• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Film Lovely Man Dalam Unsur Pemaknaan Semiotik Charles Sanders Peirce

Penelitian ini bertujuan mengetahui tanda-tanda bagaimana waria direpresentasikan sebagai seorang Ayah dalam film Lovely Man. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya pada bagian metodologi, peneliti akan menggunakan analisis semiotik dari Charles Sanders Peirce. Dalam prosesnya, peneliti akan mengawali dengan menghubungkan adegan pada setiap scene film Lovely Man.

Gambar 4.4

Ipuy : “ssttt kenapa loe,kalau gak biasa malem-malem di jalan gak usah,

-kenapa loe ? masuk angin ?

-loe udah makan belum ? makanya kalau makan, Makan nasi jangan makan angin"

-sini ikut gue loe, sini !!! Frame 1-2 [00:19:08 s/d 00:19:55

Bertanya dan mencari tahu (sign)

Dalam gambar 4.4 diatas nampak Cahaya merasa mual dan ingin muntah, tergambar dengan raut wajah Cahaya yang menunjukan rasa tidak nyaman terhadap keadaan tubuhnya. Melihat kondisi Cahaya yang seperti itu, secara spontan Ipuy sebagai object menunjukan reaksi kepeduliannya terhadap Cahaya dengan tanda (sign) bertanya dan mencari tahu mengapa Cahaya berperilaku demikian dan akhirnya mengajak Cahaya untuk ikut dengannya pergi ke Rumah Makan terdekat. Interpretasi tanda tersebut tergambar melalui cara ipuy memposisiskan dirinya sebagai figur seorang ayah. Menurut Olen dalam E.H Tambunan mengatakan bahwa peran seorang ayah yang baik akan mengasuh dan memelihara anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Bentuk perhatian orang tua dalam hal ini ayah, secara reflektif akan menggunakan bahasa sebagai bentuk komunikasi untuk menunjukan rasa kepedulian orang tua terhadap kondisi anaknya. Penggunaan bahasa sebagai saran komunikasi ini juga akan menuntun pemikiran remaja Memberikan perhatian (Object) Orang tua (Ayah) akan mencari

tahu kondisi anaknya ketika mengetahui ada yang tidak beres terhadap kondisi anaknya dengan

melakukan komunikasi

bahwa orang tua pun pasti memiliki kepedulian terhadap dirinya. Secara, pemikiran remaja yang lebih bersifat egosentris dimana remaja mempunyai keyakinan bahwa orang lain akan memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dirinya sendiri.72

Gambar 4.5

-Ipuy : Gue mau nyanyi nih tapi harus pake suara laki-laki, mau lagu apa ?

-Cahaya : Aku ingetnya bapak nyanyinya kalau gak salah bintang kecil deh

-Ipuy : bintang kecil bintang besar gue bisa

72

Santrock, John W. 1995. Perkembangan masa hidup jilid 2..terjemahan oleh Juda Damanika & Ach Chusairi. Jakarta: Erlangga.

Frame 3 dan 4 [00:35:20 s/d 00:36:53

Menyanyi (Sign)

Orang tua akan menghibur anaknya agar kembali ceria dan menambah kedekatan hubungan (Interpretant) Menghibur (Object)

Pada Gambar 4.5 Ipuy mencoba menghibur Cahaya dengan menyanyikan lagu Bintang kecil dan memainkan alat musik ukelele.73 Latar set yang digunakan pada scene ini mengambil tema disebuah warung makan kecil didalam pasar dengan lampu yang sedikit temaram sehingga memberikan kesan dramatis. Jika dirunut menurut tabel pemaknaan Berger pengambilan gambar pada scene ini menggunakan teknik Long shoot

dimana teknik ini digunakan untuk memberikan kesan hubungan sosial antar pemain didalamnya.

Dalam dialog percakapan yang dilakukan oleh Ipuy dengan Cahaya, Terdapat dialog Ipuy harus menggunakan suara laki-lakinya untuk menghibur cahaya dengan kalimat penegasan “Gue mau nyanyi tapi harus

pake suara laki-laki” penekanan pada kata “harus” tersebut merupakan

tanda (Sign) Ipuy mengisyaratakan dirinya sebagai seorang laki-laki yang harus memiliki suara berat dan menandakan dirinya merupakan sosok yang maskulin.

Suara sendiri dihasilkan dari getaran pita suara ketika manusia berbicara atau mengeluarkan suara. Kemampuan getaran suara tersebut berbeda-beda pada setiap orang. Pada tubuh pria terdapat 3 pembagian suara yang menjadi ciri khas pria yaitu Tenor untuk suara tinggi, Bariton

untuk suara sedang dan Bass untuk suara rendah. Salah satu karakter suara yang menonjolkan kesan bertenaga dan Jantan adalah suara Tenor.74

73

Ukulele : Alat musik petik sejenis gitar berukuran kecil,dan merupakan alat musik asli Hawaii

www.oocities.com/-ukulele/history.html diakses 25 Agustus 2015 pukul 23:25 WIB 74

Pada film ini Ipuy harus menanggalkan suara Tenornya dan mengganti dengan suara Alto yang lebih feminis ketika dengan komunitas warianya ataupun saat melakukan percakapan dengan pelanggan, Namun pada scene ini karakter wibawa Ayah kembali diangkat melalui tanda dengan dialog penegasan “Harus Pake Suara Laki-Laki” pada saat Ipuy (Objek) mencoba menghibur Cahaya.

Interpretasi yang dihadirkan disini menunjukan bahwa Ipuy mampu menghibur Cahaya dengan cara Ia bernyanyi. Salah satu peran seorang ayah yang dikemukakan oelh Mc. Adoo adalah dengan menjadi penyedia dan pemberi fasilitas hiburan serta rasa aman pada anak. Hal ini sesuai dengan Teori yang dikemukanan oleh Mc. Adoo dalam Christianawati (2008) bahwa seorang Ayah harus mampu menjadi

Provider (penyedia dan pemberi fasilitas) dan Protector (pemberi perlindungan) terhadap anaknya dengan memberikan suasana yang nyaman dan aman.

Gambar 4.6

Pada Gambar 4.6 Ipuy memeluk/mendekap Cahaya ketika Cahaya bercerita secara emosional dan menjelaskan kepada Ipuy mengapa Ia harus menemuinya. Secara reflektif Ipuy langsung merangkul Cahaya sebagai respon bentuk kepeduliannya agar Cahaya tenang. Sedangkan pada frame selanjutnya setelah Cahaya meluapkan emosinya Ipuy mengajak Cahaya menemui teman-teman komunitasnya dan memperkenalkan Cahaya pada teman-temannya. Pada Scene tersebut terlihat Cahaya merasa nyaman dan memperlihatkan perasaannya dengan tersenyum saat Ipuy membelai rambut Cahaya.

Bentuk sign Ipuy menunjukan kepedulian Ia terhadap Cahaya dengan cara memeluk dan membelai rambut cahaya yang merupakan sebuah pesan bahwa Ia merasa peduli terhadap keadaan anaknya. Interpretasi yang timbul dalam scene ini ditunjukan melalui adegan saling berpelukan hal ini menunjukan bagaimana kedekatan orang tua terhadap anaknya. Menurut Psikolog Melly Puspita Sari, Psi,M, NLPm sekaligus

Dekapan dan membelai (Sign)

Ipuy mendekap dan membelai rambut Cahaya mengisyaratkan Ia tahu bagaimana perasaan Cahaya dan apa yang harus dilakukan saat itu (Interpretant) kepedulian (Object)

penulis buku “The Miracle Of Hug” mengatakan bahwa manusia membutuhkan sentuhan fisik. Pelukan memiliki dampak yang luar biasa dalam memberi ketenangan dan perasaan disayang. Pelukan juga mempengaruhi munculnya perasaan penuh kasih sayang untuk kita berikan kepada sesam.75

Selain memberi dampak ketenangan dan perasaan disayang psikolog seperti Edward R. Christopherson, Ph.D dalam penelitiannya mengatakan pelukan jauh lebih efektif dari pada pujian atau ucapan sayang karena membuat anak merasa dicintai dan dihargai.76

Komunikasi yang dibagun pada scene ini Teddy selaku sutradara merepresentasikan bahwa orang tua (Ayah) tidaklah harus hanya sekedar memberi nasehat melalui wicara (verbal) melainkan komunikasi dalam bentuk non verbal akan jauh lebih efektif untuk menananamkan ikatan emosional yang lebih dalam.

Gambar 4.7

75

http://www.detik.com/wolipop/read/2013/10/18/180712/2389655/857/ayo-berpelukan-anak-yang-sering-dipeluk-orangtua-bisa-jadi-lebih-cerdas diakses 16 Mei 2015 Pukul 10:56 WIB 76

Ibid

- Ipuy : “Intinya adalah kamu jangan pernah kabur dari

masalah,jangan kamu ulangi kesalahan orang tua kamu, penyesalan itu pasti datang terakhir. Bapak tahu kok bapak salah, bapak juga bukan jadi orang tua yang bener. Mana pernah bapak jadi orang tua, bukan berarti bapak harus jadi seperti kamu atau kamu jadi seperti

bapak, Kamu adalah kamu.”

Pada Gambar 4.7 Ipuy dan Cahaya berjalan menyusuri lorong jalan raya di kawasan Taman Lawang dimana mereka melakukan perbincangan selayaknya orang tua dan anak. Dalam dialog percakapan tersebut Ipuy memberikan nasehat agar Cahaya tidak lari dari masalah dan tidak mengulangi kesalahan orang tua Cahaya yang memilih untuk berpisah dan tidak menyelesikan masalah yang dihadapi. Hal tersebut diperkuat dengan dialog .

Jangan kamu ulangi kesalahan orang tua kamu, penyesalan itu pasti datang terakhir”.

Nasehat (Sign)

Konsultasi merupakan cara orang tua untuk memberikan nasehat kepada anak dan memberikan pesan moral didalamnya (Interpretant) Konsultasi (Object)

Ipuy sendiri menyadari dirinya bukanlah sosok orangtua yang

dapat menjadi panutan dengan diperkuat dialog “Bapak tahu kok bapak salah, bapak juga bukan jadi orangtua yang bener.” Namun pada dasarnya orang tua adalah panutan bagi anak-anaknya karena orang tua adalah model utama bagi pendidikan anak. Olen (1987) dalam E.H Tambun mengatakan bahwa peran orang tua terutama Ayah sangatlah penting karena selain sebagai pembuat keputusan (Decision Maker)seorang Ayah menjadi tempat bertanya maupun meminta pendapat serta saran atas perilaku anak-anaknya. Seorang ayah pun dapat juga menjadi teman dialog layaknya sahabat untuk berkeluh kesah dan saling berbagi pengalaman hidup.

Pada gambar 4.7 meskipun Ipuy adalah seorang transgender, sikap dan perilaku Ia sebagai ayah tidak lantas hilang. Hal ini diperlihatkan melalui Sign saat Ipuy memberi nasehat kepada Cahaya dan memberikan keyakinan pada Cahaya agar bisa menjadi diri sendiri dan tidak terbayangi oleh perilaku orangtuanya

Bukan berarti bapak harus jadi seperti kamu atau kamu jadi seperti bapak, Kamu adalah kamu.”

Interpretasi dalam scene ini menunjukan bahwa nilai budaya patriaki masih menempatkan laki-laki sebagai otoritas utama atau pemeran utama dalam organisasi sosial. Konsep ini mencetuskan pemikiran bahwa seorang pemimpin harus laki laki, seorang kepala keluarga harus laki-laki ataupun laki-laki merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga, dan

melanggengkan eksistensi dominasi laki-laki dalam ranah publik. Tak hanya itu, konsep patriarki juga mengandung tuntutan bagi laki-laki untuk menjadi sosok yang tangguh, kuat, dan selalu menjadi yang terdepan.77 Seorang laki-laki terutama ayah memiliki otoritas untuk mendidik serta mengarahkan perilaku anak. Ipuy yang notabene adalah laki-laki tetap digambarkan sebagai sosok laki-laki yang mampu memberi keputusan dan mengeksistensikan dominasi laki-lakinya dengan menyebut dirinya

sebagai “Bapak”.

Gambar 4.8

Ipuy : "Iya dia udah tidur, dia pasti capek. kenapa kamu bolehin dia dateng kesini ? saya belum siap buat jadi bapak. Itu menurut kamu. Terlalu banyak saya mengecewakan orang. saya gak mau mengecewakan anak saya sendiri. Kamu jangan terlalu keras dengan dia, dia sedang ketakutan. Udahlah kamu gak usah kuatir. Dia pasti akan cerita kekamu. yah besok juga dia pulang kok

77

http://www.kongko.co/melawan-budaya-patriarki/ diakses Rabu 20 Mei 2015 Pukul 12:57 WIB Frame 8 [01:03:46 s/d 01:04:32]

Pada gambar 4.8 Ipuy menghubungi mantan istrinya (Ibu Cahaya) dan memberitahukan bahwa Cahaya sedang bersama dirinya. Dimana tanda (sign) yang menunjukan bahwa Ia masih mendominasikan dirinya sebagai laki-laki terdapat pada dialog

“Saya belum siap buat jadi bapak”

Kalimat diatas diarahkan kepada Ipuy oleh Ibu Cahaya saat Ipuy sedang mengubungi mantan Istrinya tersebut via telepon genggam. Hal ini diperkuat pada dialog “Itu menurut kamu”. Yang mengisyaratkan bahwa Ibu Cahaya selaku perempuan masih menganggap bahwa Ipuy adalah sosok laki-laki yang bertanggung jawab terhadap anaknya dan selalu siap sedia ketika keluarga membutuhkan dirinya. Sebagai sosok laki-laki Ipuy memiliki sifat egosentris yang kuat terhadap prinsip hidupnya. Sifat tersebut disimbolkan pada kalimat :

“Saya gak mau mengecewakan anak saya sendiri”. Penekanan Suara (Sign)

Tegas (Object) Tegas adalah sifat dasar yang ada pada laki-laki, sehingga laki-laki yang tegas baik tegas dalah hal bicara maupun prinsip hidup dianggap sebagai ciri laki-laki maskulin . (Interpretant)

Interpretasi yang menunjukan Ipuy adalah seorang laki-laki dan figur ayah adalah saat Ipuy kembali menegaskan kepada istrinya bahwa Cahaya akan aman dan baik-baik saja dengan melontarkan kalimat

“Udahlah kamu gak usah kuatir. Dia pasti akan cerita kekamu.”

Kata “udahlah” yang berasal dari kata “sudah” menandakan bahwa dengan keberadaan Ipuy sebagai sosok Ayah saat ini akan memberikan rasa yang jauh lebih aman dibanding saat Cahaya harus berada diluar sendirian. Representasi figur ayah pada scene ini menunjukan bahwa bagaimanapun kondisi psikis laki-laki, Ia akan tetap menunjukan dirinya sebagai seorang yang dominan dibanding perempuan meskipun orientasi seksual yang ia miliki berbeda dengan orientasi seksual dari kebanyakan pria umumnya.

Penggunaan nada yang tinggi dan sikap yang memudahkan segala sesuatu dijadikan tanda sebagai sifat dasar laki-laki. Ipuy yang merupakan seorang waria ketika berhadapan dengan prinsip hidup maka sifat ketegasan yang menjadi dasar laki-laki kembali dimunculkan melalui Intonasi suara yang tegas.

Gambar 4.9

Pada gambar 4.9 Cahaya mencium tangan ayahnya di peron stasiun, sebagai bentuk perpisahan Cahaya terhadap Ipuy yang dilanjutkan dengan adegan memeluk diantara keduanya sambil meneteskan air mata. Berdasarkan tabel pemaknaan Berger pengambilan gambar dengan teknik

medium shoot pada gambar diatas menggambarkan hubungan personal yang intim diantara keduanya.

Sosok Cahaya yang mencium tangan Ipuy menandakan bentuk suatu penghormatan anak kepada orang tua. Object dalam hal ini Ipuy mendapatkan bentuk penghormatan sebagai figur ayah oleh anaknya dengan cara dicium tangannya oleh Cahaya. Dalam konteks budaya patriaki, laki-laki sebagai pemangku kekuasaan tertinggi memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan dari perempuan terlebih anaknya sendiri. Di Indonesia mencium tangan merupakan bentuk penghormatan kalangan muda kepada orang yang lebih tua dengan cara memegang tangan dan mencium tangan tersebut sambil menunduk sedangkan pada

Cium tangan (Sign)

mencium tangan merupakan budaya sopan santun sebagai bentuk penghormatan anak terhadap orang tua (interpretant) Dihormati (Object)

tradisi jawa mencium tangan dilakukan dengan cara menunduk dan sedikit bersimpuh atau dalam tradisi jawa disebut sungkeman.78

Selain di Indonesia mencium tangan juga dilakukan pada budaya barat namun yang menjadi pembeda adalah mencium tangan disana biasa dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan sebagai bentuk apresiasi akan ketertarikan yang bersifat romantik. Pada budaya patriaki yang lebih mendominasikan pria berada diurutan atas, menganggap pria selayaknya harus mendapat penghormatan dari wanita dengan cara dicium tangannya. Sepertti istri mencium tangan suami, anak laki-laki ataupun perempuan mencium tangan ayah dan ibunya ataupun murid mencium tangan gurunya. Berbeda halnya dengan budaya barat yang menonjolkan kesan romantik antara laki-laki dan perempuan. Di Indonesia cium tangan lebih menonjolkan hubungan menghargai antara kalangan yang muda kepada yang lebih tua.

4.3Pembahasan

4.3.1 Perlawanan Budaya Patriaki Melalui Representasi Waria Sebagai Figur Ayah dalam Film Lovely Man

Setelah tanda-tanda dari film Lovely Man tersebut dianalisis berdasarkan segitiga makna dari Charles Sanders Peirce meliputi sign, object dan interpretant. Berdasarkan hasil analisis maka ditemukan bahwa film Lovely Man menggunakan beberapa tanda

78

http://nunusangpemimpi.blogspot.in/2012/06/tradisi-cium-tangan-memang-paling.html/m=1

untuk merepresentasikan bagaimana figur ayah digambarkan pada sosok waria di film tersebut. Hal ini dapat terlihat pada setiap adegan-adegan yang diperankan oleh para pemain, dialog-dialog yang diucapkan serta teknik pengambilan gambar yang digunakan.

Meskipun kehadiran film Lovely Man tidak terlalu menghebohkan dibandingkan dengan film-film yang mengangkat legitimasi keberadan waria. Film Lovely Man justru mendapat banyak sambutan hangat dan apresiasi luar biasa diluar negeri dengan diraihnya berbagai macam penghargaan internasional

Representasi sendiri adalah istilah yang merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. Representasi ini penting dalam dua hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok atau gagasan tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya. Kata semestinya ini mengacu apakah seseorang atau kelompok itu diberitakan apa adanya ataukah diburukkan.79

Dalam film ini ditemukan simbol-simbol yang merepresentasikan waria sebagai figur ayah serta bagaimana budaya patriaki digambarkan untuk menghadapi hegemoni masyarakat heteronormativitas. Ipuy yang memutuskan untuk menjadi waria sebelumnya adalah sosok pria normal selayaknya masyarakat heteronormativitas pada umumnya, hal ini tergambar

79

pada dialog yang dilakukan Ipuy kepada Cahaya bahwa Ipuy dahulu merupakan buruh bangunan yang tertarik dengan Ibu Cahaya, karena Ia selalu diberi perhatian oleh Ibu Cahaya sehingga Ipuypun tertarik menikahinya dan akhirnya memiliki anak bernama Cahaya. Namun akibat gejolak dalam batinnya akan kebutuhan biologis seksualnya, Ipuy memilih untuk meninggalkan keluarga dan menjadi waria di Jakarta.

Sebagai seorang waria sifat kelaki-lakian Ipuy tidaklah lantas hilang begitu saja. Ketika Cahaya datang menemuinya di Jakarta, sifat feminis warianya pun lama kelamaan semakin menghilang dan muncul karakter laki-laki dewasa yang sadar bahwa dirinya memiliki beban tanggung jawab apalagi sebagai seorang ayah. Salah satu bentuk tanggung jawab Ipuy sebagai seorang ayah sebelum bertemu dengan Cahaya adalah tetap menafkahi kelurganya seperti membiayai sekolah cahaya dan rajin mengirimi uang kepada Ibu Cahaya.

Ciri figur seorang ayah dalam film ini terlihat ketika sang anak memilki sebuah masalah dalam hidupnya sehingga Ipuy sekaligus seorang ayah harus bertindak dan menjadi problem solved bagi Cahaya. Menurut Olen (1987) dalm E.H Tambunan menjelaskan selain sebagai problem solved seorang ayah juga berperan untuk menjadi seorang pengasuh yang menyayangi dan memelihara anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, seorang

ayah juga memiliki peran sebagai penguasa atas segala tingkah laku anaknya untuk mendidik dan mengarahkan perilaku, sebagai konsultan dan teman dialog seorang ayah dapat menjadi teman bertanya ataupun meminta pendapat serta saran bagi anak-anaknya.80

Pada konteks budaya Patriaki masyarakat masih menggunakan sistem pengelompokan masyarakat sosial berdasarkan garis keturunan laki-laki atau biasa disebut dengan patrilineal. Patrilineal sendiri adalah hubungan keturunan melalui garis keturunan kerabat pria atau bapak.81 Posisi patriaki disini juga menjelaskan dimana masyarakat masih menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki jauh lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Sehingga laki laki yang memiliki ciri feminis akan terdiskriminasikan akibat dari determinasi dominasi laki-laki.

4.3.2 Hegemoni Masyarakat Heteronormativitas Melalui Representasi Waria Sebagai Figur Ayah dalam Film Lovely Man

Waria jika dilihat berdasarkan budaya patriaki dan patrilineal seharusnya berada pada kedudukan yang lebih tinggi selayaknya posisi laki-laki di masyarakat. Namun akibat dari

80

Natalia, Op. Cit hal : 31 81

hegemoni masyarakat terhadap heteronormativitas yang mengklasifikasikan seseorang hanya berdasarkan ketertarikan seksual menyebabkan garis patrilineal menjadi samar. Heteronormativitas atau sering disebut heteronormatif adalah sebuah pandangan, pola pikir, kerangka tindakan berbasis heteroseksis (hubungan romantis-seksual laki-laki dengan perempuan) yang menyebabkan bias pendapat.

Bias pendapat akibat heteronormatif ini justru melahirkan aturan-aturan yang seksis antara laki-laki dan perempuan seperti mengatur cara berpakaian, diskriminasi, stereotype, stigmatisasi terhadap gender tertentu hingga pendiskriminalisasi orientasi seksual. Ipuy dalam film Lovely Man merepresentasikan dirnya bagaimana posisi waria mengalami diskriminasi sosial ataupun seksual, seperti saat Ipuy berada di rumah makan ataupun saat berhadapan dengan para preman.

Padahal jika ditelisik pada ranah patrilineal ipuy tetaplah laki-laki dan seharusnya diposisikan selayaknya masyarakat hetero lainnya. Scene-scene serta dialog Ipuy kepada Cahaya juga digambarkan bahwa waria juga memiliki kehidupan seksual yang normal sebelum memilih untuk menjadi seorang waria. Selain itu film ini juga merepresentasikan bagaimana bentuk perlawanan ideologis masyarakat hetereo bahwa waria dapat menjadi sosok

maskulin meskipun terbalut dengan sifat feminis yang Ia pilih melalui figur sebagai seorang ayah.

Sebagai seorang ayah dan suami Ipuy juga memiliki kuasa penuh atas segala tindakan terhadap masa depan keluarganya termasuk memberi keputusan untuk bercerai dan memperingati Cahaya agar tidak menemuinya kembali. Mantan istri Ipuy pun secara tersirat melalui percakapan telepon genggam dengan Ipuy masih menganggap Ipuy adalah seorang laki-laki normal sehingga Ia mengizinkan Cahaya untuk pergi menemui ayahnya. Meskipun Ipuy memiliki sifat maskulin beberapa orang yang terlibat dalam cerita film ini masih menganggap bahwa Ipuy sebagai salah satu kelompok abnormal diluar masyarakat hetero sehingga Ipuy masih terdiskriminasikan dikarena pola pokir masyarakat hetero yang masih berfikir kaum waria adalah sosok yang lemah selayaknya perempuan.

BAB V

Penutup

5.1 Kesimpulan

Lovely Man adalah film produksi Karuna Picture yang didanai oleh Investasi Film Indonesia (IFI). Meskipun Teddy Soeratmadja sebagai sutradara dalam film ini menyatakan bahwa film ini adalah film yang lahir dari keterbatasan, baik sumber daya manusia maupun peralatannya namun film ini justru mampu membawa nama dan para pemainnya melangkah di kancah internasional. Lovely Man sendiri mencoba untuk mengangkat sisi lain waria yang lebih humanis, tanpa menyudutkan seseorang yang telah memutuskan untuk menjadi seorang waria.

Dalam film ini peneliti menemukan tanda-tanda bagaimanan waria direpresentasikan sebagai figur ayah serta bagamana figur tersebut dapat menjadi senajata untuk melawan hegemoni masyarakat terhadat heteronormativitas. Tanda-tanda tersebut dianalisis menggunakan semiotik peirce yaitu triangle meaning yaitu Sign, Object, Interpretant. Pada sisi Sign figur seorang ayah terlihat saat Ipuy berbicara dengan Cahaya dimana Ia menggunakan suara laki-lakinya ketimbang suara perempuannya. Pada saat yang lain bentuk Sign yang dihadirkan bahwa Ipuy yang merupakan

Object atau dalam segitiga pemaknaan pierce dikenal dengan konteks

Dokumen terkait