• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Aspek Sosial Budaya Yang Terdapat Dalam Novel negeri lima menara Karya

Ahmad Fuadi

Aspek sosial budaya yang terdapat dalam novel negeri lima menara yang mendasari sebuah cerita rekaan. Menurut para ahli memandang bahwa karya sastra sebagai dokumen sosial budaya. Menurut koentjaraningrat (2000: 9) kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus di biasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari budi dan karyanya itu.

Sementara itu, ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan antara lain C. Kluckhohn dalam bukunya universal categories of culture membahas kerangka-kerangka kebudayaan yang kemudian di jadikan kerangka umum. Berdasarkan itu pulahla, koentjaraningrat (dalam p. Hariyono, 2009:38 dan mg. Sri wijayati, 2007: 133). Memaparkan tujuh unsur kebudayaan sebagai beriku: (1) sistem religi; (2) sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial.; (3) sistem pengetahuan; (4) bahasa; (5) kesenian; (6) sistem mata pencaharian hidup: dan (7) sistem peralatan hidup atau teknologi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka sosial budaya yang terdapat dalam novel negeri lima menara adalah sistem religi, sistem kemasyarakatan atau komunikasi sosial, sistem

pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem peralatan hidup dan teknologi.

a. Sistem religi

1) Sistem kepercayaan

Masyarakat minang perupakan pemeluk agama islam. Apabila ada masyarakat yang keluar dari agama islam (murtad), secara langsung yang bersangkutan juga di anggap keluar dari masyarakat minang, dalam istilahnya di sebut ”dibuang sepanjang adat”. Kedatangan haji miskin , haji sumanik dan haji piobang dari mekkah sekitar tahun 1803, memainkan peranan penting dalam penegakan hukum islam di pedalaman minang kabau. Walau di saat bersamaan muncul tantangan dari masyarakat setempat itu masih terbiasa dalam tradisi adat, dan puncak dari komplik ini muncul perang padri sebelum akhirnya muncul kesadaran bersama bahwa adat berazaskan Al-Qur’an.

Amak alif menganjurkan alif untuk masuk ke pondok, amak percaya bahwa alif akan menjadi pemimpin agama yang hebat. Bagaimanapun juga garis keturunan amak adalah garis keturuan ulama. Alif tidak mau melanjutkan sekolah ke pondok. Alif ingin melanjutkan ke SMA dan kuliah agar bisa seperti habibie. Amak tetap tidak mengijinkan karena bersekolah di SMA membutuhkan uang yang banyak. Hal ini sesuai dalam kutipan novel:

Tapi aku tidak ingin...

Waang anak pandai dan berbakat. Waang akan menjadi pemimpin Umat yang besar. Apalagi waang punya darah ulama dari dua

kakekmu.(AHMAD FUADI, 2011 : 9)

Sementara itu, alif bersedia bersekolah di pondok. Namun pondok yang di pilih adalah pondok madani di jawa timur. Pelajaran agama di pondok dapat di lakukan setiap saat. Hal ini terungkap dala novel sebagai berikut.

“terimah kasih atas pertanyaannya pak. Menurut kyai kami pendidikan PM tidak membedakan agama dan non agama. Semuanya satu dan semuanya berhubungan. Agama langsung dipraktekan dalam kegiatan sehari-hari. Di madani, agama adalah oksigen, dia ada dimana-mana,” jelas burhan lancar. (AHMAD FUADI, 2011 : 35)

Pendidikan agama di pondok madani tidak mengenal waktu. Setiap saat agama selalu diajarkan di pondok. Kyai di pondok membuat aturan agama harus di ajarkan setiap saat. Di sela-sela pelajaran umum juga diberikan materi agama. Hal ini sesuai dengan pertanyaan dari bapak alif. Bahwa di pondok banyak di ajarkan tentang pelajaran umum, kapan agama akan di ajarkan ? dengan senang hati pemandu pondok menjelaskan bahwa agama di pondok di ajarkan setiap waktu.

Pendidikan agama islam dalam novel ini sangat kental sekali. Setiap detik novel diceritakan dengan sangat menarik. Ini menandakan bahwa ajaran di pondok memang sangat ketat. Apalagi soal agama islam. Di pondok waktu sholat memang segala aktivitas harus di hentikan. Semua harus datang ke mesjid pada waktu sholat magrib. Namun, untuk sholat lainnya di kamar masing-masing. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut.

Shalat magrib di mesjid jami’ di hadiri seluruh penduduk sekolah. Karena hampir semua orang hadir, kecuali yang sakit atau pura-pura sakit, waktu seperempat jam setengah shalat di manfaatkan untuk memberikan maklumat penting bagi semua warga. Kismul islam, bagian yang khusus mengurusi pengumuman tampil di depan jamaah. Di temani secarik kertas dan kepercayaan diri, mereka membacakan pengumuman. (AHMAD FUADI, 2011 : 70)

Kami termenung-menung meresapi pesan yang menggugah ini. Awan-awan sumber khayal kami sekarang berganti warna menjadi merah terang, seiring dengan merapatnya matahari ke peraduannya. Lonceng berdentang, waktunya kami ke mesjid menunaikan shalat magrib .(AHMAD FUADI, 2011: 211)

Untuk sholat isyah, subuh, dhuhur, ashar, dan sholat sunnah di lakukan di kamar sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa sistem reliji dala novel tersebut sangat menonjol. Shalat malam biasa alif dan kawan-kawan kerjakan. Shalat dan berdoa merupakan usaha yang dilakukan agar semua pekerjaan dan kesulitan dalam belajar bisa teratasi. Hanya kepada tuhanlah semua memohon dan meminta bantuan. Semua itu di lakukan dengan khusuk dan ikhlas. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut :

Aku membentang sajadah dan melakukan shalat tahajjud. Diakhir rakaat, aku benamkan kesajadah sebuah sujud yang panjang dan dalam. Aku coba memusatkan perhatian kepadanya. Dan menghilang selainnya. Pelan-pelan aku merasa badanku semakin mengecil dan mengecil dan mengkerut hanya menjadi setitik debu yang melayang-layang di semesta luas yang diciptakanNya. Betapa kecil dan tidak berartinya diriku, dan betapa luas kekuasaannya. Dengan segala kerendahan hati. Aku bisikkan doaku.

“ya Allah, hamba datang mengadu kepadamu dengan hati rusuh dan berharap. Ujian pelajaran muthala’ah tinggal besok, tetapi aku belum siap dan belum hapal pelajaran. Hambamu ini datang meminta kelapangan pikiran dan kemudahan untuk mendapat ilmu dan bisa menghapal dan lulus ujian dengan baik. Sesungguhnya engkau maha pendengar terhadap doa hamba yang kesulitan. Amiiiinn.

Alhamdulillah, selesai tahajjud badanku terasa lebih enteng dan segar. Aku siap sahirul lail, belajar keras dini hari sampai subuh. Dengan setumpuk buku di tangan, sarung melilit leher dan sebuah sajadah, aku bergabung dengan para pelajar malam lainnya di teras asrama. Ada belasan orang yang sudah lebih dulu membuka buku pelajaran di tengah malam buta ini. Ada yang bersila, ada yang berselonjor, ada yang menopang punggungnya dengan dinding, dengan bermacam gaya. Tapi semuanya sama: mulut komat-kamit, buku terbuka di tangan, sarung melilit leher, segelas kopi dan duduk di atas hamparan sajadah, sekilas mereka seperti sedang naik permadani terbang. ( AHMAD FUADI, 2011 : 197-198)

Dengan shalat tahajjud badan juga merasa ringan dan segar. Apalagi menjelang ujian, banyak murid yang melakukan doa malam dan belajar malam. Sungguh hal yang jarang dilakukan oleh orang awam.

2) Sistem nilai dan pandangan hidup

Pandangan hidup yang terungkap dalam novel negeri lima menara adalah kata mujarab yang disampaikan oleh ustad salman. Kata mujarab yang memikat semua orang tersebut adalah man jadda wajadda. Hal tersebut terdapat dalam kutipan novel seperti di bawah ini:

Man jadda wajadda: sepotong kata asing ini bak mantera ajaib yang ampuh bekerja. Dalam hitungan beberapa helaan napas saja, kami bagai tersengat ribuan tawon. Kami tiga puluh anak tanggung, menjerik balik, tidak mauh kalah kenceng.

“man jadda wajadda!”

Berkali-kali, berulang-ulang, sampai tenggorokan panas dan suara serak. Ingar bingar ini berdesibel tinngi. Telingaku panas dan berdenging-denging sementara wajah kami merah padam memfosir tenaga. Kaca jendela yang tipis sampai bergetar-getar di sebelahku. Bahkan. Meja kayuku pun berkilat-kilat basah., kuyup oleh liur yang ikut berloncatan setiap berteriak lantang.

Tapi kami tahu, mata laki-laki kurus yang enerjik ini tidak dimuati oleh aura jahat. Dia dengan royal membagi energi positif yang sangat besar dan

meletup-letup. Kami tersengat menikmatinya. Seperti sumbu kecil terpercik api, mulai terbakar, membesar dan terang!.

Dengan wajah berseri-seri dan senyum senti menyilang di wajahnya, lai-laki ini hilir mudik diantara bangku-bangku murid baru. Mengulang-ulang mantra ajaib ini di depan kami bertiga puluh. Setiap dia berteriak, kami menyela balik dengan kata yang sama man jadda wajadda. Mantra ajaib berbahasa arab ini bermakna tegas.:”siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil (AHMAD FUADI, 2011 : 40-41).

Kata-kata mujarab man jadda wajadda artinya bahwa siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Kata-kata itulah yang pertama kali diberikan kepada murid baru. Man jadda wajadda diberikan kepada murid baru untuk memotivasi. Bahkan kata-kata itu diucapakan berkali-kali sampai melekat di dalam hati. Bahwa segala sesuatu itu apabila dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan membuahkan hasil.

Setiap kelas, setiap mulut berlomba-lomba menyuarakan man jadda wajadda dengan lantang. Bahkan suara itu sampai membahana ke ponogoro. Hampir satu jam perlombaan menyuarakan man jadda wajadda itu dilakukan. Namun tak satupun murid yang protes. Justru kata itulah sampai sekarang tetap terpatri di dalam hati dan jiwa setiap murid. Walaupun sudah keluar dari pondok man jadda wajadda tetap membahana keliang telinga setiap orang. Hal ini terlihat dalam kutipan novel sebagai berikut:

Selain kelas kami, puluhan kelas juga demikian. Masing-masing dikomandoi seorang kondaktur yang energik, menyalakan “man jadda wajadda” hampir satu jam non stop, kalimat ini bersahut-sahutan dan bertalu_talu. Koor ini bergelombang seperti guruh di musim hujan, menyesaki udara pagi di sebuah desa terpencil di udik ponorogo.

Inilah pelajaran pertama kami ini di PM. Kata mutiara sederhana tapi kuat. Yang menjadi kompas kehidupan kami kelak. (Ahmad Fuadi, 2011 : 41)

“man jadda wajadda,” teriakku pada diri sendiri. Sepotong syair arab yang diajarkan di hari pertama masuk kelas membakar tekadku. Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses. (AHMAD FUADI, 2011 : 82)

Rumus man jadda wajadda terbukti mujarab. Kesungguhanku telah di balas konstan. (AHMAD FUADI, 2011 : 82)

Siapa pun yang meresapi dan melaksanakan kata man jadda wa jadda dengan bersungguh-sungguh. Maka, usahanya itu akan segerah dibalas kebaikan oleh tuhan. Hal itu dilakukan oleh alif sekaligus pengarang novel tersebut. Alif dengan bersugguh-sunguh berdoa dan berusaha. Usaha tersebut tidak sia-sia. Alif mendapatkan apa yang dia inginkan. Namun. Semua itu tidak terlepas dari suratan takdir allah SWT.

3) Komunikasi keagamaan

Komunikasi keagamaan juga terdapat dalam novel negeri lima menara. Komunikasi keagamaan ini terjadi ketika alif, atang dan baso berlibur ke rumah atang di bandung. Komunikasi keagamaan yang terdapat dalam kutipan novel ini adalah komunikasi keagamaan berupa dakwah. Dakwah itu di lakukan di mesjid universitas unpad bandung. Hal tersebut sesuai dengan pesan kyai rais. Bahwa dimanapun kalian berada sampaikan kebaikan dan nasehat walaupun hanya satu ayat. Kyai rais adalah pimpinan pondok madani dalam novel tersebut adalah sebagi berikut:

“silahkan gunakan liburan untuk berjalan, dalam masyarakat di sekitar kalian. Dimanapun dan kapanpun, kalian adalah murid PM. Sampaikanlah kebaikan dan nasehat walau satu ayat”. Begitu pesan singkat kyai rais di acara melepas libur minggu lalu. Kesempatan seperti yang di sampaikan atang adalah pelajari diluar PM., menjalankan amanah kyai rais dan melaksanakan ajaran nabi

muhammad, bilighual anniwalau aayah. Sampaikanlah sesuatu dariku walau hanya sepotong ayat. (AHMAD FUADI, 2011 : 219)

Undangan dari universitas unpad sudah diterimah atang. Undangan tersebut berisi tentang permintaan mengisi dakwah setelah ashar di masjid universitas unpad. Mulanya atang , alif dan baso tercengang melihat banyaknya jamaah yang ada di mesjid tersebut. Tetapi, karena pendidikan di pondok madani yang sangat ketat dan berkualitas tinggi. Hal itu di tepis oleh ketiga orang tersebut. Dengan semangat yang tinngi, ketiganya membawakan dakwah dengan tiga bahasa. Bahasa indonesia, bahasa arab dan bahasa inggris. Jamaah yang ada di mesjid itu terkagum-kagum dengan dakwah atang, alif dan baso. Semuanya sungguh sangat bagus. Hal itu sesuai dengan kutipan pada novel tersebut sebagai berikut:

Seperti undangan yang diterima atang, kami datang ke mesjid unpad sebelum ashar. Di luar dugaan, shalat ashar berjamaah di masjid kampus ini penuh. Aku sempat agak grogi melihat jamah yang beragam, mulai dari mahasiswa, dosen, masyarakat umum dan terutama mahasiswa yang manis-manis. Tapi begitu aku tampil di mimbar membakan pidato bahasa inggris favoritku yang berjudul “how islam solves our problems”.pelan-pelan grogiku mengucap. Semua text pidato dan potongan dalil masih aku hafal dengan baik. (AHMAD FUADI, 2011 : 220)

b. Sistem kemasyarakatan atau komunikasi sosial

1) Kekerabatan

Matrilinear merupakan salah satu aspek utama dalam mendefinisikan

identitas masyarakat minang. Garis keturunan di rujuk kepada ibu yang di kenal dengan samande (se-ibu). Sedangkan ayah mereka disebut oleh masyarakat dengan nama sumando (ipar) dan di perlakukan sebagai tamu dalam keluarga.

Kaum perempuan di minangkabau memiliki kedudukan yang istimewa sehingga dijuluki dengan bundo kanduang, memainkan peranan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan keputusan-keputusan yang di buat oleh kaum lelaki dalam posisi mereka sebagi mamak (paman atau saudara dari pihak ibu), dan penghulu ( kepala suku). Matrilinear tetap dipertahankan masyarakat minangkabau sampai sekarang walau hanya diajarkan secara turung temurung dan tidak ada sanksi adat yang diberikan kepada yang tidak menjalankan sistem kekerabatan tersebut.

Hal tersebut sesuai dengan tokoh amaak. Amaak menyarankan alif agar bersekolah di pondok pesantren. Semua keputusan tersebut berada di tangan amaak. Sedangkan ayah hanya diam dan menuruti keputusan amaak. Hal ini sesuai dengan kutipan novel negeri lima menara.

“amaak ingin anak laki-lakiku menjadi seorang pemimpin agama yang hebat dengan pengetahuan yang luas. Seperti buya hamka yang sekampung dengan kita itu. Melalukan amar ma;ruf nahi mungkar, mengajak seorang kepada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. “ kata amak pelan-pelan.

Beliau berhenti sebentar untuk menarik napas. Aku cuma mendengarkan. Kepalaku ini terasa melayang.

Setelah menenangkan diri sejenak dan menghela napas panjang, amak meneruskan dengan suara gemetar.

“jadi amak minta dengan sangat waang tidak masuk SMA. Bukan karena uang tapi supaya ada bibit unggul yang masuk madrasah aliyah”(AHMAD FUADI, 2011 ; 8)

Dalam kutipan di atas, amak memegang peranan penting di dalam keluarga. Amak yang memutuskan segala sesuatu yang ada di keluarga. Ayah alif hanya berperan sebagai tamu dalam keluarga. Amak yang berbicara kepada alif.

Amak berharap alif bersedia untuk melanjutkan sekolah ke madrasah aliyah atau sering di sebut pondok pesantren.

2) Asosiasi dan perkumpulan

Asosiasi dan perkumpulan yang terdapat dalam novel negeri lima menara karya ahmad fuadi ini berupa asosiasi persahabatan sahibul menara, di menara masjid yang dilakukan setiap sore menjelang magrib. Sahibul menara berasal dari bahasa arab. Kata sahibul kerap digunakan untuk menyatakan kepunyaan. Sahibul menara itu terdiri dari alif, baso, atang, said, raja, dan dulmajid. Kutipan dalam novel antara lain sebagai berikut:

Setelah termenung beberapa lama said berteriak.

“aku tahu dimana kita bisa berkumpul tampa diganggu dan tempatnya dekat dengan masjid. Yuk.!” Kata dia lansung berjalan cepat dan memaksa kami ikut. Kami sepakat, kaki menara ini tempat yang sangat cocok untuk berkumpul . pertama, dekat dengan mesjid, kapan pun lonceng shalat berbunyi, kami tinggal berjalan sedikit lansung sampai di mesjid. Kedua, relatif tidak terpantau para tugas keamanan yang terlau sibuk menyatroni asrama dengan asrama. Sementara berundak ini cukup tersembunyi karena ditutupi oleh taman, sementara kami bisa memantau keadaan PM melalui sela-sela dedaunan. Ketiga, tempat ini teduh dan memungkinkan kami berlama-lama, untuk belajar, ngobrol bahkan tidur-tiduran sambil lurus menatap langit di temani ujung menara yang lancip mengkilap.

Di bawah bayangan menara ini kami lewatkan waktu untuk bercerita tentang impian-impian kami, membahas pelajaran tadi siang, ditemani kacang sukro. Bagaikan menara cita-cita kami tinngi menjulang. Kami ingin sampai di puncak-puncak mimpi kelak. (AHMAD FUADI, 2011 : 93-94).

Dimenara tersebut merupakan tempat untuk berkumpul. Membahas pelajaran tadi siang. Membicarakan pelajaran yang sulit, menghafal, diskusi dan menghayal negara yang diimpikan. Masing-masing anggota sahibul menara memiliki

cita-cita. Cita-cita itu dilukiskan di awan dengan gambar negara sesuai keinginan masing-masing anggota sahibul menara. Alif ingin melihat awan itu sebagai benua Amerika, raja melihat awan seperti benua Eropa, Atang melihat awan itu sebagai negara Timur Tengah dan Afrika. Baso lebih suka melihat awan itu sebagai benua Asia dan Afrika, dan dulmajid serta Said lebih suka melihat awan tetap sebagai negara Indonesia. Hal ini sesuai dengan kutipan novel sebagai berikut :

Kini di bawah menara PM, imajinasiku kembali melihat awan-awan ini menjelma menjadi peta dunia. Tepatnya menjadi daratan yang didatangi Columbus sekitar 500 tahun silam: Benua Amerika.

(AHMAD FUADI. 2011 : 207)

Selain perkumpulan sahibul menara di menara masjid, aula juga merupakan tempat berkumpul bagi semua murid PM. Di aula tersebut sebagian kegiatan dilakukan. Hal itu sesuai dengan kutipan dalam novel sebagai berikut.

Sehabis isya, murid-murid berbondong-bondong memenuhi aula. Ratusan kursi disusun sampai ke teras untuk menampung tiga ribu orang. Semua orang mengobrol seperti dengan ribuan tawon transmigrasi. Dipanggung duduk berjejer beberapa ustad senior dan kiai. Sebuah tulisan besar menggantung sebagai latar : pekan perkenalan siswa PM. (AHMAD FUADI, 2011 : 48) Malamnya, semua murid dikumpulkan di aula untuk menyaksikan pembukaan musim ujian oleh kiai Rais, seakan-akan ujian adalah sebuah hari besar keramat ketiga setelah idul adha dan idul fitri. (AHMAD FUADI, 2011 : 189-190) Aku layangkan pandanganku ke aula diseberang Al-Barq. Jam 2 malam, aula ini sudah ramai seperti pasar subuh! Puluhan lampu semprong berkerlap-kerlip di atas setiap meja pasukan Sahirul lail. Ketika angin malam berhembus, mata apinya serentak menari-nari seperti kunang. (AHMAD FUADI, 2011 : 198) Pengumuman kelulusan kita sudah ada, bisa dilihat di aula, “ seru said sebagai ketua angkatan kami berteriak-teriak setelah subuh. Walau masih pegal-pegal dengan perjalanan keliling jawa timur kemarin, kami tidak sabar untuk berbondong-bondong ke aula. Walau sudah bertawakal sepenuh hati, tetap saja

hatiku berdebur-debur ketika melihat pengumuman yang ditempel di aula. (AHMAD FUADI, 2011 : 395)

Aula merupakan tempat untuk perkumpulan murid baru. Di aula tersebut murid baru diberi amanat, pengumuman dan nasehat yang berkaitan dengan pendidikan di pondok Madani. Biasanya para kiai dari pondok Madani yang memimpin pertemuan tersebut. Semua murid baru harus mengikuti acara tersebut. Selain perkumpulan untuk murid baru, aula juga digunakan untuk belajar para murid ketika akan menghadapi ujian. Semua murid belajar di aula, bahkan aula diubah sebagai perkemahan massal. Semua itu dilakukan demi ujian. Ujian bagi pondok Madani adalah hari yang istimewa selain hari idul fitri dan idul adha. Aula juga digunakan menyampaikan pengumunan kelulusan bagi murid kelas enam. Hal itu semua dilakukan di aula.

c. Sistem pengetahuan

Sistem pengetahuan ini berhubungan dengan tubuh manusia dan berhubungan antar sesama manusia. Sistem pengetahuan yang terkait dengan novel negeri lima menara ini adalah sistem pengetahuan tentang pengajaran di pondok yang bersifat modern. Hal ini sesuai dengan kutipan dalam novel Negeri Lima Menara sebagai berikut.

Masih segar dalam ingatanku bagaimana senior kelas enam tahun lalu membuat gempar dengan show mereka. Ditengah gelapnya aula, tahu-tahu sosok tubuh terbang! Benar-benar terbang di atas kepala penonton. Lebih hebat lagi, badannya diluputi api yang menyala-nyala. Ini adegan yang mempersinifikasikan iblis yang melayang-melayang siap membakar nafsu manusia. Rahasia efek itu adalah membaluri baju pemadam kebakaran dengan spritus untuk menyulut api, dan mencantolkan baju barisi pemberat ini kelabel berjalan. Untuk keamanan, tentu saja tidak ada orang didalam baju ini. Selama

berbulan-bulan, kami tidak bosan membahasnya, kelas enam tahun lalu bahkan disebut “the fire maker”. (AHMAD FUADI,2011 : 338).

Bagi siswa kelas enam di pondok Madani, diwajibkan menampilkan sebuah pentas. Pentas itu dihadiri oleh seluruh warga pondok Madani dan masyarakat sekitar. Hal ini berhubungan dengan sistem pengetahuan yaitu bahwa siswa kelas enam tahun lalu behasil membuat pesta luar biasa. Pesta pertunjukan itu biasa disebut dengan class six show. Class six show yang ditampilkan senior kelas enam tahun lalu yaitu bercerita tentang iblis yang melayang-layang di udara. Iblis itu melayang dengan tubuh terbakar oleh api. Dengan pertunjukan itu. Menunjukkan bahwa sistem pengetahuan murid kelas enam sudah maju dan kreatif. Terbukti dengan menampilkan iblis yang melayang, digunakan manusia tiruan yang memakai baju pemadam kebakaran. Rahasianya adalah baju pemadam itu dibalut dengan spiritus untuk menyulut api. Baju itu diletakkan pada kabel berjalan. Sehingga, pertunjukan

Dokumen terkait