan pada suatu fenomena yang sama tapi dengan jejak dan kala totalitas yang ber-beda namun spektakuler karena gerhana matahari total melintasi 11 provinsi yang merentang dari

gerhana yang sempat menjadi komoditas bernilai tinggi di pasaran. Para pelajar dengan antusias mencari informasi dan ilmu pengetahuan hingga melakuka penelitian dasar mengenai gerhana ma-tahari. Situasi yang sangat berbeda dibandingkan tahun 1983.

Keindahan fenomena ini juga menjadikan pe- ngalaman wisata yang tak terlupakan oleh wisa-tawan asing maupun domestik yang datang ke lokasi-lokasi pengamatan bersama. Para warga dan wisatawan dari berbagai tempat dan kalangan berbaur untuk bersasama melihat gerhana ma-tahari.

Antusiasme seperti ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia telah selangkah lebih maju dalam menyikapi fenomena ini dan mulai mene- rima sains dan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari pemahaman terhadap dunia dan semesta.

Meski tentunya kampanye science literacy

tetap diperlukan dan dilakukan secara konsisten, berbagai reaksi positif media dan publik terhadap gerhana tahun 2016 ini menunjukkan bahwa ma- syarakat Indonesia tengah berada di jalur yang be-nar dalam menerima sains dan ilmu pengetahuan. (Sumber: intisari wawancara Hakim Luthi Mala-san oleh Liputan 6)

(10)

Gerhana

dan

Peradaban

Manusia

Sepanjang sejarah manusia, gerhana matahari bukanlah

(11)
(12)

Gerhana, sebuah mitos dan legenda

G

erhana matahari sejak dahulu me- rupakan misteri bagi manusia. Se-buah fenomena yang sepanjang sejarah ditunjukkan dalam berbagai ekspresi: ketakutan, kekaguman, pemujaan, hing- ga keingintahuan. Dari mitos, legenda, hingga catatan akademik, setiap pera daban dan zaman memiliki reaksi yang berbeda dalam menghadapi gerhana ma-tahari. Meski demikian, dapat dikatakan seluruhnya memiliki pendapat yang sama bahwa itu merupakan fenomena semesta yang istimewa. Gerhana menarik perha-tian manusia sejak masa lampau. Sejati nya merupakan spesies yang berpikir dan

ingin tahu, manusia memandang gerhana sebagai peristiwa yang harus dicari tahu penyebab dan maknanya. Pemikiran ma-nusia dalam menginterpretasikan gerhana mengikuti norma religi, kepercayaan, dan komunitas di masa ia berada. Seringkali, interpretasi itu menjadi awal dari mitos gerhana matahari. Harus diakui memang, dalam banyak mitos di seluruh dunia ger-hana seringkali diasosiasikan peringatan akan munculnya musibah.

Pandangan ini juga terjadi di masa Kekaisaran Tiongkok Kuno, pada dinas-ti apapun. Posisi astronom kekaisaran merupakan jabatan dengan prestise yang sangat tinggi, dan bertugas menganalisis pergerakan benda-benda langit (antariksa) untuk menentukan berbagai macam hal, dari masa tanam dan panen, hingga hari-hari baik untuk mengadakan upacara ritu-al. Gerhana matahari umumnya dianggap sebagai peringatan akan ancaman bahaya, dan pihak kekaisaran biasanya mengada-kan upacara ritual persembahan untuk me-nenangkan amarah para dewa. Kegagalan memprediksi gerhana matahari merupakan kejahatan berat dengan ancaman hukuman mati.

Masyarakat Yunani Kuno juga demiki-an. Gerhana matahari juga merupakan pe- ringatan bencana. Matahari yang dianggap sebagai simbol dan panduan untuk sesuatu yang stabil, cerah, dan kekal, seketika menjadi gelap dan menghilang. Gangguan terhadap kestabilan sebagai sebuah

sim-Gerhana dan Peradaban Manusia

(13)

bol inilah yang menjadi interpretasi masyarakat Yunani Kuno terhadap gerhana matahari.

Beberapa budaya dan peradaban lain bahkan memiliki interpretasi bahwa matahari sedang diserang oleh entitas-entitas tertentu untuk memakannya. Di Vietnam, pelaku- nya adalah kodok raksasa. Menurut kepercayaan Korea di masa lam-pau, gerhana matahari menunjuk-kan bahwa matahari tengah dis-erang oleh anjing ganas raksasa. Ini hampir mirip dengan budaya Viking Nordik, namun anjing di-ganti dengan serigala angkasa. Bagi masyarakat tradisional Serra-no di California, gerhana matahari merupakan kejadian di mana arwah orang-orang yang sudah meninggal berkumpul dan bersama-sama

men-coba memakan matahari.

Indonesia juga memiliki mitos unik mengenai gerhana, dan ben-tuknya tergantung suku dan ma- syarakatnya. Suku Da’a di Sigi, misalnya, mengadakan ritual khu-sus yang dimaksudkan untuk me-lindungi penduduk di muka bumi dari hal-hal yang tidak diinginkan saat terjadi gerhana. Sementara itu umat Islam di Indonesia, seperti di belahan dunia lainnya, mengadakan salat gerhana sebagai ibadah dan ekspresi kekaguman terhadap cipta-an Tuhcipta-an.

Berdasarkan mitos Hindu dan pewayangan, gerhana matahari ter-jadi akibat Raksasa Kala yang te- ngah marah dan menelan matahari (dan juga bulan untuk kasus ger-hana bulan). Namun karena kepala

Kala sudah terlepas dari tubuhnya, maka matahari langsung keluar kembali melalui kerongkongannya. Inilah yang menyebabkan gerhana matahari total hanya berlangsung beberapa menit saja sebelum cahaya kembali bersinar.

ketakutan dan bersujud ke arah gerhana. Masyarakat Tiongkok memiliki sejarah panjang yang terkait dengan gerhana matahari. Gerha-na merupakan perwujudan dari sebuah peringatan akan adanya bahaya. Seiring de-ngan perkembade-ngan zaman, kaum intelektual Tiongkok mulai meneliti gerhana dari sudut pandang sains. Namun, bagi rakyat jelata, pemikiran bahwa gerhana merupakan tanda dari bencana masih sulit dihilangkan.

(14)

Ekspedisi mengejar gerhana

Perkembangan zaman perlahan mengubah paradigma, yang sebelumnya mengede-pankan bahwa gerhana adalah fenomena gaib dan berada di luar daya pikir manusia. Kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan pola pikir membuat manusia memper-tanyakan apa penyebab gerhana matahari, dampaknya, serta apa yang bisa dipelajari dari terjadinya gerhana.

Meskipun pengamatan dan ralaman gerhana telah terjadi dari masa kuno (ter-catat pertama kali dalam teks kuno Assyr-ia pada 763 SM, juga catatan-catatan masa kekaisaran Tiongkok kuno), pengamatan teleskopik gerhana matahari pertama kali tercatat pada tahun 1706 di Perancis.

As-tronom Inggris Edmund Halley kemudian juga mengamati gerhana sembilan tahun kemudian. Lebih dari satu abad kemudian, tepatnya di tahun 1851, gerhana matahari untuk pertama kalinya diabadikan dalam bentuk foto. Semenjak itu, penelitian men-genai gerhana matahari mulai giat dilaku-kan di berbagai negara.

Bahkan, saat terjadinya gerhana ma-tahari yang lintasannya melewati Siam (Thailand) pada tahun 1868, Raja Mong- kut yang legendaris memimpin sendiri ekspedisi untuk mengamati gerhana terse-but. Ini membuktikan pentingnya posisi fenomena gerhana matahari sebagai sub-jek dan prestise dunia penelitian dan aka-demik waktu itu.

Sang Raja yang pro-gresif. Raja Siam, Mongkut, dikenal sebagai sosok yang progresif. Saat ter-jadinya gerhana matahari tahun 1868, sang raja sendirilah yang memimpin eks- pedisi pengamatan gerhana. Dikenal juga sebagai pegiat sains, Raja Mongkut bahkan mampu de-ngan tepat mempre-diksi lamanya fase gerhana total terse-but dua tahun sebe- lumnya.

(15)

Ekspedisi sekaligus penelitian besar di abad ke-20 mengenai gerhana mataha-ri total yang termahsyur dipimpin oleh astronom berkebangsaan Inggris, Arthur Eddington, pada tanggal 29 Mei 1919. Ekspedisi Eddington juga berhasil mem-buktikan teori relativitas Albert Einstein mengenai pembelokan ruang dan waktu akibat gravitasi.

Di wilayah Indonesia sendiri (atau Hin-dia-Belanda waktu itu), ekspedisi pertama di abad ke-20 dipimpin oleh duet astronom dari Amerika Serikat, Charles D. Perrine dan R.H. Curtiss. Keduanya mengunjungi Sumatra untuk mengamati dan meneliti gerhana matahari total. Tidak hanya mer-eka, beberapa peneliti lain dan bahkan

wisatawan dari negara-negara Eropa juga datang ke Hindia-Belanda untuk men-yaksikan fenomena tersebut.

Tujuan utama para peneliti tersebut adalah Kota Padang, Bukittinggi, dan Sawahlunto. Meskipun pada saat itu lin-tasan gerhana juga melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, Sumatra dianggap sebagai destinasi yang lebih aman. Fase gerhana total pada tahun 1919 berlangsung cukup lama,6 menit 27 detik. Persiapan para astronom dan peneliti itu untuk men-yaksikan gerhana di tanah Hindia-Belanda sendiri berlangsung selama enam pekan.

Ekspedisi masa lalu. Se-menjak gerhana matahari dapat diabadikan dengan

fotograi, para astronom

dan ilmuwan di berbagai negara berlomba-lomba untuk melakukan ekspedisi gerhana. Dengan sokongan dana dari berbagai macam sumber, umumnya institusi akademik, ekspedisi dilaku-kan dengan melakudilaku-kan perjalanan ke luar benua Eropa atau Amerika Serikat. Amerika Latin, India, dan Asia Tenggara biasanya menjadi tempat pilihan bagi para ilmuwan itu. Berbeda dengan saat ini di mana perjalanan bisa mudah dilakukan, pada masa lalu perjalanan menuju tempat tujuan bisa memakan waktu berminggu-minggu dengan masa tinggal saat penelitian di lokasi bisa mencapai sete-ngah tahun bahkan lebih.

Saat kehadiran peristi-wa gerhana matahari total 11 Juni 1983 yang

disambut dengan sembunyinya sebagian

besar penduduk Indo-nesia di rumah-rumah,

ditutupnya ventilasi dengan menggunakan

tikar agar ibu hamil tidak terpapar cahaya

matahari dan mela-hirkan bayi-bayi yang

“belang”.

(16)

Menanti

Sang Gerhana

di Khatulistiwa

(17)

Khatulistiwa

S

ebelum terjadinya Gerhana Matahari Total (GMT) 9 Maret 2016, wilayah In-donesia sebelumnya pernah mengala-mi lima kali lintasan GMT yang tercatat sejak masa kemerdekaan. Menariknya, gerhana matahari seringkali diasosi-asikan dengan mitos sebagai penye-bab kebutaan.

Isu ini begitu dominan sehingga pada saat terjadinya GMT pada tahun 1983, pemerintah Indonesia melarang warga untuk melihat peristiwa gerhana secara langsung. Beberapa daerah bahkan membunyikan sirine tanda bahaya dan meminta warga untuk tetap berada di dalam rumah. Terlepas dari kontroversi mengenai penyebab pelarangan, yang pasti mitos penyebab kebutaan secara langsung tidaklah benar.

Seiring dengan perkembangan tek- nologi dan arus informasi, mitos me- ngenai dampak negatif gerhana ma-tahari mulai berkurang. Namun, masih ditemukan banyak pertanyaan me- ngenai gerhana matahari yang diaju-kan oleh masyarakat. Menyongsong GMT tahun 2016, LAPAN melakukan be-berapa langkah sosialisasi dan persia-pan bagi masyarakat dan para peneliti untuk menyambut gerhana matahari.

(18)

Menanti Sang Gerhana di Khatulistiwa

Sosialisasi gerhana matahari dan kacamata gerhana

Suku Togutil me-makai kacama-ta khusus untuk melihat proses gerhana.

P

ertanyaan yang muncul dari masyarakat umumnya terkait dengan proses pengamatan gerhana secara langsung. Apakah melihat gerhana dengan mata tel-anjang itu berbahaya? Apa efeknya? Bagaimana cara mengamati gerhana dengan aman?

Gerhana matahari memang memiliki efek negat-if apabila dilihat dengan mata telanjang dalam waktu lama, sama dengan cahaya matahari pada saat normal, karena dapat membebani kerja retina. Ketika fase GMT terjadi, pupil mata membesar untuk menangkap cahaya sebanyak mungkin karena suasana yang gelap. Tetapi ketika fase total berakhir dan bulan mulai bergeser, cahaya matahari akan terang kembali dan cahaya yang muncul berdampak negatif bagi retina. Namun, cahaya matahari saat gerhana tidak mengakibatkan kebutaan secara langsung di tempat. Untuk melihat gerhana

ma-tahari secara aman, dibutuhkan perlengkapan khusus. Salah satu cara teraman untuk melihat langsung ger-hana matahari adalah menggunakan kacamata gerger-hana, kacamata yang dalam konstruksinya memiliki ilter berupa ilm yang mampu menyaring cahaya matahari yang masuk ke mata. Yang membedakannya dengan ka-camata hitam atau kaka-camata ilm biasa adalah kemam-puan penyaringannya yang bisa mencapai sepersepuluh ribu dari cahaya yang masuk ke bumi (dibandingkan kacamata hitam yang hanya menyaring maksimal hing-ga seperseribu).

Terdapat cukup banyak varian instrumen lain un-tuk melihat gerhana matahari, mulai dari kacamata las industri hingga menggunakan kardus yang dilubangi. Prinsipnya tetap sama, yaitu memenuhi standar untuk secara intensif menyaring cahaya yang masuk ke retina.

Gerhana di pedalaman. Suku Togutil merupakan masyarakat yang tinggal di pedalaman hutan Halmahera Utara. Hidup dengan cara berpindah-pindah, masyarakat ini hidup dengan cara mengandalkan hasil hutan dan belum mengenal huruf meski sudah mengenal peradaban di luar sukunya. Suku Togutil yang tinggal di pedalaman Halmahera Utara juga tidak lepas dari tradisi yang berkenaan dengan gerhana matahari. Mereka masih menganut tradisi bahwa memukulkan alat-alat kayu hingga menciptakan suara lantang dapat mencegah nasib buruk atau kesialan dari menghinggapi anggota suku dikarenakan gerhana matahari. Kru CNN Indonesia memproduksi dokumenter yang mengangkat kehidupan suku Togutil dan tradisi mereka saat terjadi gerhana

matahari. Dalam ilm dokumenter tersebut, suku Togutil akhirnya dapat melihat gerhana secara langsung dengan bantuan

(19)

Informasi inilah yang harus disosialisasikan LAPAN kepada masyarakat.

Memahami pentingnya generasi muda sebagai stakehold-er ilmu pengetahuan dan kebijakan di masa depan, LAPAN mengajak para pelajar untuk mempelajari gerhana matahari dengan lebih mendalam. Sosialisasi ini dilakukan baik den-gan mengundang perwakilan pelajar ke fasilitas LAPAN di berbagai kota, ataupun mendatangi sekolah-sekolah dan tem-pat belajar para siswa. Para siswa diberikan pengetahuan me- ngenai gerhana matahari dan peristiwa antariksa lainnya, serta cara-cara menggunakan berbagai media dan perlengkapan un-tuk memantau gerhana matahari secara langsung.

Dalam hal sosialisasi, LAPAN memboyong fasilitas Pla- netarium Mini untuk dapat dinikmati oleh para siswa serta ma-syarakat yang penasaran mengenai tata surya dan antariksa. Ini tentunya disertai juga dengan pemberian pengetahuan tentang gerhana matahari dan juga cara penggunaan instrumen se- perti bandul, thermometer, hygrometer, sampai kamera lubang jarum yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian dasar saat terjadinya gerhana matahari. Berbagai permainan

siswa di SMA Xaverius Palembang, SMK 1 Maba, SMPN 2 Parigi Moutong, SD dan SMP YPP 1 Surabaya, serta perwakilan dari sekolah- sekolah di Ternate, Sumedang, Palangkaraya, Pontianak, dan Bandung.

LAPAN juga memproduksi ratusan kacama-ta gerhana untuk dibagikan kepada masyarakat yang ingin menonton langsung gerhana matahari di tempat pengamatan. Produksi kacamata ger-hana ini juga dilakukan oleh pemerintah-pemer-intah daerah setempat.

LAPAN juga mengambil langkah inisiatif un-tuk masuk ke pusat-pusat perbelanjaan sebagai salah satu bentuk outreach kepada masyarakat. Hal ini direalisasikan dalam bentuk temu wicara atau talkshow mengenai gerhana matahari total yang diselenggarakan di Palembang Indah Mall. Dengan peneliti LAPAN, budayawan, dan peja-bat pendidikan setempat yang menjadi narasum-ber, acara ini mengupas dengan dalam fenomena gerhana matahari baik dari kacamata sains dan budaya atau kelembagaan masyarakat. Dalam

Sosialisai 8 Maret 2016 - Palembang

ke pohon beringin).

Sosialisasi di segala lini. Gerhana matahari 9 Maret 2016 merupakan fenomena cukup langka yang ti-dak sering terjadi, maka LAPAN se-bagai lembaga penelitian antariksa melakukan sosialisasi gerhana di segala lini, dari para pelajar di seko-lah dasar hingga para pejabat pe-merintahan. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan informasi yang benar mengenai fenomena gerha-na matahari hingga berkoordigerha-nasi untuk menyukseskan acara-acara pengamatan gerhana matahari di berbagai lokasi di Indonesia. ( Foto : Dok. LAPAN)

(20)

Belajar gerhana itu menyenangkan. Seorang siswi sekolah dasar di SMPN 1 Bangil, Pasuruan tampak tersenyum lebar saat melakukan simulasi pemakaian kacamata gerhana,

se-bisa memfasilitasi para pelajar yang ingin menonton simulasi fenomena antariksa sama baiknya dengan planetarium perma-nen. Ini merupakan langkah inovatif LAPAN dalam rangka mendekatkan diri dengan para pelajar serta bentuk outreach, memberikan pengalaman kepada masyarakat untuk mera-sakan sensasi simulasi planetarium yang belum tentu ada di setiap kota di Indonesia.

Selain itu, para personel LAPAN juga giat dalam menjelas-kan fenomena gerhana kepada media massa dan para jurnalis. Media massa baik cetak, elektronik, maupun digital, berfung-si untuk menyampaikan informaberfung-si dan agenda dari LAPAN. Jangkauan media yang luas merupakan salah satu kunci dari keberhasilan membangun antusiasme masyarakat yang begitu besar di seluruh wilayah Indonesia untuk menyaksikan GMT serta memadamkan mitos negatif yang selama ini melekat pada fenomena gerhana.

Sosialisasi mengenai gerhana sendiri juga dilaku-kan melalui media baru dan internet. Laman mayantara LAPAN (www.lapan.go.id) dilengkapi dengan sublaman dan dokumen-dokumen khusus yang membahas gerhana matahari. Pengetahuan dan informasi lain mengenai gerhana juga dapat dilihat di laman gerhana.info, yang dikelola oleh tim Langit-Selatan. Media sosial seperti Facebook dan Twitter juga digu-nakan untuk memberikan informasi-informasi terbaru terkait dengan persiapan pengamatan gerhana.

(21)
(22)

LAPAN goes to mall.

Acara talkshow sekaligus sosialisasi mengenai gerhana matahari total yang dilakukan oleh LA-PAN di Palembang Indah Mall, 8 Maret 2016. Acara yang di-hadiri oleh lebih dari 300 undangan dan dipandu langsung oleh TVRI Sumsel ini menghadirkan para peneliti LAPAN, bu-dayawan dan peja-bat pendidikan Su-matera Selatan.

Foto : Dok. LAPAN

(23)

tenda besar yang diisi perlengkapan sains an-tariksa, fasilitas ini menjadi favorit bagi para pelajar karena pengalaman unik yang mereka dapatkan saat memasukinya. Dengan posisi tubuh berbaring, mereka dapat melihat simu-lasi fenomena-fenomena antariksa yang tidak kalah kualitasnya dengan planetarium sung- guhan. Terkait dengan momen gerhana, maka pada acara sosialisasi di Palembang simulasi yang diputar juga didominasi oleh fenomena gerhana matahari.

(24)

Palembang

Kegiatan sosialisasi LAPAN mengenai gerhana matahari di Palembang berlangsung di berbagai tempat, dari lingkun-gan sekolah, media massa, hingga pusat perbelanjaan. Berbeda dengan beberapa wilayah lain di mana sosialisasi secara lokal paling gencar dilakukan pada tanggal 8 Ma-ret 2016, kegiatan di Palembang berjalan selama beberapa waktu.

Kuliah umum mengenai gerhana matahari dilakukan di Kam-pus Universitas Bina Darma. Kegiatan sosialiasi juga masuk ke pusat perbelanjaan, dengan diadakannya talkshow menge-nai gerhana di Palembang Indah Mall. Selain itu, beberapa personel LAPAN juga diundang oleh media setempat untuk diwawancarai terkait peristiwa gerhana Maret 2016.

Puncak acara sosialisasi bertempat di UPTD Graha Teknolo-gi Sriwijaya. Acara ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa dan pelajar dari berbagai institusi pendidikan di Palembang. Se-lain penyampaian pengetahuan mengenai gerhana, kegia-tan lain seperti workshop pembuakegia-tan kacamata gerhana hingga simulasi fenomena antariksa dengan menggunakan planetarium mini LAPAN dilakukan di acara ini.

(25)

Foto : Dok. LAPAN Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

(26)

Kadis Pendidikan Sumatera Selatan dan Kabag Humas LAPAN menunjukkan ka-camata gerhana dan teleskop yang akan digunakan untuk pengamatan di Jembatan Ampera.

(27)

Membuat kacama-ta gerhana. Para siswa di Palembang mendapatkan kesem-patan untuk mengikuti workshop pembuatan kacamata gerhana. Dalam acara itu, me- reka mendapatkan keasyikan tersendiri dalam membuat ka-camata di bawah bimbingan para nara-sumber.

Foto : Dok. LAPAN

Peneliti LAPAN mem-peragakan bagaimana mengamati gerhana ma-tahari dengan menggu-nakan metode yang se-derhana dengan sistem lubang jarum kepada awak media massa. Se-lain lubang jarum, kaca-mata gerhana, teleskop, dan peralatan lainnya juga disiapkan untuk acara pengamatan ger-hana di Jembatan Am-pera, Palembang. Satu unit teleskop bahkan dipinjamkan kepada kru media untuk membantu liputan.

(28)

Palangkaraya

Sosialisasi di Palangkaraya diseleng-garakan oleh Tim Gerhana Matahari Pussainsa LAPAN tanggal 8 Maret 2016. Selain memperkenalkan LAPAN kepa-da para peserta yang sebagian besar terdiri dari kalangan pelajar, acara ini juga berfungsi sebagai pemberian in-formasi dan pengetahuan mengenai gerhana matahari. Setelah acara sele-sai, para peserta diberikan kacama-ta gerhana sebagai suvenir serkacama-ta alat bantu untuk mengamati gerhana esok harinya.

(29)
(30)

Sosialisasi. Deputi Pengin-deraan Jauh LAPAN, Dr. Orbita Roswintiarti, menyampaikan sosiali- sasi gerhana matahari dan penginderaan jauh kepada para perwakilan pelajar di Palangkaraya. Sosialisasi kepada para pelajar merupakan salah satu agenda utama LAPAN dalam meyambut gerhana matahari tahun 2016.

(31)
(32)

Palu dan Parigi

(33)

mancanegara. Kepala LAPAN juga memberikan penjelasan kepada per-tanyaan awak media massa mengenai gerhana matahari total tahun 2016.

Foto : Dok. LAPAN Foto : Dok. LAPAN

(34)

Poso

(35)

Foto : Unawe & Bosscha

(36)

Tim Unawe dan ITB melakukan berbagai kegiatan dalam so-sialisasinya kepada para pelajar. Mu-lai dari pemberian materi mengenai gerhana dan feno- m e n a - f e n o m e n a astronomi, penggu-naan alat peraga, video, hingga simu-lasi pembuatan dan penggunaan alat bantu pengamatan seperti lubang jarum dan kacamata ger-hana.

(37)
(38)

Ternate

Sosialisasi gerhana matahari di Ternate berlangsung dua kali. Sosialisasi pertama diselenggarakan di SMKN 2 Ternate pada tanggal 7 Maret 2016. Di tem-pat ini, para pesertanya merupakan perwakilan para pelajar dan guru dari 164 sekolah. LAPAN bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Ter-nate serta International Astronomical Union, acara ini memberikan informasi dan pengetahuan me- ngenai gerhana matahari kepada para peserta. Selanjutnya, para peserta dibimbing dalam work-shop pembuatan kacamata gerhana mataha-ri. Pada tanggal 8 Maret 2016 sosialisasi kembali dilakukan di tempat yang berbeda, namun kali ini

(39)
(40)

Maba

(41)
(42)

Tetap hadirkan sosialisasi.

Para pelajar tengah mencoba menggunakan teleskop untuk melihat ke langit. Meskipun bu-kan berada di wilayah gerha-na matahari total, LAPAN juga tetap mengadakan sosialisasi kepada para pelajar dan ma-syarakat. Ini sejalan dengan program LAPAN untuk terus memberikan informasi dan pe- ngetahuan kepada masyarakat dan stakeholder masa depan mengenai pentingnya ilmu dan teknologi keantariksaan.

Fasilitas streaming. Selain bisa mengikuti proses terjadinya gerhana matahari sebagian, masyarakat tetap bisa melihat gerhana matahari total di loka-si-lokasi lain berkat adanya fasi- litas streaming yang diadakan baik secara langsung di titik-titik pengamatan milik LAPAN mau-pun online (daring).

Foto : Dok. LAPAN

(43)

Road show. Menyambut peristiwa gerhana ma-tahari 9 Maret 2016, para personel LAPAN melaku-kan kunjungan ke ber- bagai sekolah di ber-bagai jenjang untuk memberikan informasi dan pengetahuan ter-kait fenomena gerhana matahari. Biasanya kun-jungan ke sekolah-seko-lah ini juga disertai sesi simulasi praktek peng-gunaan alat-alat bantu pengamatan, seperti teleskop, atau dengan workshop pembuatan alat pengamatan seperti kacamata gerhana dan metode lubang jarum.

(44)

Edukasi dan Strea-ming GMT. Peser-ta terdiri dari siswa beserta guru SD, SMP, SMA antara lain SD Karang Pam-ulang, SD Jaka Pur-wa, SMPN 13, SMPK Trimulia, SMAN 22, SMAK Bintang Mulia, SMK Daarut Tauhid, mahasiswa Univer-sitas Telkom, ma-hasiswa ITB dan masyarakat umum, kurang lebih 100 orang.

Foto : Dok. LAPAN

Sosialisasi kepada para pelajar di SD dan SMP YPPI 1 Surabaya sebe-lum terjadinya gerhana matahari sebagian. So-sialisasi ini dibawakan oleh tim LAPAN Pa-suruan dan Surabaya Astronomy Club dan membahas astronomi, khususnya tentang gerhana matahari. Kru berita dari CNN Indo-nesia juga ikut meliput kegiatan ini. Para murid yang didampingi para guru mereka nan-tinya bergantian meli-hat matahari menggu-nakan teleskop maupun kacamata matahari.

(45)

Rapat Persiapan Sosial-isasi dan Pemantauan/ Pengamatan Gerhana Matahari di Parepare

Presentasi Materi Gerha-na Matahari dan Peng- arahan di Parepare

(46)
(47)
(48)

Peralatan ‘tempur’ peneliti. Para peneliti dari LAPAN mempersiapkan teleskop dan perleng-kapan lainnya untuk meneliti gerhana matahari total di Maba, Halmahera. Memastikan per-lengkapan dalam kondisi prima merupakan salah satu syarat utama dalam penelitian ger-hana yang baik. Tanpa adanya instrumen yang dipersiapkan dengan baik, perolehan data be-resiko mengandung kekeliruan yang dapat ber-dampak pada kesalahan hasil penelitian.

Inside Indonesia CNN - Gerhana Maba LAPAN

Inside Indonesia CNN - Gerhana Maba LAPAN

P

ara peneliti tentunya tidak ingin tertinggal dalam urusan gerhana, teru-tama LAPAN sebagai lem-baga yang bergerak di bidang keantariksaan. Sejak awal, para peneliti LAPAN telah mempersiapkan materi yang

mengambil data penelitian di bidang radiasi cahaya ma-tahari, ionosfer, geomagnet, dan fotometri korona. Pene-litian lain yang cukup unik adalah pengamatan terhadap perilaku fauna saat terjadi- nya gerhana matahari yang

Persiapan para peneliti

Foto : Video CNN Indonesia

(49)

LAPAN menetapkan berbagai tempat yang akan menjadi loka-si-lokasi utama dalam pengamatan dan penelitian GMT. Lokasi-lokasi tersebut di antaranya Maba (Halma-hera), Parigi Moutong (Sulawesi), Ternate, Palembang, Palangkaraya, dan Pulau Belitung. Lokasi-lokasi ini dinilai sebagai tempat terbaik karena titik pandangnya dianggap maksimal, sesuai dengan lintasan gerhana, dan cuaca yang diperkira-kan bersahabat pada saat pemantau-an.

Untuk mendukung penelitian tersebut, para peneliti dan teknisi LAPAN juga mempersiapkan berb-agai perlengkapan yang akan digu-nakan untuk memantau Gerhana Matahari Total (GMT). Teleskop Takahashi ‘Baby Q’, inder scope, mounting Vixen AXD 2115, serta controller Star Book Ten menjadi salah satu paket andalan untuk men-gamati gerhana. Rangkaian lainnya

adalah teleskon Lunt 70D dengan mounting system iOptron Mini Tower II beserta delektor digital ZWO Optical dan ilter lensa khu-sus. Tentu saja, binokular juga tetap digunakan untuk pengamatan dasar.

Tidak hanya bermodalkan kamera dan teleskop canggih, para peneliti LAPAN juga akan meng-gunakan bantuan komputer anal-itik untuk membantu mengukur dan menginterpretasikan data yang akan didapat. Selain itu, satelit LA-PAN-A2/LAPAN-ORARI yang baru saja mengorbit tahun lalu juga akan langsung bertugas untuk memantau dan mendeteksi setiap pergerakan dalam jalur gerhana.

Peneliti mempersiapkan tero-pong Vixen di Ternate, Maluku Utara.

(50)
(51)
(52)

Gerhana Matahari Total merupakan fenomena yang memiliki rentang waktu sangat singkat (hanya beber-apa menit) dan tidak selalu terjadi secara reguler terutama di wilayah ekuator. Tentu saja bagi para pe-neliti, setiap kesempatan mengama-ti GMT mengama-tidak dapat dilewatkan.

National Aeronautics and Space Administration (NASA), lembaga penelitian antariksa dari Amerika Serikat, secara resmi mengirimkan tim penelitinya untuk datang ke Indonesia dan mengamati GMT. Pengamatan NASA di Indonesia tentunya melibatkan kerjasama den-gan LAPAN dan beberapa lembaga lainnya sebagai tuan rumah.

Memiliki fokus penelitian yang kurang lebih serupa dengan LA-PAN, tim NASA akan memfokus-kan pengamatan mereka di Maba, Pulau Halmahera, mengingat tem-pat tersebut merupakan lokasi yang diprediksi mendapatkan titik pan-dang paling lama dan terbaik untuk

Tamu Mancanegara

Tersebar di berbagai lokasi. Dalam proses pen-gamatan dan penelitian gerhana matahari total, LAPAN bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai komunitas, organisasi, uni-versitas, dan lembaga pemerintah lainnya. Agar bisa mendapatkan data dengan cak-upan yang lebih luas, para peneliti disebar di berbagai lokasi pengamatan. Para personel dan peneliti LAPAN sendiri berada di tujuh titik lokasi, yaitu Palembang, Belitung, Pa-langkaraya, Palu, Parigi Moutong, Halmahera, dan Ternate. Tempat-tempat ini merupakan lo-kasi yang dilalui oleh lintasan gerhana mataha-ri total dan penentuannya sudah dilakukan sejak lama, sementara survei untuk penentuan titik pengamatan dilakukan berbulan-bulan se-belum terjadinya gerhana.

BMKG

Imah Noong

UPI

ITB

LAPAN

Bengkulu

Palembang

Bangka

Belitung

Tanjung Pandan

(Belitung)

Pangkalan Bun

Palangkaraya

Balikpapan

Penajam (Kaltim)

Tanah Paser (Kaltim)

(53)

mengamati GMT 2016. Meski demikian, beberapa peneliti NASA juga ditempatkan di lokasi-lokasi lainnya untuk memperba- nyak data pengamatan gerhana matahari.

Kehadiran para peneliti NASA di Indonesia juga dimaksudkan sebagai ajang percobaan konigurasi teleskop baru milik mereka. Instrumen baru ini berfung-si mengukur suhu dan pergerakan material di korona matahari, sehingga dapat mem-berikan informasi lebih jauh kepada para peneliti yang mempelajari suhu atmosfer dan permukaan matahari.

Teleskop baru milik NASA ini nanti- nya akan diterbangkan ke luar angkasa, namun adanya GMT di Indonesia membu-ka kesempatan untuk uji coba dengan cara

yang lebih praktis dan tidak memakan ter-lalu banyak biaya. Percobaan ini sekaligus mempersiapkan perlengkapan dan data para peneliti NASA untuk mengamati ger-hana matahari besar yang akan terlihat dari wilayah Amerika Serikat di tahun 2017.

Selain dari Amerika Serikat, para pe-neliti dari negara lain juga turut serta da-lam meramaikan pengamatan gerhana. Tercatat Jepang, Malaysia, Jerman, Swed-ia, AustralSwed-ia, RusSwed-ia, dan Kanada juga mengirimkan tim penelitian ke Indonesia, dengan lokasi pilihan terbanyak berada di Maba dan Ternate.

Pengalaman lang-ka di Kathulistiwa.

Rombongan warga mancanegara yang terdiri dari peneliti dan wisatawan ber-pose untuk mengab-adikan keberadaan mereka di Palu, Ma-luku Utara setelah usai mengamati ger-hana matahari. Bagi mereka, gerhana matahari total mer-upakan fenomena yang tidak dapat di-lupakan dan menjadi pengalaman langka baik bagi peneliti ve- teran dan wisatawan kasual sekalipun.

(54)

Ekspedsi bersama. Sosialisasi men-genai gerhana matahari total dengan tema The Space Series: NASA-LAPAN Joint Eclipse Expe-dition to Halmahera di @america,

Paciic Place Mall, Jakarta. LAPAN

(55)
(56)

Skema Lokasi

Peneliti Luar Negri

Amerika Serikat

Belitung

Balikpapan

Tanah Grogot

Palu

Australia

Ternate

Maba

Austria

Ternate

Jepang

Balikpapan

Samarinda

Ternate

Jerman

(57)

Rusia

Ternate

Spanyol

Ternate

Swedia

Belitung

(58)

Wisata gerhana

Antusiasme masyarakat yang besar membentuk potensi baru dalam menyambut Gerhana Matahari Total, yaitu pariwisa-ta. Dikenal dengan konsep astrotourism atau pariwisata as-tronomi, pariwisata jenis ini mengedepankan pemandangan antariksa sebagai daya tarik utama. Kegiatan paling umumnya berbentuk acara melihat bintang di malam hari baik secara langsung maupun menggunakan perlengkapan, dan tengah naik daun di Chile, India, Inggris, dan Irlandia.

Dengan adanya GMT di Indonesia, maka secara alamiah para penggemar astrotourism atau astrotourist tidak akan melewatkan pemandangan gerhana matahari di ekuator. Be-berapa fasilitas penginapan bahkan telah terpesan penuh be-berapa bulan sebelum tanggal 9 Maret 2016, dan ini terjadi di hampir setiap kota atau lokasi yang telah ditunjuk sebagai tempat pengamatan bersama. Maka, tidak hanya peneliti saja

Mengamati antariksa di Pasuruan. Wisata as-tronomi merupakan salah satu sub-bidang pariwisata yang tengah naik daun, dengan penggemar yang semakin banyak di nega-ra-negara Eropa. Di Indonesia sendiri, bentuk paling dasar dari wisata antariksa adalah aca-ra melihat bintang di malam hari, baik dengan teleskop maupun mata telanjang, seperti yang terlihat pada gambar, merupakan wisata as-tronomi dini hari sebelum terjadinya gerhana matahari sebagian di Pasuruan. Wisata ger-hana matahari sendiri merupakan salah satu turunan dari wisata astronomi, dengan subjek utama tentu saja peristiwa di mana cahaya matahari tertutup oleh bulan.

(59)

yang datang ke Indonesia untuk GMT, namun juga wisatawan dan penggemar antariksa mancanegara.

Berbeda dengan tahun 1980-an di mana warga ragu-ragu untuk kelu-ar rumah dan diimbau untuk tidak mengamati gerhana matahari total, kini animo masyarakat begitu be-sar sehingga wisatawan domestik juga membanjiri lokasi-lokasi pen-gamatan.

Bagi para pelaku usaha di lapan-gan, GMT menjadi berkah tersendi-ri karena mendorong angka penjua-lan dan pemasukan mereka, baik di bidang perhotelan, kuliner, hingga ritel.

Sambut gerhana. Kota Palangkaraya meng-gelar festival rakyat untuk menyambut datan-gnya gerhana matahari. Dalam acara terse-but, terdapat tarian lokal yang dilakukan oleh peramal Suku Dayak untuk menyambut ger-hana. Festival rakyat ini dihadiri ribuan warga dan wisatawan, menjadikannya acara pari-wisata yang menarik.

Para pelajar di Palembang saat mengikuti sosialisasi gerhana dan workshop pembuatan kacamata gerhana. Kegiatan edukatif sep-erti ini juga bisa dijadikan sebagai salah satu dari program wisata edukasi dalam bidang astronomi.

Foto : ANTARA NEWS

Foto : Dok. LAPAN

(60)
(61)

Lokasi Pengamatan

dan Peristiwa

F

enomena Gerhana Matahari Total dan Sebagian (GMT dan GMS) tahun 2016 yang lintasan- nya melalui garis kathulistiwa In-donesia merupakan fenomena yang tergolong langka, dan baru akan terjadi di lintasan yang sama lebih dari 300 tahun lagi. Ini menjadi per-hatian berbagai lapisan masyarakat dan peneliti baik domestik maupun mancanegara .

Dengan antusiasme yang begi-tu besar, lokasi-lokasi pengamatan dipadati oleh masyarakat, peneliti, dan media yang berbondong-bon-dong ingin menyaksikan peristiwa

gerhana langka ini. Pekik kekagu-man disertai suasana sakral menjadi warna dari reaksi mereka saat detik-detik GMT terjadi.

Ada yang menganggapnya dengan konteks religius sebagai kebesaran Tuhan, ada pula yang menilainya sebagai bukti kompleksitas sistem alam semesta yang bekerja secara indah. Terlepas dari perbedaan pandangan itu, mereka yang bersa-ma-sama mengamati proses gerha-na sepakat bahwa mereka tengah menyaksikan fenomena yang luar biasa.

(62)
(63)
(64)

TOTAL ECLIPSE

Gerhana lintasi kathulistiwa. Gerhana matahari total yang terjadi pada 9 Maret 2016 dapat di- nyatakan istimewa karena lintasannya berada di garis ekuator. Sebagai negara yang wilayah-nya membentang di kathulistiwa, Indonesia mendapatkan kesempatan langka karena lin-tasan gerhana ini mencakup 12 provinsi. Dari 12 provinsi tersebut, terdapat 15 lokasi peng- amatan gerhana matahari total resmi yang ditetapkan oleh berbagai pihak. Di 15 lokasi itu-lah persebaran peneliti dan juga warga yang ingin melihat gerhana secara langsung terkon-sentrasi. LAPAN sendiri melakukan pengamatan GMT di enam lokasi: (1) Jembatan Ampera, Palembang; (2) Pantai Tanjung Kelayang, Belitung; (3) Palangkaraya; (4)Parigi Moutong; (5) Maba, Halmahera; dan (6) Ternate. Pada prakteknya, tidak semua lokasi tersebut bisa mendapatkan gambaran langsung yang jelas akan gerhana total. Ini terutama dikarenakan

LOKASI PENGAMATAN ILMIAH

GERHANA MATAHARI TOTAL 2016

90% 90% 100% 80% 80% PALANGKARAYA

2 MENIT 29 DETIK

Start 06:23 WIB Max 07:28 WIB End 08:26 WIB

PALU & PARIGI

2 MENIT 4 DETIK

Start 07:27 WITA Max 08:37 WITA End 10:00 WITA

PALEMBANG

1 MENIT 52 DETIK

Start 06:20 WIB Max 07:20 WIB End 08:31 WIB

BELITUNG

2 MENIT 10 DETIK

Start 06:21 WIB Max 07:22 WIB End 08:35 WIB

MABA

1 MENIT 36 DETIK

Start 08:37 WITA Max 09:54 WITA End 11:24 WITA

TERNATE

2 MENIT 39 DETIK

Start 08:36 WITA Max 09:51 WITA End 11:03 WITA

BANGKA

2 MENIT 8 DETIK

Start 06:20 WIB Max 07:21 WIB End 08:33 WIB

SAMPIT

2 MENIT 8 DETIK

Start 06:23 WIB Max 07:27 WIB End 08:44 WIB

BALIKPAPAN

1 MENIT 9 DETIK

Start 07:25 WITA Max 08:33 WITA End 09:53 WITA

POSO

2 MENIT 40 DETIK

Start 07:28 WITA Max 08:38 WITA End 10:02 WITA

LUWUK

2 MENIT 50 DETIK

(65)

Fase-fase gerhana. Gerhana matahari secara dasar

dapat dideinisikan sebagai saat-saat di mana matahari,

(66)
(67)

G

erhana Matahari Total (GMT) yang dapat di-saksikan di Palembang hanya berlangsung 1 menit 52 detik dan terhalang oleh awan. Namun an-tusiasme untuk menyaksikan fenomena tersebut luar biasa. Jembatan Ampera tempat yang dipilih sebagai lokasi pengamatan oleh LAPAN dan Pemprov Suma-tra Selatan membludak dipenuhi para penduduk yang ingin melihat gerhana. Sebagian bahkan hadir semen-jak pukul 4 pagi. Jembatan Ampera sendiri ditutup se-lama 12 jam untuk acara ini.

Selain penduduk Palembang, wisatawan domestik, mancanegara, dan para peneliti astronomi juga me-mantau proses gerhana berlangsung. Sejumlah nama tenar seperti Gubernur Alex Noerdin, Hatta Rajasa, dan Siti Hediati Hariyadi juga ikut bergabung de-ngan kerumunan untuk menyaksikan gerhana. Seiring dengan jumlah pengunjung yang makin banyak, Jem-batan Ampera menjadi sesak oleh puluhan ribu ma-nusia.

Aktivitas dalam mengamati gerhana di Palembang telah disiapkan sejak awal tahun 2016. Dengan meng-gunakan teleskop Vixen buatan Jepang, tim LAPAN menentukan lokasi terbaiknya di Jembatan Ampera. Pada hari-H, LAPAN menempatkan lima teleskop yang dipergunakan untuk mengamati gerhana mataha-ri di Jembatan Ampera.

Dalam peristiwa ini, Peneliti atmosfer LAPAN berencana mengamati respon atmosfer Bumi saat ger-hana, bagaimana dampak GMT terhadap perubahan intensitas radiasi matahari dan parameter isik seperti temperatur, serta penelitian terkait dampak GMT ter- hadap laju fotosintesis yang diamati dengan perubah-an pola-pola diurnal karbondioksida.

Proses GMT di Palembang dimulai pada pukul 07.20 hingga 07.22 Waktu Indonesia Barat (WIB). Sayangnya, bersamaan dengan terjadinya proses GMT pemandangan langit saat di Palembang terse-limuti awan. Ini membuat adanya rasa ketidakpuas- an dan kekecewaan sebagian masyarakat warga dan wisatawan. Namun, rasa takjub mereka tidak dapat disembunyikan saat gerhana total terjadi, di mana la-ngit berubah seketika. Palembang yang sebelumnya terang oleh sinar matahari tiba-tiba diselimuti oleh kegelapan. Berdasarkan catatan media dan observasi, banyak pengunjung acara di Jembatan Ampera yang merasa merinding karena terkejut dengan perubahan itu. Namun kekaguman terhadap fenomena tersebut lebih besar, dan membuat mereka langsung bersorak, berteriak gembira, hingga mengabadikan momen dan pengalaman tersebut dengan kamera dan ponsel pintar masing-masing.

(68)

Foto : Dok. LAPAN

(69)

disiapkan agar dapat me- ngambil gambar gerhana dengan sempurna. Penem-patan kamera dan teleskop dalam pengamatan gerha-na sangat krusial untuk bisa mendapatkan pandangan luas yang tidak terhalang.

(70)
(71)

Terang dan gelap.

Jembatan Ampera sebelum dan sesudah terjadinya totalitas gerhana mataha-ri. Perbedaan yang paling mencolok di mana langit menjadi gelap seperti malam saat gerhana total, padahal sebelumnya masih terang seperti umumnya. Jembatan Ampera sendiri penuh sesak dipadati para pengunjung yang merasakan suasa-na perubahan langit tersebut.

Foto : Dok. LAPAN

(72)
(73)

P

engamatan Gerhana Matahari Total (GMT) 9 ma-ret 2016 di Belitung dipusatkan di Pantai Tanjung Kelayang. Sejak pukul 04.00 WIB masyarakat ber-bondong-bondong menuju ke Pantai Kelayang dengan sangat antusias untuk menyaksikan Gerhana Matahari. Bahkan diinformasikan jalur menuju Tanjung Kelayang dari arah Tanjung Pandan macet sepanjang lebih dari dua kilometer sejak dini hari.

Pantai Tanjung Kelayang dipilih sebagai pusat pe-ngamatan karena menghadap ke arah timur, memiliki sudut pandang horizon yang luas, dan tidak banyak penghalang pandangan. Selain Tanjung Kelayang, ter-dapat juga 11 titik khusus pengamatan lainnya. Enam lokasi di Kabupaten Belitung, sementara lima lainnya di Belitung Timur.

Animo masyarakat sangat spektakuler. Diperkirakan jumlah pengunjung Pantai Kelayang pada hari-H ber-jumlah hingga 50 ribu orang, sehingga pantai itu terlihat penuh sesak dan bahkan hampir sulit melihat sejengkal pasir pantai pun karena tertutup kerumunan massa.

Sekitar pukul 06.22 WIB langit Belitung mulai

me-merah, lalu kuning, dan kemudian mulai tampak beru-bah keperakan di balik awan putih yang membayang. Sementara itu matahari mulai tampak meninggi, namun belum terjadi perubahan alam.

Pukul 06.45 matahari mulai tertutup bulan. Sayang- nya, meskipun cuaca cerah, di awal fase gerhana, fenomena ini tertutup oleh awan. Kondisi ini sempat membuat para pengunjung Pantai Kelayang kecewa. Namun awan segera bergerak sehingga pada pukul 06.55 WIB terlihat sedikit demi sedikit, Matahari ter-tutup oleh bayangan bulan sehingga membentuk mirip seperti bulan sabit. Antusiasme masyarakat meningkat dan bersorak menyaksikan kejadian alam yang begitu fantastis.

Langit Belitung mulai seperti senja menjelang ma-tahari terbenam kemudian perlahan gelap layaknya malam hari. Pada pukul 07.22 WIB Langit Belitung gelap dan bintang-bintang terlihat di langit. Durasi GMT sekitar 2 menit 10 detik. Setalah fase GMT, per-lahan-lahan langit Belitung mulai cerah kembali.

(74)

Totalitas gerhana di Belitung. Dalam foto ini ter-lihat posisi gerhana matahari total di langit Be-litung. Saat terjadinya totalitas gerhana, langit menjadi gelap dan tampak seperti malam hari. Belitung termasuk lokasi yang dapat melihat to-talitas gerhana dengan jelas, dan fenomena ini disaksikan oleh lebih dari 50.000 orang yang ber-kumpul di Pantai Tanjung Kelayang untuk secara khusus menyaksikan momen ini.

(75)

bagi media massa yang meliput. Dalam liputan me-dia di Belitung kali ini, LA-PAN memberikan sosialisasi penggunaan kacamata gerhana yang baik dan benar, serta tata caranya untuk melihat gerhana ma-tahari dengan cara yang ti-dak membahayakan mata.

Pembesaran dari foto gerhana sebelumnya. Tampak terbentuknya korona yang berben-tuk cincin di seputaran matahari saat terja- dinya totalitas. Fase ini bertahan selama ku-rang lebih dua menit sebelum bulan kem-bali bergerak men-jauhi matahari.

Foto : Dok. LAPAN

(76)

sesak. Kurang lebih diperkirakan 50.000 orang memadati Pantai Tanjung Kelayang pada tanggal 9 Maret 2016, jauh meningkat dibanding dengan jumlah pengunjung pada hari-hari biasa yang hanya menca-pai lima ribu orang. Angka ini menunjukkan antusiasme warga lokal maupun wisa-tawan terhadap fenomena gerhana matahari.

Bersiap semenjak subuh. Para pengun-jung Pantai Tanpengun-jung Kelayang nampak menikmati fase kon-tak pertama gerha-na matahari. Untuk mendapatkan tem-pat pandangan ter-baik, para pengun-jung harus rela untuk datang sangat awal. Sebagian pengunjung bahkan telah tiba di pantai sejak pukul 4 pagi

Foto : Dok. LAPAN

(77)

Tidak selalu terlihat. Pada fase-fase sebelum dan sesudah totalitas, ger-hana matahari tidak dapat disaksikan dengan mata telanjang atau lensa

kamera sekalipun. Diperlukan ilter ilm

khusus untuk melihatnya. Apabila

ti-dak menggunakan ilter, maka yang

nampak adalah cahaya terang na-mun dengan suasana langit yang

mu-lai gelap. Foto : Dok. LAPAN

(78)
(79)

L

APAN beserta beberapa instansi lain-nya menggelar acara pengamatan dan nonton bareng gerhana di halaman kampus Universitas Palangka Raya (UPR). Acara ini juga terbuka untuk umum. Sayangnya, cuaca mendung dan turunnya gerimis wa-laupun hanya sebentar membuat momen gerhana total tidak maksimal.

Namun, para pengunjung tetap dapat memantau peristiwa gerhana di tempat lain melalui fasilitas streaming yang me-mang telah disediakan sebelumnya.

Di tempat lain, masyarakat yang ber-kumpul di Bundaran Besar Palangkaraya tidak dapat menikamti gerhana secara maksimal karena langit yang tertutup oleh awan tebal. Namun, pada detik-detik ter-jadinya Gerhana Matahari Total (GMT), awan sempat bergeser sehingga momen

tersebut dapat dilihat langsung oleh ma-syarakat yang hadir.

Antusiasme ini ternyata juga diiku-ti oleh para wisatawan dari Jepang yang datang bersama dengan kru dari kantor berita NHK untuk meliput peristiwa GMT di langit Palangkaraya.

Selama dua menit sejak pukul 07.26 WIB, Kota Palangkaraya diselimuti kege-lapan seperti malam hari karena terha- langnya cahaya matahari. Uniknya, pada saat gelap, warga mulai menabuhkan gen-dang musik tradisional setempat, membuat suasana menjadi semakin sakral sampai saat matahari tidak lagi terhalang dan la-ngit kembali terang.

(80)

langkaraya yang tidak kondusif membuat para personel di lapa-ngan harus menggu-nakan payung untuk melindungi peralatan elektronik yang rentan terhadap air hujan.

(81)

Sabar tak beranjak. Meski cuaca yang kurang baik, puluhan orang yang hadir di acara terse-but tetap sabar menanti cuaca kembali nor-mal. Para personel juga tetap mempersiapkan alat-alat mereka agar dapat segera mengambil momen gerhana apabila cuaca membaik seke-tika.

(82)

awan mendung merupakan ‘musuh terbesar’ dalam pe- ngamatan gerhana, dan sayangnya itulah yang terjadi di Pa-langkaraya. Matahari nyaris selalu tertutup oleh awan, namun proses gerhana total sempat tertangkap oleh kamera meskipun tidak dalam keadaan sempurna.

Kegelapan menyelim-uti. Warga yang hadir mencoba mengabadi-kan kondisi langit saat terjadinya gerhana ma-tahari. Meskipun gerhana tidak terlihat karena men- dung, namun kegelapan layaknya mulai menyeli-muti lokasi seiring dengan terjadinya totalitas gerha-na.

Foto : Dok. LAPAN

(83)

Tak lihat gerhana langsung, streaming pun jadi. Para pe- ngunjung acara nonton bareng memang tidak bisa melihat gerhana matahari secara langsung. Namun, mereka tetap bisa menikmati gerhana total yang ada di lokasi-lokasi pengamatan lainnya. Melalui fasilitas streaming, peristiwa gerhana di satu tempat bisa dinikmati di tempat lain secara langsung. Dengan cara ini, para pengunjung sedikit terpuaskan karena bisa melihat fenomena alam semesta yang unik meski-pun hanya melalui layar.

Foto : Dok. LAPAN

(84)
(85)

P

arigi Moutong, Sulawesi Tengah, merupakan salah satu lokasi pengamatan Gerhana Matahari Total (GMT) yang ditentukan oleh LAPAN. Mirip dengan lo-kasi lainnya, animo masyarakat dalam menanti datang-nya gerhana sangat tinggi. Proses pengamatan diawali dengan dilaksanakannya shalat gerhana yang diikuti oleh sebagian dari ribuan warga yang telah datang ke lokasi sejak pagi buta.

Dengan berbekal kacamata gerhana serta penyediaan

gadget (gawai) rekam swadaya, mereka beramai-ramai mendokumentasikan proses gerhana di lokasi Sail To-mini, titik pengamatan yang telah ditentukan beberapa hari sebelumnya.

Proses gerhana sendiri berlangsung dari pukul 07.28 Waktu Indonesia Tengah (WITA) hingga pukul 10.01 WITA, dengan peristiwa GMT berlangsung selama satu setengah menit dimulai dari pukul 07.38. Cuaca pada saat itu bersahabat, dengan kondisi cerah dan sedikit awan yang membuat proses pengamatan bisa berjalan dengan lebih jelas dan lancar.

Dengan jumlah personel 10 orang, tim LAPAN di Parigi mengamati peristiwa gerhana ini dengan meng-gunakan teleskop dan direkam mengmeng-gunakan kamera CCD. Persiapan dimulai sejak pukul 06.30 pagi. Te-leskop yang dipakai adalah teTe-leskop Lunt dengan mounting Ioptron dan dilengkapi kamera CCD ZWO Optical serta penapis cahaya matahari. Dengan cara ini citra matahari yang ditangkap menggunakan teleskop diteruskan oleh kamera ke monitor laptop sehingga proses terjadinya kontak 1 sampai kontak 4 bisa diikuti secara berkesinambungan tanpa harus melakukan

pe-ngamatan menggunakan lensa okuler.

Proses gerhana dimulai dengan sisi kanan atas ma-tahari mulai tertutup bulan sebelum secara berangsur kondisi piringan matahari makin menipis. Cahaya ma-tahari menjadi sangat menyilaukan, dan dalam hitungan detik lingkaran yang berbentuk seperti cincin tersebut makin meredup. Saat detik terjadinya GMT, matahari tampak seperti cincin permata (diamond ring) karena menyisakan celah cahaya terang di lembah bulan, se-belum bulan menutup sempurna. Selain cincin permata, cerbagai fenomena lain seperti merjan Baily dan koro-na dapat dilihat dengan jelas menggukoro-nakan instrumen yang telah disiapkan.

Suasana yang semula gelap dan senyap tiba-tiba berubah menjadi riuh oleh teriakan orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu. Reaksi warga yang hadir saat terjadi gerhana total pun bermacam-macam, dari teriakan takbir hingga kekaguman dan tangis terharu. Suhu udara yang menurun sekitar 2 derajat celcius dapat dirasakan oleh mereka yang hadir di sana.

Proses GMT diabadikan setiap orang yang mendo-kumentasikan di lokasi. Proses kegiatan pengamatan GMT oleh peneliti LAPAN dilakukan dengan menggu-nakan teleskop. Mereka merekam pergerakan gerhana tahapan demi tahapan, mulai dari rangkaian gerhana sebagian pra-total, munculnya cincin permata pertama, GMT, cincin permata terakhir, sampai dengan gerhana sebagian pasca-total. Dalam satu bidikan foto, bahkan planet Venus dan Merkurius ikut terekam keberadaan-nya.

(86)

masuk lokasi yang diberkahi oleh cua-ca yang cerah. Oleh karena itulah, proses gerhana termasuk totalitasnya dapat dinikmati dengan sangat jelas di kedua lokasi tersebut. Di Parigi, koro-na matahari tampak dengan sangat jelas dan indah.

Khutbah gerhana. Kepala LAPAN Prof. Dr. Thomas Djamaluddin memberi-kan ceramah pasca shalat gerhana di Parigi Moutong. Dalam ceramahn-ya, dijelaskan bahwa gerhana ha-nyalah salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, serta hubu- ngan erat antara penciptaan feno- mena semesta dengan sains.

Foto : Dok. LAPAN

(87)

Melihat melalui loppy disk.

Selain dapat dinikmati de-ngan kacamata gerhana, ternyata gerhana matahari juga dapat dilihat dengan isi disket. Tampak bintik putih disebelah kiri yang menun-jukkan piringan matahari.

Foto : Dok. LAPAN

(88)

Mempersiapkan per-alatan. Para peneliti dan teknisi memper-siapkan peralatan yang dibutuhkan un-tuk memantau ger-hana matahari. Pe- nempatan teleskop dan kamera tidak semudah kelihatan- nya karena harus m e m p e r h i t u n g k a n posisi pandang yang baik dan tidak ter-halang oleh apapun saat mengintai ma-tahari.

Potret dan pandang.

Fenomena istimewa seperti gerhana ma-tahari tentunya mem-buat banyak orang ingin menikmatinya secara langsung. Umumnya terdapat dua aktivitas yang bi-asa dilakukan, yaitu memandang gerha-na secara langsung dengan kacamata gerhana dan instru-men lainnya, atau mengeluarkan alat rekam yang mampu merekam atau men-gambil gambar ger-hana dan mengaba-dikannya. Tentu saja, melakukan keduanya secara bergantian pasti lebih memuas-kan.

Foto : Dok. LAPAN

(89)

Totalitas sempurna. Gerha-na matahari total di Parigi Moutong dapat dikatakan sebagai gerhana yang sem-purna. Fenomena-fenomena yang biasanya mengiringi gerhana matahari total se- perti cincin permata (dia-mond ring), merjan Baily, dan Korona dilaporkan dapat ter-lihat seluruhnya.

Foto : Dok. LAPAN Foto : Dok. LAPAN

(90)
(91)

K

egiatan pengamatan gerhana matahari di Palu diselenggarakan di Lapangan Kota Palu, Sigi. Acara yang dikoordinasikan oleh Badan Meteorolo-gi, KlimatoloMeteorolo-gi, dan Geoisika (BMKG) ini dihadiri oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang didampingi oleh Menpan-RB Yuddy Chrisnandi, Menkominfo Rudiantara, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, serta Ketua Komisi V DPR, Muhidin Said.

Pengamatan di Sigi dihadiri oleh ribuan warga serta wisatawan domestik dan mancanegara. Demikian pula para ilmuwan dan peneliti yang tertarik mengamati ha-sil dari fenomena di mana matahari, bulan, dan bumi berada dalam satu kedudukan yang lurus.

Selain Lapangan Kota Palu, kegiatan pengamatan gerhana juga dilakukan di Anjungan Pantai Talise, dan jumlah warga yang hadir juga mencapai ribuan orang.

Dimulai dari pukul 08.40 WITA, gerhana matahari total di Palu berlangsung selama dua menit 15 detik.

Pada rentang waktu itu, cahaya di langit Palu meredup sebelum secara perlahan kembali bersinar terang sei-ring dengan selesainya fase-fase gerhana matahari.

Tentu saja, warga dan wisatawan yang menyaksikan fenomena tersebut merasa telah menyaksikan fenomena semesta yang luar biasa. Pada saat terjadinya awal ger-hana total, dilaporkan bahwa hampir seluruh pengun-jung Lapangan Kota maupun Anpengun-jungan Pantai Talise sempat terdiam kagum sebelum suasana kembali riuh dengan suara tepuk tangan, teriakan, maupun takbir. Kesempatan itu tidak disia-siakan mereka untuk me-rekam memori fenomena dan suasana tersebut dengan kamera dan alat rekam lain yang mereka bawa. (sum-ber: disarikan kembali dari laman BMKG dan laman media lainnya)

(92)
(93)
(94)

penjelasan dari Kepala BMKG Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng mengenai acara pe-ngamatan gerhana matahari di Lapangan Dolo Sigi, Palu. Acara ini juga dihadiri Men-teri PU Mochamad Basuki Hadimuljono, Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Pangdam VII Wirabuana Agus Surya Bakti.

Tim BMKG. Kepala BMKG Dr. Andi Eka Sakya, M. Eng berpose bersama jajarannya. Acara pengamatan gerhana matahari to-tal di Palu dapat dika-takan sukses karena berjalan dengan lan-car dan proses gerha-na bisa dinikmati oleh para pengunjung lo-kasi pengamatan.

Foto : Dok. BMKG

(95)

BMKG bersiap. Personel BMKG mempersiapkan teleskop, komputer, dan peralatan lainnya yang akan digunakan untuk memantau gerhana ma-tahari. Dengan peralatan yang lengkap dan dalam kondisi prima, data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan diharap-kan bisa lebih akurat.

Bagai artileri. Dua te-leskop BMKG terpa- sang bak artileri yang diarahkan menuju sasaran. Kali ini, sasa-rannya adalah posisi matahari yang akan mengalami gerha-na. Teleskop canggih merupakan salah satu ‘senjata’ utama para peneliti dalam me- ngamati gerhana ma-tahari.

Foto : Dok. BMKG

(96)

Via Streaming. Selain menggunakan kaca-mata gerhana, warga yang tidak memiliki instrumen untuk men-gamati matahari se-cara langsung dapat mengikuti proses ger-hana melalui fasilitas streaming. Tayangan yang kemudian di-rekam ini nantinya juga dapat berguna dalam proses analisis penelitian gerhana matahari total.

Sama seperti yang terjadi di Parigi, ger-hana matahari total di Palu juga berlangsung dengan sempurna. Korona matahari ter-lihat sangat jelas dan cerah. Kondisi cuaca yang kondusif dengan proses gerhana yang berlangsung tanpa hambatan merupa-kan situasi sempurna bagi para pemburu dan peneliti gerhana.

Foto : Dok. BMKG

(97)
(98)
(99)

Foto : Unawe & Bosscha

P

engamatan gerhana matahari total di Poso dikoor-dinasikan bersama oleh tim Universe Awareness (Unawe) Indonesia yang bekerja sama dengan Bosscha Observatory dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Poso dipilih sebagai salah satu lokasi pengamatan kare-na posisinya yang strategis dan dilewati oleh lintasan gerhana matahari. Bekerja sama dengan Pemda Kabu-paten Poso serta Institut Mosintuwu, agenda ekspedisi pengamatan gerhana ini masuk di dalam kegiatan Fes-tival Kawaninya yang diselenggarakan di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara.

Pada tanggal 8 Maret, tim Unawe dan Bosscha men-gadakan sosialisasi gerhana terutama kepada kalangan anak-anak dan pelajar. Selain memberikan pengarahan dan pengetahuan, mereka juga mengadakan workshop dan simulasi penggunaan berbagai macam metode un-tuk melihat gerhana matahari, di antaranya kacamata gerhana dan lubang jarum.

Saat Hari-H (tanggal 9 Maret 2016), ribuan warga datang dan memadati lokasi pemantauan di Desa

Kalo-ra. Sebagian bahkan datang sejak pagi dan banyak juga yang berjalan kaki dari tempat tinggalnya cukup jauh. Tim Unawe dan Bosscha kemudian membagi-bagikan kacamata gerhana untuk para pengunjung

Kompas.Com (9/3/2016) melaporkan bahwa ter-dapat enam teropong pemantau yang telah disiapkan bagi para warga yang ingin mengamati langsung pro-ses gerhana matahari. Gerhana total terjadi sejak pukul 08.30 Wita selama 2 menit 52 detik. Dalam suasana gelap dikarenakan tertutupnya sinar matahari tersebut, ribuan warga, wisatawan lokal dan mancanegara yang hadir menunjukkan rasa kagum mereka dengan me- ngabadikan fenomena tersebut dengan menggunakan kamera foto, ponsel, dan telepon pintar.

(100)

Penantian di Desa Kalora. Ratusan warga ber-kumpul di tenda utama yang memutarkan simulasi gerhana matahari melalui fasilitas vi-deo dan layar monitor. Suasana Desa Kalora di malam hari menjelang gerhana di keesokan harinya cukup semarak. Ini dikarenakan Festival Kawaniya telah berlangsung dari tanggal 8 Ma-ret 2016, dan direncanakan berlangung sampai keesokan hari sekaligus menyambut datangnya sang gerhana.

(101)
(102)
(103)

Barisan teleskop. Pada Hari-H, tim Un-awe-Bosscha mempersiapkan sejum-lah teleskop dari berbagai ukuran dan kategori teknologi untuk membantu pengamatan gerhana. Beberapa dari teleskop itu nantinya dapat digu-nakan oleh warga dan pengunjung Desa Kalora secara bergantian untuk melihat proses gerhana matahari.

Foto : Unawe & Bosscha

(104)
(105)

Proses gerhana ma-tahari yang terlihat di langit Desa Ka-lora, Poso. Tampak keseluruhan fase dari kontak pertama hingga keempat. Fenomena korona matahari dan dia-mond ring dapat disaksikan di saat ter-jadinya gerhana ma-tahari total.

(106)
(107)

Gerhana matahari sempurna. Cuaca yang cerah dan ber-sahabat di Poso membuat gerhana matahari total terlihat dengan sangat jelas dan membuat momennya dapat ter-tangkap lensa kamera. Korona matahari terlihat dengan jelas. Bentuk korona tersebut kemudian disimulasikan de-ngan menggunakan benang dan tali yang dibentuk sede-mikian rupa di sekitar bulatan. Simulasi ini dapat membantu para tuna netra dalam memahami bentuk dari gerhana matahari total dan koronanya.

Foto : Unawe & Bosscha

Foto : Unawe & Bosscha

(108)
(109)

S

ebagai salah satu wilayah yang akan dilintasi fenome

Gambar

Gambar ngamatan
gambar gerhana yang diambil sendi-ri oleh para netizen
gambar gerhana. Bahkan, bebe- rapa hari sebelum Hari-H, banyak pula situs maupun blog yang mem-

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa alur cerita yang digunakan dalam kitab tersebut adalah alur maju dimulai dari sebelum Rasulullah dilahirkan

Dalam melakukan kegiatan Pendidikan, Pelatihan dan Pembentukan Jumantik Cilik terdapat faktor-faktor pendukung pelaksanaan kegiatan diantaranya adalah

motion velocities,The motion-detection model was an application to computer vision, and wras formulated by incorporating a motion detecting mechanism into the spatio-tcmporal

Manajemen pelaksanaan perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d dilaksanakan dengan tujuan untuk memastikan penyediaan jasa/layanan, serta pelaksanaan hak

Walaupun hala tuju dan arah hidup telah jelas, tetapi jika tidak disertai dengan keyakinan, usaha dan cara yang betul, kita mungkin tidak akan sampai kepada matlamat

Pelatihan pembuatan seni mozaik ini akan diterapkan di SD Negeri Kemandungan 03 Kota Tegal dimana disekolah tersebut belum ada pembelajaran seni mozaik. Pelatihan seni mozaik

Scanned by CamScanner... Scanned

Antara kuasa luar biasa sememangnya berlaku di kalangan manusia seperti mukjizat untuk para Nabi dan Rasul sahaja), karamah (berlaku bagi hamba Allah yang salih ), ma‘unah