• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

pembelajaran di kelas, yaitu sebagai berikut:

1) Penyampaian pelajaran tidak kaku

2) Pembelajaran bisa lebih menarik

3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan

prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi sisa, umpan

4) Lama waktu pembelajaran dapat dipersingkat, karena kebanyakan media hanya

memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan-pesan isi pelajaran

dalam jumlah yang cukup banyak, dan kemungkinan dapat diserap oleh murid

lebih besar

5) Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bila integritasi kata dan gambar

sebagai media pembelajaran dapat mengomunikasikan elemen-elemen

pengetahuan dengan cara yang terorganisasi dengan baik, spesifik dan jelas.

6) Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana saja diinginkan atau

diperlukan, terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan

secara individu

7) Sikap positif murid terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses

belajar dapat ditingkatkan

8) Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif.

b. Media Maket

Menurut Susanto (2014: 327) media pembelajaran berbasis visual adalah

visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin disampaikan kepada murid

dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto, gambar/ilustrasi,

sketsa/gambar grafis. Grafik, bagan, chart, dan gabungan dari dua bentuk atau lebih.

Menurut Sani (2019: 333) maket merupakan sebuah model. Model merupakan

tiruan tiga dimensi dari benda sebenarnya. Menurut Amran (Meylasari, 2014: 4)

media maket adalah media bentuk tiruan tentang sesuatu dalam ukuran kecil.

Sebagai media visual konkret, maket dapat digunakan sebagai media

pembelajaran. Media maket akan menarik perhatian murid, karena meletakkan

keterampilan berpikir kritis karena melalui media maket murid dapat menemukan

jawaban dari suatu permalasahan yang dihadapi dalam pembelajaran. maket yang

didesain dengan baik akan memberikan makna yang hamper sama dengan benda

aslinya, dengan melihat benda yang hampir sama dengan aslinya diharapkan akan

memudahkan murid dalam mengingat, menambah wawasan murid, dapat

menguatkan konsep murid serta dapat mengembangkan kemampuan berpikir

murid.

Penggunaan media maket dalam pembelajaran IPS, dipilih karena beberapa

aspek:

1) Menumbuhkan minat belajar murid karena pelajaran menjadi lebih menarik.

2) Memperjelas makna bahan pelajaran sehingga murid lebih mudah

memahaminya.

3) Membuat murid lebih aktif melakukan kegiatan pembelajaran seperti

mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan sebagainya.

Media maket termasuk media tiga dimensi yang juga memiliki beberapa

kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dari media maket, antara lain:

1) Bentuknya yang dibuat tiga dimensi seperti aslinya.

2) Pemberian warna secara realistik, membuat media lebih menarik.

3) Memberikan pengalaman secara langsung.

4) Penyajian secara konkret.

5) Menunjukkan objek secara utuh.

6) Dapat memperlihatkan struktur organisasi secara jelas dan dapat menunjukkan

alur suatu proses secara jelas, maka dari itu diharapkan dapat meningkatkan

Adapun beberapa kelemahan media maket, antara lain:

1) Tidak bisa menjangkau sasaran dalam jumlah yang besar.

2) Penyimpannya memerlukan ruang serta perawatannya yang rumit.

3) Biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan media ini cukup besar.

4) Anak yang mengalami gangguan penglihatan akan kesulitan dalam

penggunaan media ini.

Media maket sebagai pembelajaran tiga dimensi dapat memanipulasi objek

nyata yang sebenarnya. Dengan menggunakan media maket ini dapat memperoleh

pengalaman pembelajaran semi konkret melalui penggunaan media maket dalam

pembelajaran IPS. Melalui penggunaan media maket ini murid juga dapat secara

langsung melihat dan memperagakan komponen benda tiruan dalam bentuk media

maket sehingga lebih banyak pengalaman belajar yang diperoleh murid.

Penyampaian informasi dan pesan juga dapat diperjelas melalui penggunaan media

maket ini sehingga dapat memengrauhi hasil belajar yang diperoleh.

3. Model Student Facilitator and Explaining Berbantuan Media Maket Model Student Facilitator and Explaining adalah model pembelajaran yang

memberikan kesempatan kepada murid untuk berlatih menjelaskan kembali materi

yang telah dipelajari dan disampaikan oleh guru dengan menggunakan media maket

dalam pembelajaran di kelas.

Langkah-langkah model Student Facilitator and Explaining berbantuan

Table 2.1 kegiatan guru dan murid dalam model Student Facilitator and

Explaining berbantuan media maket.

Kegiatan guru Kegiatan murid

1. Menyampaikan kompetensi yang

ingin dicapai sesuai dengan

indikator pembelajaran.

1. Mempersiapkan diri untuk

menerima pelajaran, dan menyimak kompetensi yang disampaikan oleh guru.

2. Menyajikan garis-garis besar materi pelajaran.

2. Mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru tentang garis-garis besar materi pelajaran.

3. Membagi murid menjadi kelompok kecil.

3. Berdiskusi dan bertukar informasi

atau pikiran dengan teman

kelompoknya yang berkaitan

dengan materi yang disampaikan oleh guru.

4. Memberi kesempatan dan

mengarahkan murid untuk

menjelaskan kepada murid lainnya menggunakan media maket.

4. Menjelaskan hasil pengetahuan yang didapat dari hasil tukar pikiran dengan teman kelompoknya di depan kelas menggunakan media maket secara individu.

5. Guru menyimpulkan pendapat

murid kemudian menerangkan

kembali materi dengan bantuan media maket jika terjadi kesalahan

persepsi dengan materi yang

dibahas oleh murid.

5. memperhatikan penjelasan dari

guru, dan bertanya jika ada materi yang kurang dipahami.

4. Hasil Belajar a. Belajar

Menurut Susanto (2014: 1) “belajar merupakan suatu proses dalam

membentuk dan mengarahkan kepriadian manusia. Perubahan tersebut ditempatkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas seseorang”. Adapun belajar

menurut Sardiman (Afandi, dkk., 2013: 1) “belajar merupakan perubahan tingkah

laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya”.

Berdasarkan hasil penyelidikannya, Gagne (Kurniawan. 2014: 4)

memandang belajar sebagai proses internal dan melibatkan unsur kognitif. Dimana

unsur internal ini berinteraksi dengan lingkungan eksternal sehingga terjadi

perubahan pada diri setiap individu.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku maupun penampilan yang dialami oleh individu secara

keseluruhan setelah mendapat suatu ilmu atau pelajaran dari suatu pengalaman

yang sudah dialaminya.

Prinsip belajar adalah suatu keadaan yang selalu ada dalam setiap proses

belajar. Dikutip dari Kurniawan (2014: 17) prinsip-prinsip belajar dari berbagai

teori belajar yang mendasarinya, yang telah terungkap dan dianggap sudah berlaku

umum. Prinsip-prinsip belajar itu terdiri dari:

1) Prinsip perhatian dan motivasi (teori pengolahan informasi dan operant

conditioning), pengajar harus bisa membangkitkan perhatian dan motivasi

2) Prinsip keaktifan (teori kognitif dan Thorndike), guru harus bisa

membangkitkan keaktifan murid dalam proses pembelajaran.

3) Prinsip keterlibatan langsung/berpengalaman (teori kognitif, Edgardale dan

Dewey), guru harus bisa merekayasa suatu pengalaman belajar yang efektif,

berkesan, dan menyenangkan.

4) Pengulangan (teori psikologi daya, psikologi asosiasi, dan psikologi

conditioning), memberikan latihan atau pengulangan kepada murid dalam

proses pembelajaran.

5) Tantangan (teori medan), guru perlu mengkreasi situasi dan kondisi yang bisa

mengembangkan afeksi disiplin, daya tahan, dan kesabaran murid.

6) Balikan dan penguatan (operant conditioning-skinner), berfungsi untuk

memperkuat perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak

diinginkan.

7) Perbedaan individual (Gardner), guru harus mampu melayani perbedaan

individual muridnya dengan menggunakan variasi metode dan media dalam

proses pembelajaran.

b. Hasil Belajar

Interaksi antara pendidik dengan murid yang dilakukan secara sadar,

terencana, baik didalam maupun diluar ruangan untuk meningkatkan kemampuan

murid ditentukan oleh hasil belajar. Menurut Sudjana (Darmawan, 2018: 22) hasil

belajar merupakan komptensi-kompetensi yang harus dicapai oleh murid setelah

melalui proses pembelajaran. kompetensi murid merupakan penampilan spesifik

kemampuan yang dibutuhkan oleh tugas pekerjaan untuk mencapai tujuan-tujuan

yang telah diterapkan dengan penuh keberhasilan.

Menurut Susanto (2013: 5) secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil

belajar murid adalah kemampuan yang diperoleh murid setelah melalui proses

pembelajaran. Karena belajar merupakan yang dapat membawa perubahan perilaku

murid yang relatif melekat.

Adapun hasil belajar menurut Bloom (Afandi, dkk., 2013: 6) yang

menggolongkan kedalam tiga ranah yang perlu diperhatikan dalam proses belajar

mengajar. Tiga ranah teresebut adalah ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Ranah kognitif mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan ingatan,

pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Ranah afektif mencakup hasil belajar

yang berhubungan dengan sikap, nilai-nilai, perasaan, dan minat. Ranah psikomotor

mencakup hasil belajar yang berhubungan dengan keterampilan fisik atau gerak

yang ditunjang oleh kemampuan psikis. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu keberhasilan murid baik itu dari aspek

afektif, kognitif, dan psikomotorik yang diperoleh murid setelah menerima suatu

proses pembelajaran.

Kualitas proses belajar seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut

Syah (Kurniawan, 2014: 22) dengan merujuk pada teori belajar kognitif, bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu dikelompokkan kedalam tiga kategori,

yaitu:

1) Faktor internal, faktor internal terdiri atas unusr jasmaniah (fisiologis) dan

rohaniah (psikologis). Unsur jasmaniah yaitu kondisi umum sistem otot dan

diantaranya yang paling menonjol adalah tingkat kecerdasan/intelegensi, sikap,

bakat, minat, dan motivasi.

2) Faktor eksternal. Yaitu faktor-faktor yang ada di lingkungan diri pebelajar yang

meliputi lingkungan sosial dan non sosial.

3) Faktor pendekatan belajar. Pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar murid

yang meliputi strategi dan metode yang digunakan murid untuk melakukan

kegiatan mempelajari materi pelajaran.

5. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

a. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari cabang ilmu-ilmu

sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya.

Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang

mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang

ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS

atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi

materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,

politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.

Menurut Marsh (Trianto, 2017: 172) istilah pendidikan IPS dalam

menyelenggarakan pendidikan di Indonesia masih relatif baru digunakan.

Pendidikan IPS merupakan padanan dari social studies dalam konteks kurikulum di Amerika Serikat”. Istilah tersebut pertama kali digunakan di AS pada tahun 1913

mengadopsi nama lembaga Social Studies yang mengembangkan kurikulum di AS.

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

lingkungan.

2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inquiry, pemecahan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan kompetisi dalam

masyarakat yang majemuk di tingkat local, nasional, dan global.

Sementara itu, menurut Mutaqin (Trianto, 2017: 176) tujuan dari

pembelajaran IPS, yaitu:

1) Pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupannya.

2) Mengetahui dan memahami konsep dasar serta mampu mengadaptasi metode

yang diadaptasi dari ilmu-ulmu sosial dan kemudian menggunakannya untuk

memecahkan masalah.

3) Mampu mengambil keputusan atas masalah yang terjadi di masyarakat.

4) Menaruh perhatian terhadap isu dan masalah sosial di masyarakat.

5) Mampu mengembangkan diri sendiri dan bertanggungjawab dalam

masyarakat.

6) Memotivasi seseorang agar bertindak berdasarkan moral.

7) Menjadi fasilitator dalam lingkungan dan tidak menghakimi.

8) Mempersiapkan murid menjadi warga Negara yang baik.

9) Menekankan perasaan, emosi, dan derajat, penerimaan atau penolakan murid

b. Pembelajaran IPS di SD 1) IPS SD

Pelajaran IPS di SD mengajarkan konsep-konsep dari ilmu sosial untuk

membentuk murid menjadi warga Negara yang baik. Menurut Susanto (2014: 13)

ada tiga kajian utama berkenaan dengan tujuan pembelajaran IPS di SD, yaitu: (1)

pengembangan kemampuan berpikir murid tentang ilmu-ilmu sosial dan masalah

kemasyarakatan; (2) pengembangan nilai etika dan sosial; (3) pengembangan

tanggung jawab dan partisipasi sosial dalam masyarakat. Dalam standar isi mata

pelajaran SD/MI menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran IPS di SD agar murid

mempunyai kemampuan sebagai berikut:

a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

lingkungannya.

b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan kehidupan sosial.

c) Mempunyai komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam

masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Sehubungan dengan tujuan pendidikan IPS di atas, Stahl (Susanto, 2014:

37) menyatakan ada beberapa prinsip yang harus dipedomani dalam pembelajaran

IPS, yaitu:

a) Menerapkan pembelajaran bermakna (meaningful learning).

b) Pembelajaran yang terintegasi.

d) Pembelajaran yang menantang.

e) Pembelajaran yang aktif.

Apabila kelima prinsip tersebut dilaksanakan dengan baik, maka tujuan dari

pendidikan IPS di SD akan tercapai dan mendapatkan hasil yang baik.

2) Pembelajaran tematik

Rambu-rambu pembelajaran tematik menurut tim Puskur (Uyun, 2013: 58)

antara lain:

a) Tidak semua mata pelajaran harus dikaitkan/dipadukan.

b) Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan jangan dipaksakan dipadukan.

c) Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan.

d) Untuk murid kelas I dan II kegiatan ditekankan pada kemampuan membaca,

menulis, dan berhitung, serta penanaman nilai-nilai moral.

e) Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik, minat, dan

lingkungan murid.

Dari rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran tematik di atas, dapat

disimpulkan bahwa dalam memilih tema maupun kompetensi dasar yang tercakup

dalam tema tersebut haruslah sesuai dengan karakteristik murid dan bersifat

fleksibel, artinya tidak boleh dipaksakan.

6. Hasil Penelitian Relevan

1) Skripsi Hajiah (2014). “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Facilitator and Explaining Pada Murid Kelas V SDN No. 66 Kajang Kabupaten Takalar”. Dengan kesimpulan bahwa

pembelajaran IPA dengan menggunakan model Student Facilitator and

Kajang Kabupaten Takalar. Hal ini dapat dilhat dari skor rata-rata siklus I

sebesar 64.14 meningkat pada siklus II menjadi 74.8 sedangkan persentase

ketuntasan belajar pada siklus I yaitu 45.7% meningkat pada siklus II menjadi

85.71%. Persamaan penelitian tersebut pada penelitian ini adalah sama-sama

menggunakan model Student Facilitator and Explaining dan juga variabel Y

yaitu hasil belajar. Adapun perbedaannya terletak pada tingkatan kelas dan

mata pelajaran.

2) Skripsi Renaldy Pangasean S. (2016). “Penerapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Student Facilitator and Explaining Untuk Meningkatkan

Sikap Nasionalisme dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas VA SD Negeri 2 Kesumadadi Lampung Tengah”. Dengan kesimpulan bahwa

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe SFAE dalam pembelajaran IPS

dapat meningkatkan hasil belajar siswa, baik dalam ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor. Pada siklus I nilai hasil belajar siswa berada pada kategori “Cukup Baik” dan persentase ketuntasan menunjukkan kategori “Cukup Baik”.

Kemudian pada siklus II nilai hasil belajar siswa berada pada kategori “Baik”,

dan persentase ketuntasan menunjukkan kategori “Baik”. Hal itu menunjukkan

bahwa terjadi peningkatan persentase ketuntasan belajar dari siklus I ke siklus

II. Adapun persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu

sama-sama menggunakan model SFAE dan mata pelajaran IPS, sedangkan

perbedaannya terletak pada tingkatan kelas dan penggunaan media

pembelajaran.

3) Skripsi Nurhalima (2017). “Pengaruh Penggunaan Model Student Facilitator

Bontosunggu Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa”. Dengan kesimpulan

terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar IPA pada peserta didik

kelas V MIN Bontosunggu Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa pada

penggunaan model Student Facilitator and Explaining karena t hitung = 6,683

dengan nilai sign sebesar 0,857 < 0,05. Persamaan penelitian tersebut dengan

penelitian ini yaitu terletak pada penggunaan model dan variabel Y yaitu hasil

belajar. Sedangkan perbedaannya terletak pada mata pelajaran dan tingkatan

kelas.

Ketiga penelitian tersebut di atas, menunjukkan adanya pengaruh yang

signifikan pada model Student Facilitator and Explaining terhadap hasil belajar

IPS. Sehingga penulis yakin bahwa model Student Facilitator and Explaining

berbantuan media maket berpengaruh terhadap hasil belajar, karena penelitian ini

sudah pernah dilakukan oleh peneliti Hajiah (2014), Renaldy Pangasean S.,

(2016) dan Nurhalima (2017).

B. Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dalam pembelajaran dengan

menggunakan model Student Facilitator and Explaining berbantuan media maket.

Untuk dapat mengetahui berhasil tidaknya murid pada pelajaran yang berlangsung

dalam kelas yang diteliti dengan menggunakan pengamatan langsung sebagai alat

ukur tingkat keberhasilan murid dalam memahami materi pelajarannya.

Hal yang terlebih dahulu dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan

tes awal kepada subjek yang diteliti sebelum memberikan perlakuan dengan

menggunakan model Student Facilitator and Explaining berbantuan media maket

posttest kepada subjek yang akan diteliti. Kemudian dilakukan analisis data untuk

mengetahui bagaimana pengaruh penerapan model Student Facilitator and

Explaining berbantuan media maket terhadap hasil belajar IPS murid kelas IV SDN

4 Lakkading Kab. Majene.

BAGAN KERANGKA PIKIR PENELITIAN

Gambar 2.1. kerangka pikir penelitian. Pembelajaran IPS di

Kelas IV SDN 4 Lakkading

Sebelum menggunakan model Student Facilitator

and Explaining berbantuan media maket

Setelah menggunakan model Student Facilitator and

Explaining berbantuan media maket Pretest

Postest

Hasil Belajar

Analisis

C. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2019: 99) “hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”.

Jawaban sementara yang disajikan penulis dirumuskan dalam hipotesis

penelitian. Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis

penelitian yang diajukan adalah: “Terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan

setelah penerapan model Student Facilitator and Explaining berbantuan media

29 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen. Eksperimen berarti mencoba,

mencari, dan mengkonfirmasi/membuktikan. Sukmadinata (2017: 194)

menyatakan bahwa “penelitian experimen (experimental research), merupakan

pendekatan penelitian kuantitatif yang paling penuh, dalam arti memenuhi semua

persyaratan untuk menguji hubungan sebab-akibat”. Menurut Sugiyono (2019: 110) “metode penelitian eksperimen merupakan salah satu metode kuantitatif,

digunakan terutama apabila peneliti ingin melakukan percobaan untuk mencari

pengaruh variabel independen/treatment/perlakuan tertentu terhadap variabel

dependen/hasil/output dalam kondisi yang terkendalikan”.

2. Desain Penelitian

Peneliti menggunakan metode penelitian eksperimen Pre Experimental. Pre

Experimental terdiri dari tiga bentuk yaitu One Shot Case Study, One Group Pretest-Postest, dan Intac Group Comparison. Adapun jenis desain yang dipilih

dalam penelitian ini yaitu One Group Pretest-Postest. Objek penelitian ini adalah

pengaruh model Student Facilitator and Explaining berbantuan media maket (X)

terhadap hasil belajar IPS (Y). Sugiyono (2019: 114) bahwa One-Group

Pretest-Postest digambarkan sebagai berikut:

𝐎

𝟏

𝐗 𝐎

𝟐

Gambar 3.1 Desain Penelitian one grup preetest-postest

Keterangan:

X : Perlakuan model Student Facilitator and Explaining

berbantuan media maket

O1 : nilai Pre-test (sebelum diberi perlakuan) O2 : nilai Post-test (setelah diberi perlakuan)

Berdasarkan gambar 3.1 di atas, mengilustrasikan bahwa pada desain ini

terdapat suatu kelompok diberi pretest, kemudian diberi treatment/perlakuan, dan

selanjutnya diobservasi (O) hasilnya (treatment adalah sebagai variabel

independen, dan hasil adalah sebagai variabel dependen), dengan cara

membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.

B. Populasi dan Sampel

Peneletian ini dilaksanakan di SDN 4 Lakkading Kecamatan Sendana

Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat.

1. Populasi

Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh murid kelas IV SDN 4 Lakkading Kabupaten Majene tahun

pelajaran 2020/2021 yang terdiri dari 18 orang murid

Tabel 3.1. Jumlah murid kelas IV SDN 4 Lakkading

No. Kelas

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

1 IV 10 8 18

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Sampling Jenuh.

Alasan penulis menggunakan sampel jenuh adalah karena populasi dalam penelitian

ini < 20 orang. Jadi, sampel dalam penelitian ini berjumlah 18 orang.

C. Defenisi Operasional Variabel

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini secara operasional

didefeniskan sebagai berikut.

1. Student Facilitator and Explaining berbantuan media maket, adalah model

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada murid untuk menjelaskan

kembali materi yang telah dipelajari dengan bantuan media maket. Guru hanya

perlu menyampaikan garis-garis besar dari materi yang akan dipelajari,

kemudian murid sendiri yang akan mengembangkan materi tersebut dan

dijelaskan kembali kepada murid lainnya menggunakan media maket.

2. Hasil belajar IPS adalah nilai yang diperoleh murid dari hasil evaluasi yang

dilakukan setelah melalui proses pembelajaran IPS di Sekolah. Hasil belajar

dalam penelitian ini dibatasi hanya pada ranah kognitif, dalam penelitian ini

hasil belajar diperoleh berdasarkan tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest).

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur

objek yang akan diteliti. Untuk mempermudah penelitian ini, penulis menggunakan

instrumen penelitian dalam mencari atau mengumpulkan data informasi yang

berhubungan dengan objek penelitian. Adapun instrument yang digunakan dalam

1. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengamati perubahan murid selama

penelitian berlangsung.

2. Butir-butir Soal

Butir-butir soal diberikan dalam bentuk tes, butir-butir soal ini digunakan

untuk mengukur tingkat penguasaan domain kognitif murid setelah dan sebelum

murid diberi perlakuan.

Instrument ini disusun oleh peneliti yang disetujui oleh guru dengan

berpedoman pada standar kompetensi IPS di SD. Dalam penelitian ini, jumlah soal

yang digunakan adalah 20 butir soal yang berbentuk pilihan ganda.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan faktor yang sangat penting yang harus

Dokumen terkait