• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) OLEH MASYARAKAT ADAT KALUPPINI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) OLEH MASYARAKAT ADAT KALUPPINI BERBASIS KEARIFAN LOKAL"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) OLEH MASYARAKAT ADAT KALUPPINI BERBASIS

KEARIFAN LOKAL

FERI SASLI 105951103416

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR

2022

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Oleh Masyarakat Adat Kaluppini Berbasis Kearifan Lokal Nama : Feri Sasli

Stambuk : 105951103416 Program studi : Kehutanan

Makassar, 16 Agustus 2022 Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Husnah Latifah, S.Hut.,M.Si.,IPM. Dr. Ir. Hasanuddin Molo,S.Hut.,M.P., IPM.

NIDN : 0909067302 NIDN : 0907028202

Diketahui oleh,

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi Kehutanan

Dr. Ir. Andi Khaeriyah, M.Pd Dr. Hikmah S, Hut., M. Si., IPM

NIDN: 0903037306 NIDN: 0011077101

(3)

iii

HALAMAN KOMISI PENGUJI

Judul : Potensi Pemanfaatan Tumbuhan Bawah Dan Epifit Dari Hutan Lindung Sebagai Tanaman Hias Di Desa Latimojong Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang.

Nama : Wahyuddin

Stambuk : 105950058015

Program Studi : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

SUSUNAN TIM PENGUJI

NAMA TANDA TANGAN

Dr. Husnah Latifah, S.Hut.,M.Si.,IPM.

Pembimbing I (...)

Dr. Ir. Hasanuddin Molo,S.Hut.,M.P., IPM.

Pembimbing II (...)

Andi Aziz Abdullah S. Hut., M. P

Penguji I (...)

Dr. Hikmah S, Hut., M. Si., IPM

Penguji II (...)

Tanggal Lulus: 16 Agustus 2022

(4)

iv ABSTRAK

Feri sasli 105951103416 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Berbasis Kearifan Lokal Oleh Masyarakat Adat Kaluppini Kabupaten Enrekang. Bimbingan Oleh Husnah Latifah dan Hasanuddin Molo.

Penelitian ini dilakukan di Masyarakat Adat Hutan Kaluppini, Desa Kaluppini, Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survey, yang dilakukan dengan mencari informasi dari populasi dengan menggunakan metode snowball sampling. Berdasarkan hasil penelitian, 30 Orang diwawancarai di Desa Kaluppini Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang. Ada masyarakat yang sadar akan pemanfaatan tumbuhan yang dijadikan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), yang dimanfaatkan, ada juga tumbuhan obat yang efektif, dan ada juga yang jarang memanfaatkan tumbuhan obat, masyarakat umum yang sering menggunakan tanaman obat untuk bahan obat tradisional. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan Hasil Hutan yang paling banyak dimanfaatkan oleh Masyarakat Adat yang tinggal di sekitar kawasan Hutan, dapat berupa barang antara lain obat-obatan, rotan, madu, bambu, dan lain-lain, serta lingkungan dan Jasa. Namun terkadang masyarakat memanfaatkan Hasil Hutan tersebut secara berlebihan, hal ini disebabkan oleh kurangnya pemberdayaan masyarakat dari pemerintah daerah.

Masyarakat terus menerus mengambil hasil hutan tanpa memikirkan kelestariannya. Penduduk Desa Kaluppini memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang berada di hutan sekitar desa. Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa bentuk pelibatan Masyarakat dalam pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah bentuk pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan bentuk partisipasi Masyarakat kelompok Tani Hutan. Partisipasi masyarakat dan kelompok tani dalam pemungutan hasil hutan yaitu masyarakat langsung ke hutan, Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat antara lain Rotan, Bambu dan Madu. Hutan Rakyat di sekitar Desa Kaluppini, serta Masyarakat Adat Kaluppini pada umumnya, sangat bergantung pada hutan di sekitar pemukiman mereka.

Kata Kunci: Pemanfaatan, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), Hutan Masyarakat Adat Kearifan Lokal.

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Oleh Masyarakat Adat Kaluppini Berbasis Kearifan Lokal Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang.

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan doa dari banyak pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan kali ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yang tak henti hentinya memanjatkan doa untuk keberhasilan dan keselamatan penulis dunia akhirat, serta dukungan moral dan materi demi keberhasilan studi penulis.

2. Dr. Ir. Andi Khairiyah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Dr. Hikmah, S.Hut.,M.Si selaku Ketua Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

4. Dr. Husnah Latifah, S,Hut.,M.Si. selaku Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis, selalu memberikan motivasi, nasehat dan memberikan masukan serta arahan sehingga penilis berhasil menyusun skripsi ini.

5. Dr. Ir. Hasanuddin Molo, S.Hut.,M.P., IPM. selaku Pembimbing II yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga penulis berhasil menyusun skripsi.

6. Bapak dan Ibu Dosen saya hormati dan saya cintai, dengan tulus telah mendidik penulis selama menempuh pendidikan pada Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiah Makassar.

7. Teman-teman Rimbawan 016 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan dan motivasi yang besar dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

vi

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa, bagi Perguruan Tinggi, Lembaga maupun masyarakat luas pada umumnya. Namun skripsi ini begitu jauh dari kata kesempurnaan olehnya itu kritikan dan saran dari para pembaca, sangat saya harapkan.

Makassar, Agustus 2022 Penilis

Feri Sasli

(7)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kegunaan Hasil Penelitian ... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Hutan Adat ... 5

2.2 Masyarakat Adat ... 6

2.3 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ... 8

2.4 Kearifan Lokal ... 12

2.5 Kerangka Fikir ... 15

III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ... 16

3.2 Alat Dan Bahan ... 16

3.3 Objek Penelitian ... 17

3.4 Metode Penelitian ... 17

3.5 Jenis Dan Sumber Data ... 18

3.6 Metode pengambilan data ... 18

(8)

viii

3.7 Metode Analisis Data ... 18

IV KEADAAN UMUM LOKASI ... 19

4.1 Letak Geografis ... 19

4.2 Iklim ... 21

4.3 Kondisi Demografi Desa Kaluppini ... 21

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

5.1 Karakteristik Responden ... 22

5.2 Jenis-Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu ... 23

5.3 Kendala Dalam Pemanfaatan Hhbk ... 30

5.4 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu yang Berbasisi Kearifan Lokal Oleh Masyarakat Adat Kaluppini... 31

VI PENUTUP ... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

KUESIONER PENELITIAN... 37

LAMPIRAN-LAMPIRA ... 39

Lampiran 1 : Responden Penelitian ... 40

Lampiran 2 : Jenis pemanfaatan Responden ... 62

Lampiran 3 : Surat Penelitiang ... 63

Lampiran 4 : Hasil Turniting ... 70

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Pembagian Wilayah Dan Jumlah Penduduk ... 22

Tabel 2 : Mata Pencarian Masyarakat ... 23

Tabel 3 : Identifikasi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 24

Tabel 4 : Pemanfaatan Madu oleh Masyarakat Kaluppini ... 26

Tabel 5 : Jenis Obat-Obatan Yang Dimanfaatkan Masyarakat ... 28

Tabel 6 : Pemanfaatan Obat-Obatan oleh Masyarakat Kaluppini ... 28

Tabel 7 : Pemanfaatan Rotan oleh Masyarakat ... 30

Tabel 8 : Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat ... ... 32

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Kerangka Pikir ... ... 16 Gambar 2 : Peta lokasi Kabupaten Enrekang... 17

Gambar 3 : Kegiatan Wawancara dengan Ketua Adat Kaluppini. ... 61 Gambar 4 : Kegiatan Wawancara dengan Masyarakat Adat

Kaluppini ... 61 Gambar 5 : Kegiatan Wawancara dengan Masyarakat Adat

Kaluppini ... ... 61

(11)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara dengan hutan terluas di dunia dengan 120,7 juta hektar hutan. Hutan sebagai modal pembangunan nasional membawa berbagai manfaat yang nyata bagi masyarakat Indonesia, seperti manfaat ekonomi, manfaat lingkungan, dan manfaat sosial budaya. Oleh karena itu, ketika dimanfaatkan, hutan harus dikelola dan dilindungi secara lestari untuk kepentingan masyarakat Indonesia generasi sekarang dan generasi mendatang.

Hutan sebagai sistem sumber daya alam dapat memberikan berbagai manfaat seperti hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Kepemilikan hutan dapat dibagi menjadi dua bagian: hutan rakyat dan hutan hak, dengan hutan rakyat menjadi bagian dari hutan hak (UU No. 41 Tahun 1999). Nilai ekonomi yang diperoleh dari hasil hutan bukan kayu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil hutan kayu dan tidak merusak hutan atau mengakibatkan hilangnya fungsi dan nilai jasa hutan. Pohan (2014).

Hasil hutan bukan kayu atau HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani, serta hasil turunan dan hasil budidayanya, kecuali kayu yang berasal dari hutan (Kepmenhut No. 35 Tahun 2007). Hasil hutan bukan kayu memberikan banyak manfaat bagi masyarakat adat yang tinggal di dalam hutan.

Pengelolaannya harus menjamin akses dan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pustitojati (2011).

(12)

2

Masyarakat adat biasanya memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) untuk konsumsi langsung, seperti binatang buruan, sagu, buah-buahan, sayuran, umbi-umbian, kayu bakar, obat-obatan, dan lain-lain. Sedangkan dalam pemasaran menghasilkan uang, seperti damar, gaharu, rotan, madu dan sebagainya.

Masyarakat Adat Desa Kaluppini yang merupakan bagian dari Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yaitu hasil hutan tanaman dan hasil hutan hewan, dan menjadikannya sebagai pusat ritual. Masyarakat adat Kaluppini juga menggunakan atau memperdagangkan hasil hutan bukan kayu untuk tujuan konsumsi atau produktif. Sebelum memanen hasil hutan, rencananya akan dibahas di Kantor Hukum Adat. Demikian pula pengambilan madu, pemasangan jerat, dan lain-lain harus mendapat persetujuan dari lembaga hukum adat. Jika orang mengambil kayu tanpa terlebih dahulu meminta izin dari Kantor Hukum Adat, mereka akan diperingatkan dan didenda.

Hutan Masyarakat Adat Kaluppini memiliki arti penting dan khusus.

Keberadaan hutan masyarakat sebagai pusat ritual menyebabkan warga setempat sangat berhati-hati dalam menjaga hutan. Dalam pemanfaatan hutan oleh Masyarakat Adat Kaluppini, intervensi Lembaga Adat sebagai pengendali atau pengontrol di kawasan hutan Kaluppini sangat diperlukan agar tidak menimbulkan perselisihan, konflik dan penyimpangan di antara masyarakat adat Kaluppini.

Kearifan Lokal merupakan pandangan hidup dan pengetahuan, serta berbagai strategi kehidupan dalam bentuk kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk memecahkan berbagai masalah guna memenuhi kebutuhannya.

Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat

(13)

3

dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diturunkan dari generasi ke generasi dari mulut ke mulut.

Kearifan Lokal terbentuk sebagai proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya untuk memenuhi berbagai kebutuhannya Qandhi (2012). Kearifan lokal tidak terlepas dari tantangan seperti budaya asing, teknologi moderen, kemiskinan dan peningkatan jumlah penduduk di masyarakat. Kearifan lokal adalah bentuk kepercayaan, pemahaman, pengetahuan, adat istiadat dan etika yang menjadi pedoman perilaku manusia dalam kehidupan komunitas ekologis, Keraf (2002). Pengertian kearifan lokal di atas menegaskan bahwa kearifan lokal merupakan modal penting dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.

1.2 Rumusan masalah

Apakah masalah, berdasarkan latar belakang di atas, adalah sebagai berikut : 1 Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) apa saja yang diperoleh dari hutan

adat Kaluppini?

2 Apaakah manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) dari masyarakat adat Calippini berdasarkan pengalaman lokal?

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(14)

4

1 Pengetahuan tentang jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang digunakan oleh masyarakat adat Kaluppini berbasis lokal

2 Informasi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) oleh masyarakat adat Kaluppini berbasis kearifan lokal

1.4 Gunakan dalam penelitian

Penelitian ini diharapkan membawa manfaat sebagai berikut :

1 Bagi penulis, hasil penelitian ini tentunya akan menambah wawasan dan menambah pengetahuan. Penulis juga berharap penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penulis lain yang akan melakukan penelitian terkait dengan masyarakat adat Kaluppini.

2 Dari segi praktis, hasil kajian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan digunakan oleh pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan yang tepat bagi pengembangan masyarakat adat Kaluppini.

(15)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Adat

Hutan adalah kesatuan ekosistem yang berupa sumber daya hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam kesatuan alam dengan lingkungannya yang satu dengan lingkungan lainnya yang tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 Tahun 1999).

Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Hal ini menimbulkan masalah jangka panjang karena masuk kerangka hukum Indonesia memerlakukan hutan konvensional sebagai hutan negara, yang diserahkan kepada masyarakat hukum adat dalam hal pengelolaannya, kemudian diubah definisinya menjadi status tersendiri.

Pada umumnya masyarakat adat kaluppini yang tinggal di hutan di Indonesia, manusia dianggap sebagai bagian dari alam, yang saling menjaga dan menjaga keharmonisan dan keseimbangan, Nababan (Raden 1996). Masyarakat atau adat yang memiliki keyakinan akan pengakuan hak dan jaminan hukum di wilayah atau tanah adatnya, maka masyarakat adat kaluppini tersebut dapat bergerak maju dan menata masa depan ekonominya sendiri. Hutan tradisional terkait erat dengan identitas spiritual, budaya dan sosial Masyarakat Adat.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan bahwa hutan di Indonesia dibagi menjadi Hutan Rakyat dan Hutan Hak. Yang dimaksud dengan hutan negara adalah kawasan hutan yang terletak di atas tanah yang tidak dibebani hak atau tanah. Sementara itu, hutan hak dipahami sebagai kawasan hutan yang terletak di atas tanah yang dibebani hak atas tanah. Dalam ketentuan ini, hutan biasa secara otomatis diklasifikasikan sebagai hutan negara.

(16)

6

Bagi masyarakat adat, hutan adat merupakan satu kesatuan yang utuh. Selain itu, hutan juga merupakan jaminan bagi generasi mendatang. Hutan masyarakat adat merupakan salah satu aset penting Masyarakat Adat Kaluppini untuk kesejahteraan mereka.

2.2 Masyarakat Adat

Masyarakat Adat Hutan adalah sekelompok orang yang telah tinggal di wilayah geografis tertentu secara turun-temurun karena asal usul leluhurnya, sistem nilai yang menentukan institusi ekonomi, hubungan yang kuat dengan lingkungan, norma hukum, sosial dan politik. ke Hukum.

No. 32 tahun (2009). Pengertian lain dari masyarakat hutan konvensional adalah kesatuan masyarakat yang tetap dan teratur yang di dalamnya suatu masyarakat mempunyai hubungan darah atau kekerabatan yang sama dari nenek moyang yang sama dan yang berhubungan dengan tempat tinggal suatu daerah tertentu, mulai dari sudut pandang Dinuawi sebagai tempat hidup, dan dari sudut pandang spiritual sebagai tempat pemujaan roh nenek moyang.

Sebagian besar masyarakat hutan akan bergantung pada sumber daya hutan di sekitar mereka untuk memenuhi kebutuhan mereka. Setiap masyarakat adat memiliki hukum adat yang berlaku yang akan digunakan untuk mengatur segala permasalahan atau permasalahan yang timbul atau timbul dalam lingkungan adat.

Namun, sebagian masyarakat desa hutan di Indonesia masih belum mampu mengelola hutan di sekitarnya dengan baik dan optimal.

(17)

7

Sedangkan menurut Keraf, A. Sonny, 2010 mengemukakan bahwa beberapa ciri yang membedakan masyarakat hukum adat dengan kelompok masyarakat lainnya adalah sebagai berikut:

1 Punya bahasa sendiri 2 Memiliki budaya yang unik

3 Mereka mendiami tanah milik nenek moyang mereka, sebagian atau seluruhnya.

4 Mereka biasanya hidup terpisah dari kelompok lain dalam masyarakat dan enggan serta takut akan hal baru yang datang dari luar komunitasnya.

5 Memiliki nenek moyang yang sama dengan penduduk asli daerah tersebut.

Masyarakat Adat adalah suatu komunitas yang tetap dan teratur, yang anggota-anggotanya terikat tidak hanya pada tempat tinggal suatu wilayah tertentu, tetapi juga dalam rencana duniawi sebagai tempat hidup dan ikatan spiritual, sebagai tempat pemujaan arwah leluhur. . masalah yang muncul di lingkungan yang akrab.

Masyarakat dengan pola orientasi hidup tradisional adalah masyarakat yang hidup dan tinggal di desa-desa. Ciri umum yang dimiliki masyarakat pedesaan menurut Ningrat A.A. (2004) adalah sebagai berikut:

1 Memiliki kehidupan gotong royong 2 Nilai sosial yang tinggi

3 Hormati Yang Lebih Tua

4 Hubungan antara masyarakat desa dengan tanah sangat erat.

5 Memegang tradisi

(18)

8 6 Kehidupan dan perilaku magis religius 7 Percayai pemimpin dan tradisi lokal

Melihat ciri-ciri di atas, dapat dilihat bahwa masyarakat tradisional dalam kehidupan mereka didasarkan pada kebiasaan atau cara lama yang diwarisi dari nenek moyang mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, meskipun banyak pengaruh eksternal dari kehidupan sosial, masyarakat adat masih berusaha mempertahankan adat atau nilai-nilai nenek moyang yang mereka anut sejak lama. Hal ini dilakukan untuk menjaga identitas kelompok masyarakat dan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan baik antara masyarakat dan lingkungan.

2.3 Hasil Hutan Bukan Kayu

Menurut (Keputusan Menteri Kehutanan No. 35 Tahun 2007) disebutkan bahwa Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati yang berupa tumbuhan dan satwa, serta hasil dan produk turunannya. budidaya, kecuali kayu yang berasal dari hutan. Masyarakat hutan biasanya mengkonsumsi HHBK seperti sagu, buruan, sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, kayu bakar, obat-obatan, dan lain-lain, serta untuk tujuan produktif atau pasar seperti madu, gaharu, rotan, minyak atsiri, damar dan sebagainya. Masyarakat Adat Hutan menggantungkan sebagian besar hidupnya pada pengumpulan hasil hutan bukan kayu, tetapi masih belum diketahui sejauh mana hasil hutan bukan kayu terbuka mempengaruhi mata pencaharian masyarakat hutan.

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah semua bahan berwujud atau bukan kayu yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan dalam rangka kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Hasil hutan bukan kayu

(19)

9

umumnya merupakan hasil sampingan dari pohon, seperti daun, getah, buah- buahan, kulit kayu, atau beberapa tumbuhan yang memiliki sifat khusus, seperti bambu, rotan, dan sebagainya. Memungut hasil hutan bukan kayu merupakan kegiatan tradisional masyarakat yang tinggal di sekitar hutan.

Keputusan Menteri Kehutanan No. P.35/Menhut/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu, berdasarkan pemanfaatannya dibedakan seperti HHBK tumbuhan dan HHBK hewan, yaitu sebagai berikut:

1 HHBK Nabati

a. Kelompok minyak atsiri: cendana, kenanga dan kayu putih.

b. Kelompok tanaman obat dan hias: anggrek hutan, brotovali dan akar wangi.

c. Kelompok resin: gaharu, damar dan kemenyan.

d. Kelompok minyak lemak, pati dan buah: rebung, buah merah dan durian.

e. Sekelompok tanin, pewarna dan getah : kayu kuning, jelatung, peroa.

f. Golongan alkaloid : kina

g. Kelompok palma dan bambu: rotan manau dan rotan toichi h. Kelompok lain: nipah, pandan dan purun.

2 HHBK Hewani

a. Sekelompok hewan penangkaran: rusa, arwana, kupu-kupu dan buaya b. Kelompok produk hewani: sarang burung walet, ulat sutra,lebah madu, lilin

lebah, dan kutulak.

c. Kelompok hewan buruan: kelinci (Oryctolagus cuniculus), rusa (Ceridae), buaya (Crocodylide), babi hutan (Sus scrofa).

(20)

10

Jenis hasil hutan ini sangat baik untuk dikembangkan karena dengan menggunakan hasil hutan bukan kayu, masyarakat telah mengurangi emisi karbon.

Selain itu, pengembangan hasil hutan bukan kayu sangat strategis dan penting, karena dapat meningkatkan nilai tambah, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan pendapatan pemerintah, serta menjamin pemerataan pembangunan daerah.

Manusia dan hutan memiliki hubungan yang unik ketika manusia menjadi bagian dari ekosistem hutan itu sendiri. Hubungan timbal balik antara manusia dan hutan merupakan interaksi yang dapat saling mempengaruhi. Jika hutan rusak, maka nyawa manusia terancam. Tingginya nilai dan manfaat hutan bagi masyarakat mempengaruhi ketergantungan masyarakat terhadap hasil hutan.

Manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) lainnya dibagi menjadi hasil hutan bukan kayu komersial dan non-komersial sebagai berikut :

1. HHBK Non Komersial

Jenis hasil hutan bukan kayu nonkomersial yang umumnya diambil dan dimanfaatkan secara langsung, antara lain:

a. umbi-umbian

Hutan bagi suku-suku yang tinggal dan tinggal di pedalaman menggunakan umbi-umbian sebagai sumber makanan utama mereka dan sengaja menanamnya di hutan. Misalnya, hutan yang dihuni oleh penghuni hutan di kawasan hutan akan ditanami umbi-umbian sebagai berikut:

1. Caladium dengan berbagai jenis (talas singkong, mangkok, bonggol pisang, talas kuning dan talas santai yang bisa dimakan mentah).

(21)

11

2. Ubi jalar (Ipomoea batatas) biasanya ditanam di ladang dan tidak tumbuh liar di hutan.

3.Orang hutan ketika kelaparan maka gadung adalah makanan pilihan terakhir karena gadung mengandung racun sehingga diperlukan penanganan khusus saat memakannya.

b. Buah

Buah-buahan merupakan makanan penting bagi penghuni hutan. Hutan ini menghasilkan berbagai jenis buah-buahan, baik musiman maupun produktif sepanjang tahun, seperti: pisang (Musa), salak (salanca Zalacca), durian (Drio), chempedak (Artocarpus integer), sukun (Artocarpus altilis), dooku (Lansium).

domestik). ) dan seterusnya.

c. Hewan hutan terutama menjadi sumber makanan sebagai lauk dari hewan buruan seperti: burung (Aves), nila (Oreochromis niloticus), babi (Sus scrofa domesticus), dan bagi suku-suku yang bergantung, sebagian besar mata pencaharian mereka berlangsung di hutan. .

d. Lebah madu (Apis mellifera Linneus)

Lebah madu merupakan hasil hutan non kayu yang memiliki banyak manfaat dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak lama. Misalnya madu sumbawa yang dihasilkan oleh lebah endemik, dan nektar dari pohon gaharu.

e. Tanaman obat babadotan (Ageratum conyoides)

Hutan sangat kaya akan berbagai tumbuhan yang memiliki fungsi dan manfaat yang berhubungan dengan obat dan kesehatan. Misalnya, purwaseng yang efektif untuk kebugaran, dan sambiroto adalah tanaman herba yang sangat

(22)

12

pahit dan memiliki banyak khasiat yang bermanfaat. Babadotan (Ageratum conyoides) merupakan ramuan tradisional yang banyak digunakan masyarakat pedesaan dan juga merupakan obat kuat serta banyak digunakan dalam pengobatan sakit kepala dan asam urat misalnya.

2. HHBK komersial.

Hasil hutan bukan kayu yang dapat diperdagangkan memiliki nilai ekonomi antara lain:

bambu (Bambusoideae), rotan (sp Daemonorops Drco), damar (Agathtis dammara) dan sebagainya. Menurut Lidiawati, I. (2003) nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa yang dapat diperdagangkan sehingga menghasilkan pendapatan.

Dari konsep ekonomi, kepuasan, utilitas, dan kesenangan yang diperoleh individu atau komunitas tidak terbatas pada barang dan jasa yang diperoleh dengan membeli dan menjual, tetapi semua barang dan jasa yang memberikan utilitas akan menjamin kemakmuran bagi individu dan masyarakat.

3. Enfleurasi

Enrfeurasi adalah metode ekstraksi dengan bahan lemak dingin dalam produksi minyak dari bunga seperti bunga sedap malam dan mawar. Contoh lain adalah minyak atsiri atau minyak murni yang digunakan sebagai penyedap rasa, penyedap makanan, dan bahan untuk pembuatan obat-obatan. Selai yang terbuat dari minyak esensial ini banyak digunakan dalam perawatan kesehatan.

2.4 Kearifan lokal

Kearifan lokal adalah budaya yang diciptakan oleh aktor lokal melalui intervensi ajaran agama, proses berulang, melalui internalisasi dan budaya, yang

(23)

13

disosialisasikan dalam bentuk norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sedangkan menurut Edi Sdyawati, kearifan lokal adalah berbagai model tindakan dari hasil budaya material. Dalam arti luas terkandung dalam semua warisan budaya, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

Sedangkan menurut Sibarani (2012), kearifan lokal merupakan bentuk pengetahuan awal dalam masyarakat, yang bersumber dari nilai-nilai primordial budaya masyarakat setempat untuk mengatur tata kehidupan masyarakat. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan hidup masyarakat yang sudah berlangsung lama. Menurut Sudarno. (2012) karakterisasi kearifan lokal terdiri dari 6 bagian, yaitu:

a. Mampu memberikan arah perkembangan budaya b. Mampu menolak budaya asing

c. Mampu menampung unsur-unsur budaya asing

d. Mampu mengintegrasikan unsur budaya asing ke dalam budaya asli e. Memiliki kemampuan untuk mengontrol

Kearifan lokal merupakan nilai yang dianggap baik dan benar, sehingga dapat dilestarikan dalam waktu yang lama bahkan menjadi melembaga. Kearifan lokal juga merupakan kearifan manusia yang didasarkan pada nilai, filosofi, cara, perilaku, dan etika yang melembaga secara tradisional. Wujud kearifan lokal dalam suatu masyarakat dapat berupa norma, kepercayaan, etika, nilai, adat, hukum, dan aturan khusus. Fungsi kearifan lokal adalah sebagai berikut:

a. Berfungsi sebagai nasehat, sastra, kepercayaan dan pantangan.

b. Arti dari politik atau hubungan kekuasaan

(24)

14

c. Berfungsi untuk melestarikan dan melestarikan sumber daya alam d. Melayani pengembangan budaya dan ilmu pengetahuan

e. Makna etika dan moralitas dalam upacara kremasi arwah penyelamat f. Fungsi pengembangan sumber daya manusia

g. Penting secara sosial, misalnya, ritus integrasi masyarakat atau ritus kekerabatan dan pertanian.

Kearifan lokal juga dapat diartikan sebagai cerminan kehidupan, pemikiran yang demikian dilandasi oleh budi pekerti yang baik, nalar yang jernih dan mengandung aspek-aspek positif. Kearifan lokal dapat diterjemahkan sebagai produk akal, budi pekerti, perasaan yang mendalam, bentuk perangkai dan sugesti bagi kejayaan manusia. Menguasai kearifan lokal akan membuat jiwa masyarakat semakin berbudi luhur.

2.5 Kerangka Fikir

Penelitian ini dimulai dari lokasi penelitian di Desa Kaluppini, Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang. Lokasi ini dipilih dan dijadikan sebagai lokasi penelitian dengan harapan nantinya dapat diberikan informasi dan deskripsi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) oleh masyarakat adat Kaluppini berdasarkan pengalaman lokal. Kajian ini dimulai dengan mengidentifikasi jenis HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan belajar dari pengalaman lokal tentang pemanfaatannya. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

(25)

15

Gambar 1: Kerangka Pikir Hutan Kaluppini

Masyarakat Adat Kaluppini

Kearifan Lokal Masyarakat Adat

Kaluppini Jenis Hasil Hutan

Bukan Kayu (HHBK)

Pemanfaatan HHBK

(26)

16

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 bulan, dari bulan Oktober sampai November 2021. Penelitian ini dilakukan di Masyarakat Adat Hutan Kaluppini, Desa Kaluppini, Kecamatan Enrekang, Kabupaten Enrekang.

Gambar 2 : Peta kawasan adat Kaluppini, Kabupaten Enrekang.

3.2 Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Alat tulis untuk menulis data di lapangan

2. Kamera Digital untuk Mendokumentasikan Kegiatan Penelitian

3. Panduan kuesioner yang akan digunakan sebagai acuan pengumpulan data dalam proses wawancara responden (Masyarakat Adat)

4. laptop

(27)

17 3.3 Objek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah masyarakat adat Desa Kaluppini Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang yang memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

3.4 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survey, yang dilakukan dengan mencari informasi dari populasi dengan menggunakan metode snowball sampling. Sedangkan menurut Sugiyono (2010), snowball sampling adalah suatu metode untuk mengidentifikasi sampel yang awalnya kecil jumlahnya kemudian meningkat. Peneliti memutuskan untuk menggunakan snowball sampling karena pada awalnya hanya satu atau dua orang yang berpartisipasi dalam penelitian, namun karena data dianggap tidak lengkap maka peneliti mencari orang lain untuk melengkapi data.

3.5 Jenis Dan Sumber Data

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari masyarakat adat Kaluppini dengan human sampling dan kuesioner, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait yang terkait dengan penelitian ini.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data di lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

1. Metode narkotika

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pengguna hasil hutan bukan kayu (HHBK) di Desa Kaluppini Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang.

(28)

18

Jumlah sampel yang diambil dalam rangka penelitian ini minimal 30 responden yang mewakili strata sosial masyarakat adat desa Kaluppini.

Penerimaan 30 responden.

2. Metode Trigulasi (gabungan)

Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggabungkan beberapa metode pengumpulan data, seperti:

a. Pengamatan

Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap tempat yang dijadikan objek penelitian.

b. Wawancara

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada responden guna memperoleh data yang akan mendukung proses penelitian.

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang subjek penelitian berdasarkan data variabel yang diperoleh dari sekelompok subjek yang diteliti, dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis. Penyajian hasil analisis deskriptif ini dilakukan dalam bentuk frekuensi dan persentase, tabulasi silang, serta berbagai bentuk grafik dan bagan untuk data kategorikal, serta statistik kelompok untuk data nonkategori.

(29)

19

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Letak Geografis

Secara geografis Desa Kaluppini Kabupaten Enrekang dengan ibukota Enrekang terletak ±235 km sebelah utara Makassar. Secara administratif terdiri dari 10 kecamatan, 12 kecamatan dan 96 desa dengan luas wilayah 1.786,01 km2.

Letaknya pada titik-titik dengan koordinat 3014°36 sampai dengan 0305000 Lintang Selatan dan dari 11904053 sampai dengan 12000633 Bujur Timur. Batas wilayah ini di sebelah barat dengan Kabupaten Pinrang, di utara dengan Luvu dan Sidrap, di selatan dengan Kabupaten Sidrap. Daerah ini biasanya memiliki topologi daerah yang bervariasi dalam bentuk pegunungan, perbukitan, sungai dan lembah.

Memiliki ketinggian 47-3293 m di atas permukaan laut dan tidak memiliki zona pantai. Secara umum topografi daerah ini didominasi oleh perbukitan atau pegunungan, yaitu sekitar 84,

Kabupaten Enrekang merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Selatan, ibukota Kabupaten ini terletak di Kecamatan Enrekang, Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.786,01 km2 dan jumlah penduduk ±190.579 jiwa. Secara sosial budaya, penduduk Kabupaten Enrekang memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini karena Kabupaten Enrekang terletak di antara Bugis, Mandara dan Tanah Toraja. Bahasa daerah yang digunakan di Kabupaten Enrekang secara garis besar terbagi menjadi tiga bahasa dan tiga suku bangsa yang berbeda yaitu bahasa Duri, Enrekang dan Maroangin di Kabupaten Maiwa. Bahasa Duri dituturkan oleh penduduk mikrodistrik Alla, Baroko, Malua, Masalle, Baraka,

(30)

20

Angeraja dan Buntu Batu. Bahasa Enrekang dituturkan oleh penduduk daerah Enrekang. Bahasa Marongin dituturkan oleh penduduk daerah Maiwa.

4.2 Iklim

Musim di Kabupaten Enrekang hampir sama dengan musim di daerah lain di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dimana musim hujan pada bulan November hingga Juli dan musim kemarau pada bulan Agustus hingga Oktober.

Iklim di desa Kaluppini hampir sama dengan di daerah lain.

di Kabupaten Enrekang yaitu musim hujan dan musim kemarau. Iklim sangat mempengaruhi struktur tanaman masyarakat petani di desa Kaluppini.

4.3 Kondisi demografis desa Kaluppini

Tabel 1: Pembagian wilayah dan jumlah penduduk

Tidak. Nama dusun laki-laki Wanita Kuantitas Jumlah kk

Satu desa kayao 232 233 465 108

2 Desa

tahanadoko

249 224 473 104

3 Dusun Palli 216 226 442 89

Kuantitas 697 683 1380 310

Sumber: Profil Desa Kaluppini 2022

Tabel diatas,maka pembagian desa kaluppini terbagi atas tiga dusun yaitu dusun kajao, dusun tana doko dan dusun palli. Banyaknya penduduk di dusun kajao 465 orang, dusun tana doko sebanyak 473 orang dan dusun palli berjumlah 442

(31)

21

orang. Adapun jumlah keseluruhan orang atau jiwa masyarakat desa kaluppini sebanyak 1.380 jiwa dan jumlah kepala keluarga sebanyak 310 kepala keluarga.

Tabel 2 mata pencarian masyarakat adat kaluppini

No Jenis mata pencaharian jumlah

1 Petani 1.370

2 Sopir 8

3 PNS 2

Sumber : profil desa kaluppini 2022

Berdasarkan tabel di atas, mata pencaharian masyarakat desa Kaluppini hampir 100% terkait dengan pertanian. Di desa Cajao, sebagian besar masyarakat menanam tanaman tahunan seperti lada (piper nigrum), kopi (Coffee), dan

cengkeh (Syzygium aromatica). Sementara itu, di desa Palli dan Tanadoko, kebanyakan orang bercocok tanam dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan kondisi tanah yang tidak cocok untuk tanaman tahunan. Jadi, biasanya orang hanya menanam tanaman jangka pendek seperti kacang tanah (Archis hypogea), padi (Vigna radiata) dan jagung kuning (Zea mays).

(32)

22

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian, 30 responden diwawancarai di Desa Kaluppini Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang. Ada segelintir masyarakat yang sadar akan pemanfaatan tumbuhan yang dijadikan hasil hutan bukan kayu (HHBK), yang dimanfaatkan menjadi karya seni kerajinan tangan, ada juga tumbuhan obat yang efektif, dan ada juga yang jarang memanfaatkan tumbuhan obat, masyarakat umum yang sering menggunakan tanaman obat untuk bahan obat tradisional. Karakteristik responden di Desa Kaluppini.

Tabel 3. Identifikasi responden berdasarkan jenis kelamin

No Jenis kelamin Jumlah responden

(Manusia) Persen (%)

1 Wanita 19 63.33

2 laki-laki 11 36.67

3 30 30 100

Sumber: Data primer 2022

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebanyak 30 responden yang menggunakan tanaman obat sebagai obat tradisional dalam penelitian ini sebagian besar adalah perempuan yaitu 19 responden dengan persentase 63,33% dan responden laki-laki sebanyak 11 responden dengan persentase 36,67% yang memanfaatkan tumbuhan obat sebagai obat tradisional.

(33)

23

5.2 Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Masyarakat di sekitar Kawasan Hutan Adat Kaluppini sangat bergantung pada hasil hutan bukan kayu (HHBK) untuk kebutuhannya. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat Kaluppini adalah sebagai berikut:

5.2.1 Lebah Madu (Apis mellifera Linneus)

Madu merupakan hasil hutan yang diperoleh dari sarang lebah. Madu juga memiliki banyak khasiat dan manfaat yang dipercaya dapat mengobati berbagai penyakit. Menurut masyarakat hutan adat Kaluppini, madu hanya digunakan untuk pengobatan, mereka mengumpulkan madu hanya pada musim kemarau.

Ya to cani, wani biasa kami kipuala pejampi jo nte pangngala adat kaluppini,,eee kipekkeguna kami na sebagai pejampi. Ia bangmora ki pake mangjampi ke masaki-saki bangkan, jadi eda mo ki madi bang kande pejampi rumah saki. Aja buda ia gunanna te, cani, wanii, susinna mo ke na ballangngiki pamuttu atau ke nakannaki wai lussu ehh tapa ia bangmo ki pakeanni, di lako to kojongta sola ke, tang manyaman banggi to kale tapa yabang kami ki isok,(kutipan hasil wawancara : 15-01-2022).

Menurut Pak Abdul Halim, biasanya kita menggunakan madu sebagai obat tradisional di kawasan hutan adat kaluppini, kita sering mengkonsumsi madu ketika kita merasa tidak enak badan karena madu memiliki banyak kegunaan, misalnya jika kita terkena penggorengan yang panas atau jika kita terkena untuk air rebusan, langsung kita pakai dengan cara dioleskan ke luka dan rasanya kurang enak kita minum madunya (dikutip dari wawancara: 15-01-2022).

Dari kutipan wawancara dengan kepala adat Kaluppini di atas, terlihat bahwa penggunaan madu di masyarakat masih sangat diperhatikan, sehingga mereka tidak terlalu mengandalkan obat-obatan dari rumah sakit, melainkan memanfaatkan apa yang ada. banyak tersedia di alam. Madu hutan merupakan salah satu komoditi yang dimanfaatkan oleh masyarakat tinggal di kawasan dan sekitar hutan, madu hutan

(34)

24

yang dihasilkan oleh masyarakat adat Kaluppini biasanya dihasilkan oleh lebah hutan (Apis dorsala).

Ya to kinani, ampak kianui cani, wanii jiotangke kaju, Batang kaju, kuli mulucu, sola matande biasanya ke, kiampak le, kek, jio biring buntu, yato canik wani ki ala, biasanya ki puala pejampi sola jadi kibaluk.(wawancara: 15-01-2022).

Tempat yang biasa kita ambil madu adalah di dahan dan dahan pohon yang halus dan tinggi. Sarang lebah madu juga dapat ditemukan di cekungan di tebing berbatu.Madu yang kami dapatkan biasanya digunakan sebagai obat dan kami juga menjualnya (wawancara: 15- 01-2022).

Dari kutipan wawancara dengan kepala adat desa Kaluppini, Kabupaten Enrekang di atas, tempat sarang lebah yang umum biasanya ditemukan di pohon- pohon berkulit halus maupun pohon-pohon tinggi, dan sering ditemukan di lubang- lubang batu madu yang diterima oleh masyarakat Adat Kaluppini. , yang biasanya digunakan sebagai obat dan sebagai obat dijual.

Tabel 4: Jumlah Responden Pribumi yang Menggunakan Madu kalipini

Sumber: Data primer 2022

Di sebutkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 30 responden atau warga Desa Kaluppini Kabupaten Enrekang yang mengkonsumsi madu sebanyak 8 orang dengan persentase 26,67%. Sedangkan yang tidak menggunakan ada 22 orang dengan persentase 73,33%.

No Manfaat madu

Jumlah responden

(Orang) Persen%

1 Memanfaatkan 8 26.67

2 Bukan 22 73.33

Umum 30 100

(35)

25

Selama penelitian ini, menurut Pak Abdul Halim, ketua masyarakat Kaluppini, karena hanya 8 orang yang dapat mengambil atau mengumpulkan madu dari hutan dan dapat menggunakan madu itu sendiri untuk kepentingan masyarakat lain, sedangkan 22 orang sisanya tidak dapat mengambil madu tetap dijelaskan di atas, jadi totalnya 30 orang dengan persentase 100%.

5.2.2 Tanaman obat

obat Tanaman obat atau tanaman obat biasa dikenal dengan Toga (Tanaman Obat Keluarga). Ramuan ini mengandung senyawa aktif atau bahan alami tertentu yang konon bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Tanaman obat banyak digunakan oleh masyarakat adat Kaluppini. Masyarakat menggunakan berbagai jenis tanaman yang terdapat di hutan adat Kaluppini sebagai obat tradisional. Sedangkan menurut salah seorang ahli atau responden menyatakan bahwa:

Yato kamik indek kampong ke, tomareso kipuala penjampi ke, tangmayaman bangi to kale susinna mapadik ulu, mapadik ba, tang, makatik, katik, yabang kamik to daun pariia ki isok, dipasola lessuna lea sola kunyi mareso, ayo lakukan tapi gunakan desa guard sang efektif una paki cuirass simple tokki susinna ke nakarrukan kaju, nakerre piso, atau cikkudui mandari jo reubaru nai palakuo madi, iya makase naja buda pa iya pejampi lekok (Wawancara 15 Januari 2022)

Menurut Bu Ani, kita menganut adat Kaluppini, jika kita sering sakit badan, sakit kepala, sakit perut, gatal-gatal, kita mengkonsumsi daun pare (Momordica Charantia), meminumnya dicampur dengan bawang merah (Allium Cepa) dan kunyit ( Curcuma longa). . Linn) yang sering kita gunakan karena sangat mudah pembuatannya, misalnya kita menggaruk pohon atau memotong dengan pisau, yang juga sering kita gunakan daun Balakacida (Chromolaena Odorata) untuk diludahi langsung. Agar cepat kering dan masih banyak tanaman obat lain yang kita gunakan.

Dari kutipan wawancara di atas dengan Ibu Ani, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adat Kaluppini masih menggunakan tanaman obat sebagai obat tradisional karena sangat mudah digunakan dan masih banyak ditemukan di kawasan hutan adat Caluppini. di bawah ini sebagai berikut:

(36)

26

Tabel 5 : jenis tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat adat Caluppini

No Jenis tanaman obat Bagian yang

digunakan 1 Mengurangi Momordica charantia daun dan buah-

buahan

2 Bawang merah Allium cepa umbi

3 Kunyit Kunyit Longa Lynn umbi

4 Daun balacid Chromolena odorata Daun dan batang

5 Jarak Jatropha curcas daun

6 Pecahan Kejam Strobilante crispa daun

7 Miana Coleus atropurpureus daun

4 Siri piper betle daun

9 Jahe jahe officinalis daun

10 Kumis kucing Orthosiphon aristatus daun Sumber : Hasil wawancara pasca pemrosesan pada tahun (2022)

Tabel 6 : Jumlah responden yang menggunakan tanaman obat, menurut masyarakat adat Kaluppini

Sumber: Data primer (2022)

Di sebutkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang menggunakan tanaman obat, sebanyak 10 orang dengan persentase 33,33%.

Sedangkan yang tidak menggunakan sebanyak 20 orang dengan persentase 66,67%.

Selama penelitian ini, menurut Ibu Ani, masyarakat adat di desa Kaluppini, karena hanya 10 orang yang sering menggunakan tanaman obat untuk pengobatan dan hanya mereka yang bisa meracik atau mengobati orang lain yang sakit, sedangkan 20 orang yang tidak menggunakan obat. Tidak dapat menggunakan atau menggunakan tanaman obat seperti yang dijelaskan di atas, dan hanya 30 orang dengan persentase 100%

No Manfaat Tanaman Obat

Jumlah responden

(Manusia) Persen%

1 menggunakan 10 33.33

2 Bukan 20 66.67

3 total 30 100

(37)

27 5.1.3 Rotan

Rotan (Sp Daemonorops draco) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi besar dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, dan rotan dibutuhkan sebanyak yang kita butuhkan, antara lain sebagai ayam, untuk tali temali, dan juga untuk keperluan lainnya. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Dengan hasil tersebut, menjadi penghasilan tambahan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat adat dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian hutan, agar tidak rusak, sehingga tetap lestari.

Yanna kimentama mo panngala tu,u tiro wari-wari na kipolemo lako kampong biasa tokkan kamina nala uue kibawai pole dok kampong, biasa tok kibawa lako bola barakba, yanna ki lantukmo lako bola barakba na eddamo apa jo karorongi uue yamo ki perambi kasoro, golo takro, yanna Jadimo biasanya demi, k ki pakai jo bola den to, k mi kibaluk. (Wawancara 18-01-2022.)

Menurut wawancara dengan Pak Darvis, jika kita pergi ke hutan untuk mencari madu, dan juga membawa pulang rotan (sp.Daeemonorops Drco) atau ke kebun untuk membuat kerajinan tangan di waktu luang kita, misalnya membuat tadung. , kursi, raket tempat tidur dan bola takraw, kerajinan Kami menggunakan produk jadi untuk kebutuhan pribadi, maupun perdagangan (wawancara 18-01- 2022).

Dari kutipan wawancara di atas, rotan dapat menjadi andalan perekonomian masyarakat asli Kaluppini.Pemanfaatan sumber daya hutan khususnya hutan non kayu merupakan salah satu peluang yang tepat untuk dikembangkan dan tentunya dapat mengurangi tingkat ketergantungan penduduk terhadap bantuan pemerintah daerah.

(38)

28

Tabel 7: Jumlah responden yang menggunakan rotan oleh masyarakat adat Kalipini.

Sumber : Data primer 2022

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang menggunakan tanaman rotan, sebanyak 9 orang dengan persentase 30,00%, dan yang tidak menggunakan sebanyak 21 orang dengan persentase 70,00%. Rotan merupakan salah satu tanaman hutan yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi, selain itu juga merupakan sumber devisa negara yang melibatkan banyak petani.

Selama penelitian ini, penduduk asli Kaluppini menggunakan tanaman rotan, seperti yang dilakukan Pak. Rekan-rekan lainnya, sebanyak 9 orang, dipanggil karena hanya mereka yang bisa melakukan menjahit seperti yang dijelaskan di atas, dan 21 orang lainnya tidak bisa melakukan pekerjaan seperti menjahit. Dengan demikian, jumlah responden sebanyak 30 orang dengan persentase 100%.

5.1.4 Bambu

Bambu (Bambusoideae) merupakan salah satu tumbuhan yang penting bagi kehidupan masyarakat asli Kaluppini. Masyarakat desa juga menggunakan bambu dalam jumlah yang cukup untuk keperluan rumah tangga seperti tiang rumah, kandang unggas, dekorasi pernikahan dan untuk konsumsi. Jenis bambu yang sering digunakan oleh Masyarakat Adat Kaluppini adalah bambu hutan karena jenis bambu ini bagus untuk digunakan dalam berbagai desain rumah, seperti yang dikatakan Pak Kawa di bawah ini:

Bukan Rotan

Jumlah responden

(Orang) Persen%

1 Menggunakan 9 30.00

2 Tidak 21 70.00

3 Umum 30 100

(39)

29

Kami to inde kampong biasa kami ki pakkeguna pakeloi bolaki susinnami ke mangtumpak bola, kabua buriah, biasa tok kipake kabua sarapoh kebotting tau,biasa tok kami kipuala camme jok anakkana (wawancara 18-01-2022)

Pengumpulan bambu di hutan dilakukan secara individu dan kelompok sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Yakemalekan nala kajaoh jo pangngala biasakan kamina si buda biasa tok simesa mesa mesarakan yarakibuda male ke denni acara tobotting (wawancara 18-01-2022)

Menurut (Sutiyono, 2010-2014), bambu dikenal sebagai hasil hutan bukan kayu yang sudah lama dimanfaatkan. Pemanfaatan bambu secara tradisional antara lain untuk pertanian, peternakan, perikanan, peralatan rumah tangga, pembangunan rumah sederhana, jembatan di pedesaan, dan kerajinan tangan. Sedangkan penggunaan yang lebih modern antara lain stok kertas, tusuk gigi, tusuk sate, sumpit, bambu laminasi, papan partikel, dan arang.

Tabel 8 : Jumlah Responden Pribumi yang Menggunakan Bambu Caluppini.

No Bambu

Jumlah responden

(Orang) Persen%

1 menggunakan 3 10.00

2 Bukan 27 90.00

Total 30 100

Sumber: Data primer 2022

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang menggunakan tanaman bambu, sebanyak 3 orang dengan persentase 10,00%.

dan yang tidak menggunakan bambu 27 orang dengan persentase 90,00%.

(40)

30

5.3. Pembatasan Penggunaan Hhbk Hasil Hutan Bukan Kayu

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan hasil hutan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat hukum adat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, dapat berupa barang, antara lain obat-obatan, rotan, madu, bambu, dan lain- lain, serta lingkungan. jasa. Namun terkadang masyarakat memanfaatkan hasil hutan tersebut secara berlebihan, hal ini disebabkan oleh kurangnya pemberdayaan masyarakat dari pemerintah daerah atau daerah. Masyarakat terus menerus mengambil hasil hutan tanpa memikirkan kelestariannya. Penduduk desa Kaluppini memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang berada di hutan-hutan sekitar desa.

Masyarakat terus menerus mengkonsumsi hasil hutan untuk meningkatkan pendapatannya sehingga dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Selain itu, pemanenan hasil hutan yang berlebihan oleh masyarakat terkait dengan tidak adanya pembedaan kegiatan bagi masyarakat adat Kaluppini oleh pemerintah, baik dari segi pemanfaatan HHBK maupun pengelolaan hasil hutan, yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Komunitas. tanpa mengeksploitasi hasil hutan secara berlebihan untuk menjamin kelestarian hutan.

Kendala lain yang dihadapi masyarakat saat mengekspor hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti rotan, bambu dan madu adalah jalur untuk rotan dan madu sangat sulit dan terjal, dan saat musim hujan panen rotan akan lebih sulit, karena jalanan semakin licin. Karena itu, masyarakat terkadang tinggal sekitar seminggu di kawasan hutan untuk mengumpulkan rotan, kemudian ketika merasa sudah cukup, mereka pulang dan menjual langsung ke pengepul.

(41)

31

5.4 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (Hhbk) Berdasarkan Pengalaman Masyarakat Adat Kaluppini

Kearifan lokal yang diterapkan oleh Masyarakat Adat Desa Kaluppini berdampak positif bagi kelestarian hutan. Rasa dampaknya dimulai dengan tumbuhnya kesadaran di kalangan penduduk desa Kaluppini akan perlunya menghormati leluhur dan tetap patuh dan tidak mengabaikan nasihat leluhur.

Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Kearifan lokal yang ada dan hidup di desa Kaluppini tidak lepas dari berbagai anjuran dan larangan lokal yang telah disepakati bersama sebagai aturan bersama di antara masyarakat yang berlaku.

Misalnya acara Ngaben atau sesaji yang biasa disebut dengan sesaji yang diadakan di kawasan hutan Adat Kaluppini,

5.4.3 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Hutan Adat Ongko Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang terdapat di kawasan Tanah Ongko hanya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial seperti:

1. Bangunan rumah tradisional

2. Pembangunan gedung-gedung yang berskala publik, seperti pembangunan masjid.Orang yang sebenarnya tidak memiliki kayu, tetapi membutuhkan kayu, dapat menggunakan kayu setelah mendapat izin dari Tomakaki (ketua pemegang saham biasa). Izin akan dikeluarkan setelah lembaga hukum adat menentukan seberapa penting ekspor kayu, apakah penduduk yang bersangkutan memang tidak memiliki kayu, dan benar-benar membutuhkan kayu, dan jika terbukti maka izin akan dikeluarkan.

(42)

32

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu untuk keperluan tradisional dibagi menjadi tempat-tempat tertentu, seperti bambu untuk keperluan ritual adat yang harus dikumpulkan di wilayah Tangmaroja, dan daun sirih untuk keperluan tradisional yang harus dikumpulkan di wilayah Kesapoan. Sedangkan bagi masyarakat yang hendak mengambil atau memanfaatkan hasil hutan bukan kayu untuk kepentingan pribadi, terlebih dahulu harus mendapat izin dari Tomakaki, baru diketahui setelah mendapat persetujuan dari instansi biasa, akan dikeluarkan izinnya.

Namun pembuangan hasil hutan bukan kayu berbeda dengan pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, dimana berlaku norma breathsuun simana, artinya pembayaran atau pembagian hasil diatur dengan adat. Hasil yang diperoleh dibagi menjadi tiga bagian: pertama, bagi warga yang menerimanya, kedua, untuk kepentingan umum yang penggunaannya diatur oleh lembaga hukum adat, dan ketiga, bagi pemangku kepentingan yang bersifat adat. Penerapan aturan tersebut berdampak pada masyarakat adat, karena tidak ada masalah besar di Kaluppini yang tidak dapat diselesaikan.

Obat-obatan yang terdapat di daerah Tanah Ongko boleh digunakan, tetapi harus mendapat izin terlebih dahulu dari Tomakaki, dengan syarat obat yang diminum tidak boleh dibawa ke dalam rumah, obat harus dibawa ke luar rumah atau di bawah rumah. Hal ini diungkapkan Rosnapia “Obat yang diminum di Tanah Ongko boleh dipakai, tapi tidak boleh dibawa-bawa ke rumah” (wawancara di rumah Bu Rosnapia, 18 Januari 2022).

(43)

33

Susinna tonasanga ibu Rosnafia pejampi toden jio kawasan litak Ongkoadat di pakkeguna, tapi metakda izinra jolo lako tomakaka.

Sola bersyarat yato pejampi di ala eddana wakdingki bawai mentama bola, yajio pejampi di iso jolora jio salanan bola, atau joralka bala bola susinnamo to napawwanki ibu Rosnapia, kumua pejampi to di ala jio litak Ongko bisa di pakkeguna tapi eddaki nawakding di bawa mendok bola atau di pakkeguna jao bola.

(44)

34 VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa bentuk pelibatan masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah bentuk pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan bentuk partisipasi masyarakat. kelompok petani. Partisipasi masyarakat dan kelompok tani dalam pemungutan hasil hutan adalah dengan menyerahkannya langsung ke hutan. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat antara lain rotan, bambu dan madu.

Hutan rakyat di sekitar Desa Kaluppini, serta masyarakat adat Kaluppini pada umumnya, sangat bergantung pada hutan di sekitar pemukiman mereka.

6.2. Saran

1. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan Masyarakat Adat Kaluppini agar dapat memanfaatkan hasil hutan, baik kayu maupun non kayu, tanpa mengurangi kelestarian hutan Adat Kaluppini.

2. Di dalam kawasan hutan Kaluppini disarankan agar masyarakat ikut serta dalam merawat tanaman obat dan menjaga hutan agar masyarakat dapat menikmati atau memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti tanaman obat tradisional dan rotan yang merupakan salah satu hasil hutan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan.

(45)

35

DAFTAR PUSTAKAS

Kementerian Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-Undang Republik Ingushetia No. 41 Tahun 1999 “Tentang Kehutanan”. Jakarta (ID):

Kementerian Kehutanan dan Perkebunan.

Lidiavati, I. 2003. Evaluasi ekonomi kerusakan hutan dan lahan. Institut Pertanian Bogorsk. Bogor.

kera. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Keraf, A. Sonny, 2010, Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas.

Menteri Kehutanan-II.2007. Hasil hutan bukan kayu. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : P.35

Nababan, PWJ 1996 atau 2003 Pengantar Sosiolinguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

AA mulia. 2004. Karakteristik Lanskap Desa Adat Halimun Selatan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Desa Kasepuhan Dalam Kesatuan Adat Banten Selatan, Desa Sirnaresmi, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Tsisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat). [Tesis]. Bogor: Program Studi Arsitektur Lansekap, Institut Pertanian Bogor.

Pustitoyati, T. 2011. Masalah definisi dan hasil hutan sehubungan dengan pengembangan HHBK melalui hutan tanaman. Jurnal Analisis Kebijakan Hutan.

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu.

Pemerintah Indonesia. 1999 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Pohan, R.M., Purvoko, A., Martial, T. 2014. Kontribusi hasil hutan bukan kayu dari hutan produktif terbatas pada pendapatan rumah tangga masyarakat.

Jurnal Ilmiah Peronema Kehutanan. 3(2).

Tafsir Umum 1, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan dan Pemanfaatan Secara Rasional

Kandy. 2012. Pentingnya Kearifan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Perdesaan.

Sibarani, Robert, 2012 Kearifan Lokal: Sifat, Peran, Metode Tradisi Lisan. Jakarta.

(46)

36

Sudarno. 2012. Tradisi memberi tanah di Puntuk Setumbu, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur (Studi Kearifan Lokal di Kabupaten Magelang).

Jurnal Seri Publikasi Sejarah dan Budaya Patravidya, 13(4): 565–582.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian). Bandung: Alfabet

Sutiono. 2014. Budidaya bambu. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan, Bogor.

(47)

37

KUESIONER PENELITIAN

PENGGUNAAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU OLEH MASYARAKAT ADAT KALUPPINI BERDASARKAN WUDRA LOKAL

A. Data responden

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Usia :

4. Pendidikan :

5. Kerja :

B. Pemanfaatan tumbuhan/tanaman HHBK sebagai sumber pangan:

1. Apakah Anda mengambil makanan dari hutan?

2. Jika ya, apa yang Anda ambil dari hutan?

3. Apakah pernah terjadi kebakaran di hutan?

4. Apakah pernah terjadi kebakaran di hutan?

5. Apakah pernah terjadi pencurian kayu?

6. Apakah menurut Anda penebangan dapat merusak tanah?

7. Jika ya, kerusakan apa yang terjadi?

8. Menurut Anda, apakah kegiatan pengambilan hasil hutan merugikan pasokan air?

9. Haruskah pemanenan kayu dilaporkan terlebih dahulu?

10. Jika ya, siapa yang harus melaporkannya?

12. Jika demikian, siapa yang membatasi?

13. Jika kayu diambil dari hutan, apakah ada batasan kuantitasnya?

14. Jika demikian, siapa yang membatasi?

15. Apakah keberadaan hutan biasa pernah diperdebatkan?

16. Apakah Anda memiliki taman di hutan biasa?

17. Apa saja jenis tanaman obat tradisional yang ditanam?

18. Apakah ada manfaat dari tumbuhan dalam kearifan lokal?

19. Jika ya, jenis tanaman pangan apa saja yang ada dan bagaimana pemanfaatannya dalam kearifan lokal?

20. Apakah Anda mencoba menanam tanaman yang Anda butuhkan?

11. Jika kayu diambil dari hutan, apakah ada batasan kuantitasnya?

(48)

38

C. Pemanfaatan tanaman obat/tanaman HHBK:

1. Jenis tanaman obat apa saja yang tumbuh di kawasan hutan adat desa ini?

2. Tahukah Anda tentang manfaat tanaman obat ini?

3. Bagian tanaman obat apa yang digunakan dalam pengobatan?

4. Apakah Anda tahu cara mengolahnya dan dapatkah Anda mencampur bagian-bagiannya menjadi obat sendiri?

5. Adakah manfaat dari tanaman obat ini dalam kearifan lokal?

6. Jika ya, apa saja jenis tanaman obat yang ada dan bagaimana pemanfaatannya dalam kearifan lokal?

7. Apakah Anda mencoba menanam tanaman yang Anda butuhkan?

8. Jika Anda tidak menanam sendiri, di mana Anda mencarinya?

(49)

39 Lampiran 1. Responden survei

No NAMA

RESPONDEN POIN PERTANYAAN JAWAB

PERTANYAANNYA 1. Abdul Halim

(Ketua Masyarakat Adat Kaluppini)

1. Apakah Anda mengambil makanan dari hutan?

2. Jika ya, apa yang Anda ambil dari hutan?

3. Apakah pernah terjadi kebakaran di hutan?

4. Apakah pernah terjadi pencurian kayu?

5. Apakah menurut Anda penebangan dapat merusak tanah?

6. Jika ya, kerusakan apa yang terjadi?

7. Menurut Anda, apakah kegiatan pengambilan hasil hutan merugikan pasokan air?

8. Haruskah pemanenan kayu dilaporkan terlebih dahulu?

9. Jika ya, siapa yang harus melaporkannya?

10. Jika kayu diambil dari hutan, apakah ada batasan kuantitasnya?

11. Jika demikian, siapa yang membatasi?

12. Apakah keberadaan hutan biasa pernah diperdebatkan?

13. Apakah Anda memiliki taman di hutan biasa?

14. Apa saja jenis tanaman obat tradisional yang ditanam?

1. Ya

2. a.obat tradisional.

b. Madu d. rotan 3. Tidak pernah 4. Tidak pernah 5. Ya

6. Telah terjadi tanah longsor 7. Tidak

8. Ya

9. Pemimpin adat dan paket desa

10.Ya

11.pemimpin adat 12.tidak

13.Ya 14.a. jahe

b. Kunyit d. lengkuas e. bandotan

2. Kadir 1. Apakah Anda mengambil makanan dari hutan?

2. Jika ya, apa yang Anda ambil dari hutan?

3. Apakah pernah terjadi kebakaran di hutan?

4. Apakah pernah terjadi pencurian kayu?

5. Menurut Anda, apakah

penebangan di hutan

menyebabkan kerusakan tanah?

1. Ya 2. a. Madu

b. rotan bekas c. obat-obatan 3. Tidak pernah 4. Tidak pernah 5. Ya

6. Tanah longsor dan banjir terjadi

7. Tidak 8. Ya

9. pemimpin adat

(50)

40

6. Jika ya, kerusakan apa yang terjadi?

7. Menurut Anda, apakah kegiatan pengambilan hasil hutan merugikan pasokan air?

8. Haruskah pemanenan kayu dilaporkan terlebih dahulu?

9. Jika ya, siapa yang harus melaporkannya?

10. Jika kayu diambil dari hutan, apakah ada batasan kuantitasnya?

11. Jika demikian, siapa yang membatasi?

12. Apakah keberadaan hutan biasa pernah diperdebatkan?

13. Apakah Anda memiliki taman di hutan biasa?

14. Jenis tanaman obat apa yang ditanam?

10.Ya

11.pemimpin adat 12.tidak

13.Ya 14.a. Jahe

b. Kunyit d. bandotan d. lengkuas

3. Rahim 1. Apakah Anda mengambil makanan dari hutan?

2. Jika ya, apa yang Anda ambil dari hutan?

3. Apakah pernah terjadi kebakaran di hutan?

4. Apakah pernah terjadi pencurian kayu?

5. Apakah menurut Anda penebangan dapat merusak tanah?

6. Jika ya, kerusakan apa yang terjadi?

7. Menurut Anda, apakah kegiatan pengambilan hasil hutan merugikan pasokan air?

8. Haruskah pemanenan kayu dilaporkan terlebih dahulu?

9. Jika ya, siapa yang harus melaporkannya?

10. Jika kayu diambil dari hutan, apakah ada batasan kuantitasnya?

11. Jika demikian, siapa yang membatasi?

12. Apakah keberadaan hutan biasa pernah diperdebatkan?

1. Ya 2. a. jahe

b. rotan d. narkoba 3. Tidak pernah 4. Tidak pernah 5. Ya

6. Tanah longsor dan banjir terjadi

7. tidak 8. Ya

9. Pemimpin adat dan paket desa

10.Ya

11.pemimpin adat 12.tidak

13.Ya 14.a. Jahe

b. Kunyit d. bandotan d. lengkuas

(51)

41

13. Apakah Anda memiliki taman di hutan biasa?

14. Jenis tanaman obat apa yang ditanam?

4. Haliyati 1. Apakah Anda mengambil makanan dari hutan?

2. Jika ya, apa yang Anda ambil dari hutan?

3. Apakah pernah terjadi kebakaran di hutan?

4. Apakah pernah terjadi pencurian kayu?

5. Apakah menurut Anda penebangan dapat merusak tanah?

6. Jika ya, kerusakan apa yang terjadi?

7. Menurut Anda, apakah kegiatan pengambilan hasil hutan merugikan pasokan air?

8. Haruskah pemanenan kayu dilaporkan terlebih dahulu?

9. Jika ya, siapa yang harus melaporkannya?

10. Jika kayu diambil dari hutan, apakah ada batasan kuantitasnya?

11. Jika demikian, siapa yang membatasi?

12. Apakah keberadaan hutan biasa pernah diperdebatkan?

13. Apakah Anda memiliki taman di hutan biasa?

14. Jenis tanaman obat apa yang ditanam?

1. Ya

2. pisang dan rotan 3. Tidak pernah 4. Tidak pernah 5. Ya

6. Tanah longsor dan banjir terjadi 7. tidak

8. Ya

9. pemimpin adat 10. Ya

11. pemimpin adat 12. tidak

13. Ya 14. a. Jahe b. Kunyit c. bandotan d. kalgan

5. Samuding 1. Apakah Anda mengambil makanan dari hutan?

2. Jika ya, apa yang Anda ambil dari hutan?

3. Apakah pernah terjadi kebakaran di hutan?

4. Apakah pernah terjadi pencurian kayu?

5. Apakah menurut Anda penebangan dapat merusak tanah?

1. Ya 2. rotan

3. Tidak pernah 4. Tidak pernah 5. Ya

6. Telah terjadi tanah longsor 7. tidak

8. Ya

9. pemimpin adat 10. Ya

(52)

42

6. Jika ya, kerusakan apa yang terjadi?

7. Menurut Anda, apakah kegiatan pengambilan hasil hutan merugikan pasokan air?

8. Haruskah pemanenan kayu dilaporkan terlebih dahulu?

9. Jika ya, siapa yang harus melaporkannya?

10. Jika kayu diambil dari hutan, apakah ada batasan kuantitasnya?

11. Jika demikian, siapa yang membatasi?

12. Apakah keberadaan hutan biasa pernah diperdebatkan?

13. Apakah Anda memiliki taman di hutan biasa?

14. Jenis tanaman obat apa yang ditanam?

11. pemimpin adat 12. tidak

13. Ya

14. Jambubiji dan Bidara

6. emudi 1. Apakah Anda mengambil makanan dari hutan?

2. Jika ya, apa yang Anda ambil dari hutan?

3. Apakah pernah terjadi kebakaran di hutan?

4. Apakah pernah terjadi pencurian kayu?

5. Apakah menurut Anda penebangan dapat merusak tanah?

6. Jika ya, kerusakan apa yang terjadi?

7. Menurut Anda, apakah kegiatan pengambilan hasil hutan merugikan pasokan air?

8. Haruskah pemanenan kayu dilaporkan terlebih dahulu?

9. Jika ya, siapa yang harus melaporkannya?

10. Jika kayu diambil dari hutan, apakah ada batasan kuantitasnya?

11. Jika demikian, siapa yang membatasi?

12. Apakah keberadaan hutan biasa pernah diperdebatkan?

1. Ya 2. rotan

3. Tidak pernah 4. Tidak pernah 5. Ya

6. Tanah longsor dan banjir terjadi

7. Tidak 8. Ya

9. pemimpin adat 10. Ya

11. pemimpin adat 12. tidak

13. Ya

14. Kunyit dan Jambu Biji

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu dianggap perlu melakukan penelitian tentang pengetahuan masyarakat dalam memanfaatkan HHBK, sehingga ketergantungan masyarakat terhadap kayu dapat dikurangi dan

pengabdian semata 5. Manfaat sumber air yang terdapat di hutan Wonosadi dan telah dirasakan oleh masyarakat sekitarnya melalui perpipaan air bersih yang didapat

Murdiati, C.Woro dan Suliantoro, Bernardus Wibowo., 2008, Potensi Kearifan Lokal Masyarakat Adat Desa Beji Kecamatan Ngawen Gunung Kidul Dalam Melestarikan Hutan Adat.

Murdiati, C.Woro dan Suliantoro, Bernardus Wibowo., 2008, Potensi Kearifan Lokal Masyarakat Adat Desa Beji Kecamatan Ngawen Gunung Kidul Dalam Melestarikan Hutan

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum Adat, selanjutnya disebut IUPHHK-MHA adalah izin untuk memanfaatkan kayu alam pada hutan produksi

Masyarakat sasaran pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat berbentuk sosialisasi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) ini adalah masyakat di Kelurahan Mungku

Namun sebagian masyarakat yang berada disekitar kawasan cagar alam tersebut lebih banyak memanfaatkan hasil hutan bukan kayu sebagai sumber pendapatan.. Secara umum hutan

KETERGANTUNGAN MASYARAKAT TERHADAP HASIL HUTAN BUKAN KAYU DALAM KAWASAN HUTAN DESA PIONG KECAMATAN SANGGAR KABUPATEN BIMA PROPINSI NUSATENGGARA BARAT Samsudin dan Sad Kurniati