• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

menentukan langkah-langkah yang tepat guna meningkatkan layanan bimbingan klasikal di sekolah yang kemudian dapat berpengaruh untuk meningkatkan nilai-nilai karakter yang perlu dikembangkan dalam diri siswa.

b. Bagi siswa kelas VIII A SMPK Untung Suropati Sidoarjo Para siswa dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk melihat seberapa baik (efektif) hasil pendidikan karakter model bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning yang mulai diterapkan kepada diri mereka. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para siswa mengenai manfaat, pengetahuan, dan bimbingan bagi pengolahan diri siswa, khususnya berkaitan dengan karakter.

11

Hal ini semakin memotivasi siswa/i untuk dapat berkembang lebih optimal dan menjadi pribadi yang lebih baik.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini memberi kesempatan bagi peneliti untuk berlatih melakukan prosedur penelitian sesuai kaidah-kaidah ilmiah dan hasilnya dapat menjadi bekal bagi peneliti di kemudian hari untuk mendampingi dan memberikan layanan bimbingan klasikal baik secara kelompok maupun individual yang memiliki sikap kepemimpinan rendah.

d. Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat memberikan data atau informasi tambahan bagi peneliti-peneliti lain yang terinspirasi dan berminat mengkaji lebih jauh karakter kepemimpinan dari berbagai sudut yang bebeda.

G. Definisi Istilah

1. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya. 2. Pendidikan karakter adalah usaha-usaha sadar dan disengaja untuk

perkembangan kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis moral dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.

3. Experiential learning adalah proses belajar dan proses perubahan yang menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran.

12

4. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi untuk memotivasi orang lain melalui komunikasi guna mencapai tujuan tertentu. 5. Bimbingan klasikal adalah salah satu pelayanan dasar bimbingan

yang menuntut konselor untuk melakukan kontak langsung dengan para peserta didik dikelas secara terjadwal guna untuk memperoleh informasi, pengalaman, dan ketrampilan bagi peserta didik.

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan hakikat pendidikan karakter, hakikat kepemimpinan, hakikat bimbingan klasikal dan hakikat experiential learning.

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Berkowitz dan Bier (dalam Yaumi, 2014 : 9-10) pendidikan karakter adalah gerakan nasional dalam menciptakan sekolah untuk mengembangkan peserta didik dalam memiliki etika, tanggung jawab, dan kepedulian dengan menerapkan dan mengajarkan karakter-karakter yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter merupakan gerakan suatu bangsa untuk mewujudkan penerus bangsa yang memiliki etika, tanggung jawab dan kepedulian dalam mewujudkan nilai-nilai karakter bagi dirinya maupun orang lain.

Lickona (2013) menjelaskan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter siswa. Pendidikan karakter menekankan tiga unsur penting, yakni paham akan moral, perasaan moral, dan tidakan moral. Dengan kata lain pendidikan karakter harus berjalan secara holistik, artinya mencakup aspek kognitif, afektif, maupun psikomotrik dalam mencirikan budaya dan karakter bangsa. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan secara sengaja dalam mengembangkan pribadi peserta didik untuk menerapkan dan

14

mewujudkan moral bangsa, sehingga pada akhirnya dapat bertindak mengikuti aspek kognitif (pengertian moral), aspek afektif (perasaan moral), dan aspek psikomotorik (tindakan moral).

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Dalam UUSPN No. 20 tahun 2003 Bab 2 Pasal 3 mengenai fungsi dan tujuan Pendidikan nasional mengatakan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Konteks pendidikan karakter berkaitan tentang kemampuan yang harus dikembangkan pada peserta didik, yaitu kemampuan yang akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang berketuhanan dan mengemban amanah sebagai pemimpin dunia. Dapat diringkaskan bahwasannya tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan berbagai karakter manusia Indonesia.

Menurut Koesoma, dkk (2012: 9) tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah adalah sebagai berikut:

a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

15

b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab.

Suyanto (Barus, 2015:12) menjelaskan pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter memiliki tujuan untuk mengoreksi, meningkatkan, dan mengembangkan mutu pendidikan, dimana pendidikan tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada di sekoah, keluarga, maupun masyarakat. Maka,diperlukan rancangan yang utuh, terpadu, dan seimbang sesuai tujuan kompetensi lulusan yang ada, sehingga peserta didik mampu membangun koneksi hubungan yang harmonis bersama keluarga dan masyarakat dalam menjalankan tanggung jawabnya.

3. Prinsip Pendidikan Karakter

Keberhasilan implementasi pendidikan karakter tidak lepas dari prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan karakter terutama mengenai strategi pelaksanaan pendidikan karakter. Dimana strategi pelaksanaan pendidikan karakter tersebut tidak dapat dirumuskan secara umum/menyeluruh. Hal tersebut dikarenakan penyesuaian dengan kondisi lingkungan sekolah yang

16

ada. Tingkat keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter lebih difokuskan pada analisis kebutuhan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai kebutuhan-kebutuhan peserta didik sebelum mengimplementasikan pendidikan karakter.

Lickona, Schaps, dan Lewis (Yaumi 2014: 11) menjelaskan sebelas prinsip dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:

a. Komunitas sekolah mengembangkan nilai-nilai etika dan kemampuan inti sebagai landasan karakter yang baik.

b. Sekolah mendefinisikan karakter secara komprehensif untuk memasukkan pemikiran, perasaan, dan perbuatan.

c. Sekolah menggunakan pendekatan komprehensif, sengaja, dan proaktif untuk pengembangan karakter.

d. Sekolah menciptakan masyarakat peduli karakter.

e. Sekolah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan tindakan moral.

f. Sekolah menawarkan kurikulum akademik yang berarti menantang peserta didik untuk menghargai dan mengembangkan karakter, serta membantu mereka untuk mencapai keberhasilan.

g. Sekolah mengembangkan motivasi diri peserta didik.

h. Staf sekolah adalah masyarakat belajar etika yang membagi tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan karakter dan memasukkan nilai-nilai inti yang mengarahkan peserta didik.

17

i. Sekolah mengembangkan kepemimpinan bersama dan dukungan yang besar terhadap permulaan atau perbaikan pendidikan karakter.

j. Sekolah melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.

k. Sekolah secara teratur menilai dan mengukur budaya dan iklim, fungsi-fungsi staf sebagai pendidik karakter serta sejauh mana peserta didik mampu memanifestasikan karakter yang baik dalam pergaulan sehari-hari.

Berdasarkan poin-poin di atas dapat disimpulkan bahwa pendidik dan

stakeholder saling bekerjasama dalam mendefinisikan, melaksanakan, dan mengevaluasi implementasi pendidikan karakter. Supaya pendidikan karakter tidak hanya sekedar hadir untuk dilaksanakan tetapi secara komprehensif dan holistik mampu melaksanakan program pendidikan karakter dengan baik. Selain itu juga, sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter perlu melibatkan orang tua, keluarga, dan masyarakat untuk bersama-sama mengembangkan karakter peserta didik.

4. Nilai-nilai Karakter

Pendidikan karakter diartikan sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter dan budaya peserta didik. Dimana hasil akhir dari pendidikan karakter mengharapkan peserta didik memiliki karakter dirinya sendiri dan mampu menerapkan nilai-nilai yang sudah diajarkan dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai karakter yang ada dikonstruksikan berdasarkan agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.

18

Kemendiknas (Yaumi 2014: 83) mendeskripsikan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa sebagai berikut:

a. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. c. Toleran

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain, yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

19 g. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas.

h. Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

j. Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta tanah air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap Bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

l. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

20 m. Bersahabat/komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain mersa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

21

5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Pendidikan Karakter Menurut Zubaedi (2011: 178-182) faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pendidikan karakter sebagai berikut:

a. Faktor naluri/insting

Insting/naluri mendorong seseorang untuk mengambil sikap, tindakan, dan perbuatan yang dimotivasi oleh potensi kehendak. Insting befungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku. b. Adat/kebiasaan

Setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti makan, tidur, dan olahraga, berpakaian, dan lain-lain. Suatu perbuatan yang sudah dilakukan berulang-ulang dan telah menjadi kebiasaan, maka seseorang akan dengan mudah melakukan suatu kegiatan dengan cepat dan tepat dan penuh perhatian.

c. Keturunan

Secara langsung atau tidak langsung keturunan memengaruhi pembentukan karakter seseorang karena sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tua, bukan sifat yang tumbuh dengan matang karena pengaruh lingkungan, adat, dan pendidikan melainkan sifat-sifat bawaan sejak lahir.

d. Lingkungan

Lingkungan memiliki nama lain, yaitu milieu. Milieu adalah suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, diantaranya tanah dan udara, sedangkan

22

lingkungan manusia adalah apa yang mengelilinginya, seperti negeri, tanah, udara, lautan, masyarakat. Artinya milleu adalah segala sesuatu yang melingkupi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan alam dan lingkungan pergaulan. B. Hakikat Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Ahmadi, dkk (1991: 123) membagi arti kepemimpinan menjadi dua. Pertama, kepemimpinan sebagai kedudukan artinya menuntut hak-hak dan kewajiban-kewajiban secara menyeluruh yang harus dilakukan orang seseorang. Kedua, kepemimpinan dikatakan sebagai proses sosial, maka arti kepemimpinan menuntut segala tindakan seseorang untuk dapat menggerakan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

Kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (concoersive) untuk memotivasi orang lain melalui komunikasi guna mencapai tujuan tertentu. Pendapat lain menjelaskan kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian tujuan (Suwarto 1999: 179).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain melalui komunikasi yang menuntut hak dan kewajiban seseorang untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan bukan hanya sekedar menuntut orang lain untuk melakukan sesuatu, tetapi dengan kepemimpinan seseorang mampu memotivasi atau mendorong

23

seseorang untuk melakukan suatu tugas dengan penuh tanggung jawab. Peserta didik perlu memahami bahwa kepemimpinan di sekolah sangat penting untuk melatih tanggung jawab, kemandirian, kedisiplinan, berpikir logis, dan berkomunikasi yang baik.

2. Aspek-Aspek Kepemimpinan

Menurut Kartono (2008) kepemimpinan dibentuk berdasarkan aspek-aspek berikut ini :

a. Kemampuan mengambil keputusan

Suatu keputusan diambil berdasarkan pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. b. Kemampuan memotivasi

Daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota atau lebih dalam organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuannya, tenaga, dan waktunya untuk melakukan suatu kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

c. Kemampuan berkomunikasi

Kecakapan atau kesanggupan penyampaian pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain dengan tujuan orang lain mampu memahami dengan baik pesan lisan secara langsung atau tidak langsung.

24

d. Kemampuan mengendalikan anggota (orang lain)

Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk membuat orang lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau kekuasaan jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan jangka panjang. Tujuannya adalah agar tugas-tugas dapat terselesaikan dengan baik.

e. Kemampuan mengendalikan emosional

Pemimpin harus terampil dalam mengendalikan ketegangan emosinya dan mengatasi tekanan-tekanan emosi dalam hal ini penyesuaian diri. Pengendalian emosi tidak hanya dilakukan bagi pemimpin itu sendiri, namun pengendalian emosi juga harus dilakukan dalam kelompok ketika kelompok mengalami perdebatan argumen dan persaingan keras.

3. Karakteristik Individu yang Memiliki Karakter Kepemimpinan Ahmadi, dkk (1991 : 127) mengatakan bahwa perlu adanya beberapa kecapakan umum yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar interaksi kelompok dapat berjalan dengan lancar dan produktif :

a. Persepsi sosial (Sosial perception)

Kecakapan seseorang untuk dapat melihat dan memahami akan perasaan-perasaan, sikap-sikap dan kebutuhuhan-kebutuhan anggota kelompoknya.

25

b. Kemampuan dalam berpikir abstrak (Ability in abstract thinking) Pemimpin kelompok harus mempunyai kecakapan untuk berfikis secara abstrak yang lebih tinggi daripada anggota kelompok yang dipimpin.

c. Stabilitas emosional (Emotional stability)

Pemimpin dalam kelompok mampu mengatur keseimbangan perasaan, diantaranya warth of feeling, spontanity of expression, obyectivity of social thinking, and cooperativeness of social thinking. Dimana memiliki makna bahwa seorang pemimpin memiliki sikap perasaan yang lebih positif dibandingkan yang bukan pemimpin.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Karakter Kepemimpinan

Menurut Gibson (2000: 273-282) kepemimpinan dapat dipengaruhi oleh tiga variabel, diantaranya:

a. Sifat pemimpin (Leader’s traits)

Variabel ini terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, seperti keahlian interpersonal dan IQ. Kepribadian pemimpin, seperti ketahanan terhadap stress dan kepercayaan diri dalam memimpin, serta motivasi pemimpin untuk mencapai tujuan bersama.

26

b. Perilaku pemimpin (Leader’s behavior)

1) Berorientasi pada tugas (Task-oriented)

Pemimpin yang berfokus pada penyelesaian tugas dan menggunakan pengawasan ketat sehingga bawahan melakukan tugas mereka sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 2) Berpusat pada orang (Person-centered)

Pemimpin yang berfokus pada orang yang melakukan pekerjaan dan membantu pengikut dalam memenuhi kebutuhan mereka dengan menciptakan lingkungan kerja yang mendukung.

3) Pertimbangan (Consideration)

Pemimpin yang melibatkan perilaku persahabatan, saling percaya, menghormati, adanya kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dan pengikut.

4) Struktur untuk memulai (Initiating structure)

Pemimpin yang mampu mengatur hubungan dalam kelompok, membuat pola komunikasi dan merincikan bagaimana pekerjaan itu diselesaikan.

c. Variabel situasional (Situational variable)

1) Hubungan antara pemimpin dan bawahan

Dapat dilihat dari tingkat kepercayaan diantara pemimpin dan bawahan, serta rasa hormat yang dimili oleh kedua belah pihak.

27 2) Struktur tugas

Struktur tugas ini menunjukkan karakteristik tugas yang hendak diselesaikan, siapa yang akan mengerjakan, dan bagaimana cara menyelesaikannya.

3) Posisi kekuasaan

Posisi kekuasaan dilihat dari kemampuan pemimpin untuk memberikan penghargaan dan hukuman, serta kemampuan untuk memberikan semacam promosi.

C. Hakikat Bimbingan Klasikal 1. Pengertian Bimbingan Klasikal

Makhrifah & Nuryono (2014: 1) mengemukakan bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas. Ditegaskan lebih lanjut oleh Winkel dan Hastuti (2004) tentang bimbingan klasikal adalah istilah yang khusus digunakan di institusi pendidikan sekolah yang menunjuk pada sejumlah siswa yang dikumpulkan bersama untuk mengikuti kegiatan bimbingan.

Berdasarkan pengertian di atas, bimbingan klasikal diartikan sebagai layanan kelompok dalam bentuk klasikal bukan layanan pribadi yang diikuti 30-40 orang siswa. Bimbingan klasikal memiliki tujuan untuk memberikan informasi secara langsung di kelas demi menunjang perkembangan diri peserta didik secara optimal. Melalui bimbingan

28

klasikal, peserta didik dapat mengambil manfaat atau belajar dari pengalaman langsung yang membawanya pada perkembangan diri yang positif. Selain itu juga, konselor dalam melaksanakan bimbingan klasikal dituntut untuk dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik di dalam kelas.

2. Tujuan Bimbingan Klasikal

Menurut Makhrifah & Nuryono (2014: 2) strategi layanan dalam bimbingan dan konseling memiliki tujuan untuk meluncurkan aktivitas-aktivitas pelayanan yang mengembangkan potensi siswa atau mencapai tugas-tugas perkembangannya, sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan dalam Suciati (2005) mendeskripsikan tujuan bimbingan klasikal ke dalam beberapa bagian diantaranya sebagai berikut:

a. Tujuan bimbingan klasikal berdasarkan aspek kognitif

Berorientasi pada kemampuan berpikir, dimana mencakup kemampuan intlektual yang sederhana, yaitu mengingat sampai pada pemecahan masalah. Secara hirarkis tujuan bimbingan klasikal pada aspek kognitif dari tingkatan paling rendah meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Tujuan bimbingan klasikal berdasarkan aspek afektif

Berorientasi pada perasaan emosi, sistem, nilai dan sikap yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Secara

29

hirarki tujuan bimbingan klasikal pada aspek afektif dari tingkatan paling rendah meliputi penerimaan, partisipasi, penentuan, sikap, pembentukan organisasi sitem nilai, dan pembentukan pola hidup. c. Tujuan bimbingan klasikal berdasarkan aspek psikomotorik

Berorientasi pada ketrampilan motorik individu mengenai anggota tubuh atau tindakan yang memerlukan koordinasi syaraf dan otot. Secara hirarkis tujuan bimbingan klasikal pada aspek psikomotorik dari tingkatan paling rendah meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.

3. Manfaat Bimbingan Klasikal

Manfaat bimbingan klasikal menurut Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) tentang Bimbingan dan Konseling (2004) diantaranya sebagai berikut:

a. Siswa semakin memahami dirinya sendiri seperti bakat, minat, sifat, sikap, kemampuan, kebiasaan, perasaan, tingkah laku dan lain sebagainya.

b. Siswa semakin bersikap baik dan berhasil dalam proses bersosialisasi terhadap orang lain atau lingkungannya.

c. Siswa semakin tertarik, termotivasi dan berminat untuk belajar, lebih giat sehingga hasil belajarnya menjadi baik.

30

d. Siswa semakin mampu menyelesaikan masalahnya dan mengambil keputusan sendiri dalam hidupnya, serta mampu merencanakan kegiatan-kegiatan yang berguna untuk pengembangan hidupnya. e. Siswa semakin mampu mengembangkan nilai dan sikap secara

menyeluruh, serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri.

f. Siswa semakin mampu menerima dan memahami tingkah laku manusia.

g. Siswa semakin mampu untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi masa depannya.

4. Strategi/Teknik Pelayanan Bimbingan Klasikal

Menurut Tatiek Romlah (2001: 86) teknik bimbingan klasikal/kelompok memfokuskan pada tujuan yang ingin dicapai dengan membuat suasana yang membangun selama layanan bimbingan, supaya siswa tidak cepat jenuh dalam mengikuti layanan bimbingan. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam pelaksanaan bimbingan klasikal/kelompok sebagai berikut:

a. Teknik pemberian informasi (expository)

Teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi mencakup tiga hal, yaitu : perencanaan, pelaksanaan, penilaian. Keuntungan teknik pemberian informasi antara lain:

31

2) Tidak membutuhkan banyak waktu sehingga efisien, 3) Tidak terlalu banyak memerlukan fasilitas,

4) Mudah dilaksanakan dibandingkan dengan teknik lain. Sedangkan kelemahannya adalah antara lain:

1) Sering dilaksanakan secara monolog, 2) Individu yang mendengarkan kurang aktif,

3) Memerlukan keterampilan berbicara, supaya penjelasan menjadi menarik.

b. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang telah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan. Dinkmeyer & Munro (dalam Romlah, 2001:89) menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok yaitu: (1) untuk mengembangkan terhadap diri sendiri, (2) untuk mengembangkan kesadaran tentang diri, (3) untuk mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antar manusia.

c. Teknik pemecahan masalah (problem solving)

Teknik pemecahan masalah mengajarkan pada individu bagaimana pemecahan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah :

1) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah

2) Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah 3) Mencari alternatif pemecahan masalah

32 4) Menguji masing-masing alternatif

5) Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan 6) Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai

d. Permainan peranan (role playing)

Bennett dalam Romlah (2001:99) mengemukakan: “bahwa permainan peranan adalah suatu alat belajar yang menggambarkan

Dokumen terkait