Penelitian dilakukan terhadap anak-anak usia 13 sampai 14 tahun dengan riwayat berat badan lahir normal dan berat badan lahir rendah di Tiga Sekolah Mengenah Pertama di Kota Medan yaitu SMP Negeri I Medan, SMP Swasta Al – Azhar Medan dan SMP Swasta Sultan Iskandar Muda Medan. Penelitian dilakukan dari 7 Juli sampai 7 Agustus 2014.Terdapat 117 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Dari 117 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi terdapat anak dengan riwayat berat badan lahir rendah sebanyak 58 orang (59.57%) dan anak dengan riwayat berat badan lahir normal 59 orang (50.43%) dengan usia kehamilan seluruh sampel adalah cukup bulan. Terdapat anak perempuan lebih banyak dari pada anak laki – laki pada kelompok anak dengan riwayat berat badan lahir normal sebanyak 30 orang anak perempuan dan 29 orang anak laki – laki. Anak laki – laki lebih banyak dari pada anak perempuan pada kelompok anak dengan riwayat berat badan lahir rendah sebanyak 32 orang anak laki – laki dan sebanyak 26 orang. Terdapat indeks masa tubuh dengan rerata 20.36 kg/m2 (SB 1.57) pada anak dengan riwayat berat badan lahir normal dan 20.913 kg/m2 (SB 2.59) pada anak dengan riwayat berat badan lahir rendah.Terdapat lebih banyak anak dengan riwayat jenis persalinan spontan pervaginaam dari pada kelahiran secara operasi pada kedua kelompok, sebanyak 47 orang (79.7%) kelahiran spontan
dan 12 orang (20.3%) kelahiran secara operasi pada kelompok anak dengan berat badan lahir normal. Pada kelompok anak dengan berat badan lahir rendah terdapat 50 orang (86.2%) dengan kelahiran secara spontan pervaginaam dan 8 orang (13.8%) dengan kelahiran secara operasi. Pada kedua kelompok terdapat lebih banyak anak dengan riwayat ASI lebih dari 6 bulan dari pada anak dengan riwayat ASI kurang dari 6 bulan, sebanyak 42 orang (71.2%) mendapatkan ASI lebih dari 6 bulan dan sebanyak 17 orang (28.8%) mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan pada kelompok berat badan lahir normal dan 35 orang (60.3%) mendapatkan ASI lebih dari 6 bulan dan 23 orang (39.7%) mendapatkan ASI kurang dari 6 bulan pada kelompok berat badan lahir rendah. Anak lebih banyak mendapatkan imunisasi lengkap pada kedua kelompok, sebanyak 42 orang (71.2%) mendapatkan imunisasi dasar sesuai usia dan 17 orang (28.8%) tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai usia pada kelompok berat badan lahir normal. Pada kelompok berat badan lahir rendah terdapat 41 orang (70.7%) mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai usia dan sebanyak 17 orang (29.3%) tidak mendapatkan imunisasi dasar sesuai sesuai usia yang lengkap. Dari tingkat pendidikan ayah dijumpai terbanyak tingkat tinggi pada kelompok berat badan lahir rendah yaitu sebesar 37 orang (63.8%). Pada tingkat pendidikan ibu terbanyak tingkat rendah pada kedua kelompok yaitu sebesar 32 orang (54.2%) pada kelompok berat badan lahir normal dan 33 orang (56.9%) pada
kelompok berat badan lahir rendah. Anak lebih banyak berasal dari status ekonomi tidak miskin dari pada miskin pada kedua kelompok dengan jumlah sebesar 46 orang (78%) dan 13 orang (22%) pada kelompok berat badan lahir normal dan 51 orang (87.9%) dan 7 orang (12.1%) pada kelompok berat badan lahir rendah. (Tabel 4.1)
Tabel. 4. 1. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik Berat badan lahir
normal (n = 59)
Berat badan lahir rendah (n = 58) Berat badan saat (kg) ini Rerata
(SB)
48.64 (3.85) 49.88 (6.97) Tinggi badan (cm) Rerata (SB) 154.59(4.18) 153.91(4.17) Indeks masa tubuh (kg/m2) Rerata 20.36 (1.57)
(SB)
20.91 (2.59) Berat badan lahir (g) Rerata (SB) 3360 (364.8) 2248.3 (183.3) Jenis kelamin n
Laki – laki 29 32
Perempuan 30 26
Jenis persalinan n (%)
Spontan per vaginaam 47 (79.7) 50 (86.2)
Sectio cesaria 12 (20.3) 8 (13.8)
Lama pemberian ASI n (%)
ASI <6 bulan 17 (28.8) 23 (39.7)
ASI ≥ 6 bulan 42 (71.2) 35 (60.3) Imunisasi n (%)
Lengkap 42 (71.2) 41 (70.7)
Tidak lengkap 17 (28.8) 17 (29.3)
Tingkat Pendidikan Ayah n (%)
Rendah 30 (50.8) 21 (36.2)
Tinggi 29 (49.2) 37 (63.8)
Tingkat pendidikan Ibu n (%)
Rendah 32 (54.2) 33 (56.9)
Tinggi 27 (45.8) 25 (43.1)
Status ekonomi n (%)
Miskin 13 (22.0) 7 (12.1)
Dari hasil uji t independent terhadap hubungan rata – rata nilai faal paru VEP1 dan KVP dengan riwayat berat badan lahir didapatkan nilai rata – rata VEP1 dan KVP sedikit lebih tinggi pada kelompok berat badan lahir rendah tetapi tidak ada perbedaan bermakna (P 0.276 dan P 0.246) dengan nilai IK 95% -0.252 sampai 0.073 pada nilai rata – rata VEP1 dan -0.291 sampai 0.076 pada nilai rata – rata KVP (tabel 4.2).
Tabel 4.2. Hubungan berat badan lahir dengan nilai faal paru VEP, KVP dan rasio VEP/KVP Berat badan lahir normal (n=59) Berat badan lahir rendah (n=58) P IK 95% VEP1(l) Rerata (SB) 2.3(0.48) 2.3(0.41) 0.276 -0.252 – 0.073 KVP (l) Rerata (SB) 2.4 (0.52) 2.5 (0.48) 0.246 -0.291 – 0.076 VEP1/KVP Rerata (SB) 93.5 (5.99) 93.0 (6.09) 0.661 -1.720 – 2.704
Dari hasil analisis bivariate menggunakan chi square ternyata tidak memenuhi syarat uji Chi – square yaitu sel yang mempunyai nilai expected kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel sehingga dilakukan uji alternative untuk tabel 2 x K (kolom lebih dari 2) dengan uji Kolmogorov smirnov. Dari hasil uji tersebut dengan P = 0.05 dengah hasil tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan kelainan respiratorik obstruktif dan restriktif dengan P = 0.18 (tabel 4.3).
Tabel 4.3 Hubungan berat badan lahir dengan kelainan respiratorik obstruktif dan restriktif
Gangguan Paru P
Normal Restriktif Obstruksi Mixed
Ringan Sedang Parah Ringan Sedang Parah
Normal (n=59) 42 (71.1%) 14 (23.7%) 2 (3.4%) 1 (1.7%) 1 (1.7%) 0 0 0 0.18 BBLR (n=58) 43 (72.4%) 14 (24.1%) 0 0 1 (1.7%) 0 0 0
Dari hasil analisis bivariat menggunakan chi square dengan nilai P = 0.05 tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara berat badan lahir, jenis kelamin, jenis persalinan, lama pemberian asi, status imunisasi, derajat pendidikan ayah, derajat pendidikan ibu, status ekonomi, jumlah penghuni rumah dengan nilai rasio faal paru VEP1/KVP (Tabel 4.4).
Tabel 4.4 Hubungan beberapa faktor risiko dengan rasio VEP1/KVP
VEP1/KVP P
Karakteristik ≥ 80% < 80%
Berat badan lahir 0.99
Normal n(%) 58(50.4) 1(50) Rendah n(%) 57(49.6) 1(50) Jenis kelamin 0.168 Laki – laki n(%) 59(51.30) 2(100) Perempuan n(%) 56(48.69) 0(0) Jenis persalinan 0.517 Normal n(%) 95(82.6) 2(100) Operasi n(%) 20(17.4) 0(0)
Lama pemberian ASI 0.304
ASI ≥ 6 bulan n(%) 75 (65.2) 2(100) ASI < 6 bulan n(%) 40(34.8) 0(0)
Imunisasi 0.511
Lengkap n(%) 82(71.3) 1(50) Tidak lengkap n(%) 33(28.7) 1(50)
Tingkat Pendidikan Ayah 0.854
Rendah n(%) 50(43.5) 1(50) Tinggi n(%) 65(56.5) 1(50)
Tingkat pendidikan Ibu 0.111
Rendah n(%) 65(56.5) 0(0) Tinggi n(%) 50(43.5) 2(100)
Status ekonomi 0.517
Miskin n(%) 20(17.4) 0(0) Tidak miskin n(%) 95(82.6) 2(100)
BAB 5. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini rerata nilai VEP1 dan KVP hampir sama antara riwayat berat badan lahir rendah dan berat badan lahir normal. Hal ini berbeda dengan studi kohort di Inggris pada 130 anak usia 7 tahun dengan riwayat berat badan lahir rendah bahwa terdapat perbedaan fungsi paru pada anak dengan riwayat berat badan lahir rendah dan normal dengan tanpa melihat penggunaan terapi oksigen sesaat setelah lahir.5
Pada studi di Amerika menjelaskan bahwa bayi berat lahir rendah dan bayi berat lahir sangat rendah memiliki risiko peningkatan rawat inap karena gangguan pernafasan.
8 Bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah lebih
sering memiliki riwayat usia gestasi kurang bulan dan diketahui memiliki risiko tinggi kerusakan paru dan Bronkopulmonar dysplasia (BPD).8
Kelahiran prematur sering berhubungan dengan inflamasi dan keterbatasan aliran udara paru untuk jangka panjang di kehidupan anak selanjutnya.
Berbeda dengan penelitian ini dimana tidak didapatkan riwayat BPD pada anak dengan riwayat berat badan lahir rendah.
43
Sistem pernafasan pada bayi prematur berhubungan dengan imaturitas anatomi paru, gangguan sintesis surfaktan, anatomi dinding dada yang tidak berkembang. Faktor ini dapat menyebabkan edema pada interstitium paru, kerusakan membran kapiler alveoli, kerusakan ruang alveoli dan pertukaran gas yang tidak adekuat sesaat setelah lahir, kegagalan atau
sintesis surfaktan.44 Kelahiran berat badan lahir amat sangat rendah (BBLASR) akan diikuti oleh masalah pernafasan dan nutrisi yang signifikan sehingga menyebabkan gangguan kesehatan pernafasan dan perkembangan selama masa anak awal.45
Studi di Amerika menunjukkan terjadinya penurunan nilai VEP
Pada penelitian ini tidak dijumpai anak dengan riwayat berat badan lahir amat sangat rendah dimana rerata berat badan lahir rendah pada sampel adalah 2248,3 gram (SB 183.3 gram) dan rerata berat badan lahir normal adalah 3360 gram (SB 364.8 gram). Pada penelitian ini tidak dilaporkan usia gestasi sesuai periode menstruasi ibu yang terakhir.
1 antara
usia remaja dan dewasa muda (14 tahun dan 49 sampai 51 tahun) tergantung dari beberapa faktor selama kehidupan seperti berat badan lahir rendah dan gangguan pernafasan yang berat pada masa anak.7
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan pada anak usia 13 sampai 14 tahun dengan hipotesis penurunan fungsi paru dimulai pada usia tersebut. Hal ini berbeda dengan studi di Korea menunjukkan terjadinya peningkatan gangguan respiratorik pada anak usia 3 tahun dengan riwayat berat lahir rendah dengan nilai odd ratio 3.97.
Pada penelitian ini telah dieksklusikan subjek penelitian yang mengalami gangguan pernafasan yang berat pada masa anak namun hal ini tidak berdasarkan rekam medis dari subyek penelitian.
1 Sedangkan studi lain di Amerika
menggunakan bronkodilator sebelum pemeriksaan berhubungan dengan kondisi fungsi paru bayi baru lahir.46 Studi di Italia dengan besar sampel 25 anak menunjukkan penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun pada anak dengan riwayat berat lahir amat sangat rendah dengan hasil tidak ada perbedaan signifikan antara anak dengan riwayat penggunaan ventilator biasa dan high frequency oscillatory ventilation (HFOV).
Studi di Cina menunjukkan berat lahir rendah meningkatkan prevalensi risiko penurunan fungsi paru di masa dewasa muda pada populasi di Cina. Hal ini disebabkan perkembangan fungsi paru dapat dipengaruhi oleh hipogenesis pada masa uteri.
35
47 Hubungan antara Intrauterine growth
retardation (IUGR) dan fungsi paru pada masa anak kurang luas. Interpretasi sering keliru antara kombinasi berat badan lahir rendah dan prematur yang mempengaruhi fungsi paru yang abnormal dengan mekanisme yang berbeda. Pada literatur terjadi perbedaan definisi IUGR, tetapi kebanyakan menggunakan definisi dari berat badan sendiri seperti yang dinyatakan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO).48
Perbedaan rerata nilai VEP1 dan KVP yang tidak begitu berbeda pada kedua kelompok pada penelitian ini mungkin disebabkan tidak didapatkan beberapa informasi mengenai tumbuh kejar pada riwayat berat badan lahir rendah. Dimana pada studi dikatakan bahwa tumbuh kejar pada anak berhubungan dengan perbaikan saluran pernafasan pada saat dewasa.
Pencapaian berat badan pada minggu pertama kehidupan berhubungan dengan perkembangan paru yang suboptimal pada bayi cukup bulan usia lima sampai 14 minggu. Pada studi di Inggris menunjukkan penurunan fungsi paru saat usia 8 sampai 9 tahun pada riwayat IUGR cukup bulan dibandingkan bayi normal.48
Perbedaan rerata VEP1 dan KVP yang hampir sama pada kedua kelompok mungkin juga disebabkan tidak terdapat informasi paparan terhadap rokok dan polusi udara. Merokok dan terpapar asap rokok merupakan faktor risiko yang dapat dicegah pada gangguan respiratorik pada anak. Paparan asap rokok berhubungan dengan peningkatan risiko kerusakan fetus, IUGR, sindroma sudden death pada neonatus, gangguan pernafasan akut, otitis akut dan kronis, atopi dan asma. Studi di Spanyol menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perokok aktif dan perokok coba – coba, dan perokok pasif dengan terjadinya wheezing pada anak.
21
Pada studi di Swedia menunjukkan bahwa paparan selama delapan tahun kehidupan terhadap polusi udara di daerah jalan macet dapat menurunkan fungsi paru anak usia 8 tahun ke atas.
Pada penelitian ini tidak dijumpai perbedaan bermakna antara faktor risiko seperti lama pemberian ASI dengan nilai rasio VEP1 dan KVP (P = 0.234). Hal ini berbeda dengan Studi di Belanda menunjukkan ada hubungan antara pemberian ASI selama dua minggu atau pun 3 bulan dan kesehatan
paru pada usia dewasa muda. Ibu hamil yang merokok, berat badan lahir rendah dan infeksi saluran pernafasan yang berat pada saat usia satu tahun pertama merupakan prediktor signifikan terjadinya gejala pernafasan dan penurunan fungsi paru saat usia dewasa muda.3
Beberapa studi telah meneliti kemungkinan efek pemberian ASI pada fungsi paru dengan hasil yang bervariasi. Kebanyakan studi menemukan nilai KVP atau VEP1 lebih tinggi pada anak sekolah dengan riwayat pemberian ASI lebih dari 4 bulan.
Namun pada penelitian ini tidak didapatkan informasi mengenai riwayat ibu merokok saat kehamilan.
Pada studi ini ditemukan terdapat 14 orang (23.7%) anak dengan gangguan paru restriktif ringan, 2 orang (3.4%) restriktif sedang, 1 orang (1.7%) restriktif parah dan obstruktif ringan pada berat badan lahir normal, sedangkan pada berat badan lahir rendah dijumpai 14 orang (24.1%) restriksi ringan, dan 1 orang (1.7%) obstruktif ringan dengan tanpa ada gejala pada pemeriksaan klinis. Adapun dari penelitian ini tidak ditemukan perbedaan bermakna antara berat badan lahir dengan gangguan paru restriktif dan obstruktif (P 0.18). Hal ini berbeda dengan studi retrospektif di Amerika menunjukkan bahwa anak lahir dengan berat badan lahir ≥ 4000 gram memiliki risiko yang rendah untuk mengalami wheezing (OR 0.91: 95%CI 0.62 – 1.34) atau mendapatkan diagnosis asma oleh dokter (OR,
0.80;95% CI 049 – 1.31) dibandingkan anak lahir dengan riwayat berat badan lahir 3500 – 3999 gram.
Pada studi ini faktor risiko seperti tingkat pendidikan orang tua ibu (P 0.854) dan ayah (P 0.111) serta status sosioekonomi (P 0.517) tidak memiliki hubungan bermakna dengan penurunan rasio nilai VEP1 dan KVP. Hal ini disebabkan penilaian sosioekonomi pada penelitian ini berdasarkan pendapatan keluarga sesuai dengan UMK Medan dimana dilakukan penelitian. Berbeda dengan temuan beberapa studi pediatrik menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dan pendapatan dan pengurangan nilai VEP1 dan KVP. Walaupan satu studi lain menunjukkan tidak ada trend penurunan yang signifikan atas pengurangan VEP1 dan KVP dengan status sosial ekonomi.
19
Keterbatasan studi ini adalah tidak dilakukan penilaian paru dengan foto toraks dan pemeriksaan klinis lainnnya untuk menyingkirkan kelainan paru yang dialami subjek penelitian. Subjek penelitian ini adalah anak dengan riwayat berat badan lahir normal dan rendah dengan mengetahui riwayat penyakit paru masa dulu dengan pertanyaan melalui kuesioner tanpa mengetauhi ada tidaknya rekam medis subjek penelitian.