• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

negara mengenai ketenagakerjaan pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola berfikir yang dinamis, sekaligus untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam mengkritisi persoalan-persoalan hukum yang diharapkan dapat dipakai sebagai bahan evaluasi tentang Pemutusan Hubungan Kerja dalam perspektif Hukum Ketenagakerjaan;

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman bagi pihak-pihak terkait yang interest terhadap persoalan tentang Pemutusan Hubungan Kerja dalam perspektif Hukum Ketenagakerjaan.

E. Metode Penelitian

Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian ilmiah dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan yakni penelitian harus lebih dulu memahami konsep dasar ilmu pengetahuan dan metodelogi penelitian disiplin ilmu tersebut. Lebih jelasnya, dalam suatu penelitian hukum, konsep dasar tentang ilmu hukum menyangkut system kerja dan isi ilmu hukum haruslah sudah dikuasai. Selanjutnya, baru penguasaan metodelogi penelitian sebagai pertanggung jawaban ilmiah terhadap komunitas pengemban ilmu hukum. (Johnny Ibrahim, 2005 : 26)

“Metode dan system membentuk hakikat ilmu. Sistem berhubungan dengan konsep dan isi ilmu, sedangkan metode berkaitan dengan aspek formal. Tepatnya, system berarti keseluruhan pengetahuan yang teratur atau totalitas isi dari ilmu, sementara itu

commit to user

xxvii

metode secara harfiah menggambarkan jalan atau cara totalitas ilmu tersebut dicapai dan dibangun.” ( Johnny Ibrahim, 2005 : 26)

Maka metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secararuntut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan guna menguji kebenaran maupun ketidak benaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian hukum ini, menggunakan jenis penelitian normatif. Yang dimaksut dengan penelitian normatif adalah :

Menurut Supranto ( 2003: 2), Penelitian normatif adalah penelitian perpustakaan atau library research jadi yang dimaksud dengan penelitian normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum, dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya. Dalam hal ini yang dilakukan adalah meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2. Sifat Penelitian

Ditinjau dari sifatnya maka penelitian ini bersifat penelitian preskriptif, yaitu “mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum”. (Johnny Ibrahim, 2010: 22)

3. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum ini, peneliti menggunakan pendekatan Perundang-undangan

( Statute Approach). “ Pendekatan Undang-undang dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dalam metode pendekatan Perundang-undangan peneliti perlu memahami hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan”. (Peter Mahmud Marzuki, 2010:93)

commit to user

xxviii 4. Jenis Bahan dan Sumber Bahan Penelitian

Jenis Bahan yang digunakan adalah jenis bahan sekunder. Adapun sumber-sumber data yang digunakan dalam rencana penelitian ini adalah :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat dalam perangkat hukum/ peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun bahan hukum primer yang digunakan adalah :

1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan; 2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial;

3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/MEN/2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja danPenetapan Uang Pesangaon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian dari Perusahaan, tertanggal 20 Juni 2000; dan

4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/ MEN/ 2001 tertanggal 4 Mei 2001. Kepmenakertrans Nomor Kep-78/MEN/ 2001 ini merupakan revisi dari Kepmenakertrans Nomor Kep-150/MEN/2001.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, teks, jurnal, internet dan bahan-bahan lain yang dianggap perlu yang relevansi.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan lain diluar hukum yang relevan.

5. Teknik Pengumpulan Bahan

commit to user

xxix

a. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji, membuat catatan atau membuat catatan atau mencatat sesuai masalah yang diteliti.

6. Analisis Data

Untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan penelitian hukum ini digunakan silogisme deduksi dengan interpretasi sistematis. Metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor dan dari kedua premis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki,2008:47). Premis mayor dalam dalam penelitian hukum ini adalah aturan hukum. Adapun beberapa dasar hukum pengaturan PHK adalah :

a. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan;

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/MEN/2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian dari Perusahaan, tertanggal 20 Juni 2000;

d. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/ MEN/ 2001 tertanggal 4 Mei 2001. Kepmenakertrans Nomor Kep-78/MEN/ 2001 ini merupakan revisi dari Kepmenakertrans Nomor Kep-150/MEN/2001.

Sedangkan premis minornya adalah fakta hukum yang menggambarkan adanya pelanggaran ketentuan mengenai PHK. Melalui proses silogisme ini akan diperoleh suatu simpulan (premis konklusi).

commit to user

xxx F. Sistematika

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan atauran dalam penulisan ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematikan penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 ( empat ) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

commit to user

xxxi

Dalam bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian dan Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Bab ini berisikan kajian pustaka dan teori yang berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti yang meliputi : Tinjauan Tentang Hubungan Kerja, Tinjauan tentang Pemutusan Hubungan Kerja dan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam Bab ini berisikan mengenai :

1. Alasan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan Oleh CV. Nova Furniture.

2. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja Oleh CV. Nova Furniture 3. Cara dan Pemberian Kompensasi Oleh CV. Nova Furniture

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini berisikan mengenai simpulan dan saran yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Hubungan Kerja a. Pengertian Hubungan Kerja

Hubungan kerja yang terjadi antara pengusaha dan pekerja memiliki beberapa pengertian, yaitu :

1) Dalam Pasal 1 ayat (15) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “hubungan kerja adalah

commit to user

xxxii

hubungan antara pengusaha dengan pekerja/ buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”.

2) Yang dimaksud dengan hubungan kerja menurut Zainal Asikin adalah “Hubungan antara Buruh dan Majikan setelah adanya Perjanjian Kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, siburuh mengikatkan dirinya pada pihak lain, si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah, dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah. “( 1993 : 65 ).

3) Menurut Lalu Husni dalam bukunya yang berjudul “ Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” yang disebut dengan “hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja.”(2003:39).

Berdasarkan ketentuan Pasal 50 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Setiap hubungan kerja diawali dengan kesepakatan perjanjian kerja. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pekerja dan pengusaha tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama yang dibuat oleh pengusaha dengan serikat pekerja yang ada di perusahaannya.

b. Perjanjian Kerja

1) Pengertian Perjanjian Kerja

“Perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja. Perjanjian kerja adalah sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dan asas-asas hukum perikatan”. (Asri Wijayanti, 2009:41)Bukti bahwa seseorang bekerja pada orang lain atau pada sebuah perusahaan adalah adanya perjanjian kerja yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak-hak. Berikut ini pengertian tentang perjanjian kerja :

commit to user

xxxiii

Persetujuan perburuhan adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat-serikat buruh yang telah terdaftar pada kementerian Perburuhan (Sekarang departemen Tenaga Kerja) dengan majikan, majikan-majikan, perkumpulan majikan yang berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang diperhatikan perjanjian kerja.

b) Pengertian perjanjian kerja dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

a) Imam Soepomo dalam Lalu Husni

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain yakni majikan, dan majikan mengikatkandiri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.”(Lalu Husni, 2000:35)

2) Unsur-Unsur dalam Perjanjian Kerja a) Adanya unsur work atau pekerjaan

Dalam perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPdt Pasal 1603 huruf a yang berbunyi : “ Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya : hanyalah dengan seizin majikan ia dapat menyuruh seorang ketiga menggantikannya.”

“Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan ketrampilan/ keahliannya, karena itu menurut hukum jika pekerja meninggal dunia, maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.”

“Pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum”. ( Asri Wijayanti, 2009:36)

commit to user

xxxiv

“Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.” (Lalu Husni, 2000: 37-38)

“Di dalam hubungan kerja kedudukan majikan adalah pemberi kerja, sehingga ia berhak dan sekaligus berkewajiban untuk memberikan perintah-perintah yang berkaitan dengan pekerjaannya”. ( Asri Wijayanti, 2009:37)

c) Adanya waktu

”Adanya waktu yang dimaksudkan adalah dalam melakukan pekerjaan harus disepakati jangka waktunya. Unsur jangka waktu dalam perjanjian kerja dapat dibuat secara tegas dalam perjanjian kerja yang diperbuat.” (Lalu Husni, 2000: 37-38) d) Adanya upah

“Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seseorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.” (Lalu Husni, 2000: 37-38)

3) Syarat Sah Perjanjian Kerja

Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 52 ayat (1) dijelaskan tentang syarat sahnya perjanjian kerja adalah:

a) Kesepakatan kedua belah pihak;

Sepakat yang dimaksudkan adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang melakukan perjanjian. Kesepakatan yang terjadi antara buruh dan majikan secara yuridis haruslah bersifat bebas.( Asri Wijayanti, 2009:43)

b) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

“Hukum perburuhan membagi usia kerja dari tenaga kerja menjadi anak-anak (14 tahun ke bawah), orang muda (14-18 tahun), dan orang dewasa (18 tahun ke atas)”. ( Asri Wijayanti, 2009:43)

Ketentuan Pasal 1320 ayat (2) BW, yaitu adanya kecakapan untuk membuat perikatan. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada

commit to user

xxxv

asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil balig dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.

c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak

d) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku; Sebab yang halal menunjuk pada obyek hubungan kerja boleh melakukan pekerjaan apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. ( Asri Wijayanti, 2009:45)

Keempat syarat tersebut bersifat komulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subyektif, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang dijanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku disebut sebagai syarat obyektif. ( Lalu Husni, 2000: 39-40 ) Jika syarat obyektif tidak dipenuhi oleh syarat subyektif, maka akibat dari perjanjian tersebut adalah dapat dibatalkan. ( Asri Wijayanti, 2009:45)

4) Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja a) Kewajiban Buruh/ Pekerja

Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/ pekerja diatur dalam Pasal 1603, 1603 huruf a, 1603 huruf b, dan 1603 huruf c KUHPerdata yang pada intinya sebagai berikut :

(1) Buruh/ pekerja wajib melakukan pekerjaan, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizing pengusaha dapat diwakilkan;

commit to user

xxxvi

(2) Buruh/ pekerja wajib mentaati aturan dan petunjuk majikan/ pengusaha, dalam melakukan pekerjaannya buruh/ pekerja wajib mentaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha. Aturan yang wajib ditaati oleh pekerja sebaiknya dituangkan dalam peraturan perusahaan sehingga menjadi jelas ruang lingkup dari petunjuk tersebut; dan

(3) Membayar kewjiaban ganti rugi dan denda, jika buruh/ pekerja melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan atau kelalaian, maka sesuai dengan prinsip hukum pekerja wajib membayar ganti-rugi dan denda.

b) Kewajiban Majikan/ Pengusaha

Kewajiban Pengusaha menurut Lalu Husni(2000: 42-43) adalah: “Kewajiban memberikan istirahat/ cuti, pihak majikanan/ pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat tahunan kepada pekerja secara teratur.”

Waktu istirahat atau cuti sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ayat (2) meliputi:

(1) Memberikan istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

(2) Memberikan istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

(3) Memberikan cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan

(4) Memberikan istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja

commit to user

xxxvii

selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

(5) Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan, majikan/ pengusaha wajib mengurus perawatan / pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan (Pasal 1602 KUHPerdata);

(6) Kewajiban memberikan surat keterangan, kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1602 huruf a KUHPerdata yang menentukan bahwa majikan/ pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat keterangan tersebut dijelaskan mengenai sifat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja dan;

(7) Kewajiban membayar upah.

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja”. (Asri Wijayanti, 2009:107)

5) Hak-hak Buruh Dalam Perjanjian Kerja

Hak adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang. Demikian buruh juga mempunyai hak-hak karena statusnya itu. Adapun hak-hak dari buruh itu dapat dirinci sebagai berikut, yaitu : (Nurwati. Jurnal.2006: 49)

a) Hak mendapatkan upah;

b) Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusian; c) Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan

commit to user

xxxviii

d) Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan ketrampilan;

e) Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama; f) Hak mendapatkan pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila

ketika ia di PHK ia sudah mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 6 bulan terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir;

g) Hak atas upah penuh saat istirahat tahunan;

h) Hak mendirikan dan menjadi anggota Serikat Pekerja Nasional.

c. Perjanjian Kerja Bersama

1) Pengertian Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian Kerja Bersama ( Istilah sebelumnya Perjanjian Perburuhan, kemudian Kesepakatan Kerja Bersama ) memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:

a) Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1601 ayat (1) disebutkan bahwa perjanjian perburuhan adalah

“ Peraturan yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang perkumpulan majikan yang berbadan hukum dan atau beberapa serikat buruh yang berbadan hukum, mengenai syarat-syarat kerja yang harus di indahkan pada waktu membuat perjanjian kerja.”

b) Menurut Pasal 1 ayat (21) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Bersama adalah

Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

commit to user

xxxix

Masa berlakunya KKB paling lama 2 tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 1 tahun dan pelaksananya harus disetujui secara tertulis oleh pengusaha dan serikat pekerja. Menurut Lalu Husni (2000: 46-47), KKB sekurang-kurangnya memuat :

a) Hak dan kewajiban pengusaha;

b) Hak dan Kewajiban serikat pekerja serta pekerja; c) Tata tertib perusahaan;

d) Jangka waktu berlakunya KKB; e) Tanggal mulai berlakunya KKB; dan f) Tanda tangan para pihak pembuat KKB.

3) Hubungan Antara Perjanjian Kerja dengan Perjanjian Perburuhan/ KKB

Hubungan perjanjian kerja dengan KKB menurut Lalu Husni (2000: 49 ) adalah : a) Perjanjian perburuhan/KKB merupakan perjanjian induk dari

perjanjian kerja;

b) Perjanjian kerja tidak dapat mengenyampingkan perjanjian perburuhan, bahkan sebaliknya perjanjian kerja dapat dikesampingkan oleh perjanjian perburuhan/ KKB jika isinya bertentangan;

c) Ketentuan yang ada dalam perjanjian perburuhan/ KKB secara otomatis beralih dalam isi perjanjian kerja yang dibuat dan

d) Perjanjian perburuhan / KKB merupakan jembatan untuk menuju perjanjian kerja yang baik.

2. Tinjauan tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) a. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

commit to user

xl

1) Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pada Pasal 1 ayat (25) yang dimaksud dengan Pemutusan hubungan kerja adalah : “Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.”

2) Menurut Asri Wijayanti dalam Bukunya yang berjudul “Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi” yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja adalah:

“Suatu keadaan di mana si buruh berhenti bekerja dari majikannya.” (Asri Wijayanti, 2009 : 159 )

3) Menurut Keputusan Menteri dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep/ 78/ Men/ 2001 yang dimaksud dengan Pemutusan hubungan kerja adalah :

“Pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan ijin Panitia Daerah atau Panitia Pusat.”

4) Lalu Husni menyebutkan bahwa,

“Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja karena berbagai sebab.” (Lalu Husni, 2000:170)

b. Dasar Hukum Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )

Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Untuk itulah sangat diperlukan adanya perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/ buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskrimasi atas dasar apa pun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.(Asri Wijayanti, 2009 : 6)

commit to user

xli

Hukum Pemutusan Hubungan Kerja adalah bagian yang paling rumit dari Hukum Perburuhan karena mengatur hubungan yang rawan atau mengatur masalah-masalah

to be or not to be. Oleh karena itu ketentuan tentang PHK bersifat bivalent, yaitu

perdata dan publik. Bersifat perdata berarti cenderung njimet, mengatur secara mendetail, karenanya sulit memahaminya.( Darwan Prinst, S.H .2000:169 )

“Sumber hukum ketenagakerjaan Indonesia yang tertulis tersebar ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan belum terkodifikasi dengan baik, sehingga kita harus mencari sendiri berbagai peraturan yang tersebar apabila akan dipergunakan untuk dasar hukum dalam memecahkan suatu masalah.”(Asri Wijayanti. 2009 : 28 )

Agar efektifnya penegakan hukum bidang perburuhan dalam penyelesaian PHK, perlu didukung dengan peraturan perundangan yang lengkap dan perubahan, perbaikan Undang-undang No. 12 Tahun 1984 menjadi Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga tenaga kerja mendapat perlindungan. Di samping itu perlu memper-timbangkan korporasi sebagai subyek hukum pidana. Di sisi lain perlu adanya pengamalan etika, moral dan tanggung jawab sosial perusahaan (korporasi) terhadap tenaga kerja dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula peningkatan Sumber. Daya Manusia (SDM) penegak hukum sebagai petugas yang handal dan tangguh khususnya dalam praktik penyelesaian PHK mutlak diperlukan. (eprints@undip.ac.id,13/10/10).

Adapun beberapa dasar hukum pengaturan PHK adalah :

1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan; 2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial;

3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans)

Dokumen terkait