• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Strategi Persaingan Bank Syariah Terhadap Bank Konvensional di Kecamatan Bukit Kecil Palembang

a. Gambaran Kecamatan Bukit Kecil Palembang

Daerah Kecamatan Bukit Kecil terletak di pusat kota Palembang yang terdiri dari 6 kelurahan dengan luas wilayah 992,00 Ha yang berbatasan dengan :

1) Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Ilir Timur I 2) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ilir Timur I 3) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ilir Timur II 4) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ilir Barat I

Adapun 6 (enam) kelurahan di Kecamatan Bukit Kecil, yaitu : 1) Kelurahan Talang Semut

2) Kelurahan 22 Ilir 3) Kelurahan 19 Ilir 4) Kelurahan 23 Ilir 5) Kelurahan 26 Ilir 6) Kelurahan 24 Ilir

Jumlah penduduk pada Kecamatan Bukit Kecil Palembang 49.522 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 11. 562 KK terdiri dari jumlah laki-laki 24.317 jiwa dan jumlah perempuan 25.205 jiwa. Sedangkan jumlah tingkat pendidikan pada penduduk Kecamatan Bukit Kecil Palembang antara lain sebagai berikut :

SD/Sederajat : 6. 479 orang SLTP/ sederajat : 1.196 orang SMA / sederajat : 435 orang Mahasisa 1.434 orang:

Berdasarkan penelitian jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian pokok di Kecamatan Bukit Kecil Palembang ada 8403 orang, Mata pencaharian masyarakat Bukit Kecil Palembang antara lain sebagai berikut :

Tabel IV.1.

Jumlah Penduduk Kecamatan Bukit Kecil Palembang Berdasarkan Pekerjaan Pada Kelurahan Tahun 2008

Kelurahan Jenis Pekerjaan Talang Semut 22 Ilir 19 Ilir 23 Ilir 26 Ilir 24 Ilir Jumlah 1. PNS 2. TNI/Polri 3. Pegawai BUMN 4. Pensiunan 5. Wiraswasta 6. Tani 7. Dagang 8. Jasa 9. Pelajar/Mahasiswa 10.Lain-lain 647 37 114 45 571 - 61 33 27 - 214 185 87 11 671 - 27 13 17 - 237 25 181 14 782 - 42 27 25 18 127 17 48 23 191 - 41 68 19 53 198 117 214 27 798 - 193 42 28 - 187 76 192 31 943 - 325 189 35 110 1.610 457 836 943 3.956 - 689 372 151 181 Sumber : Kantor Kecamatan Bukit Kecil

b. Gambaran Umum Bank Syariah

1) Latar Belakang Bank Syariah

Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara islam berpengaruh ke indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawan Rahardjo, A.M. Saefuddin, M.Amien Azis, dan lain-lain (Syafei Antonio,2009:25). Beberapa uji coba pada skla yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah Baitul Tamwil-salman Bandung, yang sempat tumbuh menesankan. Di jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni koperasi Ridho Gusti.

Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarkan lokakarya Bunga Bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank islam di indonesia.

Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.

2) PT Bank Muamalat Indonesia (BMI)

Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut di atas. Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatanganai pada tanggal 1 november 1991. pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp 84 Miliar.

Pada tanggal 3 november 1991, dalam acara silaturhmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor awal sebesar Rp. 106.126.382.000,00. dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi. Hingga september 1999, bank Muamalat Indonesia telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Balikpapan dan Makassar

Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan Bank syariah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum organisasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”; tidak

terdapat rincian landasan hukum syariah srta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini sangata jelas tercermin dari UU No. 7 Tahun 1992, di mana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu dan merupakan “sisipan” belaka (Syafei Antonio. 2009:26).

3) Era Reformasi dan Perbankan Syariah

Perkembangan perbanka syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-undang No. 10Tahun 1998. Dalam undang-undang terasebut di atur dengan rinci landasan hukumsrta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasiak dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang –undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkanmengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.

Peluang tersebut teryata di sambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatiha dalam bidang oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi para stafnya. Sebagian bank tersebut inggin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainya bahkan berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian diantipasi

oleh Bank Indonesia dengan mengadakan “pelatihan Perbankan Syariah” bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian terutama aparat yang berkaitan langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan), Kredit, pengawasan, akuntansi, riset, dan moneter (Syafei Antonio, 2009:26).

4) Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

Satu perkembangan lain perbankan syariah di indonesia pasca reformasi adalah diperkenankanya konversi cabang bank umum konvensional menjadi unit usaha syariah (Syafei Antonio, 2009:27).

Beberepa bank yang sudah membuka bank umum dan unit usaha syariah di antaranya :

Bank Umum Syariah :

a) Bank Muamalat Indonesia b) Bank Syariah Mandiri

c) Bank Syariah Mega Indonesia d) Bank Syariah Bukopin

e) Bank Rakyat Indonesia Syariah Unit Usaha Syariah :

a) Bank BNI Syariah b) Bank BTPN Syariah

c) Bank BII Syariah d) Permata Bank Syariah e) Bank Export Indonesia f) Bank Danamon

g) Bank HSBC h) Bank Niaga

Sumber: Abu Muhammad, 2009:103

5) Struktur Organisasi Bank Syariah

Bank Syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi yang amat membedakan antar bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.

Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat dengan Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syraiah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.

Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional. Mekanisme kerja DPS dapat digambarkan sebagi berikut (Syafei Antonio, 2009:31) .

Gambar IV.1.

Mekanisme Kerja Dewan Pengawas Syariah

3. jawaban 2. 4. Intruksi

1. Usulan Sumber: Syafei Antonio,2009:31

6) Produk Bank Syariah

Sama halnya denga bank konvensional, bank syariah juga menawarkan nasabah dengan beragam produk perbankan. Hanya saja bedanya dengan dengan bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik yerhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu

DPS

DIREKSI

Dokumen terkait