• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Kategorisasi Data Penelitian

Dalam penelitian, kategorisasi bertujuan untuk menempatkan responden ke dalam kategori-kategori tertentu. Penelitian ini menggunakan kategori yang disebut kategorisasi jenjang (ordinal) yaitu kategorisasi yang menempatkan individu ke dalam tingkat ukuran yang berjenjang dari suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2012, hlm 147).

a. Skala Citra Tubuh

Analisis deskriptif dilakukan dengan melihat data hipotetik (hasil yang mungkin terjadi) dan empirik (hasil yang diamati). Adapun deskripsi data hasil penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2

Deskripsi Data Penelitian Skala Citra Tubuh Variabel

Citra Tubuh

Data Hipotetik Data Empirik

Xmaks Xmin Mean SD Xmaks nilai terendah dari pembobotan pilihan jawaban.

2. Skor maksimal (Xmaks) adalah hasil perkalian jumlah aitem skala dengan nilai tertinggi dari pembobotan pilihan jawaban.

3. Mean (µ) dengan rumus µ = (skor maks + skor min)/2 4. Standar deviasi (s) dengan rumus = (skor maks- skor min)/6

Berdasarkan hasil statistik data penelitian pada tabel 4.2 diatas, maka analisis deskripsi data penelitian secara hipotetik menunjukkan hasil dengannilai jawaban maksimal adalah 120, minimal 30, mean 135, dan standar deviasi 115.

Sedangkan untuk data penelitian secara empirik menunjukkan hasil dengan nilai jawaban maksimal adalah 111, minimal 57, mean 86,5, dan standar deviasi 9,12.

Deskripsi data hasil penelitian dapat dijadikan batasan dalam pengkategorian sampel penelitian yang terdiri dari tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan metode kategorisasi jenjang (ordinal).

Rendah X< ( ̅ - 1,0 SD)

Sedang ( ̅ - 1,0 SD) ≤ X<(( ̅ + 1,0 SD) Tinggi ( ̅ + 1,0 SD)≤ X

Berikut rumus pengkategorian pada skala citra tubuh:

Keterangan:

̅ = Mean empirik pada skala SD=Standar deviasi

n =Jumlah subjek

X= Rentang butir pertanyaan

Berdasarkan rumus diatas, maka hasil kategorisasi skala citra tubuh adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Kategorisasi Skor Penyebaran Skala Citra Tubuh

Katagori Interval Frekuensi (n) Persentase (%)

Rendah X< ( ̅ - 1,0 SD) 19 11,3%

Sedang ( ̅ - 1,0 SD) ≤ X<(( ̅ + 1,0 SD) 127 76,0%

Tinggi ( ̅ + 1,0 SD)≤ X 21 12,5%

Jumlah 167 100%

Pada tabel diatas menunjukkan hasil kategori citra tubuh pada remaja di SMKN 1 Langsa menunjukkan hasil pada kategori tinggi sebanyak 21 (12,5%), sedangkan kategori sedang sebanyak 127 (76,0%), dan kategori rendah sebanyak 19 (12%), Jadi mayoritas hasil dari remaja di SMKN 1 Langsa yaitu memiliki citra tubuh dengan kategori sedang sebanyak 127 orang (76,0%).

b. Skala Komunikasi Interpersonal

Analisis deskriptif dilakukan dengan melihat data hipotetik (hasil yang dihitung menurut model matematika) dan empirik (hasil yang diamati).

Adapun deskripsi data hasil penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4

Deskripsi Data Penelitian Skala Komunikasi Interpersonal Variabel

Komunikasi Interpersonal

Data Hipotetik Data Empirik

Xmaks Xmin Mean SD Xmaks Xmin Mean SD

148 37 166,5141,8134 75 109,3 11,4

Keterangan :

1. Skor minimal (Xmin) adalah hasil perkalian jumlah butir skala dengan nilai terendah dari pembobotan pilihan jawaban.

2. Skor maksimal (Xmaks) adalah hasil perkalian jumlah butir skala dengan nilai tertinggi dari pembobotan pilihan jawaban.

3. Mean (µ) dengan rumus µ = (skor maks + skor min)/2 4. Standar deviasi (s) dengan rumus = (skor maks- skor min)/6

Berdasarkan hasil statistik data penelitian pada tabel 4.2 diatas, maka analisis deskripsi data penelitian secara hipotetik nilai untuk maksimal adalah 148, minimal adalah 37, mean 166,5, dan standar deviasi 141,8. Sedangkan data penelitian secara empirik nilai untuk maksimal adalah 134, minimal adalah 75,

mean 109,3 dan standar deviasi 11,4. Deskripsi data hasil penelitian dapat dijadikan batasan dalam pengkategorian sampel penelitian yang terdiri dari tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan metode kategorisasi jenjang (ordinal).Adapun rumus pengkategorisasi skala komunikasi interpersonal sebagai berikut:

Rendah X< ( ̅ – 1,0 SD)

Sedang ( ̅ – 1,0 SD) ≤ X<(( ̅ + 1,0 SD) Tinggi ( ̅ + 1,0 SD)≤ X

Berikut rumus pengkategorian pada skala citra tubuh:

Keterangan:

̅ = Mean empirik pada skala SD=Standar deviasi

n =Jumlah subjek

X= Rentang butir pertanyaan

Berdasarkan rumus diatas, maka hasil kategorisasi skala komunikasi interpersonal adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5

Kategorisasi Penyebaran Skala Komunikasi Interpersonal

Katagori Interval Frekuensi

(n)

Persentase (%)

Rendah X< ( ̅ – 1,0 SD) 22 13,1%

Sedang ( ̅ – 1,0 SD) ≤ X<(( ̅ + 1,0 SD) 118 70,6%

Tinggi ( ̅ + 1,0 SD)≤ X 27 16,1%

Jumlah 167 100%

Hasil kategorisasi tabel 4.5 skala komunikasi interpersonal menunjukkan bahwa siswa SMKN 1 Langsa memiliki tingkat komunikasi interpersonal pada kategori tinggi yaitu sebanyak 27 (16,1%), pada kategori sedang sebanyak 118

(71%), sedangkan kategori rendah sebanyak 22 (13,1%) Jadi mayoritas hasil dari remaja di SMKN 1 Langsa yaitu memiliki komunikasi interpersonal dengan kategori sedang sebanyak 118 orang (70,65%).

2. Uji Prasyarat

Untuk menganalisis data penelitian, langkah yang harus dilakukan adalah menguji prasyarat yaitu dengan uji normalitas dan linearitas, berikut uji normalitas dan linearitas:

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas merupakan analisis statistik yang dilakukan untuk pertama kalinya dalam penelitian. Tujuan dari uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal.Dalam penelitian uji normalitas yang digunakan yaitu Kolmogorov Snirnov. Data yang memiliki distribusi normal yaitu apabila data berada di angka bernilai ˃0,05(Sudjatmoko, 2015, hlm 69)

Tabel 4.6

Uji Normalitas Data Penelitian

No Variabel Penelitian Koefisien K-S-Z P

1. Citra Tubuh 1,280 0,076

2. Komunikasi Interpersonal 1,092 0,184

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa variabel citra tubuh berdistribusi normal K-S-Z = 1,280 dengan P = 0,076 (p >0,05). Sedangkan sebaran data pada variabel komunikasi interpersonal memperoleh distribusi normal K-S-Z = 1,092, dengan P = 0, 184 (p > 0,05).

Dari hasil yang diperoleh maka HO diterima maka kedua variabel berdistribusi normal, dan hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian ini.

b. Uji Linearitas

Hasil uji linearitas pada variabel citra tubuh dan komunikasi interpersonal memperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.7

Uji Linearitas Hubungan Data Penelitian

Variabel Penelitian F Linearity P

Citra Tubuh dengan Komunikasi Interpersonal

27,395 0,000

Berdasarkan tabel diatas maka diperoleh hasil F linearity kedua variabel diatas yaitu F Linearity = 27,395 dengan P = 0,000 (P< 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel citra tubuh dengan komunikasi interpersonal pada siswa SMKN 1 Langsa.

3. Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan linearitas, maka tahap selanjutnya adalah melakukan uji hipotesis dengan menggunakan analisis korelasi Pearson. Adapun tujuan metode ini adalah untuk menganalisis hubungan antara citra tubuh dengan komunikasi interpersonal.

Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini:

Tabel 4.8

Uji Hipotesis Data Penelitian

Variabel Penelitian Pearson Correlation P

Citra tubuh dengan Komunikasi Interpersonal

0,356 0,000

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa koefisien korelasi (r) sebesar 0,356 dan P= 0,000 yang merupakan korelasi positif yang sangat signifikan maka hipotesis menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara citra tubuh dan komunikasi interpersonal pada remaja di SMKN 1 Langsa diterima.

Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan yang positif dan sangat signifikan antara citra tubuh dan komunikasi interpersonal pada remaja di SMKN 1 Langsa.

C. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara citra tubuh dengan komunikasi interpersonal pada remaja di SMKN 1 Langsa. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara citra tubuh dengan komunikasi interpersonal yang menunjukkan hasil positif antara citra tubuh dengan komunikasi interpersonal pada remaja di SMKN 1 Langsa yang artinya semakin positif citra tubuh maka semakin efektif pula komunikasi interpersonal yang dimiliki.

Hasil analisis korelasi Product Moment Pearson menunjukkan nilai r = 0,356 maka hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat

signifikan antara citra tubuh dengan komunikasi interpersonal diterima. Dalam penelitian ini menjelaskan tingkat kategori citra tubuh menunjukkan bahwa hasil dari citra tubuh denganhasil pada kategori tinggi sebanyak 21 (12,57%), sedangkan kategori sedang sebanyak 127 (76,04%), dan kategori rendah sebanyak 19 (11,37%), Jadi mayoritas hasil dari remaja di SMKN 1 Langsa yaitu memiliki citra tubuh dengan kategori sedang sebanyak 127 orang (76,04%).

Salah satu faktor dari citra tubuh yaitu peran media dan lingkungan pergaulan yang ada di masyarakat, dimana hal ini memberikan dampak yang besar dalam mendorong seseorang untuk sangat peduli terhadap penampilan dan citra tubuhnya. Terutama pada remaja, umumnya remaja berusaha untuk memperoleh kepuasan fisik mereka dengan menggunakan berbagai cara (Indika dalam Muhsin, 2014).

Citra tubuh memiliki dampak pada saat melakukan interaksi sosial dengan orang lain terutama dalam hal berkomunikasi, hal ini sesuai dengan teori Meriyanto, dkk (2017) yang menyatakan bahwa ketika remaja mengalami perubahan fisik, perubahan fisik yang terjadi dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Karena saat remaja tidak memiliki citra tubuh yang positif seperti merasa gemuk, jerawatan, kurus, warna kulit yang gelap, ini dapat membuatnya merasa malu sehingga remaja cenderung menarik diri dari dunia sosialnya.

Hasil dari penelitian ini juga didukung dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hidayah (2007) yang berjudul korelasi antara citra badan dengan

komunikasi interpersonal pada remaja di SMUN Gondangwetan Pasuruan.

Melalui korelasi yang menunjukkan nilai 0,356 yang artinya hipotesis diterima.

Dalam penelitian ini juga menjelaskan tingkat kategori komunikasi interpersonal menunjukkan bahwa hasil dari komunikasi interpersonal yang paling tinggi yaitu komunikasi interpersonal dengan kategori sedang sebanyak 27 (16,16%), pada kategori sedang sebanyak 118 (70,65%), sedangkan kategori rendah sebanyak 22 (13,17%) Jadi mayoritas hasil dari remaja di SMKN 1 Langsa yaitu memiliki komunikasi interpersonal dengan kategori sedang sebanyak 118 orang (70,65%). Komunikasi juga menjadi kebutuhan sosial untuk setiap orang terutama komunikasi interpersonal. Menurut Cangara (dalam Kusumaningsih &

Mulyana, 2013) mengatakan bahwa setiap individu memiliki dorongan untuk melakukan komunikasi dengan orang lain hal ini disebabkan karena adanya kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya serta kebutuhan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data serta pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa hasil analisis korelasi Product Moment Pearson menunjukkan nilai r = 0,356dengan P= 0,000 maka hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif yang sangat signifikan antara citra tubuh dengan komunikasi interpersonal diterima pada remaja di SMKN 1 Langsa. Dan hasil penelitian ini juga menunjukkan nilai signifikan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang positif dan sangat signifikan antara citra tubuh dan komunikasi interpersonal pada remaja di SMKN 1 Langsa. Dengan kata lain semakin positif citra tubuh siswa maka maka akan semakin efektif pula komunikasi interpersonal siswa. Begitu pula sebaliknya semakin negatif citra tubuh maka akan semakin tidak efektif pula komunikasi interpersonal pada siswa tersebut.

B. Saran

Berikut ini adalah beberapa saran dari peneliti :

1. Berdasarkan faktor-faktor yang membentuk citra tubuh bahwa media menjadi salah satu yang alasan dalam terbentuknya citra tubuh pada anak.

Untuk keluarga dan para orang tua, sebaiknya memberitahu anak untuk mengurangi melihat media sosial dan mengedukasi anak tentang standar kecantikan yang ada di media sosial maupun dilingkungan sekitar serta

tidak mengomentari tentang tubuh maupun penampilan anak agar anak dapat belajar untuk mencintai tubuhnya sendiri.

2. Untuk guru-guru yang disekolah, sebaiknya mengarahkan dan membantu siswa untuk tidak memandang rendah pada teman siswa yang dianggap kurang menarik. serta guru-guru disekolah juga dapat memfokuskan siswanya untuk melakukan aktivitas seperti belajar kelompok presentasi yang bertujuan untuk dapat melatih kepercayaan diri siswa dan meningkatkan komunikasi interpersonal siswa.

3. Untuk siswa, sebaiknya siswa belajar untuk bersyukur setiap hari dan menghindari untuk membanding-bandingkan diri dengan oranglain mengenai tubuh dan penampilan siswa.

Dokumen terkait