SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Sosiologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
HABRIANI IMASWATI 10538330815
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI
2019
vi
“KEGAGALAN, Tetapi Adalah Ketika Berhenti Dan Menyerah Sebelum Merasakan KEBERHASILAN”
Kupersembahkan Skripsi Ini, Sebagai Wujud Cinta dan Baktiku
Serta Ungkapan Kasih Sayang Ku Kepada “KEDUA ORANG TUA TERHEBAT KU” Yang Senang Tiasa Meneteskan Keringatnya Untukku
vii
Teacher Training and Education Muhammadiyah University Makassar. With Supervisor I Yumriani and as Supervisor II Ruliaty.
The main problem of this research is What is the Meaning of Maudu’ Lompoa ri Cikoang according to Sayyid to the people of Sayyid and Cultural Impact related to the traditional Maudu’ tradition’ Lompoa ri Cikoang to the Sayyid followers in Manongkoki Village. The research aims to find out the meaning of Maudu’ Lompoa ri Cikoang according to the Sayyids towards the followers of sayyid followers in Manongkoki Village and to find out the Socio-Cultural Impact related to Maudu’ traditional Lompoa ri Cikoang to the Sayyid followers in the Manongkoki Village.
This type of research is qualitative, using a descriptive approach. The technique of determining informants was done by using purposive sampling technique of 9 people. Data collection technique were carried out through observation, in-depth interviews and documentation. The data analysi, namely thhe presentation of data in written form and explaining what is in accordance with the data obtained from the reseach results.
The results of this study found that the implementation of the custom of Maudu’ Lompoa ri Cikoang to the followers in Manongkoki in the application of the meaning of the meaning of Maudu’ Lompoa ri Cikoang implied that a special message to the community was contained in 4 meanings, namely: Shari’a, Tarikat, Hakikat and Makrifat and implied also the main message during the celebration, the most important in this traditional tradition is a form of love for the people of Manongkoki to the Prophet Muhammad. Social and Cultural views of the community related to the traditional tradition of Maudu’Lompoa ri Cikoang towards the Sayyid Followers Community in Manongkoki Village. The Manongkoki community as a follower of Sayyid, raises a negative view for the general public, but for Sayyid Followers is an implementation of te birthday celebration of the Prophet Muhammad. The linkage between social and cultural relations with relagion is based on the willingness of the Manongkoki community as followers of Sayyid to continue to remember the teachings of the Prophet Muhammad, especially about love, brotherhood, social justice.
x
Asaalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji Syukur penulis ucapkan kepasa Allah SWT. berkat Rahmat dan
Hidayah-Nya penulis dapat meneyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Selanjutnya
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa dorongan moril
maupun materil. Karena penulis yakin tanpa banuan dan dukungan tersebut, sulit
rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Disamping itu,
izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D serta para Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Drs. H. Nurdin, M.Si dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Sosiologi Bapak Kaharuddin, S.Pd.,
M.Pd., Ph.D, beserta seluruh staffnya.
3. Ibu Dr. Yumriani, M.Pd., sebagai pembimbing I (satu) dan Ibu Dr. Hj. Ruliaty, M.M., selaku pembimbing II (dua) yang telah meluangkan
x
SWT. sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat dikemudian
hari.
5. Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua peulis
yang tercinta, Ayahanda Usman dan Ibunda Nurhayati serta kakak dan adik
penulis dengan segala pengorbanannya tak akan pernah penulis lupakan
atas jasa-jasa mereka. Do’a restu, nasihat dan petunjuk dari mereka yang
merupakan dorongan moril yang paling efektif bagi kelanjutan studi penulis
hingga saat ini.
6. Keluarga Besar Kantor Kelurahan Manongkoki Bapak Subair, S.Sos Beserta para staffnya yang telah memberikan bantuan bagi penulis untuk
mendapatkan informasi mengenai data-data kemasyarakatan di Kelurahan
Manongkoki, yang mendukung penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak pimpinan beserta para staff Perpustakaan Pusat, Perpustakaan Fakultas dan Keguruan, atas segala kemudahan yang telah diberikan kepada
penulis untuk mendapatkan referensi yang mendukung penyelesaian skripsi
ini.
8. Kawan-kawanku Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi khususnya kawan-kawan seperjuangan Kelas D yang selalu memberikan
x
ini mendapatkan balasan pahala dari rahmatAllah SWT. Semoga apa yang
telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya
Rabbal a’lamin.
Unismuh Makassar, September 2019
xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..………..……..….….... iii
SURAT PERNYATAAN ..………... iv
SURAT PERJANJIAN ..………... v
MOTTO DAN PEMBAHASAN ..………....….... vi
ABSTRAK ..………... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL………...…... xiv
DAFTAR GAMBAR ………... xv BAB I PENDAHULUAN ………...…... 1 A. Latar Belakang ………...…... 1 B. Rumusan Masalah ………... 8 C. Tujuan Penelitian ………... 8 D. Manfaat Penelitian ……….…………... 9 E. Defenisi Operasional ………....……... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... 14
A. Kajian Konsep ………... 14
B. Landasan Teori ……….. 32
C. Kerangka Pikir ……….. 36
xi
C. Fokus Penelitian ………... 40
D. Informan Penelitian ……….. 40
E. Jenis dan Sumber Data ……….… 40
F. Instrumen Penelitian ……….… 41
G. Teknik Pengumpulan Data ………... 41
H. Teknik Analisis Data ……….... 42
BAB IV GAMBARAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN ... 44
A. Sejarah Lokasi Penelitian ……… ..44
B. Keadaan Geografis dan Demografi ………... 44
C. Keadaan Penduduk ………... 48
D. Keadaan Pendidikan ………. 54
BAB V HASIL PENELITIAN ... 56
A. Hasil Penelitian ... 56
B. Pembahasan ... 67
1. Arti Makna Maudu’Lompoa ri Cikoang sesuai Kaum Sayyid terhadap Masyarakat Manongkoki …... 72
2. Pandangan Sosial Budaya Maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat Manongkoki ………... 77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
xi
xv
Gambar II.1 Skema Kerangka Pikir ……….….. 36
xiv
Tabel IV.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis
Kelamin di Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar
Tahun 2019 ……… 46 Tabel IV.2 Distribusi Penduduk Hasil Berdasarkan Jumlah
Rumah Tangga di Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara
Kabupaten Takalar Tahun 2019 ……… 49 Tabel IV.3 Distribusi Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan
Jenis Kelamin di Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar
Tahun 2019 ……… 50 Tabel IV.4 Jumlah Kepala Keluarga di Kelurahan Manaongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian
Tahun 2019 ……… 52 Tabel IV.5 Keadaan Tingkat Pendidikan Masyarakat
Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng
Utara Kabupaten Takalar Tahun 2019 ……….. 55
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia pada dasarnya adalah sebuah Negara yang dicirikan oleh
kemajemukan masyarakatnya yang terdiri dari sejumlah besar suku bangsa
yang masing-masing mendukung tradisi dan kebudayaan yang beraneka
ragam latar belakangnya, beraneka ragam ras, serta memeluk agama dan
kepercayaan yang berbeda.
Keberagaman budaya (culture diversity) adalah keniscayaan yang ada
di bumi Indonesia. Kebudayaan dari Bahasa Sangsekerta yaitu buddhayah
yang merupakan bentuk jamak “buddhi”yang berarti budi atau akal.
Sedangkan menurut bahasa asing kebudayaan adalah colore, artinya
mengolah atau megerjakan, yaitu tanah atau bertani. Jadi, kebudayaan
adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dalam konteks
pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok, suku
bangsa masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah
bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan
kelompok yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Menurut Koetnajaraningrat dalam Mattulada menyatakan bahwa,
oleh makhluk manusia yang menguasai planet ini sejak zaman ia muncul di
muka bumi ini kira-kira empat juta tahun yang lalu. Adney memberikan
defenisi mengenai kebudayaan adalah suatu system terpadu dari
kepercayaan-kepercayaan (mengenai Allah, atau kenyataan atau makna
hakiki), dari nilai-nilai (mengenai apa yang benar, baik, indah, dan normatif).
Indonesia sendiri yang telah mengalami kemajuan pesat dalam
pembangunannya telah mengalami perubahan-perubahan nilai-nilai dalam
lingkungan kebudayaan etis, yang disebabkan oleh tata pergaulan modern
yang bersifat rasional. Secara sosial budaya, masyarakat Indonesia
mempunyai jalinan sejarah dinamika interkasi antara kebudayaan yang
dirangkai sejak dulu sampai sekarang. Hubungan antar manusia didalam
suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan tidak lepas dari
dirumuskannya norma-norma masyarakat untuk mengaturnya yang pada
mulanya norma-norma tersebut terbentuk secara tidak disengaja, namun lama
kelamaan norma-norma tersebut dibuat secara sadar.
Setiap daerah mempunyai budaya atau tradisi dimana tradisi tersebut
telah menjadi ciri khas yang membedakan antara satu dengan yang lainnya,
dann merupakan warisan dari budaya leluhur mereka secara turun-temurun.
Upacara Adat tradisional yang menghasilkan seni merupakan bagian yang
integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya yang berfungsi sebagai
pengokoh norma-norma serta nilai-nilai budaya yang telah berlaku dalam
masyarakat secara turun temurun. Kerja sama dalam penyelenggaraan
masyarakat yang merasa memiliki kepentingan bersama (Manyambeang,
1984: 3).
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi
kegenarasi. Kebudayaan merupakan suatu kearifan lokal suatu daerah dapat
terlihat jelas dari Provinsi Bali dan Kabupaten Tanah Toraja di Provinsi
Sulawesi Selatan, yang dikenal dengan julukan Land of the Heavenly Kings
memiliki keunikan yang mungkin tidak ditemukan ditempat lain di dunia dan
masih hidup hingga sekarang sebagai warisan nenek moyang orang Toraja,
sebagai unsur kebudayaan yang tampak dalam fenomena sosial sampai
sekarang sekalipun ada pengaruh dari Islam maupun Kristen, selain itu di
luar Sulawesi Selatan yakni daerah Bali pun juga memiliki keunikan
tersendiri. Dari kedua kebudayaan Indonesia tersebut terlihat bahwa
kebudayaan telah terbentuk sejak lama yang secara turun temurun dipercaya
dan diyakini walaupun ada pengaruh dari agama lain. Sedangkan dalam
mengembangkan potensi budaya adat Islam hanya sebagian kecil yang
muncul dipermukaan. Dari segi potensi sejarah kebudayaan islam,
peninggalan-peninggalannya pun tak kalah banyak dan Islam merupakan
Agama Mayoritas di Indonesia dan terbesar ketiga di dunia.
Kabupaten Takalar merupakan salah satu Kabupaten yang ada di
Sulawesi Selatan yang cukup kaya dengan unsur-unsur budaya seni dan
tradisi, dapat dilihat dalam segi budaya spiritual. Tradisi ini merupakan
Cikoang, Kecamatan, Mangngarabombang, Kabupaten Takalar, adat istiadat
mereka ini telah dikenal bukan hanya di masyarakat Lokal sendiri, akan
tetapi bahkan juga di mancanegara, ini merupakan sesuatu hal yang unik
sebab tiap tahunnya perayaan maudu’ Lompoa ini kerap didatangi oleh para
wisatawan atau turis-turis.
Desa Cikoang dihuni oleh penduduk asli suku Makassar dan kaum
Sayyid. Desa Cikoang memiliki sebuah sungai yang bermuara ke laut.
Masyarakat setempat meyebut sungai itu sesuai dengan nama desa tersebut,
yaitu Sungai Cikoang. Menurut sejarah, disinilah bermulanya pendaratan
Sayyid Djalaluddin bin Muhammad Al- Aidid sebagai seorang yang
diagungkan oleh masyarakat desa. Beliau adalah seorang ulama besar Aceh,
cucu Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, keturunan Arab Selatan, dan
masih keturunan Nabi Muhammad SAW. yang ke-29. Hal ini merupakan
salah satu bukti penyebaran syiar agama Islam di Cikoang adalah dengan
Kehadiran tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang (Maulid Besar di
Cikoang), karena telah menyebarkan Agama Islam dan mengajarkan fungsi
dan makna Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Cikoang.
Kemudian upacara adat maulidini berkembang dan dilakukan oleh
seluruh umat Islam di dunia, termasuk masyarakat Islam di Sulawesi Selatan
pada khususnya masyarakat Cikoang dan masyarakat lainnya. Secara
substansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan
masyarakat Kabupaten Takalar tradisi adat maulid ini dikenal dengan sebutan
maudu’.
Selepas dengan makna kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW .
Perayaan maudu’ ini mengandung arti makna tentang falsafah hidup yang
erat hubungannya dengan kejadian alam semesta dan permulaan dan
penciptaan roh manusia atau lebih di kenal dengan konsep Nur Muhammad.
Konsep tersebut di uraikan oleh Sayyid Djalaluddin Al-Aidid yang
mengajarkan tentang tiga hal penting yang kemudian menjadi faktor utama
terwujudnya upacara adat Maudu’ Lompoa, yaitu Al-marifah, Al-imam, dan
Al-mahabbah. Dimana isi dari ketiga faktor tersebut Sayyid Djalaluddin
menekankan bahwa dalam memperingati kecintaan kepada Rasulullah bukan
hanya proses kelahirannya melainkan juga proses kejadiannya.
Sejalan dengan hal demikian bagi masyarakat Cikoang sebagai Kaum
Sayyid di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan perayaan maudu’ bukan
hanya sekedar peringatan tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW,
melainkan sebuah upacara adat maudu’ yang merupakan sebuah kebudayaan
adat yang bermaknakan atas budaya dan agama. Adanya perpaduan nilai
budaya dan nilai agama yang memiliki makna tertentu yang diyakini
memiliki keistimewaan khusus bagi si pelaku yang memperadakannya
terutama bagi Kaum Sayyid. Adanya makna tertuang rasa cinta, rasa senang
yang amat mendalam kepada Nabi Muhammad SAW bagi para Kaum
sehingga tercipta suatu gambaran rasa cinta dan rasa senang kepada Nabi
Muhammad SAW.
Sebenarnya tradisi adat Maulid Nabi Muhammad SAW juga
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat di berbagai daerah di Sulawesi Selatan
seperti di Kabupaten Gowa, Kabupaten Jenepono dan Kabupaten Bantaeng,
namun ada perbedaan diantaranya. Dari ketiga Kabupaten tersebut
merupakan Kabupaten yang cukup berdekatan dengan Kabupaten Takalar.
Namun peneliti memfokuskan penelitiannya di Kabupaten Takalar karena
daerah tersebut merupakan Kabupaten penelliti bertempat tinggal dan juga
karena tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang dirayakan oleh
Masyarakat Manongkoki selaku Pengikut Sayyid ini belum pernah ada yang
mengangkatnya sehingga penelti sangat berkeinginan untuk mengungkap
tradsi adat tersebut.Masyarakat Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng
Utara Kabupaten Takalar yang merupakan Ana’Gurunna (pengikut Sayyid)
dari Anrong Gurunna (Sayyid) yang merupakan para tokoh pelaku atau
pemegang peranan penting dalam pelaksanaan perayaan hari Maudu’
Lompoari Cikoang atau Maulid Besar di Cikoang. Selain itu acara Maudu’ Lompoa di Desa Cikoang ini di jadikan sebagai ajang silaturahmi antara masyarakat Kelurahan Manongkoki dengan masyarakat Desa Cikoang serta
masyarakat di berbagai daerah lainnya.
Masyarakat Manongkoki, Kecamatan Polongbangkeng Utara,
Kabupaten Takalar di daerah ini, sekitar 75% masyarakatnya dikenal sebagai
sedangkan Kaum Sayyid nya disebut dengan istilah Anrong gurunna (Petua
Adat/Kaum Sayyid). Kebudayaan yang sering dilaksanakan dengan kegiatan
Upacara tradisional adat perayaan hari maudu’ Lompoa atau maulid besar.
Masyarakat Manongkoki sebagai pengikut Sayyid yang
berbondong-bondong ikut serta turut meramaikan dan sebagai pemeran dalam ritual adat
Maudu’ Lompoa ri Cikoang, sebelum hari perayaan terjadi mereka tinggal bersama beberapa hari sebelum pelaksanaan hari tersebut dirayakan.
Hasil penerapan adat maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap masyarakat
Manongkoki menimbulkan rasa cinta keistimewaan tersendiri dalam
mengadakan dan melaksanan prosesi tahap demi tahap perayaan adat
Maudu’Lompoa tersebut. Dalam pemanfaatan sungaipun dapat menjadi salah satu daya tarik Desa Cikoang. Sebab, perahu yang berisi bakul maulid berada
di tepi pinggir sungai Cikoang. Maudu’ Lompoa ri Cikoang ini memiliki
keunikan tersendiri yaitu terdapat pada puncak perayaan yakni diantaranya
dari baku siram air oleh para pengikut Sayyi dan kaum Sayyid, terdapat
sebuah tontonan gratis berupa pertunjukan aksi silat atau a’mancak (seni bela
diri), pertujukan musik tradisional yang mengiringi pengarak-arakan bakul
maulid, pengangkatan kapal perahu yang berisikan bakul maulid, serta sesi
A’rate’ (Zikir) atau pembacaan buku al-kitab tuntunan Kaum Sayyid Cikoang disertai dengan bacaan surah ayat-ayat Al-Qur’an. Ini yang
merupakan sebuah rangkaian hal unik dari seluruh prosesi perayaan puncak
Perayaan pelaksanaan adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang mempunyai
dampak yang cukup besar bagi kehidupan sosial budaya terhadap masyarakat
Manongkoki. Pengaruh yang di timbulkannya secara sosiologis, didalam
setiap sistem kemasyarakatan terjadi hubungan antar pribadi, maupun antar
pribadi dengan kelompok dan sebaliknya.
Hal ini yang mendasari peneliti untuk mengkaji tentang Maulid Besar
Cikoang di Desa Cikoang, Kecamatan Mangngarabombang, Kabupaten
Takalar dengan judul “Implementasi Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
(Maulid Besar di Cikoang) Terhadap Masyarakat di Kelurahan Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas, maka masalah
yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Arti Makna Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut Sayyid terhadap masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki ?
2. Bagaimanakah Pandangan masyarakat terkait Sosial Budaya tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
1. Untuk mengetahui Arti makna Maudu’ Lompoa ri Cikoang menurut Sayyid terhadap masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki?
2. Untuk mengetahui Pandangan masyarakat terkait Sosial Budaya tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat Pengikut Sayyid
Kelurahan Manongkoki ?
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan kajian antar
budaya khususya mengenai memaknai makna nilai religious yang
terkandung dari adat budaya Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang berada di
Desa Cikoang terhadap masyarakat Kelurahan Manongkoki dan
merupakan salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Sosiologi di
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini bukan hanya berguna bagi masyarakat Kelurahan
Manongkoki dan akan tetapi dapat berguna bagi masyarakat luas sehingga
dalam menerima dan memahami makna yang terkandung dalam perayaan
Maudu’ Lompoa ri Cikoang ini bukan hanya dari pesan yang tampak namun juga pesan yang tersembunyi dari dalam tradisi adat tersebut.
Sebagai bahan untuk pemerintah dalam pemberdayaan budaya terkait
adat Maudu’ Lompoa ri cikoangdi Desa Cikoang Kabupaten Takalar.
c. Bagi Peneliti
Sebagai referensi yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan oleh
peneliti selanjutnya.
E. Defenisi Operasional a. Kebudayaan
Budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Bentuk lain dari kata budaya adalah
kultur yang berasal dari bahasa Inggris yaitu culture dan bahasa Latin cultura.
Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi
keutuhhan hidupya yang kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan,
seni, susila, hukum adat serta setiap kecakapan dan kebiasaan.
b. Adat
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai
kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim
dilakukan di suatu daerah.
c. Tradisional
Tradisi adalah suatukebiasaan yang merupakan sebuah warisan yang
turun temurun, sehinnga menjadi sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak
masyarakat, yang biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu atau agama
yang sama.
d. Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang hidup bersama,
bekerja sama untuk memperoleh kepentingan bersama yang telah memiliki
tatanan kehidupan, norma-norma, dan adat istiadat yang ditaati dalam
lingkungannya.
e. Maudu’ Lompoa
Maudu’ Lompoa merupakan acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW atau dikenal dengan Maulid Nabi yang diadakan oleh para
masyarakat Cikoang dan masyarakt Kelurahan Manongkoki di Desa Cikoang,
Kab Takalar setiap tahunnya. Acara ini berbeda dengan acara maulid yang
pada umumnya dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Jika kebanyakan
peringatan Maulid Nabi diadakan di Masjid, maka lain halnya dengan
Maudu’ Lompoa yang diadakan di sekitar sungai. Atribut-atribut yang digunakan pun beraneka ragam, tidak hanya terbatas pada hiasan bunga, tapi
juga berbagai macam layar dengan beraneka warna yang dibentangkan diatas
perahu maulidnya (julung-julung).
f. Kaum Sayyid
Keturunan Kaum Sayyid adalah golongan keturunan al-Husain, cucu
Nabi Muhammad SAW, mereka bergelar Habib bagi anak laki-laki dan anak
terbesar jumlahnya di Hadramaut . mereka membentuk kebangsawanan yang
beragama yang sangat dihormati. Secara moral mereka sangat berpengarh
pada penduduk yang tinggal disekitar kediamannya dan bahkan diluar
wilayah pedesaannya. Para Kaum Sayyid selalu mempertahankan kekuatan
hukum Islam. Bagi Kaum Sayyid, hukum dan agama Islam merupakan suatu
kesatuan, lemahnya hukum dikhawatirkan berakiibat hilangnya
penghormatan rakyat sebagai pengikut atau penganut Kaum Sayyid termasuk
masyarakat Kelurahan Manongkoki dan lunturnya kepercayaan rakyat
terhadap keturunan Nabi Muhamma SAW di Desa Cikoang.
g. Pengikut Sayyid
Pengikut Sayyid adalah sebagai Ana’Gurunna (Pengikut), yang
merupakan bukan keturunan dari golongan Kaum Sayyid, pengikut Sayyid ini
merupakan orang biasa yakni orang-orang yang bermukim secara
berkelompok. Jawi (pengikut Sayyid) merupakan pelaku atau pemegang
peran penting dalam pelaksanaan perayaan hari Maudu’ Lompoa atau Maulid
Besar di Cikoang. Pengikut yang taat, dalam arti hal ini mereka yang percaya
dan patuh terhadap ajaran Kaum Sayyid serta jawi (pengikut Sayyid)
merupakan sekelompok orang-orang yang taat mempercayai dan ikut
melestarikan adat.
h. Ritual
Ritual adalah berkenan dengan ritus (tata cara upacara keagamaan),
bersifat mistik dan mungkin sulit dipahami orang-orang diluar komunitas
kebiasaan masyarakat saat pelaksanaan sebelum dan sesudah ritual
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Konsep1. Kebudayaan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149), disebutkan
bahwa: “budaya” adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang
“kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Ahli sosiologi
mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak,
kesenian, ilmu dll).
Ditinjau dari sudut Bahasa Indonesia, kata kebudayaan berasal dari
kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti
budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan : hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Ada sarjana yang mengupas kata budaya sebagai
suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi.
Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan.
Defenisi yang paling tua dapat diketahui dari E.B. Tylor yang
dikemukakan di dalam bukunya Primitive Culture (1871). Menurut Tylor,
kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan ,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain
Soemardjan dan Soemardi (Soekanto, 2006) merumuskan,
kebudaayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi kebudayaan kebendaan atau kebudayaan
jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai
alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk
keperluan. Sedangkan Roucek dan Werren (Sukidin, 2005) mengatakan
bahwa kebudayaan bukan saja merupakan seni dalam hidup, tetapi juga
benda-benda yang terdapat di sekeliling manusia yang dibuat manusia.
Dengan demikian ia mendefinisikan kebudayaan sebagai cara hidup yang
dikembangkan oleh sebuah masyarakat yang memenuhi keperluan dasarnya
untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur
pengalaman sosialnya. Hal-hal tersebut adalah pengumpulan bahan-bahan
kebendaan, pola organisasi sosial, cara tingkah laku yang dipelajari, ilmu
pengetahuan, kepercayaan, dan kegiatan lain yang berkembang dalam
pergaulan manusia.
Wujud kebudayaan ada tiga macam, yaitu kebudayaan sebagai
kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat dan
benda-benda sebagai karya manusia (Koentjaraningrat, 2009: 83).
Kluckon dalam Kuswarno (2008: 9) mejelaskan bahwa pengelompokan
kebudayaan yang umumnya ada pada tiap masyarakat yang berbudaya, yang
dikenal dengan tujuh unsur-unsur kebudayaan, diantaranya : a) Bahasa: b)
Sistem Mata Pencaharian: f) Kesenian: g) Religi:Dapat disimpulkan bahwa
kebudayaan untuk secara umum adalah merupakan hasil cipta, rasa dan
karsa, manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang
mencakup tentang pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat istiadat
serta setiap kecakapan, dan kebiasaan.
2. Masyarakat
Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang yang
berasal dari kata Latin socius yang berarti (kawan). Istilah masyarakat
berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan
berpartisipasi). Masyarakat adalah sekumpulan manusia atau orang-orang
yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah masyarakat yang saling
berinteraksi. Suatu kesatuan manusia yang dapat mempunyai prasarana
dengan melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi.
Menurut Ralph Linton (Soekanto, 2006: 22) masyarakat merupakan
setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama,
sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka
sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan
jelas sedangkan masyarakat menurut Selo Soemardjan (Soekanto, 2006: 22)
adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan dan
mereka mempunyai kesamaan wilayah, identitas, mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan.
Defenisi lain yang menyatakan masyarakat adalah sebagi kesatuan
yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki ciri Interkasi
yang intens antar warga-warganya, Adat istiadat, Kontinuitas waktu, dan
rasa identitas kuat yang mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009:
115-118).
Peter L. Berger menefenisikan masyarakat merupakan suatu
keseluruhan kelompok hubungan manusia yang sifatnya luas. Menurut
Koentjaraningrat dalam Adang (2003: 173) dalam tulisannya mengatakan
memberikan pengertian bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia atau
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem dan adat
istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terkait dengan rasa identitas
bersama.
Dalam pengertian lain tentang masyarakat diartikan bahwa masyarakat
adalah sebagai suatu kelompok individu-individu yang terorganisasi serta
berfikir tentang diri mereka sendiri serta sebagai suatu kelompok yang
berbeda Smith, Stanley dan Shores dalam Adang (2003: 173).
Sesuai dengan Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan
karena setiap anggota kelompok yang merasa dirinya terikat satu dengan
yang lainnya (Soekanto, 2006: 22). Dari beberapa defenisi diatas dapat
disimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki arti keiikutsertaan atau
berpartisipasi, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengansociety.
SehinggaBisa ditarik kesimpulan bahwa masyarakat adalah sekumpulan
yang mempunyai kesamaan budaya, wilayah tempat tinggal, kesamaan suku
dan identitas,mempunyai kebiasaan, tradisi, adat, sikap, dan perasaan
persatuan yang diikat oleh kesamaan.
3. Masyarakat Manongkoki Sebagai Pengikut Sayyid
Terlepas dari beberapa pemahaman mengenai arti kebudayaan dan
masyarakat menurut paham diatas, terkait adanya kebudayaan suatu
Masyarakat di Kabupaten Takalar. Masyarakat Manongkoki Kecamatan
Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar merupakan masyarakat yang
tinggal di daerah dataran rendah, seperti didesa-desa lainnya, penduduk desa
ini pun beraktivitas seperti biasa. Mata pencaharian masyarakat didesa ini
beragam diantaranya: petani, buruh, pengusaha meubel, wiraswasta, Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan sebagainya. Di daerah ini ada masyarakat yang
tergolong dalam pengelompokan Khalawatiyah, Muhammadiyah, penduduk
biasa, dan bahkan lebih kebanyakan yang terikat sebagai pengikut Sayyid di
Desa Cikoang.
Masyarakat Manongkoki yang di atas namakan sebagai Pengikut
Sayyid ini yang terkenal akan tradisi adat maulidnya yang diadakan di Desa
Cikoang. Masyarakat Manongkoki yang cukup berpegang teguh pada
nilai-nilai religious terdapat pada kebudayaannya, yang diperoleh dari ajaran
Kaum Sayyid. Dalam hal ini kebudayaan yang di kembangkannya dari turun
temurun sejak nenek moyang mereka hingga sampai saat ini dan masih di
Maudu’ Lompoa ri Cikoang. Masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid.
Pengikut Sayyid ini yang ikut mengembangkan dan mempertahankan
adat tradisi kebudayaan yang ada di Desa Cikoang yakni pada hari lahir Nabi
Muhammad SAW atau pada perayaan Maudu’ Lompoa atau Maulid Besar
yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal.Kemudian tradisi adat Maudu’
Lompoa ini berkembang dan dilakukan oleh seluruh umat Islam di dunia, termasuk masyarakat Kelurahan Manongkoki pada umumnya dan pada
khususnya masyarakat Desa Cikoang.
4. Maudu’ Lompoa ri Cikoang
Maudu’ Lompoa secara bahasa adalah Maulid Besar. Artinya, Maudu’ Lompoa adalah prosesi peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diisi dengan berbagai kegiatan ritual. Tradisi ini ditunjukkan untuk
menanamkan rasa kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan
keluarganya.
Kata “Maulid” berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti “anak
kecil”, tempat, waktu beranak, lahir”. Kemudian “Maulid” berubah
ucapannya “Maudu’” dalam bahasa Makassar. Dalam perubahan ucapan ini
terjadi perubahan, perubahan-perubahan ini disesuaikan dengan
ucapan-ucapan yang berlaku dalam bahasa Makassar. Berdasarkan arti tersebut
diatas, maka nyata bahwa tradisi adat Maudu’ adalah sebuah tradisi adat
Menurut sejarah pada abad XI M, yaitu pada saat terjadinya perang
salib antara umat Islam dan umat Kristen, timbul gejala-gejala menurunnya
semangat umat Islam. Oleh Karena itu pemimpin umat Islam beusaha
mencari daya untuk membangkitkan kembali semangat umat Islam.
Disamping timbulnya gejala kemunduran semangat tersebut, terdapat pula
adanya gejala-gejala penambahan dalam agama, yang pada mulanya tidak
ada. Untuk memurnikan semangat Islam dan memurnikan kembali
ajaran-ajarn Nabi Muhammad SAW, maka timbullah ide dari Salahuddin
Al-Ayyubi untuk mengungkap kembalu peristiwa-peristiwa kelahiran dan
perjuangan serta semangat dari Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian
pada dasarnya, adat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah untuk
membangkitkan kembali semangat perjuangan umat Islam serta untuk
memurnikan ajaran-ajaran Islam yang mulai banyak tambahan-tambahannya
akibat persentuhan dengan kebudayaan-kebudayaan setempat.
(Manyambeang, 1984: 56-57).
Bagi masyarakat Desa Cikoang dan masyarakat Manongkoki perayaan
adat Maudu’ bukan hanya sekedar membangkitkan semangat umat Islam
dan memurnikan ajaran Islam melainkan lebih dari hal tersebut. Perayaan
maudu’ (maulid) secara besar-besaran (Maudu’Lompoa), adalah salah satu manifestasi dari makrifat yang menjadi dasar dari segala keaktifan manusia,
termasuk pada Kaum Sayyid dan Pengikut Sayyid. Sebab Tradisi ini sebut
adat Maudu’ Lompoa atau Maulid Besar karena dirayakan secara
ketahun karena diikuti oleh seluruh warga masyarakat Cikoang yakni Kaum
Sayyid pada khususnya dan pada umumnya masyarakat Manongkoki atau
paraPengikut Sayyid, pesertanya bukan saja masyarakat yang berdiam di
dalam daerah melainkan banyak juga yang berasal dari luar Kabupaten
Takalar. Semua warga Kaum Sayyid yang berada di daerah lain seperti di
Jeneponto, Maros, Bantaeng, dan lainnya berusaha mengikuti upacara adat
tersebut. Karena dengan banyaknya tamu atau pengunjung lokal dan
mancanegara yang menyaksikan jalannya acara tardisi adat Maudu’ Lompoa
ini, serta besarnya alat-alat yang dipergunakan untuk mangantar Baku’Kanre
Maudu’ (Bakul Maulid) maka penyelenggaraan tradisi adat ini dilakukan dilapangan yang tertentu.
Sehubungan dengan banyak dan ramainya para pengunjung dan adanya
peserta dari daerah lain, maka penyelenggaraan tradisi adat biasanya
dilakukan dipinggir pantai, di muara sungai Cikoang. Penempatan tempat
penyelenggaraan tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang di pinggir pantai di
muara sungai Cikoang, erat hubungannya dengan para peserta upacara adat.
Sebab, sebelum tahap prosesi A’rate’ (Zikir), para peserta maulid hendak
biasanya wajid sirang-sirang je’ne (baku siram). Masyarakat Manongkoki
sebagai pengikut Sayyid yang juga merupakan peserta tradisi adat Maudu’
Lompoa yang bukan berasal dari Desa Cikoang ini yang kemudian menuju ke Cikoang pada saat perayaan adat berlangsung. Mereka itulah yang mengantar
Baku’ Kanre Maudu’nya (bakul Maulidnya) dengan perahu yang disebut julung-julung, (desain perahu). Sebab mereka juga termasuk sebagai peserta
acara tradisi adat maulid besar. Baku’Kanre Maudu’ (bakul maulid)yang
diletakkan di tempatnya di atas dua buah perahu. Keempat kaki tempat Baku’
Kanre Maudu’ (Bakul maulid) tersebut masing-masing bertumpuh pada perahu julung-julung. Itulah sebabnya sehingga Baku’Kanre Maudu’ (bakul
maulid) itu disebut Baku Kanre Maudu’ julung-julung’ (bakul maulid
bertumpuh diatas perahu).
Tempat Baku’ kanre maudu’ (bakul maulud) itu sendiri disebut
gadawari, yaitu sebuah rumah-rumah kecil yang bertiang empat. Tempat peletakkan baku’kanre maudu’ bersegi empat. Bila di daratan disebut
bembengang (benda yang bisa di giring). Setiap bembengang atau gandawari dapat memuat satu baku’kanre maudu’ yang berisi 200 sampai 400 liter
beras bersama dengan segala hiasannya. Tradisi adat Maudu’Lompoa ri
Cikoang ini merupakan puncak tradisi adat maulid besar di Cikoang Kabupaten Takalar.
5. Pengertian Maudu’ Lompoa Menurut Kaum Sayyid
Bagi masyarakat Pengikut Sayyidatau penduduk Masyarakat
Manongkoki, kaum Sayyid di Desa Cikoang, merupakan kelompok kaum
masyarakat yang dipercaya dan diyakini akan kepemiminannya dalam
penyebaran syiar agama Islam. Kaum Sayyid yang sebagai pemuka atau
penghulu bagi masyarakat Manongkoki. Pasalnya perayaan tradisi adat
Maudu’ Lompoa (Maulid Besar) bukan hanya sekedar kebudayaan yang bermaknakan atas Budaya dan Agama dan sebuah peringatan tentang
kelahiran Nabi Muhammad SAW, melainkan tradisi adat Maudu´ itu
mengandung makna yang lebih jauh.
Perayaan Maudu’ Lompoa mengandung falsafah hidup yang erat
hubungannya dengan kejadian alam semesta serta dengan permulaan
penciptaan roh manusia. Sejalan dengan hal tersebut, kemudian masyarakat di
Kelurahan Manongkoki sebagai Pengikut Sayyidyang kemudian tidak
tanggung-tanggung dan perhitungan dalam hal menjalankan perayaan tradisi
adat Maudu’ Lompoa ri Cikoangyang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal.
Adanya hubungan saling bersilaturahmi antara sayyid dan pengikutnya
sehingga melahirkan keakraban.
Selanjutnya menurut Kaum Sayyid, tentang gambaran pengertian
Maudu’ Lompoa ri Cikoang yang sesuai dengan falsafah hidup serta permulaan penciptaan roh manusia yang diantaranya terbagi atas 3 (tiga)
bagian yakni :
a. Kaniakkang (Keberadaan)
Kaniakkang berasal dari bahasa Makassar kata “Niak” yang berarti “ada/berada”. Kemudian kata “Niak” mendapat awalan “ka” dan akhirnya
“kang”, sehingga menjadi kaniakkang (keberadaan/eksistensi) erat hubungannya dengan paham makrifat yang dianut oleh masyarakat sayyid
pada khususnya.
Paham makrifat adalah usaha pemahaman rohaniah secara hakiki
terhadap Allah SWT. Untuk mengetahui hal ini perlu pemahaman secara
Menurut paham masyarakat Desa Cikoang terutama kaum Sayyid, Nabi
Muhammad Rasulullah SAW mengalami dua proses kelahiran yang pertama
yang disebut kaniakkang dan proses kelahirannya yang kedua yang disebut
kalassukang. Yang di maksud dengan kaniakkang adalah proses diciptakannya atau diwujudkannya Nabi Muhammad Rasulullah SAW untuk
pertama kalinya sebelum beliau dilahirkan oleh ibunya. Penciptaan pertama
ini masih berada di dalam abstrak. Penciptaan pertama ini disebut “Nur
Muhammad”. Dari Nur Muhammad ini diciptakan Nabi Adam Alaihissalam
bersama anak cucunya.
Berdasarkan paham makrifat, makrifat ini maka Nur Muhammad
merupakan sumber dari segalanya yang ada di alam nyata. Oleh karena itu
sebelum alam semsesta ini bersama isinya tercipta maka yang ada adalah :
Nur Allah, Nur Muhammad dan Nur Adam. Nur Muhanmmad kemudian
disebut “Alamurrah” (alam roh), dan Nur Adam disebut “Alamuljism” (alam
jasmani). Pendapat makrifat yang mereka anut ini bahwa Nabi Muhammad
SAW dalam wujud pertamanya adalah “Nur” yang diciptakan oleh Allah dari
“Nur– Nya” dan merupakan sumber kejadian dari makhluk-makhluk lainnya
dialam semesta ini.
Berdasarkan hadis tersebut, maka menurut paham kaum Sayyid,
masyarakat Desa Cikoang dan para pengikut Sayyid yakni masyarakat
Kelurahan Manongkoki, beranggapan bahwa seluruh alam ini bersama isinya
pertama inilah yang merupakan sumber segala-segala di alam semesta dan hal
inilah yang disebut “ kaniakkang” (keberadaan, perwujudan dan eksistensi).
b. Kalassukang(Kelahiran)
Di atas telah disebutkan bahwa Nabi Muhammad Rasulullah SAW
mengalami dua proses kelahiran, yaitu kelahiran didalam gaib (abstrak) yang
disebut kaniakkang (keberadaan, perwujudan dan eksistensi) dan kelahiran
yang kedua adalah kelahirannya didalam nyata yang disebut kalassukang
(kelahiran). Kata kalassukang berasal dari bahasa Makassar (Lassu’) yang
berarti lahir. Kemudian kata ini mendapat awalan ka dan akhiran ang
sehingga menjadi ka + lassu’ + ang (kalassukang) yang berarti kelahiran.
Kalassukang atau kelahiran dalam arti yang kedua ini adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW ke lam-alam yang nyata, yaitu lahirnya beliau kedunia
melalui perut ibunya, Sitti Aminah.
Kelahiran Nabi Muhammad Rasulullah SAW pada proses pertama
(kaniakkang) bersifat abstrak sehingga tidak dapat diketahui prosesnya secara
tepat. Hal ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan antara
pendapat dan penafsiran sesuai tingkat makrifat dan pengenalan seorang
hamba. Sedang proses kelahiran yang kedua, dapat diketahui dengan jelas,
baik waktu maupun tempatnya. Berdasarkan pada pengertian kalassukang
tersebut, maka semua proses kelahiran yang sama dengan proses kalassukang
termasuk dalam kategori maulid. Jadi Nabi Muhammad SAW yang bertubuh,
dari perut ibunya yang dalam hal ini termasuk maulid. Demikian pulalah
dengan kelahiran Nabi Adam serta bersama dengan seluruh anak cucunya.
Menurut Kaum Sayyid bahwa bila kelahiran Nabi Muhammad SAW
yang pertama itu adalah merupakan sumber perwujudan dari segala sesuatu
yang diatas dunia ini, maka kelahirannya yang kedua (kalassukang) ke alam
dunia ini yang merupakan sumber atau pembawa kebenaran mutlak yang
harus diikuti dan dipegang. Hal ini yang berarti bahwa kelahiran beliau
adalah pula yang merupakan kelahiran dari kebenaran yang mutlak.
c. Pakaramula (Permulaan)
Selain pengertian Maulid seperti disebutkan diatas oleh masyarakat
Desa Cikoang, maulid berarti pula “pakaramula” . Pakaramula adalah kata
bahasa Makassar yang mempunyai arti permulaan. Pakaramula atau
permulaan adalah mula adanya suatu wujud (keberadaan) tanpa didahului
oleh wujud lainnya. Hal ini berarti bahwa seluruh wujud selain dari pada
wujud Allah adalah wujud yang telah didahului oleh wujud lainnya, seperti
wujud Nur Muhammad didahului oleh Allah atau Nur Allah. Selain dari pada
itu pakaramula (permulaan) dapat pula berarti awal adanya dan tampaknya
sesuatu bagi panca indera manusia. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang
tampak dialami semesta inimengalami proses maulid atau pakaramula
kecuali khalik atau sang pencipta yaitu Allah. Jadi seluruh makhluk ada dan
dapat dicapai oleh panca indera karena diadakan dan hal ini termasuk maulid.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa masalah peringatan maulid Nabi
perang salib. Kemudian tradisi adat ini berkembang keseluruh pelosok dunia
dan dirayakan oleh seluruh umat Islam termasuk warga masyarakat
Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid. Setiap daerah yang merayakan
maulid, memiliki keunikan masing-masing. Di Sulawesi Selatan, tradisi adat
maudu’ ini dirayakan juga dimana-mana dan cara pelaksanaannya hampir sama. Perbedaan perayaan maudu’ itu memiliki keunikan tersendiri yang
mungkin tidak ada di daerah lain. Disebut unik karena perayaan maudu’
tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat. Selain itu perayaan itu dirayakan secara besar-besaran dan
meriah sehingga disebut Maudu’ Lompoa (Maulid Besar).
Di Pulau Jawa ditemukan pula perayaan Maulid yang dirayakan secara
besar-besaran. Perayaan Maulid ini dilakukan di Kraton oleh para Sultan
yang disebut dengam “Sekaten” . Di Yogyakarta perayaan sekaten dilakukan
dengan disponsori oleh orang-orang kraton dan atas fasilitas kraton pula.
Dalam upacara sekaton riwayat Nabi Muhammad SAW dibacakan,
disamping itu diadakan pula Penabuhan Gamelang dengan irama khusus yang
sangat menarik perhatian masyarakat untuk mengikuti upacara tersebut.
Rupanya upa cara sekaten di Yogyakarta sama dengan Maudu’ Lompoa di
Sulawesi Selatan. Perbedaannya terletak pada pelaksanaannya.
6. Pandangan Sosial Budaya Masyarakat terkait Maudu’ Lompoa ri Cikoang
Sosial Budaya terdiri dari dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial
berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat sekitar.
Budaya juga diartikan sebagai segala hal yang dibuat manusia berdasarkan
pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta dan rasa. Jadi
kesimpulannya adalah sosial budaya merupakan segala hal yang diciptakan
manusia dengan kehidupan budinya dalam kehidupan bermasyarakat.
Secara etimologis, dalam budaya ada dampak yang berarti pelanggaran,
tubrukan, atau benturan. Oleh karena itu, dampak pada sistem sosial budaya
dapat diartikan sebagai pelanggaran terhadap sistem sosial budaya, tubrukan
terhadapnya ataupun benturan. Hal itu berarti bahwa dalam keadaan-keadaan
tertentu terjadi masalah-masalah yang mengganggu berfungsinya sistem
sosial budaya tersebut.
Secara sosiologis, di dalam setiap sistem kemasyarakatan terjadi
hubungan antarpribadi, antarkelompok maupun antara pribadi dengan
kelompok dan sebaliknya. Apabila terjadi interaksi sosial yang berulang kali
sehinga menumbuhkan pola tertentu, akan timbul kelompok sosial. kehidupan
berkelompok di dalam kelompok-kelompok sosial tersebut cenderung
menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan tadi merupakan hasil karya, hasil
cipta, dan hasil rasa yang semuanya didasarkan pada karsa. Hasil karya
merupakan bagian kebudayaan yang dinamakan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan material. Hasil cipta menimbulkan ilmu pengetahuan, hasil rasa
menimbulkan ilmu kesenian, sedangkan karsa menghasilkan kaidah-kaidah
Subsistem yang ada dalam dampak sosial budaya yang merupakan
struktur dan proses dalam suatu wadah tertentu yang mempunyai unsur-unsur
pokok, diantaranya :a)Kepercayaan yang merupkan pemahaman terhadap
semua aspek alam semesta yang di anggap sebagai suatu kebenaran (mutlak);
b)Perasaan dan pikiran, yakni suatu keadaan kejiwaan manusia yang
menyangkut keadaan sekelilingnya. Baik yang bersifat alamiah maupun
sosial; c)Tujuanyang merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan
cara mengubah sesuatu atau mempertahankannya; d)Kaidah atau norma yang
merupakan pedoman untuk berperilaku pantas; e)Kedudukan dan peranan;
krdudukan (status) merupakan posisi-posisi tertentu secara vertikal,
sedangkan peranan (role) adalah hak-hak dan kewajiban baik secara
structural maupun prosesual; f)Pengawasan, merupakan proses yang
bertujuan untuk mengajak, mendidik atau bahkan memaksa warga
masyarakat menaati norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat: g)Sanksi, yakni persetujuan atau penolakan terhadap perilaku
tertentu: h)Fasilitas merupakan saran untuk mencapai tujuan yang hendk
dicapai, dan telah ditentukan terlebih dahulu; i)Kelestarian dan kelangsungan
hidup; dan j)Keserasian antara kualitas kehidupan dengan kualitas
lingkungan;
Pada umumnya pandangan masyarakat terkait sosial budaya
Maudu’Lompoa ri Cikoang yang merupakan suatu kebudayaan dalam suatu masyarakat, terutama masyarakat pedesaan, yang didasarkan pada sosial
pengikut Sayyid, meskipun agama Islam itu membawa unsur demokrasi bagi
kehidupan manusia, namun tidak mempengaruhi sistem pelapisan sosial dan
sistem kemasyarakatan secara mencolok. Untuk lebih lanjut secara sosial
budaya perayaan adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang merupakan suatu
peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. perayaan tersebut memiliki
keterkaitan antara hubungan sosial budaya dengan agama, adanya. Peringatan
ini didasarai atas kemauan Penganut Islam terutama Kaum Sayyid dan Para
Pengikut Sayyid untuk terus mengingat ajaran Nabi Muhammad SAW,
utamanya tentang cinta kasih, persaudaraan, keadilan sosial. Dibawah ini
merupakan pandangan positif dan negatif masyarakat terkait Maudu’ Lompoa
ri Cikoang :
a. Dampak Positif Sosial Budaya Maudu’ Lompoa ri Cikoang
Adapun Nilai-nilai keagamaan bersifat positif yang muncul dari tradisi
adat Maudu’Lompoa Menurut salah satu Anrong Guru (Pemimpin adat),
mengatakan “Tradisi Maudu’ Lompoa ini tidak ada sesuatu yang akan
berbahaya, atau bersifat menyimpang atau bertentangan dengan fundamental
agama yang saya imani.
Kemudian melanjutkan penuturan perasaannya terhadapa Maulid yang
diantaranya : 1)Ketaatan kepada Allah SWT. dalam arti bahwa mengikuti dan
mencintai Rasulullah SAW merupakan perintah Allah yang harus ditaati:
2)Kecintaan merayakan Maudu’ merupakan bagian dari rasa cinta kepada
Nabi Muhammad SAW. 3)Keikhlasan yakni pengorbanan baik harta, tenaga
Kaum Sayyid, masyarakat Cikoang, dan masyarakat Manongkoki atau
pengikut Sayyid secara bersama-sama merupakan bentuk kebersamaan yang
memperkuat tatanan sosial: 5)Persaudaraan; undanagan yang juga tak lupa
hadir dari pihak pemerintahn mulai dari Camat, Bupati, Kepala Dinas
Parawisata, Gubernur, dan bahkan masyarakat anatara daerah di Indonesia
lainnya, dari masing-masing keluarga masyarakat Cikoang, masyarakat
Manongkoki sebagi pengikut Sayyid dan yang berkemungkinan mempererat
ikatan sosial. f)Persamaan; semangat dapat dilihat dari pada saat maulid tidak
memandangstatus sosial dan perekonomi, orang tua dan juga anak-anak
semua itu ikut hadir.
b. Dampak Negatif Sosial Budaya Maudu’ Lompoa ri Cikoang
Sejalan dengan penjelasan dan pemahaman yang bersifat positif yang
telah dijabarkan oleh penulis terkait tradisi adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
ini, terdapat juga beberapa kejanggala-kejanggalan yang menuai akan
penilaian para masyarakat khalayak umum yang tidak tahu menahu akan
keistimewaan tradisi adat ini. Disamping itu, para masyarakat manongkoki
selaku pengikut Sayyid dan kaum Sayyid yang beranggapan bahwa perayaan
hari maulid besar ini juga merupakan sesuatu hal yang sangat amat baik dan
bernilai ibadah dalam agama Islam. Namun hal demikian berbeda dengan apa
masyarakat khalayak umum biasanya, sebab karena mereka akan
beranggapan bahwa diantaranya : 1)Sesuatu hal yang dapat merugikan bagi
yang merayakan: 2)Pemborosan dalam bidang perekonomian:
tidak di wajibkan di dalam ajaran agama Islam: dan 5) Sebagai jembatan yang
akanmenuju Kemiskinan. Hal demikianlah yang sering menjadi perbincangan
dan perdebatan antara masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid dan
bukan.
B. Landasan Teori
Sejalan dengan tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang terhadap masyarakat di Kelurahan Manongkoki, yang ada keterkaitannya dalam hal ini
merupakan sebuah kebudayaan yang bermaknakan atas budaya dan agama.
Hal ini dapat menjadikan sebuah hal yang menarik di lingkungan masyarakat.
Dalam hal ini Max Weber yang merupakan salah satu tokoh Sosiologi dalam
teori Sosiologi Klasik. Max Weber dalam tindakan sosial ini membedakan
tindakan sosial manusia kedalam 4 (empat) tipe yaitu diantaranya: Tindakan
rasionalitas instrumental, Tindakan rasional nilai, Tindakan Afektif, dan
Tindakan Tradisional. Untuk itu adapun teori yang menyakut dengan suatu
kebudayaan yang ada dalam hal ini yang merupakan adat tradisi masyarakat
Manongkoki selaku Pengikut Sayyid Maudu’Lompoa ri Cikoang . Teori yang Relevan akan tradisi adat ini yaitu :
Teori Tindakan Tradisonal/ Traditional.
Menurut Max Weber (1864 – 1920) mengatakan bahwa dalam tindakan jenis
ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang
diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.
Sehubungan dengan tradisi adat Maudu’ lompoa ri Cikoang yang di
teori yang dikemukakan oleh Max Weber sehingga dapat dikaitkan bahwa
adat Maudu’Lompoa ri Cikoang merupakan suatu warisan kebudayaan tradisional yang sudah menjadi sesuatu hal kebiasaan yang sudah di lakukan
atau di rayakan oleh nenek moyang terdahulu hingga masih terjaga dan
berkembang hingga saat ini, Maudu’Lompoa ri Cikoang yang dilestarikan oleh paraketuruan Nabi Muhammad SAW yakni Kaum Sayyid serta
berkembang pesat terhadap masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut
Sayyid.
Terkait teori Tindakan Tradisional yang dikemukakan oleh Max Weber.
Weber melakukan studi tentang otoritas politik dan bagaimana kekuasaan
berfungsi dalam masyarakat bukan karena legitimasi moral, teori Weber
tersebut dikenal dengan tipe ideal (ideal typus). Weber membedakan tiga tipe
ideal dan keabsahannya, yang dapat melekatkan suatu hubungan dominasi
yaitu tradisonal, karismatik, dan legal rasional (Ritzer dan Goodman, 2005).
Untuk itu adapun teori dapat menjadi pendukung dari Max Weber atas
tradisi adat yang sebelumnya dibahas yakni dari Teori Struktur Otoritas
berupa yakni:
a. Tipe Otoritas Tradisonal
Menurut Max Weber Tipe Otoritas Tradisonal adalah merupakan suatu
bentuk otoritas yang didasarkan pada kesakralaan dan tradisi kuno yang
dianut dalam suatu masyarakat. Objek kepatuhan masyarakat kepada indibidu
pedesaan terdapat beberaapa seseorang yang biasa ditunjuk sebgai pemimpin
karena memiliki pemahaman tentang kesakralan dan memiliki kewibawaan
sebagai unsur yang dianggap sangat penting untuk memegang suatu jabatan
(otoritas). Bentuk lain dari otoritas tradisional adalah adanya bentuk
kepemimpinan yang didsarkan pada tradisi turun temurun ke genrasi menurut
aturan adat atau tradisi, pemimpin tradisional diangkat sebgai pemimpin
berdsarkan keputusan adat, darah keturunan atau dari suku tertentu.
b. Tipe Kharismatik
Menurut Max Weber Tipe Kharismatik adalah merupakan tipe otoritas
yang berdasarkan kepada kemampuan dan ciri-ciri khas yang luar biasa
dimiliki seseorang yang diyakini oleh masyarakat kepada pemegang otoritas
adalah kemampuan atau kelebihan khusus atau kualitas personal yang tidak
dimiliki oleh orang lain, masyarakat atau masyarakat yang lain .kharismatik
oleh Weber didefenisikan sebagai sifat tertentu dari suatu kepribadian
seseorang individu yang luar biasa, memiliki sifat-sifat gaib atau sifat-sifat
yang unggul, paling sedikit memiliki kekuatan yang khas dan luar biasa.
Dari beberapa uraian tentang paham teori pendukung diatas yang di
kemukakan oleh Max Weber sehingga dapat dikaitkan dengan tradisi adat
Maudu
’
Lompoa ri Cikoang yang berfokuskan kepada masyarakat Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid bahwa dalam penerapan suatukebudayaan didalam masyarakat pedesaan, ada sesuatu yang tetanam melekat
pada kepribadianyang diperoleh atau diterima oleh masyarakat Manongkoki
yang bersifat positif menurut pemahaman mereka sendiri, adanya perasaan
keberkahan yang diperoleh selama menjalankan tradisi adat Maudu’Lompoa ri Cikoang sertaselain merayakan suatu kebudayaan yang membawa seni tradisional juga sangat erat kaitannya dengan agama, mereka menganggap
bahwa Maulid Nabi Muhammad SAW memiliki makna bersifar positif, yang
mendalam berupa nilai ibadah, sebagai bekal amalan diakhirat nanti, di Mata
Tuhan Yang Maha Esa.
C. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir merupakan kerangka penalaran logis, urutan berpikir
logis sebegai suatu ciri dari suatu dari cara berpikir secara ilmiah, yang
digunakan dengan mengunakan logika untuk mencegah masalah kerangka
berpikir atau kerangka penularan logis yang di gunakan untuk mengatahui
nilai agama yang terkandung dalam adat Maudu’ Lompoa tersebut.
Memahami dan melihat konsep atau teori yang telah diuraikan di atas sebagai
acuan atau landasan, maka dapatlah dijadikan sebagai kerangka berpikir,
Adapun skema berfikir di bawah ini sebagai berikut:
(Gambar II.1 Kerangka Pikir) Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
Kaum Sayyid
Falafah Budaya dan Agama
D. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain:
1. Nur Yani Alifaty yang berjudul Makna Penghargaan Dalam Rutual Maudu Lompoa di Desa Cikoang, Kecamatan Mangngarabombang, Kabupaten Takalar 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif, dengan memakai pendekatan penelitian
deskriptif kualitatif dengan informan dapat berasal dari tokoh adat
maupun masyarakat Desa Cikoang yang dinilia memiliki kompetensi
berdasarkan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Persamaan metedologi penelitian juga terdapat dalam teknik
pengambilan sampel purposive sampling dengan teknik analisis data
menggunakan Reduksi Data, Penyajian Data, dan Menarik kesimpulan
atau Verifikasi.Dari hasil penelitian bahwa Representasi dari ritual maudu
lompoa dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang telah di ajarkan oleh Syekh Djalaluddin kepada masyarakat Desa Cikoang, ritual maudu
lompoa tersirat pesan-pesan khusus yang ingin disampaikan. Perbedaan yang terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah dari
segi masyarakatnya, dimana masyarakat disini adalah masyarakat di
Kelurahan Manongkoki yang sekaligus menjadi peserta adat ini dan
merupakan para pengikut Sayyid. Hal ini menjadi sesuatu hal menarik
bagi penulis.
2. Sudirman yang berjudul Ganrang Pamanca
’
dalam Upacara Tradisional Maudu’
Lompoa di Desa Cikoang Kabupaten Takalar 2012. Metodeyang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif, dengan
memakai pendekatan penelitian deskriptif kualitatif dengan informan
dapat berasal dari dari tokoh adat maupun masyarakat Desa Cikoang yang
dinilia memiliki kompetensi berdasarkan teknik pengumpulan data
melalui kajian pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Persamaan metedologi penelitian juga terdapat dalam teknik pengambilan
sampel purposive sampling dengan teknik analisis data menggunakan
Reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan dan Verifikasi. Dari
hasil penelitian bahwa Ganrang pamanca’bukan hanya sebagai pengiring permainan silat dan pengantar julung-julung menuju tempat
upacara dilaksanakan. Melainkan terdengarnya musik Ganrang
pamanca
’dalam masyarakt Cikoang pertanda bahwa dalam kampong
tersebut terjadi keramaian atau diadakannya pesta dalam kampungtersebut dan ketika tabuhan musik Ganrang pamanca’dalam upacara Maudu
’
Lompoa dapat membangkitkan semangat kepada para remaja dan dewasa untuk melaksanakan upacara maudu’ dan timbul rasa keberanian untuk mempertunjukkan Pamannca’. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah dari segiBAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
Kualitatif. Bodgan dan Tylor mengemukakan bahwa metode kualitatif
merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan deskripsi dari
orang-orang atau perilaku, dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan
(Moleong, 1995).
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan Deskriptif, dimana data dikumpulkan dalam bentuk kata-kata
gambar dan bukan angka-angka. Data-data tersebut lebih banyak bercerita
mengenai objek penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.
Sehingga dalam penelitian Implementasi Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang
(Maulid Besar di Cikoang) terhadap Masyarakat di Kelurahan Manongkoki
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar menggunakan
penelitian Deskriptif Kualitatif.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi penelitan ini adalah dikawasan pemukiman Kaum
Sayyid dan masyarakat Pengikut Sayyid di Kelurahan Manongkoki,
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar dan akan
dilaksanakan jika surat persetujuan penelitian, dengan alasan lokasi ini
sangat amat sesuai dengan target penelitian rekonstruksi etika dan moral
Adat Maudu’ Lompoa ri Cikoang terhadap Masyarakat di Kelurahan
Manongkoki Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar.
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah terhadap Masyarakat di Kelurahan
Manongkoki sebagai Pengikut Sayyid.
D. Informan Penelitian
Pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive Sampling.
Purposive Sampling merupakan pemilihan siapa subjek yang ada dalam
posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena itu,
menentukan subjek atau orang-orang terpilih harus sesuai dengan ciri-ciri
khusus yang diimiliki oleh sampel tersebut (Silalahi, MA. 2012:272).
Informan penelitian adalah orang yang dianggap mengetahui objek
penelitian yang dikaji dan dijadikan sumber data yaitu, tokoh (1) Kaum
Sayyid; (2) Karaeng Opua atau petua adat;dan (3) Masyarakat Manongkoki
sebagai Pegikut Sayyid yang ikut serta dalam perayaan Maudu’ Lompoa ri
Cikoang.
E. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer
Data primer adalah data yang bersumber dari survey atau pengamatan
langsung di lapangan kawasan penelitian dalam hal ini Kaum Sayyid dan
tokoh masyarakat Manongkoki sebagai pengikut Sayyid serta pihak
masyarakat Lokal lainnya yang memberikan informasi terkait tentang adat