BAB IV: HASIL PENELITIAN,, PEMBAHASAN DAN USULAN PROGRAM
A. Hasil Penelitian
Steel (2007) menunjukkan bahwa 80-90% mahasiswa terjebak dalam
prokrastinasi secara tidak sadar , 75 % betul-betul sebagai prokrastinator, dan
hampir 50 % melakukan prokrastinasi secara konsisten dan problematik. Sebagai
tambahan, selain sering muncul pada mahasiswa dalam dunia perkuliahan,
prokrastinasi juga menyebar secara luas di populasi umum dan secara kronis
mempengaruhi hingga 15-20 % orang dewasa
Prokrastinasi juga muncul sebagai fenomena yang menyebabkan
masalah. Pada umumnya orang-orang menilai prokrastinasi sebagai sesuatu hal
yang buruk, merusak, dan bodoh. Sejumlah peneliti menemukan adanya
melakukan prokrastinasi maka performansinya lebih jelek. Bahkan individu yang
melakukan prokrastinasi dalam jangka waktu lama, kesejahteraannya lebih
menyedihkan (Stell, 2007)
Peneliti telah melakukan pengamatan kepada mahasiswa Program Studi
Bimbingan dan Konseling angkatan 2010-2012 Universitas Sanata Dharma
dengan membuat pertanyaan sebagai panduan observasi yaitu: Apa yang
dilakukan ketika mahasiswa sedang tidak ada kuliah? Peneliti menemukan
adanya gejala perilaku prokrastinasi ini di kalangan sesama teman mahasiswa.
Indikasinya ialah: 25% mahasiswa yang pulang ke kos disaat jam kuliah kosong,
55% mahasiswa yang sibuk dengan leptop atau handphonenya bukan untuk
mengerjakan tugas namun menggunakan media sosial untuk mengisi waktu
mereka, 20% mahasiswa yang memilih untuk pergi ke mall, tempat-tempat nongkrong serta yang lainnya. Di sisi lain, terdapat mahasiswa yang membolos
kuliah, tidak tidur semalaman dan pada akhirnya terlambat bukan karena tugas
yang dibebankan kepada mereka terlalu banyak namun sebagian besar sengaja
menunda mengerjakan tugas sampai batas akhir pengumpulan.
Mahasiswa baru biasanya akan lebih mudah terserang prokrastinasi
karena mereka sedang menjalani masa penyesuaian diri di dunia kampus.
Mahasiswa baru yang sebelumnya berasal dari sekolah menengah dimana mereka
memiliki kegiatan belajar mengajar yang berurutan daari pukul 07.00-14.00,
sekarang mereka mulai dengan kegiatan belajar yang tidak berurutan mengingat
kuat untuk benar-benar menjalani kuliah dengan sungguh-sungguh, tidak menutup
kemungkinan mereka akan tergoda dengan aktivitas lain yang lebih
menyenangkan dari pada mengerjakan tugas kuliah.
Adanya waktu untuk bercerita bersama teman-teman seangkatan yang
memiliki kecenderungan hampir sama yaitu masa penyesuaian diri di kampus
dapat membuat mahasiswa baru memperoleh pelajaran tentang cara mengatasi
masalah yang sedang mereka hadapi. Salah satu cara untuk dapat menciptakan
kondisi tersebut adalah melalui bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok
difokuskan pada ragam bimbingan belajar karena peneliti akan fokus pada
pengukuran tingkat prokrastinasi akademik. Diharapkan melalui bimbingan
kelompok tersebut para mahasiswa baru dapat memperoleh bekal untuk tidak
menunda dan memperoleh kiat untuk kelancaran studi mereka. Bimbingan
kelompok adalah salah satu metode dengan tujuan pencegahan, pengembangan
serta pemeliharaan bagi mahasiswa yang memiliki tingkat prokrastinasi dari
sangat rendah hingga sangat tinggi.
Ketika mahasiswa mengalami bimbingan kelompok yang berisi tentang
pemberian informasi maupun belajar dengan pengalaman, mahasiswa diharapkan
mampu mengolah kebiasaan prokrastinasi mereka sehingga dapat berkurang atau
hilang. Jika, kebiasaan prokrastinasi mereka berkurang atau hilang, maka
mahasiswa akan mampu menyesuaian diri dengan situasi di perkuliahan yang
sedang mereka jalani. Kemampuan untuk menyesuaikan diri inilah yang
proses studi. Adapun program bimbingan kelompok yang akan diusulkan dalam
skripsi ini berkaitan dengan upaya menghentikan prokrastinasi atau Stop Procrastination.
Setelah melihat semua hal di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat
judul “DISKRIPSI TINGKAT PROKRASTINASI (AKADEMIK) DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PROGRAM BIMBINGAN BELAJAR (Studi
Deskriptif pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2013, Semester 2)”. Melalui skripsi ini peneliti berharap akan ada manfaat yang dapat diambil oleh Program Studi
Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dalam upaya penurunan
tingkat prokrastinasi akademik yang akan berimbas pada peningkatan prestasi
mahasiswa. Pemilihan subyek yaitu mahasiswa semester 2 memiliki alasan
dimana peneliti ingin melihat seberapa tinggi tingkat prokastinasi akademik yang
ada pada diri mahasiswa. Alasan lain pemilihan subjek yaitu, mahasiswa yang
berada di semester 2 sedang mengalami proses adaptasi dan diharapkan pada
tingkat awal para mahasiswa tersebut dapat mencegah atau memperbaiki
perilakunya yang menunda-nunda. Dengan demikian, mahasiswa semester 2 yang
berhasil mengatasi masalah prokrastinasi akademik dapat mengalami kelancaran
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusah masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Seberapa tinggikah tingkat prokrastinasi akademik pada Mahasiswa Program
Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Angkatan 2013, Semester 2?
2. Item-item mana saja dalam kuesioner prokrastinasi akademik terindetifikasi
tinggi yang berdampak implikatif pada topik yang dapat diusulkan untuk
program bimbingan belajar pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2013, Semester
2?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan tingkat prokrastinasi akademik pada Mahasiswa
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta Angkatan 2013, Semester 2.
2. Mengidentifikasikan Item-item mana saja dalam kuesioner prokrastinasi
akademik terindetifikasi tinggi yang berdampak implikatif pada topik yang
dapat diusulkan untuk program bimbingan belajar pada Mahasiswa
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma
D. MANFAAT PENELITIAN
Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap muncul beberapa
manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap
pengembangan pengetahuan mengenai perilaku menunda-nunda atau
prokastinasi dan sebagai wacana untuk membuat program penanganan
prokrastinasi oleh Program Studi Bimbingan dan Konseling.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yaitu:
1) Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur yang dapat digunakan
oleh Prodi untuk melihat seberapa tinggi tingkat prokrastinasi yang
ada dalam diri mahasiswa semester 2.
2) Prodi dapat menentukan langkah-langkah yang dapat diberikan kepada
mahasiswa semester 2 untuk dapat mengurangi bahkan menghilangkan
perilaku menunda-nunda yang ada dalam diri mahasiswa.
b. Bagi Mahasiswa semester 2 Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma:
1) Melalui hasil penelitian ini, mahasiswa dapat mengetahui seberapa
2) Mahasiswa dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan
prokrastinasi yang ada dalam diri mahasiswa setelah mendapatkan
bimbingan belajar dari topik yang telah diusulkan dalam penelitian ini.
E. BATASAN ISTILAH
Adapun batasan istilah dalam penelitian ini yaitu:
1. Mahasiswa aktif adalah pelajar yang berada pada strata tertinggi dalam
jenjang pendidikan yang sedang berada pada Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2013,
Semester 2 serta tidak sedang dalam masa cuti maupun tidak berstatus
sebagai mahasiswa nonaktif.
2. Prokrastinasi akademik adalah kebiasaan mengerjakan hal-hal lain yang
lebih menyenangkan diri sendiri terlebih dahulu dari pada mengerjakan
tugas-tugas akademik dan dilakukan secara sengaja.
3. Program Bimbingan Belajar adalah suatu rangkaian kegiatan yang
diberikan kepada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2013, Semester untuk
11 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada Bab ini dipaparkan hakikat mahasiswa, prokrastinasi akademik serta rancangan bimbingan kelompok sebagai usulan kegiatan sebagai salah satu manfaat penelitian ini.
A. MAHASISWA
1. Definisi Mahasiswa
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Kamisa, 1997),
bahwa mahasiswa merupakan individu yang belajar di perguruan tinggi.
Montgomery dalam Papalia dkk (2007) mengatakan bahwa perguruan tinggi
atau universitas dapat menjadi sarana atau tempat untuk seorang individu
dalam mengembangkan kemampuan intelektual, kepribadian, khususnya
dalam melatih keterampilan verbal dan kuantitatif, berpikir kritis dan moral reasoning.
Mahasiswa dalam perkembangannya berada pada kategori remaja
akhir yang berada dalam rentang usia 18-21 tahun. Menurut Papalia, dkk
(2007), usia ini berada dalam tahap perkembangan dari remaja atau
adolescence menuju dewasa muda atau young adulthood. Pada usia ini, perkembangan individu ditandai dengan pencarian identitas diri, adanya
pengaruh dari lingkungan, serta sudah mulai membuat keputusan terhadap
Selain hal tersebut di atas, mahasiswa merupakan satu golongan
dari masyarakat yang mempunyai dua sifat, yaitu manusia muda dan calon
intelektual, Sebagai manusia muda, mahasiswa seringkali tidak mengukur
resiko yang akan menimpa dirinya. Sebagai calon intelektual, mahasiswa
harus mampu berpikir kritis terhadap kenyataan sosial. Mahasiswa adalah
individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu yang ditempuhnya secara
mantap, dimana didalam menjalani serangkaian kuliah itu sangat dipengaruhi
oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri, karena pada kenyataannya diantara
mahasiswa ada yang sudah bekerja atau disibukkan oleh kegiatan organisasi
kemahasiswaan. (Djojodibroto, 2004)
2. Ciri-ciri Mahasiswa
Dalam bukunya, Kartono (1985) menjelaskan bahwa mahasiswa
merupakan anggota masyarakat yang mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan
tinggi, sehingga dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.
b. Mahasiswa diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai pemimpin
yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun
dalam dunia kerja.
c. Mahasiswa juga diharapkan dapat menjadi daya penggerak yang
dinamis bagi proses modernisasi.
d. Mahasiswa diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga
B. PROKRASTINASI AKADEMIK 1. Definisi Prokrastinasi Akademik
Prokrastinasi yang dalam bahasa Inggris disebut procrastination
berasal dari kata bahasa Latin procrastinare. Kata procrastinare merupakan dua akar kata yang dibentuk dari awalan pro yang berarti mendorong maju atau bergerak maju, dan akhiran crastinus yang berarti keputusan hari esok. Jadi, secara harfiah, prokrastinasi berarti menangguhkan atau menunda sampai
hari berikutnya (DeSimone dalam Ferrari dkk., 1995: 4).
Sementara itu, Solomon & Rothblum (1984: 503) mengatakan: “Procrastination, the act of needlessly delaying tasks to the point of experiencing subjective discomfort, is an all-too-familiar problem”. Pernyataan ini menjelaskan bahwa suatu penundaan dikatakan sebagai
prokrastinasi apabila penundaan itu dilakukan pada tugas yang penting,
dilakukan berulang-ulang secara sengaja, menimbulkan perasaan tidak
nyaman, serta secara subyektif dirasakan oleh seorang prokrastinator. Dalam
kaitannya dengan lingkup akademik, prokrastinasi dijelaskan sebagai perilaku
menunda tugas-tugas akademis (seperti: mengerjakan PR, mempersiapkan diri
untuk ujian, atau mengerjakan tugas makalah) sampai batas akhir waktu yang
tersedia.
Meskipun perilaku prokrastinasi adalah fenomena umum dan
cara yang dapat diterima oleh semua pihak. Jika semua definisi dibandingkan,
maka sering terlihat bahwa definisi-definisi tersebut mencakup tindakan dan
perilaku yang mempengaruhi efektivitas individu dengan cara yang negatif.
Selain adanya keragaman definisi prokrastinasi, prokrastinasi tidak
selalu diartikan sama dalam lingkup budaya dan bahasa manusia. Misalnya,
bangsa Mesir Kuno mengartikan prokrastinasi dengan dua arti. Pertama, prokrastinasi diartikan sebagai kebiasaan yang berguna untuk menghindari
pekerjaan yang tidak terlalu penting dan usaha yang impulsif. Kedua, prokrastinasi dianggap sebagai kebiasaan berbahaya akibat kemalasan dalam
menyelesaikan suatu tugas yang penting untuk nafkah hidup, seperti
mengerjakan ladang ketika waktu menanam sudah tiba (Ferrari dkk., 1995: 4).
Berdasarkan pengertian prokrastinasi dari beberapa ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik adalah suatu kecenderungan
seseorang untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan tugas-tugas
akademik penting secara berulang-ulang dan dilakukan secara sengaja.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Prokrastinasi Akademik
Bernad (Catrunada, 2008) mengemukakan sepuluh faktor yang
mempengaruhi munculnya prokrastinasi. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Kecemasan atau emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai
dengan kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut.
kecemasan seperti konflik dan rasa frustasi, ancaman fisik, ancaman
terhadap harga diri dan tekanan melakukan sesuatu diluar
kemampuan dapat menjadi faktor penyebab timbulnya prokrastinasi.
b. Self-depreciation
Dalam situasi ini, seseorang memiliki penghargaan yang rendah atas
dirinya dan selalu menyalahkan dirinya ketika terjadi kesalahan dan
kurang percaya diri untuk mendapatkan masa depan yang cerah.
Keadaan ini membuat sebagian orang tidak bergairah mengerjakan
segala hal yang akhirnya berdampak pada timbulnya prokrastinasi.
c. Toleransi yang rendah terhadap ketidaknyamanan.
Maksud dari pernyataan di atas adalah adanya kesulitan terhadap
tugas yang dikerjakan membuat seseorang mengalami kesulitan untuk
mentoleransi rasa cemas dan frustasi sehingga mereka menghindari
diri dari tugas-tugas yang membuat mereka merasa tugas tersebut
dapat mengurangi kenyamanan.
d. Mencari kesenangan.
Seseorang yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau
melepaskan situasi yang membuat nyaman tersebut. Jika
seseorang memiliki kecenderungan yang tinggi dalam mencari
kenyamanan, maka orang tersebut memiliki keinginan kuat untuk
lebih bersenang-senang dari pada melakukan hal yang membuat
dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman.
e. Disorganisasi waktu.
Idealnya, mengatur waktu agar seseorang dapat memperkirakan
dengan baik berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan adalah hal penting untuk hidup teratur.
Namun, pada kenyataannya beberapa orang merasa sulit untuk
memutuskan apakah pekerjaan itu penting atau kurang penting untuk
dikerjakan sehingga akhirnya melakukan prokrastinasi jika salah
dalam pengambilan keputusan.
f. Disorganisasi Lingkungan
Ketidakteraturan lingkungan dapat menjadi salah satu sebab adanya
prokrastinasi. Ketidakteraturan yang dimaksud dalam hal ini adalah
keadaan lingkungan yang memiliki banyak gangguan sehingga
membuat seseorang susah untuk berkonsentrasi, seperti adanya kertas
dimana-mana, alat yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu tugas
tidak tersedia dan banyak hal lain yang ada di lingkungan dan sifatnya
mengganggu seseorang dalam penyelesaian tugasnya.
g. Pendekatan yang lemah terhadap tugas
Pendekatan yang lemah terhadap tugas adalah ketidak mampuan
seseorang untuk mengetahui dari mana ia harus memulai pekerjaan.
Pada situasi seperti ini, seseorang tersebut mengalami kebingungan
yang seharusnya ia kerjakan.
h. Kurangnya kemampuan seseorang untuk berkata tidak.
Dalam situasi ini, seseorang merasa kesulitan untuk menolak jika
diminta untuk mengerjakan hal lain diluar jadwal yang sudah dibuat.
Akhirnya pekerjaan yang semula sudah direncanakan akhirnya harus
ditunda karena harus mengerjakan hal yang tidak dapat ia tolak.
i. Permusuhan terhadap orang lain.
Adanya kemarahan atau dendam yang berlebihan terhadap seseorang
yang dianggap musuh akan mempengaruhi cara seseorang dalam
menyelesaikan pekerjaan yang berhubungan dengan orang tersebut.
Hal ini dapat menjadikan seseorang menunda pekerjaan yang
berhubungan dengan musuhnya tersebut.
j. Perasaan tertekan atau kelelahan.
Dalam situasi tertekan atau kelelahan, seseorang akan cenderung
mengabaikan tugas yang seharusnya dikerjakan karena banyaknya
tenaga yang terbuang sebelumnya.
3. Jenis Prokrastinasi Akademik
Ferrari (Yemima Husetiya, 2010: 6), membagi prokrastinasi
berdasarkan fungsi. Berdasarkan fungsinya, prokrastinasi dibagi menjadi dua
jenis yaitu:
Penundaan jenis ini tidak memiliki tujuan, dan akan berakibat buruk
dan menimbulkan masalah. Prokrastinator jenis ini, biasanya
menggunakan alasan-alasan untuk melakukan penundaan. Alasan
tersebut dibagi menjadi dua yaitu:
1) Decisional procrastination
Menurut Ferrari (M. N. Ghufron 2003: 18), prokrastinasi
dilakukan sebagai suatu bentuk coping yang ditawarkan untuk menyesuaikan diri dalam pembuatan keputusan pada
situasi yang dipersepsikan penuh stress. Jenis prokrastinasi
ini terjadi akibat kegagalan dalam identifikasi tugas, yang
kemudian menimbulkan konflik dalam diri individu,
sehingga akhirnya seseorang menunda untuk memutuskan
sesuatu. Decisional procrastination berhubungan dengan kelupaan atau kegagalan proses kognitif, akan tetapi tidak
berkaitan dengan kurangnya tingkat intelegensi seseorang.
2) Behavioral atau avoidance procrastination
Menurut Ferrari (M. N. Ghufron, 2003: 19), penundaan
dilakukan dengan suatu cara untuk menghindari tugas yang
dirasa tidak menyenangkan dan sulit untuk dilakukan.
Prokrastinasi dilakukan untuk menghindari kegagalan dalam
menyelesaikan pekerjaan, yang akan mendatangkan nilai
sehingga seseorang menunda untuk melakukan sesuatu yang
nyata yang berhubungan dengan tugasnya.
b. Prokrastinasi yang fungsional (functional procrastination)
Penundaan yang disertai alasan yang kuat, mempunyai tujuan pasti
sehingga tidak merugikan, bahkan berguna untuk melakukan suatu
upaya konstruktif agar suatu tugas dapat diselesaikan dengan baik.
4. Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik
Menurut Burka & Yuen (1983: 16), seorang prokrastinator
memiliki karakteristik-karakteristik tertentu, yang disebut sebagai “kode prokrastinasi”. Kode prokrastinasi ini merupakan cara berpikir yang dimiliki oleh seorang prokrastinator, yang dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang tidak
realistis sehingga memperkuat prokrastinasi yang dilakukannya, meskipun
mengakibatkan frustrasi. Kode-kode prokrastinasi tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Kurang percaya diri
Individu yang menunda biasanya berjuang dengan perasaannya yang
kurang percaya diri dan kurang menghargai diri sendiri. Individu yang
demikian ini kemungkinan ingin berada pada penampilan yang bagus
sehingga menunda. Prokrastinator merasa tidak sanggup menghasilkan
sesuatu dan terkadang menahan ide-ide yang dimilikinya karena takut
b. Perfeksionis
Prokrastinator merasa bahwa segala sesuatunya itu harus sempurna.
Lebih baik menunda daripada bekerja keras dan mengambil resiko
kemudian dinilai gagal. Prokrastinator akan menunggu sampai dirasa
saat yang tepat bagi dirinya untuk bertindak agar dapat memperoleh
hasil yang sempurna.
c. Tingkah laku menghindari
Prokrastinator menghindari tantangan. Segala sesuatu yang
dilakukannya, bagi prokrastinator seharusnya terjadi dengan mudah
dan tanpa usaha.
Ferrari dkk., (1995: 16) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku
penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam
indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati ciri-cirinya, yaitu:
a. Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas
yang dihadapi.
Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang
dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan
tetapi dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau
menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah
mulai mengerjakan sebelumnya.
Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih
lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam
mengerjakan suatu tugas. Seorang prokratinator menghabiskan waktu
yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan,
maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam
penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu
yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan
seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai.
Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan
suatu tugas, dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi
akademik.
c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.
Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Seorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam
memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana yang telah dia tentukan sendiri. Seseorang mungkin
telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang
telah ia tentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba dia tidak juga
melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga
menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan
d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada
melakukan tugas yang harus dikerjakan.
Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan
tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk
melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan
mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku
cerita lainnya), nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan
sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk
mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya.
5. Aspek-aspek Prokrastinasi Akademik
Solomon dan Rothblum (1984) menyebutkan lima area akademik
untuk melihat jenis-jenis tugas yang sering tidak dikerjakan oleh pelajar. Area
akademik ini akan menjadi aspek dalam penelitian ini. Adapun kelima area
akademik tersebut, yaitu :
a. Membuat makalah/paper.
Tugas membuat makalah meliputi penundaan melaksanakan kewajiban
atau tugas-tugas menulis, misalnya menulis makalah, laporan, atau tugas
mengarang lainnya.
b. Belajar menghadapi ujian.
Penundaan belajar untuk menghadapi ujian mencakup misalnya ujian
c. Membaca buku penunjang perkuliahan
Penundaan tugas membaca meliputi membaca buku atau referensi yang
berkaitan dengan tugas akedemik yang diwajibkan.
d. Tugas-tugas administratif penunjang proses perkuliahan
Penundaan tugas-tugas administatif, seperti menyalin catatan,
mendaftarkan diri dalam presensi kehadiran, daftar peserta praktikum dan
sebagainya.
e. Menghadiri pertemuan berkaitan dengan proses perkuliahan.
Penundaan menghadiri pertemuan maupun keterlambatan misalnya,
menghadiri perkuliahan, praktikum dan pertemuan-pertemuan lainnya.
C. PROGRAM BIMBINGAN KELOMPOK RAGAM BELAJAR DENGAN
TOPIK “STOP PROCRASTINATION”
1. Definisi Bimbingan Kelompok
Ada beberapa definisi bimbingan menurut para ahli. Salah satu
definisi tersebut adalah menurut Winkel (2004: 548), dijelaskan bahwa
Bimbingan kelompok adalah bukan suatu himpunan individu-individu yang karena satu alasan tergabung bersama, melainkan suatu satuan atau unit orang yang mempunyai tujuan yang ingin dicapai bersama, berinteraksi, dan berkomunikasi secara intensif satu sama lain pada waktu berkumpul, saling tergantung dalam proses kerja sama, dan mendapat kepuasan pribadi dari interaksi psikologis dengan seluruh anggota yang tergabung dalam satuan itu.
Bimbingan kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam
kelompok itu memberi dorongan dan motivasi kepada individu untuk
mengubah diri dengan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki secara
optimal, sehingga mempunyai konsep diri yang lebih positif.
Dengan demikian bimbingan kelompok adalah proses pemberian
informasi dan bantuan yang diberikan oleh seorang yang ahli (guru