• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan penelitian ini telah selesai dalam proses pengolahan data dan melakukan perhitungan uji Fisher. Beberapa parameter yang menjadi tujuan dalam penelitian ini telah selesai dilakukan, namun untuk pengolahan selanjutnya masih dalam tahap pergantian parameter dan plotting hasil. Pembentukan titik PS dengan parameter Dispersion < 0,25 atau nilai ASI > 0,75 [13] namun dalam penelitian ini penulis menggunakan parameter ASI sebesar 0,7, 0,75, dan 0,8 untuk mendapatkan jumlah point yang signifikan berbeda.

2.2 Data yang Diperoleh

Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Citra Sentinel 1 (SLC) pada tahun perekeman 2017 hingga 2019 dengan polarisasi VV (pancaran dari sensor vertikal, backscatter dari objek vertikal) descending. Data ini diunduh pada website vertex.daac.asf.alaska.edu/

2. Data DEM (Digital Elevation Model) SRM 1 second dengan resolusi 30 meter.

2.3 Hasil dan Analisis

Dalam proses pengolahan yang telah direncanakan, data Sentinel-1 dengan polarisasi descending dilakukan pengolahan dengan parameter ambang batas koherensi 0,25, 0,5, dan 0,75 dengan pembentukan titik PS dengan parameter ASI 0,7, 075, dan 0,8. Koherensi yang berbeda pada setiap parameter dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar II.2 Ambang batas koherensi Descending 0,5 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II.3 Ambang batas koherensi Descending 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Dari plot hasil dari masing – masing ambang batas koherensi dan parameter ASI yang berbeda didapatkan hasil seperti Tabel II.1 berikut

Tabel II. 1 Jumlah pembentuan PS pada coherence dan ASI yang berbeda data Descending

Coherence ASI POINT

0.25 0.7 10260 0.75 5436 0.8 2471 0.5 0.7 10138 0.75 5389 0.8 2454 0.75 0.7 9895 0.75 5377 0.8 2453

Dari Tabel II.1 dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah poin yang signifikan dipengaruhi oleh faktor pembentukan PS berdasarkan nilai ASI. Hal ini juga mempengaruhi kerapatan titik yang terbentuk pada permukaan yang dianggap solid di permukaan bumi [13]. Meskipun menunjukkan

jumlah poin yang berbeda secara signifikan antar ASI, cumulative displacement dan velocity yang terlihat pada gambar berikut

Gambar II. 4 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 5 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,5 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 6 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Dari pengolahan yang telah dilakukan berdasarkan beberapa parameter yang berbeda wilayah kawasan barat dan timur merupakan wilayah yang mengalami penurunan permukaan tanah yang terus terjadi hingga saat ini. Hal ini diperkuat berdasarkan penelitian Aoki & Sidiq (2014) dan Shirzaei et al., (2015) yang menyebutkan wilayah barat mengalami subsidence rata – rata sebesar 200 mm semenjak 2008 hingga 2010 dengan kecepatan velocity rata – rata sebesar 100 mm/tahun. Sedangkan wilayah timur berdasarkan penelitian Fukushima et al., (2009) menyebutkan awal kemunculan LUSI Mei 2006 subsidance terekam 70 – 80 cm pada interferogram data ALOS pada

pasangan Oktober hingga November 2006, hal ini terjadi karena awal kemunculan LUSI partikel lumpur berupa air (cairan dan uap), gas, dan partikel padat muncul kepermukaan dengan tekanan yang kuat dan jumlah yang besar, sehingga mempengaruhi perubahan permukaan tanah disekitar kawasan semburan. Set data ALOS dari 2006 – 2007 menunjukkan rata – rata penurunan terjadi disebelah timur LUSI sebesar 120 mm/tahun.

Gambar II. 7 Velocity (mm/tahun) ambang batas koherensi 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 8 Velocity (mm/tahun) ambang batas koherensi 0,5 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 9 Velocity (mm/tahun) ambang batas koherensi 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Perbedaan yang terlihat antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah perbedaan set data yang digunakan dalam penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil pengolahan data Sentinel-1 pada tahun perekaman 20Sentinel-17 – 2020. Cumulative displacement dan velocity yang cenderung

menurun dari awal kemunculannya mengidentifikasikan bahwasaanya semburan LUSI akan berhenti suatu saat [1].

Dalam proses selanjutnya, pengolahan yang telah direncanakan data Sentinel-1 dengan polarisasi Ascending dilakukan pengolahan dengan parameter ambang batas koherensi 0,25, 0,5, dan 0,75 dengan pembentukan titik PS dengan parameter ASI 0,7, 075, dan 0,8. Tahapan dalam pengolahan data ini sama seperti pengolahan data descending sebelumnya. Koherensi yang berbeda pada setiap parameter dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar II.100 Ambang batas koherensi Ascending 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 (kiri-kanan)

Gambar II.111 Ambang batas koherensi Ascending 0,50 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 (kiri-kanan)

Dari plot hasil dari masing – masing ambang batas koherensi dan parameter ASI yang berbeda didapatkan hasil seperti Tabel II.2 berikut

Tabel II. 2 Jumlah pembentuan PS pada coherence dan ASI yang berbeda data Ascending

Coherence ASI POINT

0.25 0.7 8370 0.75 4041 0.8 1705 0.5 0.7 8274 0.75 4007 0.8 1514 0.75 0.7 7506 0.75 3786 0.8 1598

Dari Tabel II.1 dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah poin yang signifikan dipengaruhi oleh faktor pembentukan PS berdasarkan nilai ASI. Namun perbedaan ini sangat terlihat berbeda dari jumlah jika dibandingkan dengan data Descending dengan parameter dan ukuran lokasi penelitian yang sama. Hal ini juga dipengaruhi oleh pebedaan cakupan wilayah antara data ascending dan descending, sehingga semakin lemahnya koherensi pada setiap gambar membuat semakin sedikitnya point yang terbentuk pada setiap parameter ambang batas koherensi maupun Amplitude Stability Index (ASI). Dari perbedaan koherensi antara ascending dan descending dapat dilihat pula perbedaan cumulative displacement dan velocity pada hasil pengolahan data Ascending pada gambar berikut.

Gambar II. 14 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,50 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 15 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Dari pengolahan yang telah dilakukan berdasarkan beberapa parameter yang berbeda wilayah kawasan barat dan timur merupakan wilayah yang mengalami penurunan permukaan tanah yang terus terjadi hingga saat ini seperti yang telah dijabarkan pada hasil pengolahan data descending. Pada pengolahan data ascending sendiri penurunan permukaan tanah dan velocity pertahunnya berbeda dengan hasil pengolahan data descending. Perbedaan nilai penurunan permukaan tanah dan velocity antara kedua data dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel II. 3 Perbedaan Cumulative Displacement dan Velocity Masing – masing Coherence antara data Descending dan Ascending.

ASI 0.7 DESCENDING WEST ASI 0.7 ASCENDING WEST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD 0.25 -11.87 -37.45 2.24 0.25 -5.94 -18.94 2.15

0.50 -9.74 -31.22 2.43 0.50 -5.76 -19.45 2.11

0.75 -14.28 -42.40 2.25 0.75 -9.79 -32.17 2.09

ASI 0.7 DESCENDING EAST ASI 0.7 ASCENDING EAST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD 0.25 -21.76 -70.49 3.22 0.25 -18.60 -61.11 2.74 0.50 -19.02 -60.61 2.46 0.50 -16.74 -54.99 2.35 0.75 -17.57 -52.45 2.16 0.75 -21.42 -70.36 2.36

ASI 0.75 DESCENDING WEST ASI 0.7 ASCENDING WEST Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD

0.25 -7.62 -24.30 1.93 0.25 -6.18 -20.30 2.15

0.50 -9.31 -29.68 1.97 0.50 -7.09 -23.27 2.27

0.75 -8.59 -27.39 1.84 0.75 -11.33 -37.23 2.08

ASI 0.75 DESCENDING EAST ASI 0.75 ASCENDING EAST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD 0.25 -25.49 -81.23 2.78 0.25 -25.16 -82.66 4.19 0.50 -21.44 -68.34 2.31 0.50 -24.39 -79.17 2.96 0.75 -20.13 -64.16 1.95 0.75 -21.43 -70.41 2.19

ASI 0.8 DESCENDING WEST ASI 0.8 ASCENDING WEST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD

0.25 -9.37 -29.84 1.85 0.25 -6.32 -20.75 2.71

0.50 -10.19 -32.46 1.65 0.50 -5.61 -18.43 2.30 0.75 -10.36 -33.02 1.53 0.75 -8.21 -26.97 2.48

ASI 0.8 DESCENDING EAST ASI 0.8 ASCENDING EAST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD 0.25 -26.35 -83.96 2.70 0.25 -31.58 -103.75 4.20 0.50 -20.22 -64.44 2.33 0.50 -23.30 -76.55 2.76 0.75 -18.66 -59.48 2.15 0.75 -21.84 -71.77 2.27

Dari tabel II.3 dapat dilihat adanya perbedaan penurunan permukaan tanah dan velocity pada setiap ambang batas koherensi anatara data ascending dan descending. Perbedaan nilai perubahan permukaan tanah antar masing – masing koherensi ini dilakukan pengujian statististik yaitu Uji Fisher.

Pengujian adalah metode untuk melihat hasil perubahan permukaan yang terjadi, dimana perubahan yang terjadi berbeda akibat perbedaan nilai ambang batas koheresi. Uji ini menggunakan distribusi Fisher dengan derajat kebebasan dan tingkat kepercayaan tertentu sebagai pembandingnya. Pembanding yang dimaksud adalah nilai standar deviasi yang didapatkan pada masing – masing coherence. Untuk melakukan uji ini merujuk pada persamaan (2.1) [15]:

𝐹!"#$%&= '!"

'!!" (2.1)

Dimana 𝑆 adalah rata – rata standar deviasi PS yang terbentuk pada setiap koherensi (0,25, 0.50, dan 0,75), F adalah nilai F hitung, yang mana akan dibandingkan dengan F table [16] dengan hipotesa:

𝐹!"#$%& ≤ 𝐹() *⁄ ,./0,./*) (2.2) 𝐻2 = 𝐹!"#$%& ≤ 𝐹() *⁄ ,./0,./*) (2.3)

𝐻) = 𝐹!"#$%& > 𝐹() *⁄ ,./0,./*) (2.4)

Dimana F adalah nilai pada tabel distribusi Fisher dengan α sebagai tingkat kepercayaan dimana tingkat kepercayaan dalam penelitian ini 95% pada tabel F, dan 𝑑𝑓 (degree of freedom) adalah nilai jumlah sample. Penerimaan H0 memenuhi persamaan (2.3), sehingga nilai koherensi yang memenuhi persamaan ini dan artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada hasil cumulative displacement dan velocity pada setiap koherensi yang berbeda. Sedangkan penolakan H0 akan memenuhi pesamaan (2.4), sehingga nilai koherensi yang memenuhi persamaan ini dan artinya berbeda secara signifikan.

Berdasarkan standar deviasi pada masing – masing koherensi pada tabel II.3, dilakaukan pengujian Fisher dengan hasil yang terlihat pada Tabel II.4 dan Tabel II.5

Tabel II.4 Hasil Pengujian Fisher Descending Data

Descending Coherence ASI 0.7 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.176219 2.58 ACCEPTED 13 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.012409 2.58 ACCEPTED 13 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.161801 2.58 ACCEPTED 13

Descending Coherence ASI 0.7 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 1.720388 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 2.219604 2.12 REFUSE 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.290177 2.12 ACCEPTED 20

Descending Coherence ASI 0.75 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.047877 2.22 ACCEPTED 18 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.093836 2.22 ACCEPTED 18 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.146205 2.22 ACCEPTED 18

Descending Coherence ASI 0.75 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 1.454814 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 2.042704 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.4041 2.12 ACCEPTED 20

Descending Coherence ASI 0.8 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.264298 2.22 ACCEPTED 18 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.469638 2.22 ACCEPTED 18 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.162415 2.22 ACCEPTED 18

Descending Coherence ASI 0.8 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 1.34245 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 1.577831 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.175337 2.12 ACCEPTED 20

Tabel II.5 Hasil Pengujian Fisher Ascending Data

Ascending Coherence ASI 0.7 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.039046 2.58 ACCEPTED 13 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.053602 2.58 ACCEPTED 13 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.014009 2.58 ACCEPTED 13

Ascending Coherence ASI 0.7 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 1.357965 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 1.339637 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.013681 2.12 ACCEPTED 20

Ascending Coherence ASI 0.75 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.113313 2.33 ACCEPTED 16 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.076047 2.33 ACCEPTED 16 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.197977 2.33 ACCEPTED 16

Ascending Coherence ASI 0.75 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 2.001015 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 3.658256 2.12 REFUSE 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.8282 2.12 ACCEPTED 20

Ascending Coherence ASI 0.8 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.381883 2.12 ACCEPTED 20 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.191794 2.12 ACCEPTED 20 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.159498 2.12 ACCEPTED 20

Ascending Coherence ASI 0.8 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 2.309684 2.12 REFUSE 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 3.422011 2.12 REFUSE 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.481592 2.12 ACCEPTED 20

Titik ini dihitung dengan persamaan statitistik (2.1) distribusi tabel distribusi Fisher seperti yang telah dibahas sebelumnya. Dengan standar deviasi yang telah diketahui pada setiap coherence threshold pada Tabel II.3 untuk titik yang akan dianalisi di Timur pusat semburan dan untuk titik di Barat pusat semburan LUSI.

FHitung ≤ FTabel ini menunjukkan penerimaan hipotesa H0 sehingga setiap nilai cumulative displacement dan velocity sama atau tidak berbeda secara signikfikan pada setiap coherence threshold yang berbeda. Titik – titik PS yang memiliki informasi perubahan permukaan tanah menunjukkan terjadi subsidence dikawasan Barat dan Timur pusat semburan LUSI. Perbedaan jumlah titik PS pada masing – masing ambang batas koherensi yang berbeda tidak mempengaruhi hasil cumulative displacement, sehingga dapat disimpulkan nilai subsidence dan kecepatan penurunan pertahunnya yang telah ditunjukkan sama. Namun penolakan pada beberapa parameter menunjukkan nilai perubahan permukaan tanah dan kecepatan perubahan permukaan tanah yang berbeda pada penggunaan parameter perbedaan koherensi dan nilai batas ASI.

Dari hasil uji statistik antar ambang batas koherensi yang berbeda membuktikan bahwa perbedaan penurunan permukaan tanah pada masing – masing koherensi tidak berbeda. Namun nilai optimum ambang batas koherensi yang baik digunakan adalah nilai koherensi 0,5 dan nilai ASI 0.75 pada data Ascending maupun Descending, hal ini didasari nilai standar deviasi pada koherensi lebih kecil jika dibandingkan dengan koherensi dibawahnya. Perhitungan Fscore yang dapat dilihat pada Table II. 4 dan Tabel II. 5 didapatkan bahwa perbandingan koherensi diatas 0,5 memiliki nilai yang rerelatif lebih kecil. Meskipun menunjukkan perbedaan penurunan permukaan tanah pada kawasan timur dan Barat pusat semburan LUSI, ambang batas koherensi yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai penurunan yang sama dalam pengujian. Namun, perbedaan koherensi ini dapat dijadikan penelitian untuk mengukur kerusakan didaerah perkotaan yang disebabkan oleh bencana alam [17]. Daerah yang memiliki tingkat vegetasi tinggi yang secara konstan tidak stabil, dengan penyajian koherensi multi temporal interferometric, bisa didapatkan informasi perubahan permukaan tanah, namun keterbatasan sensitivitas SAR pada sensor yang berbeda sehingga setiap hasil metode yang sama pada data berbeda akan mendapatkan hasil yang berbeda [18].

Dari nilai koherensi 0,5 dan nilai ASI 0.75 pada data Ascending maupun Descending kami melakukan plotting hasil menggunakan Generic Mapping Tool (GMT) untuk menampilkan hasil akhir dari PS-InSAR. Hasil plot dapat dilihat pada Gambar II.16 dan Gambar II.17.

Gambar II.16 Plot GMT Ascending Data Dispalcement, velocity, dan koherensi

Gambar II.17 Plot GMT Descending Data Dispalcement, velocity, dan koherensi

Gambar II.16 dan II.17 menunjukkan perubahan permukaan tanah dan koherensi pada hasil PS-InSAR data Ascending dan data Descending, dengan parameter oembentukan ambang batas koherensi 0.5 dan nilai ASI 0.75. Perlu ditekankan bahwa hasil yang muncul pada masing – masing data adalah hasil Line of Sight (LOS) atau di sepanjang garis pengamatan sensor ke target [19].

Berdasarkan hasil velocity dan cumulative dispalcement, sisi Barat dan Timur dari pusat semburan LUSI cenderung mengalami penurunan tanah, hal ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya. Sedangkan sisi Selatan senderung stabil, hanya beberapa area mengalami subsidence namun kecil. Analisa ini difokuskan pada area timur, barat dari pusat semburan LUSI. Pembuatatan profil melintang ini medasarkan pergerakan LUSI yang berbentuk kubah sehingga perubahan permukaan tanah bergerak kesegala arah. Andreas dkk (2017) menyebutkan gunung lumpur LUSI yang terus meluap menyebabkan perubahan permukaan tanah kesegala arah berdasarkan pembentukan interferogram pada tahun 2006 – 2009. Hal ini ditandai dengan adanya cairan yang keluar dari dalam tanah yang menuju kepermukaan, sehingga kekosongan material ini menyebabkan terjadinya amblesan pada wilayah disekitaran LUSI [20].

1. Pusat Semburan LUSI

Gambar II. 1Tingkat Perubahan Permukaan Tanah di Pusat LUSI Berdasarkan PS-InSAR Ascending (Atas) dan Descending (Bawah)

Berdasarkan hasil pembentukan profil melintang pada Gambar II.18 dari titik PS, pusat semburan lumpur tidak dapat di interpretasi karena titik PS akan terbentuk pada objek permukaan tanah yang dianggap solid. Untuk menganalisis besaran perubahan permukaan tanah pada kawasan semburan LUSI dilakukan metode interpolasi pada semua titik PS seperti yang terlihat pada Gambar II.19.

Gambar II. 2Tingkat Perubahan Permukaan Tanah di pusat LUSI Berdasarkan Interpolasi Ascending (Atas) dan Descending (Bawah)

Berdasarakan hasil interpolasi pada setiap titik hasil PS-InSAR pada tahun 2017 – 2020 terjadi subsidence pada semburan LUSI dengan besaran 10 mm hingga 20 mm selama empat tahun pada ascending maupun Descending.

2. Sisi Barat LUSI

Gambar II. 20Tingkat Perubahan Permukaan Tanah disisi Barat LUSI Berdasarkan Interpolasi Ascending (Atas) dan Descending (Bawah)

Berdasarkan pembentukan titik dengan metode PS-InSAR dan dilakukannya interpolasi sisi barat dari semburan LUSI mengalami subsidence dengan rentang rata - rata 10 – 60 mm selama empat tahun dikawasan pemukiman baik dari hasil pengolahan Ascending maupun Descending. Secara administrasi wilayah barat yang terdampak penurunan permukaan tanah adalah Desa Candipari dan Desa Wunut.

3. Sisi Timur LUSI

Gambar II. 21Tingkat Perubahan Permukaan Tanah disisi Timur LUSI Berdasarkan Interpolasi Ascending (Atas) dan Descending (Bawah)

Berdasarkan pembentukan titik dengan metode PS-InSAR wilayah timur dari semburan LUSI mengalami subsidence dengan rentang rata – rata 30 – 80 mm selama empat tahun baik dari hasil pengolahan data Ascending dan Descending. Secara administrasi wilayah timur yang terdampak penurunan permukaan tanah adalah Desa Penatarsewu, Kalidawir, dan Banjarsari.

Dari keseluruhan lokasi dianalisis kecepatan penurunanya/tahun. Kesuluhan kecepatan penurunan permukaan tanah sisi timur dan barat dari pusat semburan LUSI dapat dilihat pada gambar II.22 dan Gambar II.23

Gambar II.22 Tingkat Kecepatan Perubahan Permukaan Tanah Sisi Barat (Kiri) dan Timur (Kanan) Ascending

Gambar II.23 Tingkat Kecepatan Perubahan Permukaan Tanah Sisi Barat (Kiri) dan Timur (Kanan) Descending

Baik dari hasil pengolahan data ascending dan descending tingkat penurunan kecepatan perubahan permukaan tanah pada sisi Barat mengalami kecepatan penurunan permukaan tanah sebesar 10 – 20 mm/tahun. Sedangkan pada sisi timur kecepatan penurunan permukaan tanah pada rentang 10 – 25 mm/tahun.

2.4 Analisis Penelitian Terdahulu

Perubahan permukaan tanah bersifat dinamis, hal ini dipengaruhi faktor internal seperti proses geodinamika yang terjadi didalam perut bumi dan faktor external seperti pembangunan, penambangan dan lain sebagainya. Berdasarkan penelitan sebelumnya hingga penelitian ini, nilai displacement dan kecepatan perubahan permukaan itu sendiri cenderung berubah dan perlahan mulai menurun baik dari segi cumulative displacement dan velocity. Beberapa poin yang membedakan hasil penelitian terdahulu dengan penelitain ini:

1. Fukushima dkk, (2009), awal kemunculan LUSI Mei 2006 subsidance terekam 70 – 80 cm pada interferogram data ALOS pada pasangan Oktober hingga November 2006, hal ini terjadi karena awal kemunculan LUSI partikel lumpur berupa air (cairan dan uap), gas, dan partikel padat muncul kepermukaan dengan tekanan yang kuat dan jumlah yang besar, sehingga mempengaruhi perubahan permukaan tanah disekitar kawasan semburan. Set data ALOS dari 2006 – 2007 menunjukkan rata – rata penurunan terjadi disebelah timur LUSI sebesar 120 mm/tahun.

2. Aoki & Sidiq, (2014), Set data SAR dengan rentang 1,5 – 2,5 tahun semenjak 2008 mendapatkan displacement sebesar ~200 mm dibagian Barat semburan LUSI dengan penurunan sebesar 100 mm/tahun.

3. Shirzaei dkk, (2015), ALOS PALSAR dimanfaatkan dalam memantau perubahan permukaan tahah dikawasan sekitar LUSI. Penelitian ini mendapatkan rata -rata penurunan permukaan tanah sebesar 100 mm/tahun dibagian Barat dalam periode data 2006 – 2011. 4. Set data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki periode waktu yang berbeda dengan

penelitian sebelumnya. Data yang digunakan adalah 2017 – 2020 dengan membandingkan hasil coherence Threshold yang berbeda dan nilai pembentukan PS-InSAR yang berbeda pada setiap pengolahan. Semburan LUSI yang sudah lebih dari 10 tahun cenderung memiliki penurunan permukaan disekitar kawasan semburan lumpur yang lebih kecil dari awal kemunculannya. Trend penurunan permukaan tanah yang semakin tahun menurun mengindikasikan semburan LUSI akan berhenti suatu saat [1].

Penelitian dan survei lapangan termasuk studi tentang LUSI melalui foto udara, gravitasi dan gayaberat mikro, resistivitas, very low frequecy (VLF) elektromagnetik, mikro-seismik, GPS (Global Positioning System) dan pemantauan geohazard [21]. Sejarah panjang pemantauan semburan LUSI salah satu diantaranya penelitian Abidin et al, (2008) menyebutkan dalam pengamatan GPS pada juni, juli, dan agustus 2006 menunjukkan bahwa permukaan tanah telah mengalami displacement horisontal dan vertikal. Tingkat displacement ini masing – masing mencapai 2 dan 4 cm/hari dalam meliputi area 1 kilometer [22]. Dalam

pengamatan GPS dua dan tiga tahun setelah semburan pertama subsidence tanah semakin lambat. Subsidence yang terjadi hanya beberapa sentimeter hingga desimeter dalam waktu bertahun-tahun [23].

Mengacu kepada beberapa hasil penelitian yang menyebutkan laju perubahan permukaan tanah yang terus berkurang dari tahun ke tahun mengindikasikan akhir dari LUSI. Berdasarkan hasil interferogram 4 Oktober 2006 dan 19 November 2006 menunjukkan setidaknya sekitar 70 cm dan 80 cm terjadinya amblesan disekitar kawasan semburan LUSI. Penyebab amblesan, yaitu efek pemuatan lumpur yang meletus, pembuatan saluran lumpur silinder, dan penurunan tekanan dan penipisan material di kedalaman bumi [6]. Dalam 17 bulan dari 2007 – 2009 penurunan permukaan tanah terdeteksi dari 5 – 16 cm [24]. Mekanisme perubahan permukaan dapat dimodelkan berdasarkan pola warna yang terdeteksi dengan pendekatan patahan dan intrusi Laju penurunan yang melambat juga dapat mengindikasikan bahwa gaya yang mendorong luapan telah habis, sehingga erupsi lumpur akhirnya akan berakhir [1].

2.5 Analisis Terhadapa Faktor Perubahan Permukaan Tanah

Dari pengolahan data Sentinel-1A dengan Teknik PS-InSAR dalam penelitian ini penulis membagi menjadi dua faktor. Faktor pertama adalah metode yang digunakan dalam setiap penelitian. Perbedaan data SAR, parameter pengolahan dan tools pengolahan menjadi salah satu faktor yang membuat hasil berbeda dalam satu objek yang sama [25]. Faktor lain yang mempengaruhi perubahan permukaan tanah dikawasan LUSI adalah Geologi.

Gambar II. 24 Peta Geologi dan sebaran gunung lumpur di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Titik merah adalah lokasi lumpur yang teridentifikasi [26].

Provinsi Jatim dan Pulau Jawa merupakan bagian dari Lempeng Benua Eurasia yang secara terus-menerus didesak oleh Kerak Samudra Australia yang bergerak ke utara. Pertemuan kedua lempeng ini membentuk zona penunjaman di sebelah selatan Pulau Jawa. Basin atau cekungan Jawa Timur berkembang sebagai cekungan busur belakang sebagai hasil dari subduksi lempeng samudera Australia di Barat laut di bawah benua Sunda selama masa kapur akhir. Sistem utama tektonik ekstensional berlaku selama waktu tersier awal yang disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Subduksi ini menciptakan sistem graben ekstensional dan pengembangan retakan cekungan [26]. Dengan demikian, dalam prespektif geodinamika, posisi ujung timur Pulau Jawa ini juga sangat rawan dengan gempa bumi, tercatat beberapa gempa pernah terjadi semenjak Mei 2006 hingga 2017 [27] dan serangkaian gempa lainnya yang terjadi semenjak 2017 hingga 2019.

Sidoarjo termasuk ke dalam Cekungan Kendeng yang merupakan Zona Central Depression Pulau Jawa akibat tumbukan lempeng Eurasia dengan lempeng Indo-Australia, sehingga banyak terdapat patahan yang masih aktif. Di dalam rangkaian Zona Kendeng terdapat sesar geser dengan arah Barat daya - timur laut, yaitu sesar Watukosek. Sesar ini memanjang melewati Mojokerto, Gresik, sampai bagian Barat Madura, dan menimbulkan sesar-sesar lainnya[28]. Sesar Watukosek berada pada stratigrafi Mandala Kendeng, berarah timur laut - Barat daya yang melewati Pulungan - Sidoarjo dan Bangkalan, Madura (Van Bemmelen, 1949 dalam Setiadi dkk, 2016)). Adanya kelurusan sebaran mud volcano menunjukkan kontrol tektonik berupa kelurusan struktur sesar permukaan dan bawah permukaan, sebagai hasil reaktivasi sesar pada zona cekungan Kendeng.

Dokumen terkait