• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan kadar serum vitamin D dengan kalsium dan fosfor pada pasien talasemia beta mayor di RSUP. H. Adam Malik Medan, yang dilaksanakan dari bulan Januari 2018 sampai dengan April 2018. Sampel yang terkumpul pada pasien ini sebanyak 37 pasien yang datang ke poli anak dan yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan. Yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 35 orang dan 2 orang yang dieksklusi. Dari tiga puluh lima pasien talasemia beta mayor, di dapati 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan.

Sepuluh pasien sebagai kontrol yang terdiri dari 7 orang perempuan dan 3 orang laki-laki.

Tabel 4.1. Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Karakteristik Satuan Talasemia Beta

Mayor (n = 35) Kontrol ( n = 10 )

Tabel 4.1. diatas menggambarkan karakteristik subjek penelitian. Pada penelitian ini usia pasien talasemia beta mayor dan kontrol antara 2 sampai 18 tahun. Dari pasien talasemia beta mayor didapatkan 35 sampel yang terdiri dari 17 orang memiliki jenis kelamin laki-laki (48,6%) dan 18 orang memiliki jenis kelamin perempuan (51,4%). Pasien kontrol sebanyak 10 orang yang terdiri dari 7 orang perempuan (7%) dan 3 orang laki-laki (3%).

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Pasien Talasemia Beta Mayor dan Kontrol

Variabel Talasemia beta

mayor (n = 35)

Kontrol (n = 10) Kadar Vitamin D

- Defisiensi ( < 20 m/dL ) 12 ( 34,3% ) - Insufisiensi ( 20 – 29 mg/dL ) 20 ( 57,1% )

- Normal ( 30 – 100 mg/dL ) 3 ( 8,6% ) 10 ( 100% ) Kalsium

- Rendah 11 ( 31,4% )

- Normal ( 8.4 – 10.2 mg/dL ) 24 ( 68,6% ) 10 ( 100% ) Fosfor

- Normal ( 2.3 – 4.7 mg/dL ) 35 ( 100% ) 10 ( 100% )

Pada tabel 4.2 diatas menunjukkan hasil pemeriksaan ditemukan kadar vitamin D pada pasien talasemia beta mayor 12 (34,3%) orang mengalami defisiensi, 20 (57,1%) orang mengalami insufisiensi dan 3 (8,6%) orang normal.

Pemeriksaan kalsium pada pasien talasemia beta mayor menunjukkan sebanyak 11 orang didapatkan dengan nilai rendah yaitu 31,4%, dan 24 orang didapatkan normal sekitar 68,6%. Pemeriksaan fosfor pada pasien talasemia beta mayor ditemukan 100% dalam nilai normal. Sedangkan pada 10 orang sebagai kontrol ditemukan kadar vitamin D, kalsium dan fosfor 100% normal.

Tabel 4.3. Mean ± SD Vitamin D, Kalsium dan Fosfor pada Pasien Talasemia Beta Mayor dengan Kontrol

Parameter Talasemia beta

mayor (n=35) Kontrol (n=10) p value Serum vitamin D (ng/mL) 21.28 ± 6.36 34.85 ± 3.50 <0.05 Serum kalsium (mg/dL) 8.58 ± 0.68 9.22 ± 0.35 <0.05 Serum fosfor (mg/dL) 3.98 ± 0.53 3.89 ± 0.49 >0.1

Tabel 4.3 menunjukkan uji statistik menggunakan unpaired T-test terhadap nilai vitamin D, kalsium dan fosfor. Mean±SD vitamin d, kalsium dan fosfor pasien talasemia beta mayor terdapat 21.28 ± 6.36 ng/mL, 8.58 ± 0.68 mg/dL dan 3.98 ± 0.35 mg/dL. Sedangkan pada normal 34.85 ± 3.50 ng/mL, 9.22 ± 0.35 mg/dL dan

dengan p<0.05, sedangkan pada nilai fosfor tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan p>0.1.

Tabel 4.4. Uji korelasi antara Vitamin D dengan Kalsium dan Fosfor pada Pasien Talasemia Beta Mayor dan Kontrol

Variabel

Talasemia Mayor Vitamin D

Kontrol Vitamin D

p R p R

Kalsium 0.454 0.131 0.528 -0.227

Fosfor 0.233 0.178 0.239 -0.410

Pada tabel 4.4 menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kalsium dengan vitamin D pada pasien talasemia beta mayor serta korelasi positif lemah dengan nilai p=0.454 dan r=0.131, begitu juga antara fosfor dengan vitamin D ada korelasi yang signifikan dengan p=0.233, r=0.178. Sementara pada kontrol normal, kalsium menunjukkan tidak berkorelasi signfikan dengan vitamin D dimana p=0.528, r=-0.227. Namun fosfor menunjukkan korelasi signifikan dengan p=0.239 serta korelasi negatif lemah (r=-0.410).

BAB V

PEMBAHASAN

Jumlah pasien yang ikut serta dalam penelitian ini adalah 45 orang, dimana 35 pasien pasien talasemia beta mayor yang terdiri dari 17 orang (48,6%) laki-laki, 18 orang (51,4%) perempuan dan 10 pasien sebagai kontrol yang terdiri dari 7 orang (7%) perempuan; 3 orang (3%) laki-laki.

Pada penelitian ini diperoleh kadar vitamin D pada pasien talasemia beta mayor yang mengalami defisiensi dan insufisiensi adalah 34,3% dan 57,1%, sedangkan 8,6% normal. Penelitian Akhouri, et al., 2017; melaporkan pasien talasemia beta mayor yang mengalami defisiensi 41%, insufisiensi 46% dan sufisiensi 13%. Pada penelitian Al Amir, et al., 2017; melaporkan kadar vitamin D yang defisiensi 26,3%; insufisiensi 5%; sufisiensi 7,5% dan toksik 1,3%.

Penelitian Hamayun et al., 2017; menunjukkan prevalensi yang signifikan dari defisiensi vitamin D (78,7%) pada pasien talasemia beta mayor. Sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Utara melaporkan defisiensi vitamin D 82%, dengan kadar serum vitamin D kurang dari 30 ng/mL. Penelitian Asia mengungkapkan prevalensi defisiensi vitamin D pasien talasemia berkisar antara 37% hingga 100%. Prevalensi defisiensi vitamin D di Eropa ditemukan bervariasi mulai dari 36% hingga 87%. Hal ini kemungkinan karena letak geografis, gizi dan penggunaan sinar matahari yang kurang pada pasien talasemia beta mayor.

faktor hormonal,serta akibat aktivitas osteoblast dan osteoklas. Penelitian Agrawal, et al., 2016; melaporkan bahwa penyebab kekurangan vitamin D mungkin disebabkan oleh kelebihan beban zat besi di hati daripada disfungsi jaringan endokrin.

Kalsium salah satu mineral terpenting dalam tubuh, karena ia memainkan peranan penting dalam proses fisiologi seperti kontraksi otot, neurotransmisi, inflamasi, dan lain-lain. Pemeliharaan hemostasis kalsium melibatkan regulasi hormonal penyerapan usus, proses perombakan tulang dan ekskresi kalsium ginjal.

Absorpsi kalsium berada dibawah kendali hormon kalkiotropik klasik, yaitu hormon paratiroid (PTH) dan 1,25-dihydroksivitamin D3 [1,25(OH)2D3], serta beberapa faktor humoral lainnya seperti kalsitonin, prolaktin, hormon pertumbuhan, estrogen, dan faktor pertumbuhan fibroblast (FGF)-23. Penurunan penyerapan kalsium selama periode waktu dapat menyebabkan rendahnya tingkat serum kalsium, dan kemudian kerusakan tulang, yang telah dilaporkan dalam banyak kondisi dan penyakit termasuk talasemia.(Lertsuwan K., et al., 2018)

Penelitian Meena et al, 2015; kadar kalsium < 8 mg/dL sekitar 31,3% kasus, sementaran nilai serum < 8 mg/dL tidak ada pada pasien kontrol. Hipokalsemia dilaporkan 16,6% oleh Dresner et al. Sementara Gulati et al., melaporkan hal itu menjadi 13,5% dan hiperfosfatemia 60% dari mereka yang yang hipokalsemia.

Hipokalsemia dan hiperfosfatemia terdeteksi di 22% dan 18% masing-masing oleh Mirrhosseini et al. Di Pakistan hipokalsemia pada pasien talasemia dilaporkan 35,3%. Dalam penelitian Shah S, 2015; kadar kalsium serum rata-rata keluar

terapi khelasi dan kepatuhan terapi. Penelitian kami, menunjukkan pada pasien talasemia beta mayor bahwa 11 pasien didapatkan kadar serum kalsium yang rendah 31,4% dan 24 pasien didapatkan normal (68,6%).

Penelitian Akhouri et al., 2017; melaporkan kadar fosfor berada dalam kisaran normal dibandingkan antara pasien talasemia beta mayor dengan kontrol.

Tidak ada perbedaan signifikan antara pasien dengan kontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian ini, dimana pasien talasemia beta mayor dengan kontrol ditemukan 100%

dalam nilai normal.

Rendahnya kadar serum kalsium dan kadar vitamin D dengan peningkatan kadar serum anorganik fosfor dan alkali fosfatase ditemukan pada pasien talasemia.

Chatterton, et al., melaporkan bahwa kekurangan vitamin D, osteomalasia, dan rakhitis pada talasemia sebagai akibat dari rusaknya 25-hidroksilasi vitamin D karena kelebihan zat besi dan disfungsi hati. Mekanisme lain yang mengarah gangguan homeostasis kalsium, fosfor, dan vitamin D termasuk penurunan asupan, gangguan penyerapan dan berkurangnya sintesis vitamin D. (Singh, K., 2012).

Penelitian Paul et al., 2017; melaporkan kadar kalsium dan vitamin D antara pasien talasemia beta mayor dengan kontrol kadarnya menurun secara signifikan (p<0,001). Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor lain selain kekurangan vitamin D juga berperan dalam dalam menyebabkan hipokalsemia pada talasemia myor.

(Meen, et al., 2015). Pada penelitian ini, kadar kalsium dan vitamin D juga mengalami penurunan signifikan (p<0,05), sedangkan fosfor dalam normal (p>0,1).

Ada perbedaan signifikan nilai kalsium serum antara kasus dengan kontrol. Pada

penelitian ini, tidak didapatkan hubungan antara vitamin D dengan kalsium dan vitamin D dengan fosfor antara pasien talasemia dimana p=0,454; r=0,131 dan p=0,233; r= 0,178. Sedangakn pada pasien kontrol, kalsium tidak berkorelasi signifikan dengan vitamin D diman p=0,528; r=-0,227, tetapi fosfor dengan vitamin D menunjukkan korelasi signifikan dimana p=0,239; r=-0,410. Hal ini mungkin disebabkan oleh jumlah pasien talasemia beta mayor dan kontrol untuk penelitian ini yang sedikit dan jangka waktu penelitian yang terlalu pendek yaitu 3 bulan, serta tidak diperiksanya kadar ferritin.

Talasemia beta mayor dilaporkan mempunyai risiko yang tinggi mengalami endokrinopati, abnormal metabolism kalsium dan hiperkalsiuria. Kelainan vitamin D juga lebih umum di antara reamaja talasemia beta mayor, karena lebih dari 80%

dari pasien ini kekurangan vitamin D. Asupan kalsium dan vitamin D yang cukup selama perkembangan tulang dapat meningkatkan massa tulang. Suplemen juga dapat mencegah osteoporosis dan patah tulang. (Mehdikhani, et al., 2015).

Kekurangan vitamin D pada pasien talasemia paling mungkin terjadi karena disfungsi hepar yang menyebabkan kesrusakan hidroksilasi vitamin D dan menurunkan kadar vitamin 25-OHD. Disfungsi hepatik adalah akibat kelebihan zat besi di hati daripada disfungsi jaringan endokrin. Jadi individu dengan talasemia memiliki risiko kekurangan vitamin D yang lebih besar dan karena itu, memiliki kebutuhan suplemen vitamin D yang lebih besar. (Akhouri, et al., 2017).

Tingkat sirkulasi vitamin D yang cukup sangat penting untuk kesehatan tulang dan mengurangi risiko patah tulang. Kekurangan vitamin D dan insufisiensi

matahari yang baik sekitar 400 – 1.000 IU vitamin D per hari. Kadar vitamin D (25OHD) harus dipantau setiap 6 bulan pada pasien dengan suplemen dosis tinggi untuk memastikan kecukupan terapi dan memantau toksisitas. (Soliman, et al.

2013).

Tabel 5.1. Rekomendasi untuk penilaian vitamin D dan terapi pada pasien talasemia mayor. (Soliman A., 2013)

Penilaian vitamin D dan terapi Frekuensi / dosis Serum 25OH vitamin D3 status harus

diukur pada semua anak dan orang dewasa dengan talasemia.

Setiap tahun atau dua kali setahun di terapi dengan dosis mega pada pasien

Untuk pasien talasemia dengan tingkat 25OH D3 < 20 ng/mL

50.000 IU vitamin D2 oral mingguan selama 8 minggu atau 2000 IU vitamin D3 oral setiap hari selama 8 minggu atau dosis mega dari 10.000 IU / Kg (max 600.000 IU) secara oral atau IM

Untuk pasien talasemia dengan 25OHD3 tingkat > 20 ng terapi pemeliharaan / mL dapat diberikan terutama di tempat – tempat dengan paparan sinar matahari yang jelek.

800 – 1000 IU vitamin D2 oral harian atau 50.000 IU vitamin D2 oral perbulan atau dosis mega vitamin D (10.000 IU / kg, maksimal 600.000 IU) secara oral atau IM setiap 6 bulan.

Berdasarkan hal diatas, secara umum asupan harian vitamin D yang direkomendasi tampaknya tidak bervariasi. Namun, kita harus hati-hati pada pasien talasemia beta mayor karena sering ditemukan hiperkalseuria. Untuk itu, diharapkan tingkat vitamin D berada pada kisaran 30 ng/ml dan tidak melebihi dari itu. (Stefanopoulus, et al., 2018).

Suplemen vitamin D dan kalsium bersamaan dengan transfusi regular terapi khelasi mungkin dapat mencegah atau menunda komplikasi akhir seperti perawakan pendek dan osteoporosis pada pasien talasemia. (Shah B, et al., 2017).

Asupan kalsium, harus dilihat patofisiologi dan komorbiditas pada pasien talasemia beta mayor. Pasien harus didorong untuk menerima jumlah mineral yang cukup terutama melalui makanan. Jika kalsium harus diberikan dalam bentuk suplemen, maka lebih baik diberikan dosis rendah atau pemecahan dosis yang tinggi dalam 2 – 3 dosis selama periode 24 jam (Stefanopoulus, et al., 2018).

Nutrisi seimbang, edukasi pasien, konseling diet dan terapi suplemen kalsium dan vitamin D yang berisiko tinggi pada talasemia beta mayor sangat dianjurkan. Pemantauan rutin kalsium serum, alkali fosfatase dan fosfor anorganik juga dianjurkan. (Saboor, et al., 2014)

BAB VI

Dokumen terkait