BAB V HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Manongkoki,
Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar. Penulis dengan
memperoleh data-data guna untuk menjawab semua rumusan masalah yang
ada yang menjadi titik fokus dalam penelitian ini sesuai dengan rumusan
masalah yang telah diuraikan di awal sebelumnya. Mengenai Penelitian ini
untuk menjawab tujuan penelitian, yang diantaranya memahami arti makna
Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut Kaum Sayyid terhadap masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki dan mengetahui Dampak Sosial
Budaya terkait tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat
Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki. Data yang telah diperoleh dalam
penelitian ini maka dilakukan dengan melalui proses wawancara mendalam
(indepth interview) kemudian dengan situasi yang non formal pada tokoh masyarakat yang telah di jadikan sebagai informan. Selain itu, observasi
lapangan juga dilakukan untuk memperkuat data yang di peroleh selama di
lapangan.
Dalam melakukan proses penelitian, penulis memperoleh data dari
beberapa informan atau narasumber yang berasal dari beberapa kalangan
yang berbeda. Penentuan informan didasarkan pada kriteria masing-masing
narasumber yang tentunya harus memiliki kompetensi atau pengetahuan
relevan yang menyangkut masalah tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang
terhadap masyarakat di Kelurahan Manongkoki. Syarat Pelaku masyarakat
Manongkoki dalam mengikuti prosesi tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang
sendiri, harus memiliki pengalaman dalam kehidupannya selama hidup di
dunia. Adapun informan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Petua Adat atau Karaeng Opu atau Keturunan Kaum Sayyid Bangsawan Petua Adat atau Karaeng Opu atau Keturunan Kaum Sayyid
Bangsawan yang memahami tradisi adat istiadat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
dan bersedia memberikan informan mengenai tradisi adat atau prosesi tradisi
adat Maudu’ Lompoa. Dalam peneltian ini, dipilih 1 (satu) orang sebagai
Hal ini di dasarkan oleh kenyataan bahwa setiap orang memiliki pemahaman
tersendiri terkait tradisi adat Maudu’ Lompa ri Cikoang.
b. Tokoh Adat atau Anrong Guru atau Keturunan Sayyid.
Tokoh Adat atau Anrong Guru atau Keturunan Sayyid adalah seseorang
yang berketurunan darah Sayyid namun berbeda dengan golongan Karaeng
Opu, namun masih keturunan Sayyid Cikoang. Informan kali ini merupakan
orang-orang yang tinggal di daerah tempat pelaksaaan Maudu’ Lompoa
berlansung.
c. Tokoh Pengikut Sayyid atau Masyarakat Kelurahan Manongkoki yang sering melaksanakan Maudu’Lompoa ri Cikoang.
Tokoh pengikut Sayyid dalam hal ini adalah orang-orang dari
masyarakat Manongkoki yang berdiam di wilayah Kelurahan Manongkoki
merupakan masyarakat yang setia menjadi pengikut Sayyid di Cikoang,
masyarakat Manongkoki selaku pengikut sayyidyang turut mengembangkan
tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang dengan maksud kecintaan dengan
merayakannya di Hari Kelahiran Sang Nabi Muhammad SAW. Informan
dalam penelitian ini adalah pengikut Sayyid merupakan orang-orang dari
masyarakat Manongkoki.
Sejarah awal kehadiran dari tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
berkembang dan berbeda dengan daerah lain. Maudu’ Lompoa ri Cikoang
terkenal akan kaitannya budaya dan agama, hal itu memiliki arti bagi para
pelaksana. Dalam melestarikan kebudayaan kadang kala banyak hal yang
mereka dari segi positif maupaun negatif. pemahaman mereka sesuai dengan
cerita yang diberikan oleh orang tuanya.
Demikian denngan hasil wawancara dengan salah satu informan
bernama Bapak Tuan Lembang (41 Tahun) selaku Kaum Sayyid, mengatakan
bahwa:
“Dulu itu ada namanya Sayyed Djalaluddin. Waktunya dulu itu Dia hanya bisa pake bahasa Arab kalo berbicara. Kemudian berlayarki menggunakan sajadah dan bawa cerek tempat wuduhnya,dalam keadaan sujud dan bersandarki di sungai Cikoang dibawahnya pohan asam dan disitmi perayaan maudu’ lompoa ri Cikoang itu ditempatkan. Dia itu satu-satunya orang yangmengajarkan agam Islam”.
(Wawancara mendalam, selasa 13 Agustus 2019)
Seperti yang dijelaskan oleh inform Bapak TL (41 Tahun) di atas, salah
satu informan yang telah diwawancarai bernama Bapak KC (34 Tahun) yang
selaku Kaum Sayyid, juga mengatakan bahwa:
“Awal nya Maudu’ Lompoa ri Cikoang itu dibawa oleh Sayyed Djalaluddin, dulunya itu Cikoang diberi nama sebutan Cikondong lalu berubah nama jadi Cikoang. Sayyed Djalaluddin yang membawa maudu’ pertama kalina. Ada itu Pelajaran diberikan kepada kami sebagai Sayyed trus kami itu ajarkan juga iamiantu Papinawang sayyedka(pengikut Sayyid) ri Manongkoki, ini ajarannga tidak bersifat umumngi, tapi khusus.Kah didalmnya itu ada maknana nakandung 4 (empat) makna pertama itu ada dibilang Syari’at, syar’at ini yang umum yang banyak naketahui orang-orang umum, kedua itu ada dibilang Tarikat, ketiga itu ada Hakikat, trakhir itu dibilang Ma’arifat, inimi ini yang tersembunyi atau khususki. Yang disiapkan itu telur,
kelapa, beras, bakulsebagai wadahnya. tapi Sebelum itu dilaksankan acaramaudu’, haruski dulu je’ne-je’ne Sappara’ (Mandi Syafar) untuk mensucikan dirita untuk melakukan kegiatanmaudu’ ini. Terus Beras itu ibarat sebagai Tubuh, Ayam ibarat Nyawa, telur bersifat Rahasia dan Bakul sebagai wadah beras. “
(Wawancara Mendalam, selasa, 13 Agustus 2019)
Hal yang senada dengan informan Bapak KC (34 Tahun), salah satu
informan yang telah diwawancarai bernama KK (78 Tahun), selaku Karaeng
Opua (petua adat Maudu’ lompoa ri Cikoang), sebagaimana pertanyaan yang sama dan saling mendukung satu sama lain mengatakan bahwa:
“Pasnya maulid Nabi, itu orang-orang biasa bilang Maudu’Lompoa ri Cikoang (maulid besar). Itu kalomenjelang sebelum hari maulid ada syarat-syarat yang harus terpenuhi para Papinawang Sayyed ka (pengikut sayyid). Diantaranya itu kaya’1 gantang beras. 1 ekor ayam kampung, itu ayam harus perkepala, 1 butir telur dan 1 kelapa. Biasanya itu Papinawang Sayyed itu, yang tidak dikampung biasa pulangi, alasannya hanya untuk merayakan maudu’nya di Cikoang”. (Wawancara mendalam, sealsa 13 Agustus 2019).
Senada dengan informan Bapak KK (78 Tahun), selaku Karaeng Opua,
salah satu informan yang diwawanacarai bernama SA (23 Tahun), sebagaimana
pertanyaan yang saling mendukung satu sama lain mengatahakan bahwa
berikut ini:
“sesuai dongeng yang sering diceritakan yang bawaki Maulid itu Sayyed Djalaluddin, mengendarai sejadahnya saja Beliau membawa Cerek tempat ambil wudhunya dan memakai Cincin yang bisa membawa kebaikan. Dulu ada 2 orang namanya Danda dan Bunrang
dianggap tokoh masyarakat Cikoang memiliki paham agama, kedua orang mimpi dalam tidurnya akan datangi seseorang yang bawa’ kabaikan, lalu kedua orang ini itu saling bertukarki cerita tentang mimpina. Trus saat ada orang toh yang liat sesuatu dari sungai Cikoang, naliatki sesuatu anu aneh yang Nampaki besar sekali dari jauh kaya’ kapalki yang besar sekali, trus orang ini napanggilmi Danda dan Bunrang. Sampena orang ini didekat laut, mereka nayakini mimpinya, saat nalihatmiberkataminabilang benda apa ini kenapa dari jauh na terlihat besar sekali baru sewaktuna mendejat tiba-tiba kecilki. Jadi waktuna Sayyed Djalaluddin mendekat ini kedua orange heran sekali, kah tadi itu naliatki benda yang terbang di laut sangat besar nah ternyata Manusia yang menaiki sejadah sembahyangnya, dan cerek tempat berwudhunya. Dibawahnyami itu pohon asam”.
(Wawancara mendalam, Selasa 21 Agustus 2019)
Dri pemaparan di atas dari beberapa infrorman maka dapat di
simpulkan bhawa menurut sejarah yang berkembang Syekh Djalaluddin
merupakan orang yang berperan penting dalam ajaran Agama Islam di
Cikoang. Kaum Sayyid menganggap beliau merupakan seorang ulama petuah
dari Aceh yang selama hidupnya merantau dari pulau satu ke pulau lainnya
dengan tujuan mengajarkan hal baik. Pada mulanya Syekh Djalaluddin
bertemu dengan seorang Raja Gowa di daerah Banjar. Kemudian Raja Gowa
tersebut memperkenalkan putrinya kepada Syekh Djalaluddin, dan akhirnya
Ia melamar putri Raja tersebut untuk dijadikan istri. Selang beberapa tahun ia
dan istrinya berlayar ke beberapa pulau. Saat ia dikaruniai 3 orang anak yang
terdiri dari dua anak laki-laki dan satu orang perempuan yang bernama
dan menetap di kampung halaman istrinya dan pada akhirnya Syekh
Djalaluddin berlayar sampai ke muara sungai Cikoang.
Maulid Nabi atau Maudu’ Lompoa ri Cikoang dilaksanakan pada 12
Rabiul Awal dalam penanggalan Islam. Maulid pertama diadakan dibawah
pohon asam.Setelah Syekh Djalaluddin menetap di Cikoang, beliau
berkeliling desa dan mengajarkan ajaran Agama Islam. Kisaran pada tahun
1625 pertamanya maulid dilakukan, yang dipimpin oleh Syekh Djalaluddin
Beliau mengajarkan kepada masyarakat tentang kehidupan dan cara
bersyukur kepada Khaliq dan para Nabinya. Kemudian dijaga, dipertahankan
dan diteruskan oleh Sayyid Cikoang dan kemudian juga diajarkan kepada
paraPengikut Sayyid yakni Masyarakat Manongkoki.Saat acara itu
hidangannya sederhana seperti Kaddo Minynyak’ (Nasi Ketan) yang
dilengkapi dengan lauk ayam goreng. Kemudian akan diadakan pembacaaan
Kitab Tuntunan Sayyid, dan bacaan surah-surah dari Al-Qur’an. Semakin hari
pengikut Syekh Djalaluddin bertambah banyak yang diantaranya Pengikut
Sayyid dari masyarakat Manongkoki.Demikianlah sejarah dilaksanakannya
Maudu’ Lompoa ri Cikoang di desa Cikoang yang dimana masyarakat Manongkoki juga sebagai peserta Maulid dan pengikut sayyid, yang cukup
menjaga dan ikut mengembangkan tradisi adat tersebut.
Selanjutnya pertanyaan akan di paparkan oleh para Masyarakat
Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid. Implementasi adat Maudu’ Lompoa ri
Cikoang telah berkembang terhadap Masyarakat di Kelurahan Manongkoki, adanya ketertarikan dari para pengikut Sayyid. Adapun pertanyaan
sebelumnya, penulis telah mendapatkan informasi dari para informan yang
telah dipilih. Informan kali ini telah diungkapkan oleh Ibu Cendo’ dg Te’ne
(82 Tahun), masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana
pertanyaan dengan wawancara yang mengatakan bahwa :
“Nakke papinawang sayyedka, alasangku njo kah ri Cikoangi turun tunipaturungia, anjomi naku erok anjari papinawang sayyed, nah iya tongmi poeng naku a’maudu’saggena kamma-kamma anne, nasaba’tau toaku injipi riolo appakamma anne. Sayyed Djalaluddin angngerangi, siagang poeng sayyed rikamma-kammaya anne ri Cikoang ampangngajarangi mae ri nakke siagang bija-bijangku anrinni ri Manongkoki. Panggappangku nakke kah anjo sayyedka angngerangi anu baji’, pagngajara’baji’ annemi ri Cikoang minang baji punna ni kana maudu’ja. Kah anjomi anne Nabbiya, Nabi Muhammad, aiaminjo naku erok sanna kujagana anne adataka ri Cikoang”
Terjemahannya :
“saya adalah pengikut sayyid, alasanku karena di Cikoang datangnya seorang pemukah yang paham akan ajaran agama, itulah sebabnya saya mau menjadi pengikut sayyid, sebab itupula saya bermaulid sampai sekarang, sebab dari orang tuaku terdahulu. Sayyed Djalaluddin yang membawanya, kemudian sayyid yang sekarang di Cikoang yang telah mengajarkan kepada saya dan seluruh keluarga di Manongkoki. Pendapatku sayyid lah yang mengajarkan tentang hal kebaikan seperti di Cikoang yang baik akan maulid. Karena Nabi Muhammad sehingga saya menjaga adat ini di Cikoang” (Wawancara, selasa 13 Agustus 2019).
Seperti yang dijelaskan oleh informan Ibu CT (82 Tahun) di atas, salah
masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan
dengan wawancara yang mengatakan bahwa:
“Lanri nikana pangngaingku mange ri Nabbiya Muhammad SAW ebarak nikana teai nabbiya tena ki a’maudu’ nah tena tong maudu’ri linoa. Apa-apa eroka nipasadia antu bayao, ase basse, siagang apa-apa ri maraengannaya, naku kulle a’maudu’ ri Cikoang lanri lekbakku a’bunting siagang turiballa, rioloangnganna a’maudu’ja mingka anjoengja ri dato’ tenapa nakuammuntulu’nikana sayyed nia’pi tuang Mino’ammantang ripa’rasanganga, nampa ri Cikoangi a’maudu’ punna nakke tong annemi maudukku paling baji paling tinggi amala’na untuk mange nikana urusan aherat. Punna niak angkana kodi, tena kupeduli passangmi apa nakana taua, nasaba nakke kukana anu baji, attagalaki ri kuntutojeng”.
Terjemahan :
“ Sebab adanya rasa cintaku kepada Nabi Muhammad SAW ibarat bukan Beliaulah maulid tidak ada didunia. Hal-hal yang perlu disediakan seperti telur, padi, dan lain sebagainya, alasan saya bermaulid di Cikoang dikarenakan setelah saya menikah dengan istriku, sebelumnya saya sudah bermaulid di dato’ jauh sebelum saya menemukan sayyid. Setelah datangnya Tuan Mino’ tinggal dikampung, lalu beliau di Cikoang bermaulid, pribadi saya maulidlah yang paling tinggi amalan ibadahnya menuju akhirat. Jika ada mengatakan ini negatif, saya tidak perduli yang orang lain kataakan, sebab ini sesuatu yang baik. Memegang keyakinan”.
(Wawancara mendalam, selasa 20 Agustus 2019)
Seperti yang dijelaskan oleh informan Bapak ML (80 Tahun) di atas,
masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan
dengan wawancara yang mengatakan bahwa:
“Dari pahamku ndik,,yang bawaki itu Sayyed Djalaluddin baru nateruskanmi sayyedka.Perananku saya dalam tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang itu semata-mata menjadi Papinawang Sayyed atau Pengikut Sayyid. Bermaulidka di Cikoang karena di Cikoang memang tempatnya yang baik bagiku. Jadi tentu kita sebagai pengikut Sayyid yang harus kesana di Cikoang, ada rasa senangku dan cinta ku kepada Nabi Muhammad, makanya saya mau bermaulid di Cikoang. Karena Maudu’ Lompoa ri Cikoang jadi kita disana selaluki bersilaturahmi dan lebih menguatkan hubungan persaudaraan dengan keluarga yang lain serta bersama Sayyid Cikoang dan masyarakatnya.”
(Wawancara mendalam, Selasa, 20 Agustus 2019)
Seperti yang dijelaskan oleh informan Ibu HN (44 Tahun) di atas, salah
satu informan yang telah diwawancarai bernama Bapak KT (45 Tahun)
masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan
dengan wawancara yang mengatakan bahwa:
“ rile’bakku a’bunting siagang amma’na, nakke tena mantong ku a’maudu rioloangganna, nakke tena sikali panggappangku nikana maudu’mingka saggena kuasseng angkana anu baji tenamo naku tale’ba tanggaukangi tulima sanna rannuku punna lantama’mange ri bulang pa’maudukanga. Kah kusa’ring anne pakkasia’pangngaingku mange ri Nabbi Muhammad. Iami antu nirayakangi allo kalassukangna iami antu a’maudu ri Cikoang”.
Terjemahan :
“sesudah saya menikah dengan ibunya, saya sama sekali tidak pernah bermaulid sebelumnya, saya tidak memiliki pengetahuan terkait maulid tapi, semenjak saya mengetahui bahwa ini adalah sesuatu yang baik
tiap tahunnya saya selalu melakukannya, perasaannku senang sekali jika mengahmpiri bulan maulid sebab ini perasaanku rasa cintaku kepada Nabi Muhammad. Itulah hari kelahirannya hari perayaan dari maulid di Cikoang
(Wawancara mendalam, selasa 20 Agustus 2019)
Seperti yang dijelaskan oleh informan Bapak KT (45 Tahun) di atas,
salah satu informan yang telah diwawancarai bernama RR (21 Tahun)
masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan
dengan wawancara yang mengatakan bahwa :
“Papinawangki kita, mengikutki di Sayyed kah, setiap tahun orang tuaku sellu najarka untuk ikut ke Cikoang merayakan Maudu’ Lompo. Biasaka saya pergika antar bakul maulid itu yang biasa kaya’ julung-julung. Maulid itu menurut cerita yang selalu diperdengarkan, Semua itu sebetulnya berkaitan dengan proses kehidupan nya manusia di dunia ini dan itu jumlah pengeluaran buat perayaan Maudu’lompoa ri Cikoang ini tidak sedikit .”
(Wawancara mendalam, Selasa 20 Agustus 2019)
Dri pemaparan di atas dari beberapa informan maka dapat di simpulkan
bahwa dimana perkembangan, pelaksanaan, dan pemahaman tentang
Maudu’ Lompoa ri Cikoang hingga saat ini masih terjaga tanpa mengalami beberapa pergeseran dibenak para pengikut sayyid yakni masyarakat
Manongkoki, diantaranya dari segi kuantitas, baik pengunjung ataupun
atribut. Perlu diketahui bahwa adanya ajaran Sayyid yang diajarkan Tuan
Mino kepada masyarakat Manongkoki yang mengakibatkan terjadinya
didasari oleh rasa sadar dari masyarakat Manongkoki sehingga tercipta rasa
ingin mengembangkan tradisi adat ini. kemudian Adanya kepercayaan dan
keyakinan yang dimiliki para pengikut sayyid, rasa cinta kasih saying kepada
Nabi Muhammad SAW sehingga masih tercipta, terjaga kelesetarian tradisi
adat tersebut. Dengan merayakan hari Mualid inilah bentuk rasa
kecintaannya masyarakat Manongkoki dengan merayakan hari kelahiran sang
Nabi. Jadi sebagai pengikut sayyid kemudian dengan adanya tradisi Maudu’
Lompoa ri Cikoang ini dapat menumbuhkan rasa rali persaudaraan antar sesama umat mnsuia, memberikan ruang silaturahmi yang luas.