• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Penelitian

Dalam dokumen IMPLEMENTASI ADAT MAUDU LOMPOA RI CIKOANG (Halaman 71-82)

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan Manongkoki,

Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar. Penulis dengan

memperoleh data-data guna untuk menjawab semua rumusan masalah yang

ada yang menjadi titik fokus dalam penelitian ini sesuai dengan rumusan

masalah yang telah diuraikan di awal sebelumnya. Mengenai Penelitian ini

untuk menjawab tujuan penelitian, yang diantaranya memahami arti makna

Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut Kaum Sayyid terhadap masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki dan mengetahui Dampak Sosial

Budaya terkait tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat

Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki. Data yang telah diperoleh dalam

penelitian ini maka dilakukan dengan melalui proses wawancara mendalam

(indepth interview) kemudian dengan situasi yang non formal pada tokoh masyarakat yang telah di jadikan sebagai informan. Selain itu, observasi

lapangan juga dilakukan untuk memperkuat data yang di peroleh selama di

lapangan.

Dalam melakukan proses penelitian, penulis memperoleh data dari

beberapa informan atau narasumber yang berasal dari beberapa kalangan

yang berbeda. Penentuan informan didasarkan pada kriteria masing-masing

narasumber yang tentunya harus memiliki kompetensi atau pengetahuan

relevan yang menyangkut masalah tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang

terhadap masyarakat di Kelurahan Manongkoki. Syarat Pelaku masyarakat

Manongkoki dalam mengikuti prosesi tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang

sendiri, harus memiliki pengalaman dalam kehidupannya selama hidup di

dunia. Adapun informan dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Petua Adat atau Karaeng Opu atau Keturunan Kaum Sayyid Bangsawan Petua Adat atau Karaeng Opu atau Keturunan Kaum Sayyid

Bangsawan yang memahami tradisi adat istiadat Maudu’ Lompoa ri Cikoang

dan bersedia memberikan informan mengenai tradisi adat atau prosesi tradisi

adat Maudu’ Lompoa. Dalam peneltian ini, dipilih 1 (satu) orang sebagai

Hal ini di dasarkan oleh kenyataan bahwa setiap orang memiliki pemahaman

tersendiri terkait tradisi adat Maudu’ Lompa ri Cikoang.

b. Tokoh Adat atau Anrong Guru atau Keturunan Sayyid.

Tokoh Adat atau Anrong Guru atau Keturunan Sayyid adalah seseorang

yang berketurunan darah Sayyid namun berbeda dengan golongan Karaeng

Opu, namun masih keturunan Sayyid Cikoang. Informan kali ini merupakan

orang-orang yang tinggal di daerah tempat pelaksaaan Maudu’ Lompoa

berlansung.

c. Tokoh Pengikut Sayyid atau Masyarakat Kelurahan Manongkoki yang sering melaksanakan Maudu’Lompoa ri Cikoang.

Tokoh pengikut Sayyid dalam hal ini adalah orang-orang dari

masyarakat Manongkoki yang berdiam di wilayah Kelurahan Manongkoki

merupakan masyarakat yang setia menjadi pengikut Sayyid di Cikoang,

masyarakat Manongkoki selaku pengikut sayyidyang turut mengembangkan

tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang dengan maksud kecintaan dengan

merayakannya di Hari Kelahiran Sang Nabi Muhammad SAW. Informan

dalam penelitian ini adalah pengikut Sayyid merupakan orang-orang dari

masyarakat Manongkoki.

Sejarah awal kehadiran dari tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang

berkembang dan berbeda dengan daerah lain. Maudu’ Lompoa ri Cikoang

terkenal akan kaitannya budaya dan agama, hal itu memiliki arti bagi para

pelaksana. Dalam melestarikan kebudayaan kadang kala banyak hal yang

mereka dari segi positif maupaun negatif. pemahaman mereka sesuai dengan

cerita yang diberikan oleh orang tuanya.

Demikian denngan hasil wawancara dengan salah satu informan

bernama Bapak Tuan Lembang (41 Tahun) selaku Kaum Sayyid, mengatakan

bahwa:

“Dulu itu ada namanya Sayyed Djalaluddin. Waktunya dulu itu Dia hanya bisa pake bahasa Arab kalo berbicara. Kemudian berlayarki menggunakan sajadah dan bawa cerek tempat wuduhnya,dalam keadaan sujud dan bersandarki di sungai Cikoang dibawahnya pohan asam dan disitmi perayaan maudu’ lompoa ri Cikoang itu ditempatkan. Dia itu satu-satunya orang yangmengajarkan agam Islam”.

(Wawancara mendalam, selasa 13 Agustus 2019)

Seperti yang dijelaskan oleh inform Bapak TL (41 Tahun) di atas, salah

satu informan yang telah diwawancarai bernama Bapak KC (34 Tahun) yang

selaku Kaum Sayyid, juga mengatakan bahwa:

“Awal nya Maudu’ Lompoa ri Cikoang itu dibawa oleh Sayyed Djalaluddin, dulunya itu Cikoang diberi nama sebutan Cikondong lalu berubah nama jadi Cikoang. Sayyed Djalaluddin yang membawa maudu’ pertama kalina. Ada itu Pelajaran diberikan kepada kami sebagai Sayyed trus kami itu ajarkan juga iamiantu Papinawang sayyedka(pengikut Sayyid) ri Manongkoki, ini ajarannga tidak bersifat umumngi, tapi khusus.Kah didalmnya itu ada maknana nakandung 4 (empat) makna pertama itu ada dibilang Syari’at, syar’at ini yang umum yang banyak naketahui orang-orang umum, kedua itu ada dibilang Tarikat, ketiga itu ada Hakikat, trakhir itu dibilang Ma’arifat, inimi ini yang tersembunyi atau khususki. Yang disiapkan itu telur,

kelapa, beras, bakulsebagai wadahnya. tapi Sebelum itu dilaksankan acaramaudu’, haruski dulu je’ne-je’ne Sappara’ (Mandi Syafar) untuk mensucikan dirita untuk melakukan kegiatanmaudu’ ini. Terus Beras itu ibarat sebagai Tubuh, Ayam ibarat Nyawa, telur bersifat Rahasia dan Bakul sebagai wadah beras. “

(Wawancara Mendalam, selasa, 13 Agustus 2019)

Hal yang senada dengan informan Bapak KC (34 Tahun), salah satu

informan yang telah diwawancarai bernama KK (78 Tahun), selaku Karaeng

Opua (petua adat Maudu’ lompoa ri Cikoang), sebagaimana pertanyaan yang sama dan saling mendukung satu sama lain mengatakan bahwa:

“Pasnya maulid Nabi, itu orang-orang biasa bilang Maudu’Lompoa ri Cikoang (maulid besar). Itu kalomenjelang sebelum hari maulid ada syarat-syarat yang harus terpenuhi para Papinawang Sayyed ka (pengikut sayyid). Diantaranya itu kaya’1 gantang beras. 1 ekor ayam kampung, itu ayam harus perkepala, 1 butir telur dan 1 kelapa. Biasanya itu Papinawang Sayyed itu, yang tidak dikampung biasa pulangi, alasannya hanya untuk merayakan maudu’nya di Cikoang”. (Wawancara mendalam, sealsa 13 Agustus 2019).

Senada dengan informan Bapak KK (78 Tahun), selaku Karaeng Opua,

salah satu informan yang diwawanacarai bernama SA (23 Tahun), sebagaimana

pertanyaan yang saling mendukung satu sama lain mengatahakan bahwa

berikut ini:

“sesuai dongeng yang sering diceritakan yang bawaki Maulid itu Sayyed Djalaluddin, mengendarai sejadahnya saja Beliau membawa Cerek tempat ambil wudhunya dan memakai Cincin yang bisa membawa kebaikan. Dulu ada 2 orang namanya Danda dan Bunrang

dianggap tokoh masyarakat Cikoang memiliki paham agama, kedua orang mimpi dalam tidurnya akan datangi seseorang yang bawa’ kabaikan, lalu kedua orang ini itu saling bertukarki cerita tentang mimpina. Trus saat ada orang toh yang liat sesuatu dari sungai Cikoang, naliatki sesuatu anu aneh yang Nampaki besar sekali dari jauh kaya’ kapalki yang besar sekali, trus orang ini napanggilmi Danda dan Bunrang. Sampena orang ini didekat laut, mereka nayakini mimpinya, saat nalihatmiberkataminabilang benda apa ini kenapa dari jauh na terlihat besar sekali baru sewaktuna mendejat tiba-tiba kecilki. Jadi waktuna Sayyed Djalaluddin mendekat ini kedua orange heran sekali, kah tadi itu naliatki benda yang terbang di laut sangat besar nah ternyata Manusia yang menaiki sejadah sembahyangnya, dan cerek tempat berwudhunya. Dibawahnyami itu pohon asam”.

(Wawancara mendalam, Selasa 21 Agustus 2019)

Dri pemaparan di atas dari beberapa infrorman maka dapat di

simpulkan bhawa menurut sejarah yang berkembang Syekh Djalaluddin

merupakan orang yang berperan penting dalam ajaran Agama Islam di

Cikoang. Kaum Sayyid menganggap beliau merupakan seorang ulama petuah

dari Aceh yang selama hidupnya merantau dari pulau satu ke pulau lainnya

dengan tujuan mengajarkan hal baik. Pada mulanya Syekh Djalaluddin

bertemu dengan seorang Raja Gowa di daerah Banjar. Kemudian Raja Gowa

tersebut memperkenalkan putrinya kepada Syekh Djalaluddin, dan akhirnya

Ia melamar putri Raja tersebut untuk dijadikan istri. Selang beberapa tahun ia

dan istrinya berlayar ke beberapa pulau. Saat ia dikaruniai 3 orang anak yang

terdiri dari dua anak laki-laki dan satu orang perempuan yang bernama

dan menetap di kampung halaman istrinya dan pada akhirnya Syekh

Djalaluddin berlayar sampai ke muara sungai Cikoang.

Maulid Nabi atau Maudu’ Lompoa ri Cikoang dilaksanakan pada 12

Rabiul Awal dalam penanggalan Islam. Maulid pertama diadakan dibawah

pohon asam.Setelah Syekh Djalaluddin menetap di Cikoang, beliau

berkeliling desa dan mengajarkan ajaran Agama Islam. Kisaran pada tahun

1625 pertamanya maulid dilakukan, yang dipimpin oleh Syekh Djalaluddin

Beliau mengajarkan kepada masyarakat tentang kehidupan dan cara

bersyukur kepada Khaliq dan para Nabinya. Kemudian dijaga, dipertahankan

dan diteruskan oleh Sayyid Cikoang dan kemudian juga diajarkan kepada

paraPengikut Sayyid yakni Masyarakat Manongkoki.Saat acara itu

hidangannya sederhana seperti Kaddo Minynyak’ (Nasi Ketan) yang

dilengkapi dengan lauk ayam goreng. Kemudian akan diadakan pembacaaan

Kitab Tuntunan Sayyid, dan bacaan surah-surah dari Al-Qur’an. Semakin hari

pengikut Syekh Djalaluddin bertambah banyak yang diantaranya Pengikut

Sayyid dari masyarakat Manongkoki.Demikianlah sejarah dilaksanakannya

Maudu’ Lompoa ri Cikoang di desa Cikoang yang dimana masyarakat Manongkoki juga sebagai peserta Maulid dan pengikut sayyid, yang cukup

menjaga dan ikut mengembangkan tradisi adat tersebut.

Selanjutnya pertanyaan akan di paparkan oleh para Masyarakat

Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid. Implementasi adat Maudu’ Lompoa ri

Cikoang telah berkembang terhadap Masyarakat di Kelurahan Manongkoki, adanya ketertarikan dari para pengikut Sayyid. Adapun pertanyaan

sebelumnya, penulis telah mendapatkan informasi dari para informan yang

telah dipilih. Informan kali ini telah diungkapkan oleh Ibu Cendo’ dg Te’ne

(82 Tahun), masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana

pertanyaan dengan wawancara yang mengatakan bahwa :

“Nakke papinawang sayyedka, alasangku njo kah ri Cikoangi turun tunipaturungia, anjomi naku erok anjari papinawang sayyed, nah iya tongmi poeng naku a’maudu’saggena kamma-kamma anne, nasaba’tau toaku injipi riolo appakamma anne. Sayyed Djalaluddin angngerangi, siagang poeng sayyed rikamma-kammaya anne ri Cikoang ampangngajarangi mae ri nakke siagang bija-bijangku anrinni ri Manongkoki. Panggappangku nakke kah anjo sayyedka angngerangi anu baji’, pagngajara’baji’ annemi ri Cikoang minang baji punna ni kana maudu’ja. Kah anjomi anne Nabbiya, Nabi Muhammad, aiaminjo naku erok sanna kujagana anne adataka ri Cikoang”

Terjemahannya :

“saya adalah pengikut sayyid, alasanku karena di Cikoang datangnya seorang pemukah yang paham akan ajaran agama, itulah sebabnya saya mau menjadi pengikut sayyid, sebab itupula saya bermaulid sampai sekarang, sebab dari orang tuaku terdahulu. Sayyed Djalaluddin yang membawanya, kemudian sayyid yang sekarang di Cikoang yang telah mengajarkan kepada saya dan seluruh keluarga di Manongkoki. Pendapatku sayyid lah yang mengajarkan tentang hal kebaikan seperti di Cikoang yang baik akan maulid. Karena Nabi Muhammad sehingga saya menjaga adat ini di Cikoang” (Wawancara, selasa 13 Agustus 2019).

Seperti yang dijelaskan oleh informan Ibu CT (82 Tahun) di atas, salah

masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan

dengan wawancara yang mengatakan bahwa:

“Lanri nikana pangngaingku mange ri Nabbiya Muhammad SAW ebarak nikana teai nabbiya tena ki a’maudu’ nah tena tong maudu’ri linoa. Apa-apa eroka nipasadia antu bayao, ase basse, siagang apa-apa ri maraengannaya, naku kulle a’maudu’ ri Cikoang lanri lekbakku a’bunting siagang turiballa, rioloangnganna a’maudu’ja mingka anjoengja ri dato’ tenapa nakuammuntulu’nikana sayyed nia’pi tuang Mino’ammantang ripa’rasanganga, nampa ri Cikoangi a’maudu’ punna nakke tong annemi maudukku paling baji paling tinggi amala’na untuk mange nikana urusan aherat. Punna niak angkana kodi, tena kupeduli passangmi apa nakana taua, nasaba nakke kukana anu baji, attagalaki ri kuntutojeng”.

Terjemahan :

“ Sebab adanya rasa cintaku kepada Nabi Muhammad SAW ibarat bukan Beliaulah maulid tidak ada didunia. Hal-hal yang perlu disediakan seperti telur, padi, dan lain sebagainya, alasan saya bermaulid di Cikoang dikarenakan setelah saya menikah dengan istriku, sebelumnya saya sudah bermaulid di dato’ jauh sebelum saya menemukan sayyid. Setelah datangnya Tuan Mino’ tinggal dikampung, lalu beliau di Cikoang bermaulid, pribadi saya maulidlah yang paling tinggi amalan ibadahnya menuju akhirat. Jika ada mengatakan ini negatif, saya tidak perduli yang orang lain kataakan, sebab ini sesuatu yang baik. Memegang keyakinan”.

(Wawancara mendalam, selasa 20 Agustus 2019)

Seperti yang dijelaskan oleh informan Bapak ML (80 Tahun) di atas,

masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan

dengan wawancara yang mengatakan bahwa:

“Dari pahamku ndik,,yang bawaki itu Sayyed Djalaluddin baru nateruskanmi sayyedka.Perananku saya dalam tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang itu semata-mata menjadi Papinawang Sayyed atau Pengikut Sayyid. Bermaulidka di Cikoang karena di Cikoang memang tempatnya yang baik bagiku. Jadi tentu kita sebagai pengikut Sayyid yang harus kesana di Cikoang, ada rasa senangku dan cinta ku kepada Nabi Muhammad, makanya saya mau bermaulid di Cikoang. Karena Maudu’ Lompoa ri Cikoang jadi kita disana selaluki bersilaturahmi dan lebih menguatkan hubungan persaudaraan dengan keluarga yang lain serta bersama Sayyid Cikoang dan masyarakatnya.”

(Wawancara mendalam, Selasa, 20 Agustus 2019)

Seperti yang dijelaskan oleh informan Ibu HN (44 Tahun) di atas, salah

satu informan yang telah diwawancarai bernama Bapak KT (45 Tahun)

masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan

dengan wawancara yang mengatakan bahwa:

“ rile’bakku a’bunting siagang amma’na, nakke tena mantong ku a’maudu rioloangganna, nakke tena sikali panggappangku nikana maudu’mingka saggena kuasseng angkana anu baji tenamo naku tale’ba tanggaukangi tulima sanna rannuku punna lantama’mange ri bulang pa’maudukanga. Kah kusa’ring anne pakkasia’pangngaingku mange ri Nabbi Muhammad. Iami antu nirayakangi allo kalassukangna iami antu a’maudu ri Cikoang”.

Terjemahan :

“sesudah saya menikah dengan ibunya, saya sama sekali tidak pernah bermaulid sebelumnya, saya tidak memiliki pengetahuan terkait maulid tapi, semenjak saya mengetahui bahwa ini adalah sesuatu yang baik

tiap tahunnya saya selalu melakukannya, perasaannku senang sekali jika mengahmpiri bulan maulid sebab ini perasaanku rasa cintaku kepada Nabi Muhammad. Itulah hari kelahirannya hari perayaan dari maulid di Cikoang

(Wawancara mendalam, selasa 20 Agustus 2019)

Seperti yang dijelaskan oleh informan Bapak KT (45 Tahun) di atas,

salah satu informan yang telah diwawancarai bernama RR (21 Tahun)

masyarakat Manongkoki sebagai pengikut sayyid, sebagaimana pertanyaan

dengan wawancara yang mengatakan bahwa :

“Papinawangki kita, mengikutki di Sayyed kah, setiap tahun orang tuaku sellu najarka untuk ikut ke Cikoang merayakan Maudu’ Lompo. Biasaka saya pergika antar bakul maulid itu yang biasa kaya’ julung-julung. Maulid itu menurut cerita yang selalu diperdengarkan, Semua itu sebetulnya berkaitan dengan proses kehidupan nya manusia di dunia ini dan itu jumlah pengeluaran buat perayaan Maudu’lompoa ri Cikoang ini tidak sedikit .”

(Wawancara mendalam, Selasa 20 Agustus 2019)

Dri pemaparan di atas dari beberapa informan maka dapat di simpulkan

bahwa dimana perkembangan, pelaksanaan, dan pemahaman tentang

Maudu’ Lompoa ri Cikoang hingga saat ini masih terjaga tanpa mengalami beberapa pergeseran dibenak para pengikut sayyid yakni masyarakat

Manongkoki, diantaranya dari segi kuantitas, baik pengunjung ataupun

atribut. Perlu diketahui bahwa adanya ajaran Sayyid yang diajarkan Tuan

Mino kepada masyarakat Manongkoki yang mengakibatkan terjadinya

didasari oleh rasa sadar dari masyarakat Manongkoki sehingga tercipta rasa

ingin mengembangkan tradisi adat ini. kemudian Adanya kepercayaan dan

keyakinan yang dimiliki para pengikut sayyid, rasa cinta kasih saying kepada

Nabi Muhammad SAW sehingga masih tercipta, terjaga kelesetarian tradisi

adat tersebut. Dengan merayakan hari Mualid inilah bentuk rasa

kecintaannya masyarakat Manongkoki dengan merayakan hari kelahiran sang

Nabi. Jadi sebagai pengikut sayyid kemudian dengan adanya tradisi Maudu’

Lompoa ri Cikoang ini dapat menumbuhkan rasa rali persaudaraan antar sesama umat mnsuia, memberikan ruang silaturahmi yang luas.

Dalam dokumen IMPLEMENTASI ADAT MAUDU LOMPOA RI CIKOANG (Halaman 71-82)

Dokumen terkait