• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI ADAT MAUDU LOMPOA RI CIKOANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI ADAT MAUDU LOMPOA RI CIKOANG"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh :

HABRIANI IMASWATI 10538330815

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

“KEGAGALAN, Tetapi Adalah Ketika Berhenti Dan Menyerah Sebelum Merasakan KEBERHASILAN”

Kupersembahkan Skripsi Ini, Sebagai Wujud Cinta dan Baktiku

Serta Ungkapan Kasih Sayang Ku Kepada “KEDUA ORANG TUA TERHEBAT KU” Yang Senang Tiasa Meneteskan Keringatnya Untukku

(7)

vii

Teacher Training and Education Muhammadiyah University Makassar. With Supervisor I Yumriani and as Supervisor II Ruliaty.

The main problem of this research is What is the Meaning of Maudu’ Lompoa ri Cikoang according to Sayyid to the people of Sayyid and Cultural Impact related to the traditional Maudu’ tradition’ Lompoa ri Cikoang to the Sayyid followers in Manongkoki Village. The research aims to find out the meaning of Maudu’ Lompoa ri Cikoang according to the Sayyids towards the followers of sayyid followers in Manongkoki Village and to find out the Socio-Cultural Impact related to Maudu’ traditional Lompoa ri Cikoang to the Sayyid followers in the Manongkoki Village.

This type of research is qualitative, using a descriptive approach. The technique of determining informants was done by using purposive sampling technique of 9 people. Data collection technique were carried out through observation, in-depth interviews and documentation. The data analysi, namely thhe presentation of data in written form and explaining what is in accordance with the data obtained from the reseach results.

The results of this study found that the implementation of the custom of Maudu’ Lompoa ri Cikoang to the followers in Manongkoki in the application of the meaning of the meaning of Maudu’ Lompoa ri Cikoang implied that a special message to the community was contained in 4 meanings, namely: Shari’a, Tarikat, Hakikat and Makrifat and implied also the main message during the celebration, the most important in this traditional tradition is a form of love for the people of Manongkoki to the Prophet Muhammad. Social and Cultural views of the community related to the traditional tradition of Maudu’Lompoa ri Cikoang towards the Sayyid Followers Community in Manongkoki Village. The Manongkoki community as a follower of Sayyid, raises a negative view for the general public, but for Sayyid Followers is an implementation of te birthday celebration of the Prophet Muhammad. The linkage between social and cultural relations with relagion is based on the willingness of the Manongkoki community as followers of Sayyid to continue to remember the teachings of the Prophet Muhammad, especially about love, brotherhood, social justice.

(8)

x

Asaalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur penulis ucapkan kepasa Allah SWT. berkat Rahmat dan

Hidayah-Nya penulis dapat meneyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Selanjutnya

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua

pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa dorongan moril

maupun materil. Karena penulis yakin tanpa banuan dan dukungan tersebut, sulit

rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Disamping itu,

izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D serta para Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Drs. H. Nurdin, M.Si dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Kaharuddin, S.Pd.,

M.Pd., Ph.D, beserta seluruh staffnya.

3. Ibu Dr. Yumriani, M.Pd., sebagai pembimbing I (satu) dan Ibu Dr. Hj. Ruliaty, M.M., selaku pembimbing II (dua) yang telah meluangkan

(9)

x

SWT. sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat dikemudian

hari.

5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua peulis

yang tercinta, Ayahanda Usman dan Ibunda Nurhayati serta kakak dan adik

penulis dengan segala pengorbanannya tak akan pernah penulis lupakan

atas jasa-jasa mereka. Do’a restu, nasihat dan petunjuk dari mereka yang

merupakan dorongan moril yang paling efektif bagi kelanjutan studi penulis

hingga saat ini.

6. Keluarga Besar Kantor Kelurahan Manongkoki Bapak Subair, S.Sos Beserta para staffnya yang telah memberikan bantuan bagi penulis untuk

mendapatkan informasi mengenai data-data kemasyarakatan di Kelurahan

Manongkoki, yang mendukung penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak pimpinan beserta para staff Perpustakaan Pusat, Perpustakaan Fakultas dan Keguruan, atas segala kemudahan yang telah diberikan kepada

penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian skripsi

ini.

8. Kawan-kawanku Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi khususnya kawan-kawan seperjuangan Kelas D yang selalu memberikan

(10)

x

ini mendapatkan balasan pahala dari rahmatAllah SWT. Semoga apa yang

telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya

Rabbal a’lamin.

Unismuh Makassar, September 2019

(11)

xi

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..………..……..….….... iii

SURAT PERNYATAAN ..………... iv

SURAT PERJANJIAN ..………... v

MOTTO DAN PEMBAHASAN ..………....….... vi

ABSTRAK ..………... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL………...…... xiv

DAFTAR GAMBAR ………... xv BAB I PENDAHULUAN ………...…... 1 A. Latar Belakang ………...…... 1 B. Rumusan Masalah ………... 8 C. Tujuan Penelitian ………... 8 D. Manfaat Penelitian ……….…………... 9 E. Defenisi Operasional ………....……... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... 14

A. Kajian Konsep ………... 14

B. Landasan Teori ……….. 32

C. Kerangka Pikir ……….. 36

(12)

xi

C. Fokus Penelitian ………... 40

D. Informan Penelitian ……….. 40

E. Jenis dan Sumber Data ……….… 40

F. Instrumen Penelitian ……….… 41

G. Teknik Pengumpulan Data ………... 41

H. Teknik Analisis Data ……….... 42

BAB IV GAMBARAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN ... 44

A. Sejarah Lokasi Penelitian ……… ..44

B. Keadaan Geografis dan Demografi ………... 44

C. Keadaan Penduduk ………... 48

D. Keadaan Pendidikan ………. 54

BAB V HASIL PENELITIAN ... 56

A. Hasil Penelitian ... 56

B. Pembahasan ... 67

1. Arti Makna Maudu’Lompoa ri Cikoang sesuai Kaum Sayyid terhadap Masyarakat Manongkoki …... 72

2. Pandangan Sosial Budaya Maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat Manongkoki ………... 77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

(13)

xi

(14)

xv

Gambar II.1 Skema Kerangka Pikir ……….….. 36

(15)

xiv

Tabel IV.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis

Kelamin di Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar

Tahun 2019 ……… 46 Tabel IV.2 Distribusi Penduduk Hasil Berdasarkan Jumlah

Rumah Tangga di Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara

Kabupaten Takalar Tahun 2019 ……… 49 Tabel IV.3 Distribusi Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan

Jenis Kelamin di Kelurahan Manongkoki

Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar

Tahun 2019 ……… 50 Tabel IV.4 Jumlah Kepala Keluarga di Kelurahan Manaongkoki

Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian

Tahun 2019 ……… 52 Tabel IV.5 Keadaan Tingkat Pendidikan Masyarakat

Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng

Utara Kabupaten Takalar Tahun 2019 ……….. 55

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia pada dasarnya adalah sebuah Negara yang dicirikan oleh

kemajemukan masyarakatnya yang terdiri dari sejumlah besar suku bangsa

yang masing-masing mendukung tradisi dan kebudayaan yang beraneka

ragam latar belakangnya, beraneka ragam ras, serta memeluk agama dan

kepercayaan yang berbeda.

Keberagaman budaya (culture diversity) adalah keniscayaan yang ada

di bumi Indonesia. Kebudayaan dari Bahasa Sangsekerta yaitu buddhayah

yang merupakan bentuk jamak “buddhi”yang berarti budi atau akal.

Sedangkan menurut bahasa asing kebudayaan adalah colore, artinya

mengolah atau megerjakan, yaitu tanah atau bertani. Jadi, kebudayaan

adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,

moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain serta kebiasaan-kebiasaan yang

didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam konteks

pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok, suku

bangsa masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah

bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan

kelompok yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Menurut Koetnajaraningrat dalam Mattulada menyatakan bahwa,

(17)

oleh makhluk manusia yang menguasai planet ini sejak zaman ia muncul di

muka bumi ini kira-kira empat juta tahun yang lalu. Adney memberikan

defenisi mengenai kebudayaan adalah suatu system terpadu dari

kepercayaan-kepercayaan (mengenai Allah, atau kenyataan atau makna

hakiki), dari nilai-nilai (mengenai apa yang benar, baik, indah, dan normatif).

Indonesia sendiri yang telah mengalami kemajuan pesat dalam

pembangunannya telah mengalami perubahan-perubahan nilai-nilai dalam

lingkungan kebudayaan etis, yang disebabkan oleh tata pergaulan modern

yang bersifat rasional. Secara sosial budaya, masyarakat Indonesia

mempunyai jalinan sejarah dinamika interkasi antara kebudayaan yang

dirangkai sejak dulu sampai sekarang. Hubungan antar manusia didalam

suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan tidak lepas dari

dirumuskannya norma-norma masyarakat untuk mengaturnya yang pada

mulanya norma-norma tersebut terbentuk secara tidak disengaja, namun lama

kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar.

Setiap daerah mempunyai budaya atau tradisi dimana tradisi tersebut

telah menjadi ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lainnya,

dann merupakan warisan dari budaya leluhur mereka secara turun-temurun.

Upacara Adat tradisional yang menghasilkan seni merupakan bagian yang

integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya yang berfungsi sebagai

pengokoh norma-norma serta nilai-nilai budaya yang telah berlaku dalam

masyarakat secara turun temurun. Kerja sama dalam penyelenggaraan

(18)

masyarakat yang merasa memiliki kepentingan bersama (Manyambeang,

1984: 3).

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki

bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi

kegenarasi. Kebudayaan merupakan suatu kearifan lokal suatu daerah dapat

terlihat jelas dari Provinsi Bali dan Kabupaten Tanah Toraja di Provinsi

Sulawesi Selatan, yang dikenal dengan julukan Land of the Heavenly Kings

memiliki keunikan yang mungkin tidak ditemukan ditempat lain di dunia dan

masih hidup hingga sekarang sebagai warisan nenek moyang orang Toraja,

sebagai unsur kebudayaan yang tampak dalam fenomena sosial sampai

sekarang sekalipun ada pengaruh dari Islam maupun Kristen, selain itu di

luar Sulawesi Selatan yakni daerah Bali pun juga memiliki keunikan

tersendiri. Dari kedua kebudayaan Indonesia tersebut terlihat bahwa

kebudayaan telah terbentuk sejak lama yang secara turun temurun dipercaya

dan diyakini walaupun ada pengaruh dari agama lain. Sedangkan dalam

mengembangkan potensi budaya adat Islam hanya sebagian kecil yang

muncul dipermukaan. Dari segi potensi sejarah kebudayaan islam,

peninggalan-peninggalannya pun tak kalah banyak dan Islam merupakan

Agama Mayoritas di Indonesia dan terbesar ketiga di dunia.

Kabupaten Takalar merupakan salah satu Kabupaten yang ada di

Sulawesi Selatan yang cukup kaya dengan unsur-unsur budaya seni dan

tradisi, dapat dilihat dalam segi budaya spiritual. Tradisi ini merupakan

(19)

Cikoang, Kecamatan, Mangngarabombang, Kabupaten Takalar, adat istiadat

mereka ini telah dikenal bukan hanya di masyarakat Lokal sendiri, akan

tetapi bahkan juga di mancanegara, ini merupakan sesuatu hal yang unik

sebab tiap tahunnya perayaan maudu’ Lompoa ini kerap didatangi oleh para

wisatawan atau turis-turis.

Desa Cikoang dihuni oleh penduduk asli suku Makassar dan kaum

Sayyid. Desa Cikoang memiliki sebuah sungai yang bermuara ke laut.

Masyarakat setempat meyebut sungai itu sesuai dengan nama desa tersebut,

yaitu Sungai Cikoang. Menurut sejarah, disinilah bermulanya pendaratan

Sayyid Djalaluddin bin Muhammad Al- Aidid sebagai seorang yang

diagungkan oleh masyarakat desa. Beliau adalah seorang ulama besar Aceh,

cucu Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, keturunan Arab Selatan, dan

masih keturunan Nabi Muhammad SAW. yang ke-29. Hal ini merupakan

salah satu bukti penyebaran syiar agama Islam di Cikoang adalah dengan

Kehadiran tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang (Maulid Besar di

Cikoang), karena telah menyebarkan Agama Islam dan mengajarkan fungsi

dan makna Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Cikoang.

Kemudian upacara adat maulidini berkembang dan dilakukan oleh

seluruh umat Islam di dunia, termasuk masyarakat Islam di Sulawesi Selatan

pada khususnya masyarakat Cikoang dan masyarakat lainnya. Secara

substansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan

(20)

masyarakat Kabupaten Takalar tradisi adat maulid ini dikenal dengan sebutan

maudu’.

Selepas dengan makna kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW .

Perayaan maudu’ ini mengandung arti makna tentang falsafah hidup yang

erat hubungannya dengan kejadian alam semesta dan permulaan dan

penciptaan roh manusia atau lebih di kenal dengan konsep Nur Muhammad.

Konsep tersebut di uraikan oleh Sayyid Djalaluddin Al-Aidid yang

mengajarkan tentang tiga hal penting yang kemudian menjadi faktor utama

terwujudnya upacara adat Maudu’ Lompoa, yaitu Al-marifah, Al-imam, dan

Al-mahabbah. Dimana isi dari ketiga faktor tersebut Sayyid Djalaluddin

menekankan bahwa dalam memperingati kecintaan kepada Rasulullah bukan

hanya proses kelahirannya melainkan juga proses kejadiannya.

Sejalan dengan hal demikian bagi masyarakat Cikoang sebagai Kaum

Sayyid di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan perayaan maudu’ bukan

hanya sekedar peringatan tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW,

melainkan sebuah upacara adat maudu’ yang merupakan sebuah kebudayaan

adat yang bermaknakan atas budaya dan agama. Adanya perpaduan nilai

budaya dan nilai agama yang memiliki makna tertentu yang diyakini

memiliki keistimewaan khusus bagi si pelaku yang memperadakannya

terutama bagi Kaum Sayyid. Adanya makna tertuang rasa cinta, rasa senang

yang amat mendalam kepada Nabi Muhammad SAW bagi para Kaum

(21)

sehingga tercipta suatu gambaran rasa cinta dan rasa senang kepada Nabi

Muhammad SAW.

Sebenarnya tradisi adat Maulid Nabi Muhammad SAW juga

dilaksanakan oleh seluruh masyarakat di berbagai daerah di Sulawesi Selatan

seperti di Kabupaten Gowa, Kabupaten Jenepono dan Kabupaten Bantaeng,

namun ada perbedaan diantaranya. Dari ketiga Kabupaten tersebut

merupakan Kabupaten yang cukup berdekatan dengan Kabupaten Takalar.

Namun peneliti memfokuskan penelitiannya di Kabupaten Takalar karena

daerah tersebut merupakan Kabupaten penelliti bertempat tinggal dan juga

karena tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang dirayakan oleh

Masyarakat Manongkoki selaku Pengikut Sayyid ini belum pernah ada yang

mengangkatnya sehingga penelti sangat berkeinginan untuk mengungkap

tradsi adat tersebut.Masyarakat Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng

Utara Kabupaten Takalar yang merupakan Ana’Gurunna (pengikut Sayyid)

dari Anrong Gurunna (Sayyid) yang merupakan para tokoh pelaku atau

pemegang peranan penting dalam pelaksanaan perayaan hari Maudu’

Lompoari Cikoang atau Maulid Besar di Cikoang. Selain itu acara Maudu’ Lompoa di Desa Cikoang ini di jadikan sebagai ajang silaturahmi antara masyarakat Kelurahan Manongkoki dengan masyarakat Desa Cikoang serta

masyarakat di berbagai daerah lainnya.

Masyarakat Manongkoki, Kecamatan Polongbangkeng Utara,

Kabupaten Takalar di daerah ini, sekitar 75% masyarakatnya dikenal sebagai

(22)

sedangkan Kaum Sayyid nya disebut dengan istilah Anrong gurunna (Petua

Adat/Kaum Sayyid). Kebudayaan yang sering dilaksanakan dengan kegiatan

Upacara tradisional adat perayaan hari maudu’ Lompoa atau maulid besar.

Masyarakat Manongkoki sebagai pengikut Sayyid yang

berbondong-bondong ikut serta turut meramaikan dan sebagai pemeran dalam ritual adat

Maudu’ Lompoa ri Cikoang, sebelum hari perayaan terjadi mereka tinggal bersama beberapa hari sebelum pelaksanaan hari tersebut dirayakan.

Hasil penerapan adat maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap masyarakat

Manongkoki menimbulkan rasa cinta keistimewaan tersendiri dalam

mengadakan dan melaksanan prosesi tahap demi tahap perayaan adat

Maudu’Lompoa tersebut. Dalam pemanfaatan sungaipun dapat menjadi salah satu daya tarik Desa Cikoang. Sebab, perahu yang berisi bakul maulid berada

di tepi pinggir sungai Cikoang. Maudu’ Lompoa ri Cikoang ini memiliki

keunikan tersendiri yaitu terdapat pada puncak perayaan yakni diantaranya

dari baku siram air oleh para pengikut Sayyi dan kaum Sayyid, terdapat

sebuah tontonan gratis berupa pertunjukan aksi silat atau a’mancak (seni bela

diri), pertujukan musik tradisional yang mengiringi pengarak-arakan bakul

maulid, pengangkatan kapal perahu yang berisikan bakul maulid, serta sesi

A’rate’ (Zikir) atau pembacaan buku al-kitab tuntunan Kaum Sayyid Cikoang disertai dengan bacaan surah ayat-ayat Al-Qur’an. Ini yang

merupakan sebuah rangkaian hal unik dari seluruh prosesi perayaan puncak

(23)

Perayaan pelaksanaan adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang mempunyai

dampak yang cukup besar bagi kehidupan sosial budaya terhadap masyarakat

Manongkoki. Pengaruh yang di timbulkannya secara sosiologis, didalam

setiap sistem kemasyarakatan terjadi hubungan antar pribadi, maupun antar

pribadi dengan kelompok dan sebaliknya.

Hal ini yang mendasari peneliti untuk mengkaji tentang Maulid Besar

Cikoang di Desa Cikoang, Kecamatan Mangngarabombang, Kabupaten

Takalar dengan judul “Implementasi Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang

(Maulid Besar di Cikoang) Terhadap Masyarakat di Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka masalah

yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Arti Makna Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut Sayyid terhadap masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki ?

2. Bagaimanakah Pandangan masyarakat terkait Sosial Budaya tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

(24)

1. Untuk mengetahui Arti makna Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut Sayyid terhadap masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki?

2. Untuk mengetahui Pandangan masyarakat terkait Sosial Budaya tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat Pengikut Sayyid

Kelurahan Manongkoki ?

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan kajian antar

budaya khususya mengenai memaknai makna nilai religious yang

terkandung dari adat budaya Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang berada di

Desa Cikoang terhadap masyarakat Kelurahan Manongkoki dan

merupakan salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sosiologi di

Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat

Penelitian ini bukan hanya berguna bagi masyarakat Kelurahan

Manongkoki dan akan tetapi dapat berguna bagi masyarakat luas sehingga

dalam menerima dan memahami makna yang terkandung dalam perayaan

Maudu’ Lompoa ri Cikoang ini bukan hanya dari pesan yang tampak namun juga pesan yang tersembunyi dari dalam tradisi adat tersebut.

(25)

Sebagai bahan untuk pemerintah dalam pemberdayaan budaya terkait

adat Maudu’ Lompoa ri cikoangdi Desa Cikoang Kabupaten Takalar.

c. Bagi Peneliti

Sebagai referensi yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan oleh

peneliti selanjutnya.

E. Defenisi Operasional a. Kebudayaan

Budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang diartikan sebagai hal-hal yang

berkaitan dengan budi dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah

kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa Latin cultura.

Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi

keutuhhan hidupya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan,

seni, susila, hukum adat serta setiap kecakapan dan kebiasaan.

b. Adat

Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai

kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim

dilakukan di suatu daerah.

c. Tradisional

Tradisi adalah suatukebiasaan yang merupakan sebuah warisan yang

turun temurun, sehinnga menjadi sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak

(26)

masyarakat, yang biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu atau agama

yang sama.

d. Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang hidup bersama,

bekerja sama untuk memperoleh kepentingan bersama yang telah memiliki

tatanan kehidupan, norma-norma, dan adat istiadat yang ditaati dalam

lingkungannya.

e. Maudu’ Lompoa

Maudu’ Lompoa merupakan acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW atau dikenal dengan Maulid Nabi yang diadakan oleh para

masyarakat Cikoang dan masyarakt Kelurahan Manongkoki di Desa Cikoang,

Kab Takalar setiap tahunnya. Acara ini berbeda dengan acara maulid yang

pada umumnya dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Jika kebanyakan

peringatan Maulid Nabi diadakan di Masjid, maka lain halnya dengan

Maudu’ Lompoa yang diadakan di sekitar sungai. Atribut-atribut yang digunakan pun beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada hiasan bunga, tapi

juga berbagai macam layar dengan beraneka warna yang dibentangkan diatas

perahu maulidnya (julung-julung).

f. Kaum Sayyid

Keturunan Kaum Sayyid adalah golongan keturunan al-Husain, cucu

Nabi Muhammad SAW, mereka bergelar Habib bagi anak laki-laki dan anak

(27)

terbesar jumlahnya di Hadramaut . mereka membentuk kebangsawanan yang

beragama yang sangat dihormati. Secara moral mereka sangat berpengarh

pada penduduk yang tinggal disekitar kediamannya dan bahkan diluar

wilayah pedesaannya. Para Kaum Sayyid selalu mempertahankan kekuatan

hukum Islam. Bagi Kaum Sayyid, hukum dan agama Islam merupakan suatu

kesatuan, lemahnya hukum dikhawatirkan berakiibat hilangnya

penghormatan rakyat sebagai pengikut atau penganut Kaum Sayyid termasuk

masyarakat Kelurahan Manongkoki dan lunturnya kepercayaan rakyat

terhadap keturunan Nabi Muhamma SAW di Desa Cikoang.

g. Pengikut Sayyid

Pengikut Sayyid adalah sebagai Ana’Gurunna (Pengikut), yang

merupakan bukan keturunan dari golongan Kaum Sayyid, pengikut Sayyid ini

merupakan orang biasa yakni orang-orang yang bermukim secara

berkelompok. Jawi (pengikut Sayyid) merupakan pelaku atau pemegang

peran penting dalam pelaksanaan perayaan hari Maudu’ Lompoa atau Maulid

Besar di Cikoang. Pengikut yang taat, dalam arti hal ini mereka yang percaya

dan patuh terhadap ajaran Kaum Sayyid serta jawi (pengikut Sayyid)

merupakan sekelompok orang-orang yang taat mempercayai dan ikut

melestarikan adat.

h. Ritual

Ritual adalah berkenan dengan ritus (tata cara upacara keagamaan),

bersifat mistik dan mungkin sulit dipahami orang-orang diluar komunitas

(28)

kebiasaan masyarakat saat pelaksanaan sebelum dan sesudah ritual

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep

1. Kebudayaan

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149), disebutkan

bahwa: “budaya” adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang

“kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)

manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Ahli sosiologi

mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak,

kesenian, ilmu dll).

Ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari

kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti

budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan : hal-hal yang

bersangkutan dengan akal. Ada sarjana yang mengupas kata budaya sebagai

suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi.

Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan.

Defenisi yang paling tua dapat diketahui dari E.B. Tylor yang

dikemukakan di dalam bukunya Primitive Culture (1871). Menurut Tylor,

kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan ,

kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain

(30)

Soemardjan dan Soemardi (Soekanto, 2006) merumuskan,

kebudaayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya

masyarakat menghasilkan teknologi kebudayaan kebendaan atau kebudayaan

jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai

alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk

keperluan. Sedangkan Roucek dan Werren (Sukidin, 2005) mengatakan

bahwa kebudayaan bukan saja merupakan seni dalam hidup, tetapi juga

benda-benda yang terdapat di sekeliling manusia yang dibuat manusia.

Dengan demikian ia mendefinisikan kebudayaan sebagai cara hidup yang

dikembangkan oleh sebuah masyarakat yang memenuhi keperluan dasarnya

untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur

pengalaman sosialnya. Hal-hal tersebut adalah pengumpulan bahan-bahan

kebendaan, pola organisasi sosial, cara tingkah laku yang dipelajari, ilmu

pengetahuan, kepercayaan, dan kegiatan lain yang berkembang dalam

pergaulan manusia.

Wujud kebudayaan ada tiga macam, yaitu kebudayaan sebagai

kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan kebudayaan sebagai suatu

kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat dan

benda-benda sebagai karya manusia (Koentjaraningrat, 2009: 83).

Kluckon dalam Kuswarno (2008: 9) mejelaskan bahwa pengelompokan

kebudayaan yang umumnya ada pada tiap masyarakat yang berbudaya, yang

dikenal dengan tujuh unsur-unsur kebudayaan, diantaranya : a) Bahasa: b)

(31)

Sistem Mata Pencaharian: f) Kesenian: g) Religi:Dapat disimpulkan bahwa

kebudayaan untuk secara umum adalah merupakan hasil cipta, rasa dan

karsa, manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang

mencakup tentang pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat istiadat

serta setiap kecakapan, dan kebiasaan.

2. Masyarakat

Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang yang

berasal dari kata Latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat

berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan

berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan manusia atau orang-orang

yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah masyarakat yang saling

berinteraksi. Suatu kesatuan manusia yang dapat mempunyai prasarana

dengan melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi.

Menurut Ralph Linton (Soekanto, 2006: 22) masyarakat merupakan

setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama,

sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka

sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan

jelas sedangkan masyarakat menurut Selo Soemardjan (Soekanto, 2006: 22)

adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan

mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan,

tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.

Defenisi lain yang menyatakan masyarakat adalah sebagi kesatuan

(32)

yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki ciri Interkasi

yang intens antar warga-warganya, Adat istiadat, Kontinuitas waktu, dan

rasa identitas kuat yang mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009:

115-118).

Peter L. Berger menefenisikan masyarakat merupakan suatu

keseluruhan kelompok hubungan manusia yang sifatnya luas. Menurut

Koentjaraningrat dalam Adang (2003: 173) dalam tulisannya mengatakan

memberikan pengertian bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia atau

kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem dan adat

istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terkait dengan rasa identitas

bersama.

Dalam pengertian lain tentang masyarakat diartikan bahwa masyarakat

adalah sebagai suatu kelompok individu-individu yang terorganisasi serta

berfikir tentang diri mereka sendiri serta sebagai suatu kelompok yang

berbeda Smith, Stanley dan Shores dalam Adang (2003: 173).

Sesuai dengan Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan

karena setiap anggota kelompok yang merasa dirinya terikat satu dengan

yang lainnya (Soekanto, 2006: 22). Dari beberapa defenisi diatas dapat

disimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki arti keiikutsertaan atau

berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengansociety.

SehinggaBisa ditarik kesimpulan bahwa masyarakat adalah sekumpulan

(33)

yang mempunyai kesamaan budaya, wilayah tempat tinggal, kesamaan suku

dan identitas,mempunyai kebiasaan, tradisi, adat, sikap, dan perasaan

persatuan yang diikat oleh kesamaan.

3. Masyarakat Manongkoki Sebagai Pengikut Sayyid

Terlepas dari beberapa pemahaman mengenai arti kebudayaan dan

masyarakat menurut paham diatas, terkait adanya kebudayaan suatu

Masyarakat di Kabupaten Takalar. Masyarakat Manongkoki Kecamatan

Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar merupakan masyarakat yang

tinggal di daerah dataran rendah, seperti didesa-desa lainnya, penduduk desa

ini pun beraktivitas seperti biasa. Mata pencaharian masyarakat didesa ini

beragam diantaranya: petani, buruh, pengusaha meubel, wiraswasta, Pegawai

Negeri Sipil (PNS) dan sebagainya. Di daerah ini ada masyarakat yang

tergolong dalam pengelompokan Khalawatiyah, Muhammadiyah, penduduk

biasa, dan bahkan lebih kebanyakan yang terikat sebagai pengikut Sayyid di

Desa Cikoang.

Masyarakat Manongkoki yang di atas namakan sebagai Pengikut

Sayyid ini yang terkenal akan tradisi adat maulidnya yang diadakan di Desa

Cikoang. Masyarakat Manongkoki yang cukup berpegang teguh pada

nilai-nilai religious terdapat pada kebudayaannya, yang diperoleh dari ajaran

Kaum Sayyid. Dalam hal ini kebudayaan yang di kembangkannya dari turun

temurun sejak nenek moyang mereka hingga sampai saat ini dan masih di

(34)

Maudu’ Lompoa ri Cikoang. Masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid.

Pengikut Sayyid ini yang ikut mengembangkan dan mempertahankan

adat tradisi kebudayaan yang ada di Desa Cikoang yakni pada hari lahir Nabi

Muhammad SAW atau pada perayaan Maudu’ Lompoa atau Maulid Besar

yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal.Kemudian tradisi adat Maudu’

Lompoa ini berkembang dan dilakukan oleh seluruh umat Islam di dunia, termasuk masyarakat Kelurahan Manongkoki pada umumnya dan pada

khususnya masyarakat Desa Cikoang.

4. Maudu’ Lompoa ri Cikoang

Maudu’ Lompoa secara bahasa adalah Maulid Besar. Artinya, Maudu’ Lompoa adalah prosesi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diisi dengan berbagai kegiatan ritual. Tradisi ini ditunjukkan untuk

menanamkan rasa kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan

keluarganya.

Kata “Maulid” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti “anak

kecil”, tempat, waktu beranak, lahir”. Kemudian “Maulid” berubah

ucapannya “Maudu’” dalam bahasa Makassar. Dalam perubahan ucapan ini

terjadi perubahan, perubahan-perubahan ini disesuaikan dengan

ucapan-ucapan yang berlaku dalam bahasa Makassar. Berdasarkan arti tersebut

diatas, maka nyata bahwa tradisi adat Maudu’ adalah sebuah tradisi adat

(35)

Menurut sejarah pada abad XI M, yaitu pada saat terjadinya perang

salib antara umat Islam dan umat Kristen, timbul gejala-gejala menurunnya

semangat umat Islam. Oleh Karena itu pemimpin umat Islam beusaha

mencari daya untuk membangkitkan kembali semangat umat Islam.

Disamping timbulnya gejala kemunduran semangat tersebut, terdapat pula

adanya gejala-gejala penambahan dalam agama, yang pada mulanya tidak

ada. Untuk memurnikan semangat Islam dan memurnikan kembali

ajaran-ajarn Nabi Muhammad SAW, maka timbullah ide dari Salahuddin

Al-Ayyubi untuk mengungkap kembalu peristiwa-peristiwa kelahiran dan

perjuangan serta semangat dari Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian

pada dasarnya, adat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah untuk

membangkitkan kembali semangat perjuangan umat Islam serta untuk

memurnikan ajaran-ajaran Islam yang mulai banyak tambahan-tambahannya

akibat persentuhan dengan kebudayaan-kebudayaan setempat.

(Manyambeang, 1984: 56-57).

Bagi masyarakat Desa Cikoang dan masyarakat Manongkoki perayaan

adat Maudu’ bukan hanya sekedar membangkitkan semangat umat Islam

dan memurnikan ajaran Islam melainkan lebih dari hal tersebut. Perayaan

maudu’ (maulid) secara besar-besaran (Maudu’Lompoa), adalah salah satu manifestasi dari makrifat yang menjadi dasar dari segala keaktifan manusia,

termasuk pada Kaum Sayyid dan Pengikut Sayyid. Sebab Tradisi ini sebut

adat Maudu’ Lompoa atau Maulid Besar karena dirayakan secara

(36)

ketahun karena diikuti oleh seluruh warga masyarakat Cikoang yakni Kaum

Sayyid pada khususnya dan pada umumnya masyarakat Manongkoki atau

paraPengikut Sayyid, pesertanya bukan saja masyarakat yang berdiam di

dalam daerah melainkan banyak juga yang berasal dari luar Kabupaten

Takalar. Semua warga Kaum Sayyid yang berada di daerah lain seperti di

Jeneponto, Maros, Bantaeng, dan lainnya berusaha mengikuti upacara adat

tersebut. Karena dengan banyaknya tamu atau pengunjung lokal dan

mancanegara yang menyaksikan jalannya acara tardisi adat Maudu’ Lompoa

ini, serta besarnya alat-alat yang dipergunakan untuk mangantar Baku’Kanre

Maudu’ (Bakul Maulid) maka penyelenggaraan tradisi adat ini dilakukan dilapangan yang tertentu.

Sehubungan dengan banyak dan ramainya para pengunjung dan adanya

peserta dari daerah lain, maka penyelenggaraan tradisi adat biasanya

dilakukan dipinggir pantai, di muara sungai Cikoang. Penempatan tempat

penyelenggaraan tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang di pinggir pantai di

muara sungai Cikoang, erat hubungannya dengan para peserta upacara adat.

Sebab, sebelum tahap prosesi A’rate’ (Zikir), para peserta maulid hendak

biasanya wajid sirang-sirang je’ne (baku siram). Masyarakat Manongkoki

sebagai pengikut Sayyid yang juga merupakan peserta tradisi adat Maudu’

Lompoa yang bukan berasal dari Desa Cikoang ini yang kemudian menuju ke Cikoang pada saat perayaan adat berlangsung. Mereka itulah yang mengantar

Baku’ Kanre Maudu’nya (bakul Maulidnya) dengan perahu yang disebut julung-julung, (desain perahu). Sebab mereka juga termasuk sebagai peserta

(37)

acara tradisi adat maulid besar. Baku’Kanre Maudu’ (bakul maulid)yang

diletakkan di tempatnya di atas dua buah perahu. Keempat kaki tempat Baku’

Kanre Maudu’ (Bakul maulid) tersebut masing-masing bertumpuh pada perahu julung-julung. Itulah sebabnya sehingga Baku’Kanre Maudu’ (bakul

maulid) itu disebut Baku Kanre Maudu’ julung-julung’ (bakul maulid

bertumpuh diatas perahu).

Tempat Baku’ kanre maudu’ (bakul maulud) itu sendiri disebut

gadawari, yaitu sebuah rumah-rumah kecil yang bertiang empat. Tempat peletakkan baku’kanre maudu’ bersegi empat. Bila di daratan disebut

bembengang (benda yang bisa di giring). Setiap bembengang atau gandawari dapat memuat satu baku’kanre maudu’ yang berisi 200 sampai 400 liter

beras bersama dengan segala hiasannya. Tradisi adat Maudu’Lompoa ri

Cikoang ini merupakan puncak tradisi adat maulid besar di Cikoang Kabupaten Takalar.

5. Pengertian Maudu’ Lompoa Menurut Kaum Sayyid

Bagi masyarakat Pengikut Sayyidatau penduduk Masyarakat

Manongkoki, kaum Sayyid di Desa Cikoang, merupakan kelompok kaum

masyarakat yang dipercaya dan diyakini akan kepemiminannya dalam

penyebaran syiar agama Islam. Kaum Sayyid yang sebagai pemuka atau

penghulu bagi masyarakat Manongkoki. Pasalnya perayaan tradisi adat

Maudu’ Lompoa (Maulid Besar) bukan hanya sekedar kebudayaan yang bermaknakan atas Budaya dan Agama dan sebuah peringatan tentang

(38)

kelahiran Nabi Muhammad SAW, melainkan tradisi adat Maudu´ itu

mengandung makna yang lebih jauh.

Perayaan Maudu’ Lompoa mengandung falsafah hidup yang erat

hubungannya dengan kejadian alam semesta serta dengan permulaan

penciptaan roh manusia. Sejalan dengan hal tersebut, kemudian masyarakat di

Kelurahan Manongkoki sebagai Pengikut Sayyidyang kemudian tidak

tanggung-tanggung dan perhitungan dalam hal menjalankan perayaan tradisi

adat Maudu’ Lompoa ri Cikoangyang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal.

Adanya hubungan saling bersilaturahmi antara sayyid dan pengikutnya

sehingga melahirkan keakraban.

Selanjutnya menurut Kaum Sayyid, tentang gambaran pengertian

Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang sesuai dengan falsafah hidup serta permulaan penciptaan roh manusia yang diantaranya terbagi atas 3 (tiga)

bagian yakni :

a. Kaniakkang (Keberadaan)

Kaniakkang berasal dari bahasa Makassar kata “Niak” yang berarti “ada/berada”. Kemudian kata “Niak” mendapat awalan “ka” dan akhirnya

“kang”, sehingga menjadi kaniakkang (keberadaan/eksistensi) erat hubungannya dengan paham makrifat yang dianut oleh masyarakat sayyid

pada khususnya.

Paham makrifat adalah usaha pemahaman rohaniah secara hakiki

terhadap Allah SWT. Untuk mengetahui hal ini perlu pemahaman secara

(39)

Menurut paham masyarakat Desa Cikoang terutama kaum Sayyid, Nabi

Muhammad Rasulullah SAW mengalami dua proses kelahiran yang pertama

yang disebut kaniakkang dan proses kelahirannya yang kedua yang disebut

kalassukang. Yang di maksud dengan kaniakkang adalah proses diciptakannya atau diwujudkannya Nabi Muhammad Rasulullah SAW untuk

pertama kalinya sebelum beliau dilahirkan oleh ibunya. Penciptaan pertama

ini masih berada di dalam abstrak. Penciptaan pertama ini disebut “Nur

Muhammad”. Dari Nur Muhammad ini diciptakan Nabi Adam Alaihissalam

bersama anak cucunya.

Berdasarkan paham makrifat, makrifat ini maka Nur Muhammad

merupakan sumber dari segalanya yang ada di alam nyata. Oleh karena itu

sebelum alam semsesta ini bersama isinya tercipta maka yang ada adalah :

Nur Allah, Nur Muhammad dan Nur Adam. Nur Muhanmmad kemudian

disebut “Alamurrah” (alam roh), dan Nur Adam disebut “Alamuljism” (alam

jasmani). Pendapat makrifat yang mereka anut ini bahwa Nabi Muhammad

SAW dalam wujud pertamanya adalah “Nur” yang diciptakan oleh Allah dari

“Nur– Nya” dan merupakan sumber kejadian dari makhluk-makhluk lainnya

dialam semesta ini.

Berdasarkan hadis tersebut, maka menurut paham kaum Sayyid,

masyarakat Desa Cikoang dan para pengikut Sayyid yakni masyarakat

Kelurahan Manongkoki, beranggapan bahwa seluruh alam ini bersama isinya

(40)

pertama inilah yang merupakan sumber segala-segala di alam semesta dan hal

inilah yang disebut “ kaniakkang” (keberadaan, perwujudan dan eksistensi).

b. Kalassukang(Kelahiran)

Di atas telah disebutkan bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW

mengalami dua proses kelahiran, yaitu kelahiran didalam gaib (abstrak) yang

disebut kaniakkang (keberadaan, perwujudan dan eksistensi) dan kelahiran

yang kedua adalah kelahirannya didalam nyata yang disebut kalassukang

(kelahiran). Kata kalassukang berasal dari bahasa Makassar (Lassu’) yang

berarti lahir. Kemudian kata ini mendapat awalan ka dan akhiran ang

sehingga menjadi ka + lassu’ + ang (kalassukang) yang berarti kelahiran.

Kalassukang atau kelahiran dalam arti yang kedua ini adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW ke lam-alam yang nyata, yaitu lahirnya beliau kedunia

melalui perut ibunya, Sitti Aminah.

Kelahiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW pada proses pertama

(kaniakkang) bersifat abstrak sehingga tidak dapat diketahui prosesnya secara

tepat. Hal ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan antara

pendapat dan penafsiran sesuai tingkat makrifat dan pengenalan seorang

hamba. Sedang proses kelahiran yang kedua, dapat diketahui dengan jelas,

baik waktu maupun tempatnya. Berdasarkan pada pengertian kalassukang

tersebut, maka semua proses kelahiran yang sama dengan proses kalassukang

termasuk dalam kategori maulid. Jadi Nabi Muhammad SAW yang bertubuh,

(41)

dari perut ibunya yang dalam hal ini termasuk maulid. Demikian pulalah

dengan kelahiran Nabi Adam serta bersama dengan seluruh anak cucunya.

Menurut Kaum Sayyid bahwa bila kelahiran Nabi Muhammad SAW

yang pertama itu adalah merupakan sumber perwujudan dari segala sesuatu

yang diatas dunia ini, maka kelahirannya yang kedua (kalassukang) ke alam

dunia ini yang merupakan sumber atau pembawa kebenaran mutlak yang

harus diikuti dan dipegang. Hal ini yang berarti bahwa kelahiran beliau

adalah pula yang merupakan kelahiran dari kebenaran yang mutlak.

c. Pakaramula (Permulaan)

Selain pengertian Maulid seperti disebutkan diatas oleh masyarakat

Desa Cikoang, maulid berarti pula “pakaramula” . Pakaramula adalah kata

bahasa Makassar yang mempunyai arti permulaan. Pakaramula atau

permulaan adalah mula adanya suatu wujud (keberadaan) tanpa didahului

oleh wujud lainnya. Hal ini berarti bahwa seluruh wujud selain dari pada

wujud Allah adalah wujud yang telah didahului oleh wujud lainnya, seperti

wujud Nur Muhammad didahului oleh Allah atau Nur Allah. Selain dari pada

itu pakaramula (permulaan) dapat pula berarti awal adanya dan tampaknya

sesuatu bagi panca indera manusia. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang

tampak dialami semesta inimengalami proses maulid atau pakaramula

kecuali khalik atau sang pencipta yaitu Allah. Jadi seluruh makhluk ada dan

dapat dicapai oleh panca indera karena diadakan dan hal ini termasuk maulid.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa masalah peringatan maulid Nabi

(42)

perang salib. Kemudian tradisi adat ini berkembang keseluruh pelosok dunia

dan dirayakan oleh seluruh umat Islam termasuk warga masyarakat

Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid. Setiap daerah yang merayakan

maulid, memiliki keunikan masing-masing. Di Sulawesi Selatan, tradisi adat

maudu’ ini dirayakan juga dimana-mana dan cara pelaksanaannya hampir sama. Perbedaan perayaan maudu’ itu memiliki keunikan tersendiri yang

mungkin tidak ada di daerah lain. Disebut unik karena perayaan maudu’

tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan sosial budaya

masyarakat. Selain itu perayaan itu dirayakan secara besar-besaran dan

meriah sehingga disebut Maudu’ Lompoa (Maulid Besar).

Di Pulau Jawa ditemukan pula perayaan Maulid yang dirayakan secara

besar-besaran. Perayaan Maulid ini dilakukan di Kraton oleh para Sultan

yang disebut dengam “Sekaten” . Di Yogyakarta perayaan sekaten dilakukan

dengan disponsori oleh orang-orang kraton dan atas fasilitas kraton pula.

Dalam upacara sekaton riwayat Nabi Muhammad SAW dibacakan,

disamping itu diadakan pula Penabuhan Gamelang dengan irama khusus yang

sangat menarik perhatian masyarakat untuk mengikuti upacara tersebut.

Rupanya upa cara sekaten di Yogyakarta sama dengan Maudu’ Lompoa di

Sulawesi Selatan. Perbedaannya terletak pada pelaksanaannya.

6. Pandangan Sosial Budaya Masyarakat terkait Maudu’ Lompoa ri Cikoang

Sosial Budaya terdiri dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial

berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat sekitar.

(43)

Budaya juga diartikan sebagai segala hal yang dibuat manusia berdasarkan

pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta dan rasa. Jadi

kesimpulannya adalah sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan

manusia dengan kehidupan budinya dalam kehidupan bermasyarakat.

Secara etimologis, dalam budaya ada dampak yang berarti pelanggaran,

tubrukan, atau benturan. Oleh karena itu, dampak pada sistem sosial budaya

dapat diartikan sebagai pelanggaran terhadap sistem sosial budaya, tubrukan

terhadapnya ataupun benturan. Hal itu berarti bahwa dalam keadaan-keadaan

tertentu terjadi masalah-masalah yang mengganggu berfungsinya sistem

sosial budaya tersebut.

Secara sosiologis, di dalam setiap sistem kemasyarakatan terjadi

hubungan antarpribadi, antarkelompok maupun antara pribadi dengan

kelompok dan sebaliknya. Apabila terjadi interaksi sosial yang berulang kali

sehinga menumbuhkan pola tertentu, akan timbul kelompok sosial. kehidupan

berkelompok di dalam kelompok-kelompok sosial tersebut cenderung

menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan tadi merupakan hasil karya, hasil

cipta, dan hasil rasa yang semuanya didasarkan pada karsa. Hasil karya

merupakan bagian kebudayaan yang dinamakan kebudayaan kebendaan atau

kebudayaan material. Hasil cipta menimbulkan ilmu pengetahuan, hasil rasa

menimbulkan ilmu kesenian, sedangkan karsa menghasilkan kaidah-kaidah

(44)

Subsistem yang ada dalam dampak sosial budaya yang merupakan

struktur dan proses dalam suatu wadah tertentu yang mempunyai unsur-unsur

pokok, diantaranya :a)Kepercayaan yang merupkan pemahaman terhadap

semua aspek alam semesta yang di anggap sebagai suatu kebenaran (mutlak);

b)Perasaan dan pikiran, yakni suatu keadaan kejiwaan manusia yang

menyangkut keadaan sekelilingnya. Baik yang bersifat alamiah maupun

sosial; c)Tujuanyang merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan

cara mengubah sesuatu atau mempertahankannya; d)Kaidah atau norma yang

merupakan pedoman untuk berperilaku pantas; e)Kedudukan dan peranan;

krdudukan (status) merupakan posisi-posisi tertentu secara vertikal,

sedangkan peranan (role) adalah hak-hak dan kewajiban baik secara

structural maupun prosesual; f)Pengawasan, merupakan proses yang

bertujuan untuk mengajak, mendidik atau bahkan memaksa warga

masyarakat menaati norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam

masyarakat: g)Sanksi, yakni persetujuan atau penolakan terhadap perilaku

tertentu: h)Fasilitas merupakan saran untuk mencapai tujuan yang hendk

dicapai, dan telah ditentukan terlebih dahulu; i)Kelestarian dan kelangsungan

hidup; dan j)Keserasian antara kualitas kehidupan dengan kualitas

lingkungan;

Pada umumnya pandangan masyarakat terkait sosial budaya

Maudu’Lompoa ri Cikoang yang merupakan suatu kebudayaan dalam suatu masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, yang didasarkan pada sosial

(45)

pengikut Sayyid, meskipun agama Islam itu membawa unsur demokrasi bagi

kehidupan manusia, namun tidak mempengaruhi sistem pelapisan sosial dan

sistem kemasyarakatan secara mencolok. Untuk lebih lanjut secara sosial

budaya perayaan adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang merupakan suatu

peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. perayaan tersebut memiliki

keterkaitan antara hubungan sosial budaya dengan agama, adanya. Peringatan

ini didasarai atas kemauan Penganut Islam terutama Kaum Sayyid dan Para

Pengikut Sayyid untuk terus mengingat ajaran Nabi Muhammad SAW,

utamanya tentang cinta kasih, persaudaraan, keadilan sosial. Dibawah ini

merupakan pandangan positif dan negatif masyarakat terkait Maudu’ Lompoa

ri Cikoang :

a. Dampak Positif Sosial Budaya Maudu’ Lompoa ri Cikoang

Adapun Nilai-nilai keagamaan bersifat positif yang muncul dari tradisi

adat Maudu’Lompoa Menurut salah satu Anrong Guru (Pemimpin adat),

mengatakan “Tradisi Maudu’ Lompoa ini tidak ada sesuatu yang akan

berbahaya, atau bersifat menyimpang atau bertentangan dengan fundamental

agama yang saya imani.

Kemudian melanjutkan penuturan perasaannya terhadapa Maulid yang

diantaranya : 1)Ketaatan kepada Allah SWT. dalam arti bahwa mengikuti dan

mencintai Rasulullah SAW merupakan perintah Allah yang harus ditaati:

2)Kecintaan merayakan Maudu’ merupakan bagian dari rasa cinta kepada

Nabi Muhammad SAW. 3)Keikhlasan yakni pengorbanan baik harta, tenaga

(46)

Kaum Sayyid, masyarakat Cikoang, dan masyarakat Manongkoki atau

pengikut Sayyid secara bersama-sama merupakan bentuk kebersamaan yang

memperkuat tatanan sosial: 5)Persaudaraan; undanagan yang juga tak lupa

hadir dari pihak pemerintahn mulai dari Camat, Bupati, Kepala Dinas

Parawisata, Gubernur, dan bahkan masyarakat anatara daerah di Indonesia

lainnya, dari masing-masing keluarga masyarakat Cikoang, masyarakat

Manongkoki sebagi pengikut Sayyid dan yang berkemungkinan mempererat

ikatan sosial. f)Persamaan; semangat dapat dilihat dari pada saat maulid tidak

memandangstatus sosial dan perekonomi, orang tua dan juga anak-anak

semua itu ikut hadir.

b. Dampak Negatif Sosial Budaya Maudu’ Lompoa ri Cikoang

Sejalan dengan penjelasan dan pemahaman yang bersifat positif yang

telah dijabarkan oleh penulis terkait tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang

ini, terdapat juga beberapa kejanggala-kejanggalan yang menuai akan

penilaian para masyarakat khalayak umum yang tidak tahu menahu akan

keistimewaan tradisi adat ini. Disamping itu, para masyarakat manongkoki

selaku pengikut Sayyid dan kaum Sayyid yang beranggapan bahwa perayaan

hari maulid besar ini juga merupakan sesuatu hal yang sangat amat baik dan

bernilai ibadah dalam agama Islam. Namun hal demikian berbeda dengan apa

masyarakat khalayak umum biasanya, sebab karena mereka akan

beranggapan bahwa diantaranya : 1)Sesuatu hal yang dapat merugikan bagi

yang merayakan: 2)Pemborosan dalam bidang perekonomian:

(47)

tidak di wajibkan di dalam ajaran agama Islam: dan 5) Sebagai jembatan yang

akanmenuju Kemiskinan. Hal demikianlah yang sering menjadi perbincangan

dan perdebatan antara masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid dan

bukan.

B. Landasan Teori

Sejalan dengan tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap masyarakat di Kelurahan Manongkoki, yang ada keterkaitannya dalam hal ini

merupakan sebuah kebudayaan yang bermaknakan atas budaya dan agama.

Hal ini dapat menjadikan sebuah hal yang menarik di lingkungan masyarakat.

Dalam hal ini Max Weber yang merupakan salah satu tokoh Sosiologi dalam

teori Sosiologi Klasik. Max Weber dalam tindakan sosial ini membedakan

tindakan sosial manusia kedalam 4 (empat) tipe yaitu diantaranya: Tindakan

rasionalitas instrumental, Tindakan rasional nilai, Tindakan Afektif, dan

Tindakan Tradisional. Untuk itu adapun teori yang menyakut dengan suatu

kebudayaan yang ada dalam hal ini yang merupakan adat tradisi masyarakat

Manongkoki selaku Pengikut Sayyid Maudu’Lompoa ri Cikoang . Teori yang Relevan akan tradisi adat ini yaitu :

Teori Tindakan Tradisonal/ Traditional.

Menurut Max Weber (1864 – 1920) mengatakan bahwa dalam tindakan jenis

ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang

diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.

Sehubungan dengan tradisi adat Maudu’ lompoa ri Cikoang yang di

(48)

teori yang dikemukakan oleh Max Weber sehingga dapat dikaitkan bahwa

adat Maudu’Lompoa ri Cikoang merupakan suatu warisan kebudayaan tradisional yang sudah menjadi sesuatu hal kebiasaan yang sudah di lakukan

atau di rayakan oleh nenek moyang terdahulu hingga masih terjaga dan

berkembang hingga saat ini, Maudu’Lompoa ri Cikoang yang dilestarikan oleh paraketuruan Nabi Muhammad SAW yakni Kaum Sayyid serta

berkembang pesat terhadap masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut

Sayyid.

Terkait teori Tindakan Tradisional yang dikemukakan oleh Max Weber.

Weber melakukan studi tentang otoritas politik dan bagaimana kekuasaan

berfungsi dalam masyarakat bukan karena legitimasi moral, teori Weber

tersebut dikenal dengan tipe ideal (ideal typus). Weber membedakan tiga tipe

ideal dan keabsahannya, yang dapat melekatkan suatu hubungan dominasi

yaitu tradisonal, karismatik, dan legal rasional (Ritzer dan Goodman, 2005).

Untuk itu adapun teori dapat menjadi pendukung dari Max Weber atas

tradisi adat yang sebelumnya dibahas yakni dari Teori Struktur Otoritas

berupa yakni:

a. Tipe Otoritas Tradisonal

Menurut Max Weber Tipe Otoritas Tradisonal adalah merupakan suatu

bentuk otoritas yang didasarkan pada kesakralaan dan tradisi kuno yang

dianut dalam suatu masyarakat. Objek kepatuhan masyarakat kepada indibidu

(49)

pedesaan terdapat beberaapa seseorang yang biasa ditunjuk sebgai pemimpin

karena memiliki pemahaman tentang kesakralan dan memiliki kewibawaan

sebagai unsur yang dianggap sangat penting untuk memegang suatu jabatan

(otoritas). Bentuk lain dari otoritas tradisional adalah adanya bentuk

kepemimpinan yang didsarkan pada tradisi turun temurun ke genrasi menurut

aturan adat atau tradisi, pemimpin tradisional diangkat sebgai pemimpin

berdsarkan keputusan adat, darah keturunan atau dari suku tertentu.

b. Tipe Kharismatik

Menurut Max Weber Tipe Kharismatik adalah merupakan tipe otoritas

yang berdasarkan kepada kemampuan dan ciri-ciri khas yang luar biasa

dimiliki seseorang yang diyakini oleh masyarakat kepada pemegang otoritas

adalah kemampuan atau kelebihan khusus atau kualitas personal yang tidak

dimiliki oleh orang lain, masyarakat atau masyarakat yang lain .kharismatik

oleh Weber didefenisikan sebagai sifat tertentu dari suatu kepribadian

seseorang individu yang luar biasa, memiliki sifat-sifat gaib atau sifat-sifat

yang unggul, paling sedikit memiliki kekuatan yang khas dan luar biasa.

Dari beberapa uraian tentang paham teori pendukung diatas yang di

kemukakan oleh Max Weber sehingga dapat dikaitkan dengan tradisi adat

Maudu

Lompoa ri Cikoang yang berfokuskan kepada masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid bahwa dalam penerapan suatu

kebudayaan didalam masyarakat pedesaan, ada sesuatu yang tetanam melekat

pada kepribadianyang diperoleh atau diterima oleh masyarakat Manongkoki

(50)

yang bersifat positif menurut pemahaman mereka sendiri, adanya perasaan

keberkahan yang diperoleh selama menjalankan tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang sertaselain merayakan suatu kebudayaan yang membawa seni tradisional juga sangat erat kaitannya dengan agama, mereka menganggap

bahwa Maulid Nabi Muhammad SAW memiliki makna bersifar positif, yang

mendalam berupa nilai ibadah, sebagai bekal amalan diakhirat nanti, di Mata

Tuhan Yang Maha Esa.

C. Kerangka Pikir

Kerangka berpikir merupakan kerangka penalaran logis, urutan berpikir

logis sebegai suatu ciri dari suatu dari cara berpikir secara ilmiah, yang

digunakan dengan mengunakan logika untuk mencegah masalah kerangka

berpikir atau kerangka penularan logis yang di gunakan untuk mengatahui

nilai agama yang terkandung dalam adat Maudu’ Lompoa tersebut.

Memahami dan melihat konsep atau teori yang telah diuraikan di atas sebagai

acuan atau landasan, maka dapatlah dijadikan sebagai kerangka berpikir,

(51)

Adapun skema berfikir di bawah ini sebagai berikut:

(Gambar II.1 Kerangka Pikir) Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang

Kaum Sayyid

Falafah Budaya dan Agama

(52)

D. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain:

1. Nur Yani Alifaty yang berjudul Makna Penghargaan Dalam Rutual Maudu Lompoa di Desa Cikoang, Kecamatan Mangngarabombang, Kabupaten Takalar 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif, dengan memakai pendekatan penelitian

deskriptif kualitatif dengan informan dapat berasal dari tokoh adat

maupun masyarakat Desa Cikoang yang dinilia memiliki kompetensi

berdasarkan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Persamaan metedologi penelitian juga terdapat dalam teknik

pengambilan sampel purposive sampling dengan teknik analisis data

menggunakan Reduksi Data, Penyajian Data, dan Menarik kesimpulan

atau Verifikasi.Dari hasil penelitian bahwa Representasi dari ritual maudu

lompoa dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang telah di ajarkan oleh Syekh Djalaluddin kepada masyarakat Desa Cikoang, ritual maudu

lompoa tersirat pesan-pesan khusus yang ingin disampaikan. Perbedaan yang terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah dari

segi masyarakatnya, dimana masyarakat disini adalah masyarakat di

Kelurahan Manongkoki yang sekaligus menjadi peserta adat ini dan

merupakan para pengikut Sayyid. Hal ini menjadi sesuatu hal menarik

bagi penulis.

2. Sudirman yang berjudul Ganrang Pamanca

dalam Upacara Tradisional Maudu

Lompoa di Desa Cikoang Kabupaten Takalar 2012. Metode

(53)

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif, dengan

memakai pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan informan

dapat berasal dari dari tokoh adat maupun masyarakat Desa Cikoang yang

dinilia memiliki kompetensi berdasarkan teknik pengumpulan data

melalui kajian pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Persamaan metedologi penelitian juga terdapat dalam teknik pengambilan

sampel purposive sampling dengan teknik analisis data menggunakan

Reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan dan Verifikasi. Dari

hasil penelitian bahwa Ganrang pamanca’bukan hanya sebagai pengiring permainan silat dan pengantar julung-julung menuju tempat

upacara dilaksanakan. Melainkan terdengarnya musik Ganrang

pamanca

’dalam masyarakt Cikoang pertanda bahwa dalam kampong

tersebut terjadi keramaian atau diadakannya pesta dalam kampung

tersebut dan ketika tabuhan musik Ganrang pamanca’dalam upacara Maudu

Lompoa dapat membangkitkan semangat kepada para remaja dan dewasa untuk melaksanakan upacara maudu’ dan timbul rasa keberanian untuk mempertunjukkan Pamannca’. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dari segi

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Kualitatif. Bodgan dan Tylor mengemukakan bahwa metode kualitatif

merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan deskripsi dari

orang-orang atau perilaku, dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan

(Moleong, 1995).

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan Deskriptif, dimana data dikumpulkan dalam bentuk kata-kata

gambar dan bukan angka-angka. Data-data tersebut lebih banyak bercerita

mengenai objek penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.

Sehingga dalam penelitian Implementasi Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang

(Maulid Besar di Cikoang) terhadap Masyarakat di Kelurahan Manongkoki

Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar menggunakan

penelitian Deskriptif Kualitatif.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi penelitan ini adalah dikawasan pemukiman Kaum

Sayyid dan masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki,

Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar dan akan

dilaksanakan jika surat persetujuan penelitian, dengan alasan lokasi ini

sangat amat sesuai dengan target penelitian rekonstruksi etika dan moral

(55)

Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat di Kelurahan

Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar.

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah terhadap Masyarakat di Kelurahan

Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid.

D. Informan Penelitian

Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling.

Purposive Sampling merupakan pemilihan siapa subjek yang ada dalam

posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena itu,

menentukan subjek atau orang-orang terpilih harus sesuai dengan ciri-ciri

khusus yang diimiliki oleh sampel tersebut (Silalahi, MA. 2012:272).

Informan penelitian adalah orang yang dianggap mengetahui objek

penelitian yang dikaji dan dijadikan sumber data yaitu, tokoh (1) Kaum

Sayyid; (2) Karaeng Opua atau petua adat;dan (3) Masyarakat Manongkoki

sebagai Pegikut Sayyid yang ikut serta dalam perayaan Maudu’ Lompoa ri

Cikoang.

E. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer

Data primer adalah data yang bersumber dari survey atau pengamatan

langsung di lapangan kawasan penelitian dalam hal ini Kaum Sayyid dan

tokoh masyarakat Manongkoki sebagai pengikut Sayyid serta pihak

masyarakat Lokal lainnya yang memberikan informasi terkait tentang adat

Gambar

Tabel IV. 1
Tabel IV. 2
Tabel IV. 3
Tabel IV. 4
+2

Referensi

Dokumen terkait

Peserta didik di PKBM Geger Sunten mayoritasnya adalah masyarakat yang.. berasal dari luar desa Cibodas atau luar desa dimana PKBM Geger sunten berdiri, yang dimana

Dimana hasil penelitian ini menunjukkan Persepsi Masyarakat Tentang Kepemimpinan Kepala Desa Dan Kepala Adat di Desa Budaya Lekaq Kidau yang dimana di desa tersebut

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor pendorong masyarakat Desa Peninsung dalam menjaga hutan adat serta menganalisis hubungan dari masing-masing

Berbeda halnya dengan desa Mendik Bhakti dimana masyarakat ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dan juga masyarakat yang

Tingkat partisipasinya masyarakat Desa Panyadap cukup aktif dalam setiap kegiatan demokrasi yang ada, seperti pemilihan legislatif, pemilihan RT/RW dan ikut serta

Dalam bersih desa, seluruh masyarakat ikut terlibat. Di dalamnya terdapat pembagian kerja, dimana individu-individu sebagai bagian dari masyarakat Dusun Sambeng

Dalam bersih desa, seluruh masyarakat ikut terlibat. Di dalamnya terdapat pembagian kerja, dimana individu-individu sebagai bagian dari masyarakat Dusun Sambeng

secara kultur, akan tetapi telah ikut serta menentukan arah kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat desa. Secara kelembagan peran Tuan Guru yang cukup mendasar