• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

3.2 Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Alat tulis untuk menulis data di lapangan

2. Kamera Digital untuk Mendokumentasikan Kegiatan Penelitian

3. Panduan kuesioner yang akan digunakan sebagai acuan pengumpulan data dalam proses wawancara responden (Masyarakat Adat)

4. laptop

17 3.3 Objek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah masyarakat adat Desa Kaluppini Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang yang memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

3.4 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survey, yang dilakukan dengan mencari informasi dari populasi dengan menggunakan metode snowball sampling. Sedangkan menurut Sugiyono (2010), snowball sampling adalah suatu metode untuk mengidentifikasi sampel yang awalnya kecil jumlahnya kemudian meningkat. Peneliti memutuskan untuk menggunakan snowball sampling karena pada awalnya hanya satu atau dua orang yang berpartisipasi dalam penelitian, namun karena data dianggap tidak lengkap maka peneliti mencari orang lain untuk melengkapi data.

3.5 Jenis Dan Sumber Data

Data primer adalah data yang dikumpulkan dari masyarakat adat Kaluppini dengan human sampling dan kuesioner, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait yang terkait dengan penelitian ini.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data di lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

1. Metode narkotika

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pengguna hasil hutan bukan kayu (HHBK) di Desa Kaluppini Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang.

18

Jumlah sampel yang diambil dalam rangka penelitian ini minimal 30 responden yang mewakili strata sosial masyarakat adat desa Kaluppini.

Penerimaan 30 responden.

2. Metode Trigulasi (gabungan)

Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggabungkan beberapa metode pengumpulan data, seperti:

a. Pengamatan

Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap tempat yang dijadikan objek penelitian.

b. Wawancara

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada responden guna memperoleh data yang akan mendukung proses penelitian.

3.7 Metode Analisis Data

Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang subjek penelitian berdasarkan data variabel yang diperoleh dari sekelompok subjek yang diteliti, dan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis. Penyajian hasil analisis deskriptif ini dilakukan dalam bentuk frekuensi dan persentase, tabulasi silang, serta berbagai bentuk grafik dan bagan untuk data kategorikal, serta statistik kelompok untuk data nonkategori.

19

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Letak Geografis

Secara geografis Desa Kaluppini Kabupaten Enrekang dengan ibukota Enrekang terletak ±235 km sebelah utara Makassar. Secara administratif terdiri dari 10 kecamatan, 12 kecamatan dan 96 desa dengan luas wilayah 1.786,01 km2.

Letaknya pada titik-titik dengan koordinat 3014°36 sampai dengan 0305000 Lintang Selatan dan dari 11904053 sampai dengan 12000633 Bujur Timur. Batas wilayah ini di sebelah barat dengan Kabupaten Pinrang, di utara dengan Luvu dan Sidrap, di selatan dengan Kabupaten Sidrap. Daerah ini biasanya memiliki topologi daerah yang bervariasi dalam bentuk pegunungan, perbukitan, sungai dan lembah.

Memiliki ketinggian 47-3293 m di atas permukaan laut dan tidak memiliki zona pantai. Secara umum topografi daerah ini didominasi oleh perbukitan atau pegunungan, yaitu sekitar 84,

Kabupaten Enrekang merupakan salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Sulawesi Selatan, ibukota Kabupaten ini terletak di Kecamatan Enrekang, Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.786,01 km2 dan jumlah penduduk ±190.579 jiwa. Secara sosial budaya, penduduk Kabupaten Enrekang memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini karena Kabupaten Enrekang terletak di antara Bugis, Mandara dan Tanah Toraja. Bahasa daerah yang digunakan di Kabupaten Enrekang secara garis besar terbagi menjadi tiga bahasa dan tiga suku bangsa yang berbeda yaitu bahasa Duri, Enrekang dan Maroangin di Kabupaten Maiwa. Bahasa Duri dituturkan oleh penduduk mikrodistrik Alla, Baroko, Malua, Masalle, Baraka,

20

Angeraja dan Buntu Batu. Bahasa Enrekang dituturkan oleh penduduk daerah Enrekang. Bahasa Marongin dituturkan oleh penduduk daerah Maiwa.

4.2 Iklim

Musim di Kabupaten Enrekang hampir sama dengan musim di daerah lain di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu musim hujan dan musim kemarau. Dimana musim hujan pada bulan November hingga Juli dan musim kemarau pada bulan Agustus hingga Oktober.

Iklim di desa Kaluppini hampir sama dengan di daerah lain.

di Kabupaten Enrekang yaitu musim hujan dan musim kemarau. Iklim sangat mempengaruhi struktur tanaman masyarakat petani di desa Kaluppini.

4.3 Kondisi demografis desa Kaluppini

Tabel 1: Pembagian wilayah dan jumlah penduduk

Tidak. Nama dusun laki-laki Wanita Kuantitas Jumlah kk

Satu desa kayao 232 233 465 108

2 Desa

tahanadoko

249 224 473 104

3 Dusun Palli 216 226 442 89

Kuantitas 697 683 1380 310

Sumber: Profil Desa Kaluppini 2022

Tabel diatas,maka pembagian desa kaluppini terbagi atas tiga dusun yaitu dusun kajao, dusun tana doko dan dusun palli. Banyaknya penduduk di dusun kajao 465 orang, dusun tana doko sebanyak 473 orang dan dusun palli berjumlah 442

21

orang. Adapun jumlah keseluruhan orang atau jiwa masyarakat desa kaluppini sebanyak 1.380 jiwa dan jumlah kepala keluarga sebanyak 310 kepala keluarga.

Tabel 2 mata pencarian masyarakat adat kaluppini

No Jenis mata pencaharian jumlah

1 Petani 1.370

2 Sopir 8

3 PNS 2

Sumber : profil desa kaluppini 2022

Berdasarkan tabel di atas, mata pencaharian masyarakat desa Kaluppini hampir 100% terkait dengan pertanian. Di desa Cajao, sebagian besar masyarakat menanam tanaman tahunan seperti lada (piper nigrum), kopi (Coffee), dan

cengkeh (Syzygium aromatica). Sementara itu, di desa Palli dan Tanadoko, kebanyakan orang bercocok tanam dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan kondisi tanah yang tidak cocok untuk tanaman tahunan. Jadi, biasanya orang hanya menanam tanaman jangka pendek seperti kacang tanah (Archis hypogea), padi (Vigna radiata) dan jagung kuning (Zea mays).

22

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian, 30 responden diwawancarai di Desa Kaluppini Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang. Ada segelintir masyarakat yang sadar akan pemanfaatan tumbuhan yang dijadikan hasil hutan bukan kayu (HHBK), yang dimanfaatkan menjadi karya seni kerajinan tangan, ada juga tumbuhan obat yang efektif, dan ada juga yang jarang memanfaatkan tumbuhan obat, masyarakat umum yang sering menggunakan tanaman obat untuk bahan obat tradisional. Karakteristik responden di Desa Kaluppini.

Tabel 3. Identifikasi responden berdasarkan jenis kelamin

No Jenis kelamin Jumlah responden

(Manusia) Persen (%)

1 Wanita 19 63.33

2 laki-laki 11 36.67

3 30 30 100

Sumber: Data primer 2022

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebanyak 30 responden yang menggunakan tanaman obat sebagai obat tradisional dalam penelitian ini sebagian besar adalah perempuan yaitu 19 responden dengan persentase 63,33% dan responden laki-laki sebanyak 11 responden dengan persentase 36,67% yang memanfaatkan tumbuhan obat sebagai obat tradisional.

23

5.2 Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Masyarakat di sekitar Kawasan Hutan Adat Kaluppini sangat bergantung pada hasil hutan bukan kayu (HHBK) untuk kebutuhannya. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat Kaluppini adalah sebagai berikut:

5.2.1 Lebah Madu (Apis mellifera Linneus)

Madu merupakan hasil hutan yang diperoleh dari sarang lebah. Madu juga memiliki banyak khasiat dan manfaat yang dipercaya dapat mengobati berbagai penyakit. Menurut masyarakat hutan adat Kaluppini, madu hanya digunakan untuk pengobatan, mereka mengumpulkan madu hanya pada musim kemarau.

Ya to cani, wani biasa kami kipuala pejampi jo nte pangngala adat kaluppini,,eee kipekkeguna kami na sebagai pejampi. Ia bangmora ki pake mangjampi ke masaki-saki bangkan, jadi eda mo ki madi bang kande pejampi rumah saki. Aja buda ia gunanna te, cani, wanii, susinna mo ke na ballangngiki pamuttu atau ke nakannaki wai lussu ehh tapa ia bangmo ki pakeanni, di lako to kojongta sola ke, tang manyaman banggi to kale tapa yabang kami ki isok,(kutipan hasil wawancara : 15-01-2022).

Menurut Pak Abdul Halim, biasanya kita menggunakan madu sebagai obat tradisional di kawasan hutan adat kaluppini, kita sering mengkonsumsi madu ketika kita merasa tidak enak badan karena madu memiliki banyak kegunaan, misalnya jika kita terkena penggorengan yang panas atau jika kita terkena untuk air rebusan, langsung kita pakai dengan cara dioleskan ke luka dan rasanya kurang enak kita minum madunya (dikutip dari wawancara: 15-01-2022).

Dari kutipan wawancara dengan kepala adat Kaluppini di atas, terlihat bahwa penggunaan madu di masyarakat masih sangat diperhatikan, sehingga mereka tidak terlalu mengandalkan obat-obatan dari rumah sakit, melainkan memanfaatkan apa yang ada. banyak tersedia di alam. Madu hutan merupakan salah satu komoditi yang dimanfaatkan oleh masyarakat tinggal di kawasan dan sekitar hutan, madu hutan

24

yang dihasilkan oleh masyarakat adat Kaluppini biasanya dihasilkan oleh lebah hutan (Apis dorsala).

Ya to kinani, ampak kianui cani, wanii jiotangke kaju, Batang kaju, kuli mulucu, sola matande biasanya ke, kiampak le, kek, jio biring buntu, yato canik wani ki ala, biasanya ki puala pejampi sola jadi kibaluk.(wawancara: 15-01-2022).

Tempat yang biasa kita ambil madu adalah di dahan dan dahan pohon yang halus dan tinggi. Sarang lebah madu juga dapat ditemukan di cekungan di tebing berbatu.Madu yang kami dapatkan biasanya digunakan sebagai obat dan kami juga menjualnya (wawancara: 15-01-2022).

Dari kutipan wawancara dengan kepala adat desa Kaluppini, Kabupaten Enrekang di atas, tempat sarang lebah yang umum biasanya ditemukan di pohon-pohon berkulit halus maupun pohon-pohon-pohon-pohon tinggi, dan sering ditemukan di lubang-lubang batu madu yang diterima oleh masyarakat Adat Kaluppini. , yang biasanya digunakan sebagai obat dan sebagai obat dijual.

Tabel 4: Jumlah Responden Pribumi yang Menggunakan Madu kalipini

Sumber: Data primer 2022

Di sebutkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 30 responden atau warga Desa Kaluppini Kabupaten Enrekang yang mengkonsumsi madu sebanyak 8 orang dengan persentase 26,67%. Sedangkan yang tidak menggunakan ada 22 orang dengan persentase 73,33%.

No Manfaat madu

Jumlah responden

(Orang) Persen%

1 Memanfaatkan 8 26.67

2 Bukan 22 73.33

Umum 30 100

25

Selama penelitian ini, menurut Pak Abdul Halim, ketua masyarakat Kaluppini, karena hanya 8 orang yang dapat mengambil atau mengumpulkan madu dari hutan dan dapat menggunakan madu itu sendiri untuk kepentingan masyarakat lain, sedangkan 22 orang sisanya tidak dapat mengambil madu tetap dijelaskan di atas, jadi totalnya 30 orang dengan persentase 100%.

5.2.2 Tanaman obat

obat Tanaman obat atau tanaman obat biasa dikenal dengan Toga (Tanaman Obat Keluarga). Ramuan ini mengandung senyawa aktif atau bahan alami tertentu yang konon bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Tanaman obat banyak digunakan oleh masyarakat adat Kaluppini. Masyarakat menggunakan berbagai jenis tanaman yang terdapat di hutan adat Kaluppini sebagai obat tradisional. Sedangkan menurut salah seorang ahli atau responden menyatakan bahwa:

Yato kamik indek kampong ke, tomareso kipuala penjampi ke, tangmayaman bangi to kale susinna mapadik ulu, mapadik ba, tang, makatik, katik, yabang kamik to daun pariia ki isok, dipasola lessuna lea sola kunyi mareso, ayo lakukan tapi gunakan desa guard sang efektif una paki cuirass simple tokki susinna ke nakarrukan kaju, nakerre piso, atau cikkudui mandari jo reubaru nai palakuo madi, iya makase naja buda pa iya pejampi lekok (Wawancara 15 Januari 2022)

Menurut Bu Ani, kita menganut adat Kaluppini, jika kita sering sakit badan, sakit kepala, sakit perut, gatal-gatal, kita mengkonsumsi daun pare (Momordica Charantia), meminumnya dicampur dengan bawang merah (Allium Cepa) dan kunyit ( Curcuma longa). . Linn) yang sering kita gunakan karena sangat mudah pembuatannya, misalnya kita menggaruk pohon atau memotong dengan pisau, yang juga sering kita gunakan daun Balakacida (Chromolaena Odorata) untuk diludahi langsung. Agar cepat kering dan masih banyak tanaman obat lain yang kita gunakan.

Dari kutipan wawancara di atas dengan Ibu Ani, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adat Kaluppini masih menggunakan tanaman obat sebagai obat tradisional karena sangat mudah digunakan dan masih banyak ditemukan di kawasan hutan adat Caluppini. di bawah ini sebagai berikut:

26

Tabel 5 : jenis tanaman obat yang digunakan oleh masyarakat adat Caluppini

No Jenis tanaman obat Bagian yang

digunakan 1 Mengurangi Momordica charantia daun dan

buah-buahan

2 Bawang merah Allium cepa umbi

3 Kunyit Kunyit Longa Lynn umbi

4 Daun balacid Chromolena odorata Daun dan batang

5 Jarak Jatropha curcas daun

6 Pecahan Kejam Strobilante crispa daun

7 Miana Coleus atropurpureus daun

4 Siri piper betle daun

9 Jahe jahe officinalis daun

10 Kumis kucing Orthosiphon aristatus daun Sumber : Hasil wawancara pasca pemrosesan pada tahun (2022)

Tabel 6 : Jumlah responden yang menggunakan tanaman obat, menurut masyarakat adat Kaluppini

Sumber: Data primer (2022)

Di sebutkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang menggunakan tanaman obat, sebanyak 10 orang dengan persentase 33,33%.

Sedangkan yang tidak menggunakan sebanyak 20 orang dengan persentase 66,67%.

Selama penelitian ini, menurut Ibu Ani, masyarakat adat di desa Kaluppini, karena hanya 10 orang yang sering menggunakan tanaman obat untuk pengobatan dan hanya mereka yang bisa meracik atau mengobati orang lain yang sakit, sedangkan 20 orang yang tidak menggunakan obat. Tidak dapat menggunakan atau menggunakan tanaman obat seperti yang dijelaskan di atas, dan hanya 30 orang dengan persentase 100%

No Manfaat Tanaman Obat

Jumlah responden

(Manusia) Persen%

1 menggunakan 10 33.33

2 Bukan 20 66.67

3 total 30 100

27 5.1.3 Rotan

Rotan (Sp Daemonorops draco) merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi besar dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, dan rotan dibutuhkan sebanyak yang kita butuhkan, antara lain sebagai ayam, untuk tali temali, dan juga untuk keperluan lainnya. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Dengan hasil tersebut, menjadi penghasilan tambahan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu oleh masyarakat adat dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian hutan, agar tidak rusak, sehingga tetap lestari.

Yanna kimentama mo panngala tu,u tiro wari-wari na kipolemo lako kampong biasa tokkan kamina nala uue kibawai pole dok kampong, biasa tok kibawa lako bola barakba, yanna ki lantukmo lako bola barakba na eddamo apa jo karorongi uue yamo ki perambi kasoro, golo takro, yanna Jadimo biasanya demi, k ki pakai jo bola den to, k mi kibaluk. (Wawancara 18-01-2022.)

Menurut wawancara dengan Pak Darvis, jika kita pergi ke hutan untuk mencari madu, dan juga membawa pulang rotan (sp.Daeemonorops Drco) atau ke kebun untuk membuat kerajinan tangan di waktu luang kita, misalnya membuat tadung. , kursi, raket tempat tidur dan bola takraw, kerajinan Kami menggunakan produk jadi untuk kebutuhan pribadi, maupun perdagangan (wawancara 18-01-2022).

Dari kutipan wawancara di atas, rotan dapat menjadi andalan perekonomian masyarakat asli Kaluppini.Pemanfaatan sumber daya hutan khususnya hutan non kayu merupakan salah satu peluang yang tepat untuk dikembangkan dan tentunya dapat mengurangi tingkat ketergantungan penduduk terhadap bantuan pemerintah daerah.

28

Tabel 7: Jumlah responden yang menggunakan rotan oleh masyarakat adat Kalipini.

Sumber : Data primer 2022

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang menggunakan tanaman rotan, sebanyak 9 orang dengan persentase 30,00%, dan yang tidak menggunakan sebanyak 21 orang dengan persentase 70,00%. Rotan merupakan salah satu tanaman hutan yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi, selain itu juga merupakan sumber devisa negara yang melibatkan banyak petani.

Selama penelitian ini, penduduk asli Kaluppini menggunakan tanaman rotan, seperti yang dilakukan Pak. Rekan-rekan lainnya, sebanyak 9 orang, dipanggil karena hanya mereka yang bisa melakukan menjahit seperti yang dijelaskan di atas, dan 21 orang lainnya tidak bisa melakukan pekerjaan seperti menjahit. Dengan demikian, jumlah responden sebanyak 30 orang dengan persentase 100%.

5.1.4 Bambu

Bambu (Bambusoideae) merupakan salah satu tumbuhan yang penting bagi kehidupan masyarakat asli Kaluppini. Masyarakat desa juga menggunakan bambu dalam jumlah yang cukup untuk keperluan rumah tangga seperti tiang rumah, kandang unggas, dekorasi pernikahan dan untuk konsumsi. Jenis bambu yang sering digunakan oleh Masyarakat Adat Kaluppini adalah bambu hutan karena jenis bambu ini bagus untuk digunakan dalam berbagai desain rumah, seperti yang dikatakan Pak Kawa di bawah ini:

Bukan Rotan

Jumlah responden

(Orang) Persen%

1 Menggunakan 9 30.00

2 Tidak 21 70.00

3 Umum 30 100

29

Kami to inde kampong biasa kami ki pakkeguna pakeloi bolaki susinnami ke mangtumpak bola, kabua buriah, biasa tok kipake kabua sarapoh kebotting tau,biasa tok kami kipuala camme jok anakkana (wawancara 18-01-2022)

Pengumpulan bambu di hutan dilakukan secara individu dan kelompok sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Yakemalekan nala kajaoh jo pangngala biasakan kamina si buda biasa tok simesa mesa mesarakan yarakibuda male ke denni acara tobotting (wawancara 18-01-2022)

Menurut (Sutiyono, 2010-2014), bambu dikenal sebagai hasil hutan bukan kayu yang sudah lama dimanfaatkan. Pemanfaatan bambu secara tradisional antara lain untuk pertanian, peternakan, perikanan, peralatan rumah tangga, pembangunan rumah sederhana, jembatan di pedesaan, dan kerajinan tangan. Sedangkan penggunaan yang lebih modern antara lain stok kertas, tusuk gigi, tusuk sate, sumpit, bambu laminasi, papan partikel, dan arang.

Tabel 8 : Jumlah Responden Pribumi yang Menggunakan Bambu Caluppini.

No Bambu

Jumlah responden

(Orang) Persen%

1 menggunakan 3 10.00

2 Bukan 27 90.00

Total 30 100

Sumber: Data primer 2022

Berdasarkan tabel 8 dapat diketahui bahwa dari 30 responden yang menggunakan tanaman bambu, sebanyak 3 orang dengan persentase 10,00%.

dan yang tidak menggunakan bambu 27 orang dengan persentase 90,00%.

30

5.3. Pembatasan Penggunaan Hhbk Hasil Hutan Bukan Kayu

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan hasil hutan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat hukum adat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, dapat berupa barang, antara lain obat-obatan, rotan, madu, bambu, dan lain-lain, serta lingkungan. jasa. Namun terkadang masyarakat memanfaatkan hasil hutan tersebut secara berlebihan, hal ini disebabkan oleh kurangnya pemberdayaan masyarakat dari pemerintah daerah atau daerah. Masyarakat terus menerus mengambil hasil hutan tanpa memikirkan kelestariannya. Penduduk desa Kaluppini memanfaatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang berada di hutan-hutan sekitar desa.

Masyarakat terus menerus mengkonsumsi hasil hutan untuk meningkatkan pendapatannya sehingga dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Selain itu, pemanenan hasil hutan yang berlebihan oleh masyarakat terkait dengan tidak adanya pembedaan kegiatan bagi masyarakat adat Kaluppini oleh pemerintah, baik dari segi pemanfaatan HHBK maupun pengelolaan hasil hutan, yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Komunitas. tanpa mengeksploitasi hasil hutan secara berlebihan untuk menjamin kelestarian hutan.

Kendala lain yang dihadapi masyarakat saat mengekspor hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti rotan, bambu dan madu adalah jalur untuk rotan dan madu sangat sulit dan terjal, dan saat musim hujan panen rotan akan lebih sulit, karena jalanan semakin licin. Karena itu, masyarakat terkadang tinggal sekitar seminggu di kawasan hutan untuk mengumpulkan rotan, kemudian ketika merasa sudah cukup, mereka pulang dan menjual langsung ke pengepul.

31

5.4 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (Hhbk) Berdasarkan Pengalaman Masyarakat Adat Kaluppini

Kearifan lokal yang diterapkan oleh Masyarakat Adat Desa Kaluppini berdampak positif bagi kelestarian hutan. Rasa dampaknya dimulai dengan tumbuhnya kesadaran di kalangan penduduk desa Kaluppini akan perlunya menghormati leluhur dan tetap patuh dan tidak mengabaikan nasihat leluhur.

Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Kearifan lokal yang ada dan hidup di desa Kaluppini tidak lepas dari berbagai anjuran dan larangan lokal yang telah disepakati bersama sebagai aturan bersama di antara masyarakat yang berlaku.

Misalnya acara Ngaben atau sesaji yang biasa disebut dengan sesaji yang diadakan di kawasan hutan Adat Kaluppini,

5.4.3 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Hutan Adat Ongko Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang terdapat di kawasan Tanah Ongko hanya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial seperti:

1. Bangunan rumah tradisional

2. Pembangunan gedung-gedung yang berskala publik, seperti pembangunan masjid.Orang yang sebenarnya tidak memiliki kayu, tetapi membutuhkan kayu, dapat menggunakan kayu setelah mendapat izin dari Tomakaki (ketua pemegang saham biasa). Izin akan dikeluarkan setelah lembaga hukum adat menentukan seberapa penting ekspor kayu, apakah penduduk yang bersangkutan memang tidak memiliki kayu, dan benar-benar membutuhkan kayu, dan jika terbukti maka izin akan dikeluarkan.

32

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu untuk keperluan tradisional dibagi menjadi tempat-tempat tertentu, seperti bambu untuk keperluan ritual adat yang harus dikumpulkan di wilayah Tangmaroja, dan daun sirih untuk keperluan tradisional yang harus dikumpulkan di wilayah Kesapoan. Sedangkan bagi masyarakat yang hendak mengambil atau memanfaatkan hasil hutan bukan kayu untuk kepentingan pribadi, terlebih dahulu harus mendapat izin dari Tomakaki, baru diketahui setelah mendapat persetujuan dari instansi biasa, akan dikeluarkan izinnya.

Namun pembuangan hasil hutan bukan kayu berbeda dengan pemanfaatan hasil hutan berupa kayu, dimana berlaku norma breathsuun simana, artinya pembayaran atau pembagian hasil diatur dengan adat. Hasil yang diperoleh dibagi menjadi tiga bagian: pertama, bagi warga yang menerimanya, kedua, untuk kepentingan umum yang penggunaannya diatur oleh lembaga hukum adat, dan ketiga, bagi pemangku kepentingan yang bersifat adat. Penerapan aturan tersebut berdampak pada masyarakat adat, karena tidak ada masalah besar di Kaluppini yang tidak dapat diselesaikan.

Obat-obatan yang terdapat di daerah Tanah Ongko boleh digunakan, tetapi harus mendapat izin terlebih dahulu dari Tomakaki, dengan syarat obat yang diminum tidak boleh dibawa ke dalam rumah, obat harus dibawa ke luar rumah atau di bawah rumah. Hal ini diungkapkan Rosnapia “Obat yang diminum di Tanah Ongko boleh dipakai, tapi tidak boleh dibawa-bawa ke rumah” (wawancara di rumah Bu Rosnapia, 18 Januari 2022).

Dokumen terkait