• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA ITS DANA ITS 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN PASCASARJANA ITS DANA ITS 2020"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN PASCASARJANA ITS

DANA ITS 2020

Analisa Perubahan Permukaan Tanah di Kawasan Lumpur Sidoarjo dan

Sekitarnya dari Pengolahan Data Sentinel-1 A Tahun 2017 - 2020

menggunakan Metode PS-InSAR

Tim Peneliti :

Ira Mutiara Anjasmara (Teknik Geomatika/FTSPK)

Muhammad Taufik (Teknik Geomatika/FTSPK)

Saiyidinal Fikri (Teknik Geomatika/FTSPK)

DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

(2)

Daftar Isi

Daftar Isi ... i

Daftar Tabel ... ii

Daftar Gambar ... iii

Daftar Lampiran ... iv

BAB I RINGKASAN ... 1

BAB II HASIL PENELITIAN ... 6

BAB III STATUS LUARAN ... 28

BAB IV PERAN MITRA (UntukPenelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi) ... 29

BAB V KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN ... 30

BAB VI RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA ... 31

BAB VII DAFTAR PUSTAKA ... 32

BAB VIII LAMPIRAN ... 35

(3)

Daftar Tabel

Tabel I.1 Target Luaran Penelitian ... 5 Tabel II. 1 Jumlah pembentuan PS pada coherence dan ASI yang berbeda ... 7

(4)

Daftar Gambar

Gambar I.1 Diagram Alir Penelitian ... 4

Gambar II.1 Ambang batas koherensi 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 (kiri-kanan) ... 6

Gambar II.2 Ambang batas koherensi 0,5 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 ... 7

Gambar II.3 Ambang batas koherensi 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 ... 7

Gambar II.4 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 ... 8

Gambar II.5 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,5 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 ... 8

Gambar II.6 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 ... 8

Gambar II.7 Velocity (mm/tahun) ambang batas koherensi 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 ... 9

Gambar II.8 Velocity (mm/tahun) ambang batas koherensi 0,5 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 ... 9

(5)
(6)

BAB I RINGKASAN

1.1 Latar Belakang

Lumpur sidoarjo (LUSI) merupakan peristiwa munculnya semburan lumpur dan gas dari dalam bumi menuju kepermukaan. Gunung lumpur LUSI di kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia mulai meletus pada tanggal 29 Mei 2006. Letusan campuran lumpur, air dan gas yang hampir terus menerus telah terjadi di sekitar erupsi lumpur ini memicu deformasi tanah vertikal dan horizontal. Lebih dari 150 pasang interferogram yang dihasilkan dari 66 scene Advanced Land Observing Satellite (ALOS) PALSAR dari Juni 2006 hingga Desember 2009 juga telah digunakan untuk mempelajari deformasi tanah yang disebabkan oleh lumpur gunung LUSI. Letusan lumpur LUSI dimulai hanya 200 m dari tempat perusahaan minyak Lapindo [1].

Semburan lumpur panas Sidoarjo sampai sekarang masih terus mengalir dan bukti geologis belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat [2]. Semburan lumpur menyebabkan dampak besar pada lingkungan sekitar dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat serta meningkatkan spekulasi lain terhadap bukti geologis. Peristiwa ini menunjukkan pelepasan material dari lapisan bawah permukaan yang mengandung tanah liat bertekanan lebih tinggi dari tekanan hidrostatik (over pressure shale), sangat plastis dan bahkan mungkin dalam kondisi bergerak (hidrodinamik). Hal ini sangat umum di cekungan ellisional. Beberapa karakteristik cekungan ellisional [3] yaitu: pengendapan lapisan sedimen muda yang sangat cepat, adanya tekanan fluida yang sangat besar pada lapisan sedimen yang labil dan tempat adanya minyak. Cekungan ini yang disebut gunung lumpur, meskipun ada perbedaan karakteristik LUSI dengan gunung berapi lumpur lainnya, yang memiliki suhu sekitar 100 ℃ di permukaan dengan debit 150.000 m3/hari. Selama hampir 12 (dua belas) tahun mengalir, kegiatan pengamatan dan

pengukuran karakteristik dan perilaku terus menjadi konvergensi dengan pendekatan geologi, geokimia, geofisika dan geodetik. Hasil analisis geokimia fluida menunjukkan bahwa LUSI telah terkait dengan fenomena panas bumi. Hasil analisis struktur geologis menunjukkan adanya struktur penindikan yang melintasi pusat erupsi sedangkan analisis geodesi menggunakan InSAR menunjukkan adanya beberapa daerah yang mengalami penurunan (subsidence) dan ada yang terangkat (uplift) [2].

Penentuan deformasi secara umum dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti pengukuran sipat datar, pengamatan Global Positioning System (GPS) dan penginderaan jauh. Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian untuk melihat perubahan permukaan tanah menggunakan metode Syntetic Aperture Radar (SAR) dimana metode ini adalah salah satu metode penginderaan jauh dimana penelitian tidak bersentuhan langsung dengan objek yang akan diamati.

(7)

Secara ketelitian metode SAR memang belum bisa mencapai tingkat akurasi yang lebih teliti dibandingkan dengan penggunaan metode GPS atau Sipat Datar dalam mendapatkan nilai perubahan permukaan tanah. Namun dalam penelitian dengan cakupan yang luas metode SAR dapat meminimalisir biaya, sumber daya manusia maupun waktu pengamatan yang terbilang cukup lama. Metode SAR dalam penentuan deformasi dalam aspek geodesi sudah banyak dilakukan seperti penelitian InSAR-derived crustal deformation and fault models of normal faulting earthquake (Mj 7.0) in the Fukushima-Hamadori area, dimana penelitian ini menerapkan analisis Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR) menggunakan data ALOS / PALSAR untuk gempa bumi daerah Fukushima - Hamadori [4]. Penelitian berfokus pada pemetaan daerah yang terkena dampak gempa dengan teknik InSAR dan menggunakan pengamatan deformasi permukaan sebagai input untuk proses inversi slip untuk memodelkan gempa dalam InSAR Technique for Earthquake Studies [5].

Penelitian LUSI dengan menggunaan data SAR metode InSAR dan Differential Syntetic Aperture Radar (DInSAR) telah banyak dilakukan dalam kurun waktu 13 tahun terakhir. Beberapa penelitian seperti Fukushima et al., (2009), Gauchet et al., (2011), Shirzaei el al., (2015) dan Andreas et al., (2017) memanfaatkan metode InSAR menggunakan data ALOS PALSAR untuk melihat deformasi yang terjadi pada kawasan sekitar LUSI. Sensor satelit bekerja pada panjang gelombang mikro seperti PALSAR pada L-band merupakan sistem pengindera aktif dengan mempergunakan energi pancaran sendiri dari wahana satelit, kemudian sinyal hambur baliknya ditangkap oleh antena sensor. Dikarenakan sistem aktif dan bekerja pada gelombang mikro maka sensor SAR dapat dipergunakan untuk memantau permukaan bumi tanpa gangguan awan, cuaca dan ketergantungan sumber cahaya matahari [9]. Dalam penelitian Yulyta et al., (2015) dan Thomas et al., (2010) menerapkan metode DInSAR untuk mendapatkan besar deformasi dengan ketelitian mencapai sub-sentimeter. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat buah citra satelit ALOS/PALSAR hingga didapatkan besar deformasi yang terjadi pada kawasan LUSI.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian ini menggunakan data Sentinel-1, metode PS-InSAR, dan menganalisis perubahan permukaan tanah berdasarkan ambang batas koherensi yang berbeda. Pemanfaatan produk data Sentinel-1 ke berbagai bidang aplikasi adalah berdasarkan kemampuan fase sinyal radar yang koheren untuk berhubungan dengan posisi dan perpindahan target poin menggunakan teknik PS-InSAR, kumpulan besar data radar dapat diproses untuk menentukan populasi titik (poin PS-InSAR) dengan informasi geometris yang akurat, termasuk kecepatan. Teknik ini telah divalidasi dan memungkinkan untuk mengukur deformasi tanah beberapa milimeter per tahun [12]. Pengukuran perpindahan yang tepat dapat digunakan untuk memetakan stabilitas tanah dan mengidentifikasi dan mengkarakterisasi pola gerakan.

(8)

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk analisis perubahan permukaan tanah dengan metode PS-InSAR khususnya kawasan semburan LUSI. Analisa dan evaluasi deformasi atau perubahan permukaan tanah yang terjadi pada kawasan LUSI dengan nilai ambang batas koherensi yang berbeda pada tahun 2017 – 2020

b. Analisis menggunakan parameter amplitude stability index (ASI) yang berbeda.

c. Menganalisa wilayah yang secara signifikan mengalami penurunan tanah dan mengevaluasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya

1.3 Tahapan Metode Penelitian

Tahapan dalam pelaksanaan penelitian ini digambarkan dalam diagram alir pada Gambar I.1 berikut:

(9)
(10)

1.4 Target Luaran

Target luaran dari penelitian ini adalah artikel jurnal internasional terindeks scopus Q2 dan Tesis Magister.

Tabel I.1 Target Luaran Penelitian

Luaran Tahun Status

Jurnal Internasional Q2 2020 Submitted

(11)

Ringkasan penelitian berisi latar belakang penelitian,tujuan dan tahapan metode penelitian, luaran yang ditargetkan, kata kunci

BAB II HASIL PENELITIAN 2.1 Kemajuan Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini telah selesai dalam proses pengolahan data dan melakukan perhitungan uji Fisher. Beberapa parameter yang menjadi tujuan dalam penelitian ini telah selesai dilakukan, namun untuk pengolahan selanjutnya masih dalam tahap pergantian parameter dan plotting hasil. Pembentukan titik PS dengan parameter Dispersion < 0,25 atau nilai ASI > 0,75 [13] namun dalam penelitian ini penulis menggunakan parameter ASI sebesar 0,7, 0,75, dan 0,8 untuk mendapatkan jumlah point yang signifikan berbeda.

2.2 Data yang Diperoleh

Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Citra Sentinel 1 (SLC) pada tahun perekeman 2017 hingga 2019 dengan polarisasi VV (pancaran dari sensor vertikal, backscatter dari objek vertikal) descending. Data ini diunduh pada website vertex.daac.asf.alaska.edu/

2. Data DEM (Digital Elevation Model) SRM 1 second dengan resolusi 30 meter.

2.3 Hasil dan Analisis

Dalam proses pengolahan yang telah direncanakan, data Sentinel-1 dengan polarisasi descending dilakukan pengolahan dengan parameter ambang batas koherensi 0,25, 0,5, dan 0,75 dengan pembentukan titik PS dengan parameter ASI 0,7, 075, dan 0,8. Koherensi yang berbeda pada setiap parameter dapat dilihat pada gambar berikut

(12)

Gambar II.2 Ambang batas koherensi Descending 0,5 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II.3 Ambang batas koherensi Descending 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Dari plot hasil dari masing – masing ambang batas koherensi dan parameter ASI yang berbeda didapatkan hasil seperti Tabel II.1 berikut

Tabel II. 1 Jumlah pembentuan PS pada coherence dan ASI yang berbeda data Descending

Coherence ASI POINT

0.25 0.7 10260 0.75 5436 0.8 2471 0.5 0.7 10138 0.75 5389 0.8 2454 0.75 0.7 9895 0.75 5377 0.8 2453

Dari Tabel II.1 dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah poin yang signifikan dipengaruhi oleh faktor pembentukan PS berdasarkan nilai ASI. Hal ini juga mempengaruhi kerapatan titik yang terbentuk pada permukaan yang dianggap solid di permukaan bumi [13]. Meskipun menunjukkan

(13)

jumlah poin yang berbeda secara signifikan antar ASI, cumulative displacement dan velocity yang terlihat pada gambar berikut

Gambar II. 4 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 5 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,5 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 6 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Dari pengolahan yang telah dilakukan berdasarkan beberapa parameter yang berbeda wilayah kawasan barat dan timur merupakan wilayah yang mengalami penurunan permukaan tanah yang terus terjadi hingga saat ini. Hal ini diperkuat berdasarkan penelitian Aoki & Sidiq (2014) dan Shirzaei et al., (2015) yang menyebutkan wilayah barat mengalami subsidence rata – rata sebesar 200 mm semenjak 2008 hingga 2010 dengan kecepatan velocity rata – rata sebesar 100 mm/tahun. Sedangkan wilayah timur berdasarkan penelitian Fukushima et al., (2009) menyebutkan awal kemunculan LUSI Mei 2006 subsidance terekam 70 – 80 cm pada interferogram data ALOS pada

(14)

pasangan Oktober hingga November 2006, hal ini terjadi karena awal kemunculan LUSI partikel lumpur berupa air (cairan dan uap), gas, dan partikel padat muncul kepermukaan dengan tekanan yang kuat dan jumlah yang besar, sehingga mempengaruhi perubahan permukaan tanah disekitar kawasan semburan. Set data ALOS dari 2006 – 2007 menunjukkan rata – rata penurunan terjadi disebelah timur LUSI sebesar 120 mm/tahun.

Gambar II. 7 Velocity (mm/tahun) ambang batas koherensi 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 8 Velocity (mm/tahun) ambang batas koherensi 0,5 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 9 Velocity (mm/tahun) ambang batas koherensi 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Perbedaan yang terlihat antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah perbedaan set data yang digunakan dalam penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil pengolahan data Sentinel-1 pada tahun perekaman 20Sentinel-17 – 2020. Cumulative displacement dan velocity yang cenderung

(15)

menurun dari awal kemunculannya mengidentifikasikan bahwasaanya semburan LUSI akan berhenti suatu saat [1].

Dalam proses selanjutnya, pengolahan yang telah direncanakan data Sentinel-1 dengan polarisasi Ascending dilakukan pengolahan dengan parameter ambang batas koherensi 0,25, 0,5, dan 0,75 dengan pembentukan titik PS dengan parameter ASI 0,7, 075, dan 0,8. Tahapan dalam pengolahan data ini sama seperti pengolahan data descending sebelumnya. Koherensi yang berbeda pada setiap parameter dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar II.100 Ambang batas koherensi Ascending 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 (kiri-kanan)

Gambar II.111 Ambang batas koherensi Ascending 0,50 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 (kiri-kanan)

(16)

Dari plot hasil dari masing – masing ambang batas koherensi dan parameter ASI yang berbeda didapatkan hasil seperti Tabel II.2 berikut

Tabel II. 2 Jumlah pembentuan PS pada coherence dan ASI yang berbeda data Ascending

Coherence ASI POINT

0.25 0.7 8370 0.75 4041 0.8 1705 0.5 0.7 8274 0.75 4007 0.8 1514 0.75 0.7 7506 0.75 3786 0.8 1598

Dari Tabel II.1 dapat dilihat bahwa perbedaan jumlah poin yang signifikan dipengaruhi oleh faktor pembentukan PS berdasarkan nilai ASI. Namun perbedaan ini sangat terlihat berbeda dari jumlah jika dibandingkan dengan data Descending dengan parameter dan ukuran lokasi penelitian yang sama. Hal ini juga dipengaruhi oleh pebedaan cakupan wilayah antara data ascending dan descending, sehingga semakin lemahnya koherensi pada setiap gambar membuat semakin sedikitnya point yang terbentuk pada setiap parameter ambang batas koherensi maupun Amplitude Stability Index (ASI). Dari perbedaan koherensi antara ascending dan descending dapat dilihat pula perbedaan cumulative displacement dan velocity pada hasil pengolahan data Ascending pada gambar berikut.

(17)

Gambar II. 14 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,50 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Gambar II. 15 Cumulative Displacement ambang batas koherensi 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8

Dari pengolahan yang telah dilakukan berdasarkan beberapa parameter yang berbeda wilayah kawasan barat dan timur merupakan wilayah yang mengalami penurunan permukaan tanah yang terus terjadi hingga saat ini seperti yang telah dijabarkan pada hasil pengolahan data descending. Pada pengolahan data ascending sendiri penurunan permukaan tanah dan velocity pertahunnya berbeda dengan hasil pengolahan data descending. Perbedaan nilai penurunan permukaan tanah dan velocity antara kedua data dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel II. 3 Perbedaan Cumulative Displacement dan Velocity Masing – masing Coherence antara data Descending dan Ascending.

ASI 0.7 DESCENDING WEST ASI 0.7 ASCENDING WEST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD 0.25 -11.87 -37.45 2.24 0.25 -5.94 -18.94 2.15

0.50 -9.74 -31.22 2.43 0.50 -5.76 -19.45 2.11

0.75 -14.28 -42.40 2.25 0.75 -9.79 -32.17 2.09

ASI 0.7 DESCENDING EAST ASI 0.7 ASCENDING EAST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD 0.25 -21.76 -70.49 3.22 0.25 -18.60 -61.11 2.74 0.50 -19.02 -60.61 2.46 0.50 -16.74 -54.99 2.35 0.75 -17.57 -52.45 2.16 0.75 -21.42 -70.36 2.36

(18)

ASI 0.75 DESCENDING WEST ASI 0.7 ASCENDING WEST Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD

0.25 -7.62 -24.30 1.93 0.25 -6.18 -20.30 2.15

0.50 -9.31 -29.68 1.97 0.50 -7.09 -23.27 2.27

0.75 -8.59 -27.39 1.84 0.75 -11.33 -37.23 2.08

ASI 0.75 DESCENDING EAST ASI 0.75 ASCENDING EAST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD 0.25 -25.49 -81.23 2.78 0.25 -25.16 -82.66 4.19 0.50 -21.44 -68.34 2.31 0.50 -24.39 -79.17 2.96 0.75 -20.13 -64.16 1.95 0.75 -21.43 -70.41 2.19

ASI 0.8 DESCENDING WEST ASI 0.8 ASCENDING WEST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD

0.25 -9.37 -29.84 1.85 0.25 -6.32 -20.75 2.71

0.50 -10.19 -32.46 1.65 0.50 -5.61 -18.43 2.30 0.75 -10.36 -33.02 1.53 0.75 -8.21 -26.97 2.48

ASI 0.8 DESCENDING EAST ASI 0.8 ASCENDING EAST

Coherence Velocity Cum.Disp STD Coherence Velocity Cum.Disp STD 0.25 -26.35 -83.96 2.70 0.25 -31.58 -103.75 4.20 0.50 -20.22 -64.44 2.33 0.50 -23.30 -76.55 2.76 0.75 -18.66 -59.48 2.15 0.75 -21.84 -71.77 2.27

Dari tabel II.3 dapat dilihat adanya perbedaan penurunan permukaan tanah dan velocity pada setiap ambang batas koherensi anatara data ascending dan descending. Perbedaan nilai perubahan permukaan tanah antar masing – masing koherensi ini dilakukan pengujian statististik yaitu Uji Fisher.

Pengujian adalah metode untuk melihat hasil perubahan permukaan yang terjadi, dimana perubahan yang terjadi berbeda akibat perbedaan nilai ambang batas koheresi. Uji ini menggunakan distribusi Fisher dengan derajat kebebasan dan tingkat kepercayaan tertentu sebagai pembandingnya. Pembanding yang dimaksud adalah nilai standar deviasi yang didapatkan pada masing – masing coherence. Untuk melakukan uji ini merujuk pada persamaan (2.1) [15]:

𝐹!"#$%&= '! "

'!!" (2.1)

Dimana 𝑆 adalah rata – rata standar deviasi PS yang terbentuk pada setiap koherensi (0,25, 0.50, dan 0,75), F adalah nilai F hitung, yang mana akan dibandingkan dengan F table [16] dengan hipotesa:

𝐹!"#$%& ≤ 𝐹() *⁄ ,./0,./*) (2.2)

(19)

𝐻) = 𝐹!"#$%& > 𝐹() *⁄ ,./0,./*) (2.4)

Dimana F adalah nilai pada tabel distribusi Fisher dengan α sebagai tingkat kepercayaan dimana tingkat kepercayaan dalam penelitian ini 95% pada tabel F, dan 𝑑𝑓 (degree of freedom) adalah nilai jumlah sample. Penerimaan H0 memenuhi persamaan (2.3), sehingga nilai koherensi yang

memenuhi persamaan ini dan artinya tidak ada perbedaan yang signifikan pada hasil cumulative displacement dan velocity pada setiap koherensi yang berbeda. Sedangkan penolakan H0 akan

memenuhi pesamaan (2.4), sehingga nilai koherensi yang memenuhi persamaan ini dan artinya berbeda secara signifikan.

Berdasarkan standar deviasi pada masing – masing koherensi pada tabel II.3, dilakaukan pengujian Fisher dengan hasil yang terlihat pada Tabel II.4 dan Tabel II.5

Tabel II.4 Hasil Pengujian Fisher Descending Data

Descending Coherence ASI 0.7 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.176219 2.58 ACCEPTED 13 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.012409 2.58 ACCEPTED 13 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.161801 2.58 ACCEPTED 13

Descending Coherence ASI 0.7 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 1.720388 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 2.219604 2.12 REFUSE 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.290177 2.12 ACCEPTED 20

Descending Coherence ASI 0.75 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.047877 2.22 ACCEPTED 18 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.093836 2.22 ACCEPTED 18 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.146205 2.22 ACCEPTED 18

Descending Coherence ASI 0.75 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 1.454814 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 2.042704 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.4041 2.12 ACCEPTED 20

Descending Coherence ASI 0.8 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.264298 2.22 ACCEPTED 18 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.469638 2.22 ACCEPTED 18 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.162415 2.22 ACCEPTED 18

(20)

Descending Coherence ASI 0.8 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 1.34245 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 1.577831 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.175337 2.12 ACCEPTED 20

Tabel II.5 Hasil Pengujian Fisher Ascending Data

Ascending Coherence ASI 0.7 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.039046 2.58 ACCEPTED 13 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.053602 2.58 ACCEPTED 13 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.014009 2.58 ACCEPTED 13

Ascending Coherence ASI 0.7 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 1.357965 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 1.339637 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.013681 2.12 ACCEPTED 20

Ascending Coherence ASI 0.75 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.113313 2.33 ACCEPTED 16 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.076047 2.33 ACCEPTED 16 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.197977 2.33 ACCEPTED 16

Ascending Coherence ASI 0.75 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 2.001015 2.12 ACCEPTED 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 3.658256 2.12 REFUSE 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.8282 2.12 ACCEPTED 20

Ascending Coherence ASI 0.8 F Score F Value Hipotesa Point WEST 0,25 & WEST 0,50 1.381883 2.12 ACCEPTED 20 WEST 0,25 & WEST 0,75 1.191794 2.12 ACCEPTED 20 WEST 0,50 & WEST 0,75 1.159498 2.12 ACCEPTED 20

Ascending Coherence ASI 0.8 F Score F Value Hipotesa Point EAST 0,25 & EAST 0,50 2.309684 2.12 REFUSE 20 EAST 0,25 & EAST 0,75 3.422011 2.12 REFUSE 20 EAST 0,50 & EAST 0,75 1.481592 2.12 ACCEPTED 20

Titik ini dihitung dengan persamaan statitistik (2.1) distribusi tabel distribusi Fisher seperti yang telah dibahas sebelumnya. Dengan standar deviasi yang telah diketahui pada setiap coherence threshold pada Tabel II.3 untuk titik yang akan dianalisi di Timur pusat semburan dan untuk titik di Barat pusat semburan LUSI.

(21)

FHitung ≤ FTabel ini menunjukkan penerimaan hipotesa H0 sehingga setiap nilai cumulative

displacement dan velocity sama atau tidak berbeda secara signikfikan pada setiap coherence threshold yang berbeda. Titik – titik PS yang memiliki informasi perubahan permukaan tanah menunjukkan terjadi subsidence dikawasan Barat dan Timur pusat semburan LUSI. Perbedaan jumlah titik PS pada masing – masing ambang batas koherensi yang berbeda tidak mempengaruhi hasil cumulative displacement, sehingga dapat disimpulkan nilai subsidence dan kecepatan penurunan pertahunnya yang telah ditunjukkan sama. Namun penolakan pada beberapa parameter menunjukkan nilai perubahan permukaan tanah dan kecepatan perubahan permukaan tanah yang berbeda pada penggunaan parameter perbedaan koherensi dan nilai batas ASI.

Dari hasil uji statistik antar ambang batas koherensi yang berbeda membuktikan bahwa perbedaan penurunan permukaan tanah pada masing – masing koherensi tidak berbeda. Namun nilai optimum ambang batas koherensi yang baik digunakan adalah nilai koherensi 0,5 dan nilai ASI 0.75 pada data Ascending maupun Descending, hal ini didasari nilai standar deviasi pada koherensi lebih kecil jika dibandingkan dengan koherensi dibawahnya. Perhitungan Fscore yang dapat dilihat pada

Table II. 4 dan Tabel II. 5 didapatkan bahwa perbandingan koherensi diatas 0,5 memiliki nilai yang rerelatif lebih kecil. Meskipun menunjukkan perbedaan penurunan permukaan tanah pada kawasan timur dan Barat pusat semburan LUSI, ambang batas koherensi yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai penurunan yang sama dalam pengujian. Namun, perbedaan koherensi ini dapat dijadikan penelitian untuk mengukur kerusakan didaerah perkotaan yang disebabkan oleh bencana alam [17]. Daerah yang memiliki tingkat vegetasi tinggi yang secara konstan tidak stabil, dengan penyajian koherensi multi temporal interferometric, bisa didapatkan informasi perubahan permukaan tanah, namun keterbatasan sensitivitas SAR pada sensor yang berbeda sehingga setiap hasil metode yang sama pada data berbeda akan mendapatkan hasil yang berbeda [18].

Dari nilai koherensi 0,5 dan nilai ASI 0.75 pada data Ascending maupun Descending kami melakukan plotting hasil menggunakan Generic Mapping Tool (GMT) untuk menampilkan hasil akhir dari PS-InSAR. Hasil plot dapat dilihat pada Gambar II.16 dan Gambar II.17.

(22)

Gambar II.16 Plot GMT Ascending Data Dispalcement, velocity, dan koherensi

Gambar II.17 Plot GMT Descending Data Dispalcement, velocity, dan koherensi

Gambar II.16 dan II.17 menunjukkan perubahan permukaan tanah dan koherensi pada hasil PS-InSAR data Ascending dan data Descending, dengan parameter oembentukan ambang batas koherensi 0.5 dan nilai ASI 0.75. Perlu ditekankan bahwa hasil yang muncul pada masing – masing data adalah hasil Line of Sight (LOS) atau di sepanjang garis pengamatan sensor ke target [19].

Berdasarkan hasil velocity dan cumulative dispalcement, sisi Barat dan Timur dari pusat semburan LUSI cenderung mengalami penurunan tanah, hal ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya. Sedangkan sisi Selatan senderung stabil, hanya beberapa area mengalami subsidence namun kecil. Analisa ini difokuskan pada area timur, barat dari pusat semburan LUSI. Pembuatatan profil melintang ini medasarkan pergerakan LUSI yang berbentuk kubah sehingga perubahan permukaan tanah bergerak kesegala arah. Andreas dkk (2017) menyebutkan gunung lumpur LUSI yang terus meluap menyebabkan perubahan permukaan tanah kesegala arah berdasarkan pembentukan interferogram pada tahun 2006 – 2009. Hal ini ditandai dengan adanya cairan yang keluar dari dalam tanah yang menuju kepermukaan, sehingga kekosongan material ini menyebabkan terjadinya amblesan pada wilayah disekitaran LUSI [20].

(23)

1. Pusat Semburan LUSI

Gambar II. 1Tingkat Perubahan Permukaan Tanah di Pusat LUSI Berdasarkan PS-InSAR Ascending (Atas) dan Descending (Bawah)

Berdasarkan hasil pembentukan profil melintang pada Gambar II.18 dari titik PS, pusat semburan lumpur tidak dapat di interpretasi karena titik PS akan terbentuk pada objek permukaan tanah yang dianggap solid. Untuk menganalisis besaran perubahan permukaan tanah pada kawasan semburan LUSI dilakukan metode interpolasi pada semua titik PS seperti yang terlihat pada Gambar II.19.

(24)

Gambar II. 2Tingkat Perubahan Permukaan Tanah di pusat LUSI Berdasarkan Interpolasi Ascending (Atas) dan Descending (Bawah)

Berdasarakan hasil interpolasi pada setiap titik hasil PS-InSAR pada tahun 2017 – 2020 terjadi subsidence pada semburan LUSI dengan besaran 10 mm hingga 20 mm selama empat tahun pada ascending maupun Descending.

(25)

2. Sisi Barat LUSI

Gambar II. 20Tingkat Perubahan Permukaan Tanah disisi Barat LUSI Berdasarkan Interpolasi Ascending (Atas) dan Descending (Bawah)

Berdasarkan pembentukan titik dengan metode PS-InSAR dan dilakukannya interpolasi sisi barat dari semburan LUSI mengalami subsidence dengan rentang rata - rata 10 – 60 mm selama empat tahun dikawasan pemukiman baik dari hasil pengolahan Ascending maupun Descending. Secara administrasi wilayah barat yang terdampak penurunan permukaan tanah adalah Desa Candipari dan Desa Wunut.

(26)

3. Sisi Timur LUSI

Gambar II. 21Tingkat Perubahan Permukaan Tanah disisi Timur LUSI Berdasarkan Interpolasi Ascending (Atas) dan Descending (Bawah)

Berdasarkan pembentukan titik dengan metode PS-InSAR wilayah timur dari semburan LUSI mengalami subsidence dengan rentang rata – rata 30 – 80 mm selama empat tahun baik dari hasil pengolahan data Ascending dan Descending. Secara administrasi wilayah timur yang terdampak penurunan permukaan tanah adalah Desa Penatarsewu, Kalidawir, dan Banjarsari.

Dari keseluruhan lokasi dianalisis kecepatan penurunanya/tahun. Kesuluhan kecepatan penurunan permukaan tanah sisi timur dan barat dari pusat semburan LUSI dapat dilihat pada gambar II.22 dan Gambar II.23

(27)

Gambar II.22 Tingkat Kecepatan Perubahan Permukaan Tanah Sisi Barat (Kiri) dan Timur (Kanan) Ascending

Gambar II.23 Tingkat Kecepatan Perubahan Permukaan Tanah Sisi Barat (Kiri) dan Timur (Kanan) Descending

Baik dari hasil pengolahan data ascending dan descending tingkat penurunan kecepatan perubahan permukaan tanah pada sisi Barat mengalami kecepatan penurunan permukaan tanah sebesar 10 – 20 mm/tahun. Sedangkan pada sisi timur kecepatan penurunan permukaan tanah pada rentang 10 – 25 mm/tahun.

(28)

2.4 Analisis Penelitian Terdahulu

Perubahan permukaan tanah bersifat dinamis, hal ini dipengaruhi faktor internal seperti proses geodinamika yang terjadi didalam perut bumi dan faktor external seperti pembangunan, penambangan dan lain sebagainya. Berdasarkan penelitan sebelumnya hingga penelitian ini, nilai displacement dan kecepatan perubahan permukaan itu sendiri cenderung berubah dan perlahan mulai menurun baik dari segi cumulative displacement dan velocity. Beberapa poin yang membedakan hasil penelitian terdahulu dengan penelitain ini:

1. Fukushima dkk, (2009), awal kemunculan LUSI Mei 2006 subsidance terekam 70 – 80 cm pada interferogram data ALOS pada pasangan Oktober hingga November 2006, hal ini terjadi karena awal kemunculan LUSI partikel lumpur berupa air (cairan dan uap), gas, dan partikel padat muncul kepermukaan dengan tekanan yang kuat dan jumlah yang besar, sehingga mempengaruhi perubahan permukaan tanah disekitar kawasan semburan. Set data ALOS dari 2006 – 2007 menunjukkan rata – rata penurunan terjadi disebelah timur LUSI sebesar 120 mm/tahun.

2. Aoki & Sidiq, (2014), Set data SAR dengan rentang 1,5 – 2,5 tahun semenjak 2008 mendapatkan displacement sebesar ~200 mm dibagian Barat semburan LUSI dengan penurunan sebesar 100 mm/tahun.

3. Shirzaei dkk, (2015), ALOS PALSAR dimanfaatkan dalam memantau perubahan permukaan tahah dikawasan sekitar LUSI. Penelitian ini mendapatkan rata -rata penurunan permukaan tanah sebesar 100 mm/tahun dibagian Barat dalam periode data 2006 – 2011. 4. Set data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki periode waktu yang berbeda dengan

penelitian sebelumnya. Data yang digunakan adalah 2017 – 2020 dengan membandingkan hasil coherence Threshold yang berbeda dan nilai pembentukan PS-InSAR yang berbeda pada setiap pengolahan. Semburan LUSI yang sudah lebih dari 10 tahun cenderung memiliki penurunan permukaan disekitar kawasan semburan lumpur yang lebih kecil dari awal kemunculannya. Trend penurunan permukaan tanah yang semakin tahun menurun mengindikasikan semburan LUSI akan berhenti suatu saat [1].

Penelitian dan survei lapangan termasuk studi tentang LUSI melalui foto udara, gravitasi dan gayaberat mikro, resistivitas, very low frequecy (VLF) elektromagnetik, mikro-seismik, GPS (Global Positioning System) dan pemantauan geohazard [21]. Sejarah panjang pemantauan semburan LUSI salah satu diantaranya penelitian Abidin et al, (2008) menyebutkan dalam pengamatan GPS pada juni, juli, dan agustus 2006 menunjukkan bahwa permukaan tanah telah mengalami displacement horisontal dan vertikal. Tingkat displacement ini masing – masing mencapai 2 dan 4 cm/hari dalam meliputi area 1 kilometer [22]. Dalam

(29)

pengamatan GPS dua dan tiga tahun setelah semburan pertama subsidence tanah semakin lambat. Subsidence yang terjadi hanya beberapa sentimeter hingga desimeter dalam waktu bertahun-tahun [23].

Mengacu kepada beberapa hasil penelitian yang menyebutkan laju perubahan permukaan tanah yang terus berkurang dari tahun ke tahun mengindikasikan akhir dari LUSI. Berdasarkan hasil interferogram 4 Oktober 2006 dan 19 November 2006 menunjukkan setidaknya sekitar 70 cm dan 80 cm terjadinya amblesan disekitar kawasan semburan LUSI. Penyebab amblesan, yaitu efek pemuatan lumpur yang meletus, pembuatan saluran lumpur silinder, dan penurunan tekanan dan penipisan material di kedalaman bumi [6]. Dalam 17 bulan dari 2007 – 2009 penurunan permukaan tanah terdeteksi dari 5 – 16 cm [24]. Mekanisme perubahan permukaan dapat dimodelkan berdasarkan pola warna yang terdeteksi dengan pendekatan patahan dan intrusi Laju penurunan yang melambat juga dapat mengindikasikan bahwa gaya yang mendorong luapan telah habis, sehingga erupsi lumpur akhirnya akan berakhir [1].

2.5 Analisis Terhadapa Faktor Perubahan Permukaan Tanah

Dari pengolahan data Sentinel-1A dengan Teknik PS-InSAR dalam penelitian ini penulis membagi menjadi dua faktor. Faktor pertama adalah metode yang digunakan dalam setiap penelitian. Perbedaan data SAR, parameter pengolahan dan tools pengolahan menjadi salah satu faktor yang membuat hasil berbeda dalam satu objek yang sama [25]. Faktor lain yang mempengaruhi perubahan permukaan tanah dikawasan LUSI adalah Geologi.

Gambar II. 24 Peta Geologi dan sebaran gunung lumpur di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Titik merah adalah lokasi lumpur yang teridentifikasi [26].

(30)

Provinsi Jatim dan Pulau Jawa merupakan bagian dari Lempeng Benua Eurasia yang secara terus-menerus didesak oleh Kerak Samudra Australia yang bergerak ke utara. Pertemuan kedua lempeng ini membentuk zona penunjaman di sebelah selatan Pulau Jawa. Basin atau cekungan Jawa Timur berkembang sebagai cekungan busur belakang sebagai hasil dari subduksi lempeng samudera Australia di Barat laut di bawah benua Sunda selama masa kapur akhir. Sistem utama tektonik ekstensional berlaku selama waktu tersier awal yang disebabkan oleh interaksi yang kompleks antara lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Subduksi ini menciptakan sistem graben ekstensional dan pengembangan retakan cekungan [26]. Dengan demikian, dalam prespektif geodinamika, posisi ujung timur Pulau Jawa ini juga sangat rawan dengan gempa bumi, tercatat beberapa gempa pernah terjadi semenjak Mei 2006 hingga 2017 [27] dan serangkaian gempa lainnya yang terjadi semenjak 2017 hingga 2019.

Sidoarjo termasuk ke dalam Cekungan Kendeng yang merupakan Zona Central Depression Pulau Jawa akibat tumbukan lempeng Eurasia dengan lempeng Indo-Australia, sehingga banyak terdapat patahan yang masih aktif. Di dalam rangkaian Zona Kendeng terdapat sesar geser dengan arah Barat daya - timur laut, yaitu sesar Watukosek. Sesar ini memanjang melewati Mojokerto, Gresik, sampai bagian Barat Madura, dan menimbulkan sesar-sesar lainnya[28]. Sesar Watukosek berada pada stratigrafi Mandala Kendeng, berarah timur laut - Barat daya yang melewati Pulungan - Sidoarjo dan Bangkalan, Madura (Van Bemmelen, 1949 dalam Setiadi dkk, 2016)). Adanya kelurusan sebaran mud volcano menunjukkan kontrol tektonik berupa kelurusan struktur sesar permukaan dan bawah permukaan, sebagai hasil reaktivasi sesar pada zona cekungan Kendeng.

(31)

Kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan pengukuran gayaberat [20] dalam 3 periode (Gambar II. 25) telah diperoleh perubahan rapat massa. Perubahan rapat massa merupakan deformasi bawah permukaan, akibat perubahan material padatan menjadi material cairan yang menunjukkan ketidak stabilan daerah tersebut. Model geologi pada penampang anomali gayaberat memotong kolam lumpur ditafsirkan bahwa Sesar Watukosek, mengalami rekahan maupun sesar dangkal sebagai reaktivasi dari gaya tekan horizontal maupun vertikal. Tembusan gas maupun semburan air lumpur di daerah Siring Barat sampai Tanggulangin sebagai kontrol dari reaktivasi dari Sesar Watukosek [20]. Penelitian Andreas et al (2017) menganalisis salah satu penyebab semburan LUSI berdasarkan sesar Watukosek yang melintasi pusat semburan LUSI, dapat dilihat dari Gambar II. 25

Gambar II. 25Sesar Watukosek yang Melintasi Pusat Semburan LUSI [1]

Pergerakan tektonik yang terus menerus akan menyaring dan berpotensi menggeser struktur dan infrastruktur permukaan, merusak rumah dan tanggul, menyebabkan banjir lumpur. Pergerakan vertikal dan horizontal selanjutnya dapat merusak infrastruktur, khususnya jalan kereta api dan pipa gas dan air. Pengaktifan kembali patahan yang terus menerus dan pembentukan patahan dan celah akan menyebabkan munculnya lebih banyak gelembung gas dalam radius 2–3 km dari lubang letusan lumpur utama di sepanjang jalur kelurusan yang lemah sepanjang bidang patahan [26].

Analisis data geologi dan geofisika menunjukkan bahwa pelepasan cairan bawah permukaan biasanya berfokus pada berbagai tipologi struktur rapuh curam yang sering dikaitkan dengan antiklin. antiklin pada dasarnya adalah lipatan batu yang mendalam, tua, yang perlahan-lahan melipat dan menindih batuan di atasnya, zonasi vertikal tegangan dalam inti lipatan dapat mewakili kontrol penting pada pengembangan fraktur lapisan batuan dan akhirnya menjadi penempatan lumpur [29]. Geologi daerah penelitian didominasi oleh batuan sedimen. Sedimen

(32)

alluvium dengan ketebalan lebih besar dari 330 meter sebagai endapan laut dangkal yang menempati daerah Porong dan sekitarnya, dimana sedimen tersebut dipengaruhi oleh struktur dangkal yang membentuk rekahan maupun gaya horizontal dari aktifitas lumpur Sidoarjo [30]. Setiadi et al (2016) melakukan pemodelan struktur geologi dibawah permukaan dengan pengukuran metode Geomagnetik, didapatkan pemodelan dan jalur sesar Watukosek (Gambar II.26).

Gambar II. 26 Pemodelan Sesar Watukosek Melewai Sisi Barat dari Pusat LUSI [28]

Dari penelitian Padmawidjaja (2013), Setiadi dkk (2016), dan Andreas dkk (2017) diperoleh 2 informasi sesar Watusokek yang melintasi sisi barat dan memotong pusat semburan LUSI. Dalam penelitian ini sesar Watusokek diperkirakan dengan penelitian sebelumnya. Sesar Watukosek yang digambarkan adalah pendugaan lokasi sesar berdasarkan penelitian Setiadi dkk, (2016) dan Supriyana dkk, (2018). Dari hasil profil melintang didapatkan pola penurunan sebesar 0 – 12 mm/tahun, namun saat melewati sesar Watukosek pola penurunan berkurang antara 0 – 4 mm/tahun. Ini mengindikasi bahwa sesar Watokosek dalam kondisi aktif, namun masih belum diketahui jenisnya, apakah loked fault atau creeping fault. Jika sesar Kendeng termasuk dalam locked fault, maka potensial gempa akan lebih besar dari pada estimasi yang diperhitungkan sebelumnya, sedangkan jika creeping fault, maka sebaiknya menghindari pembangunan infrastruktur di sepanjang sesar [31][32].

(33)

BAB III STATUS LUARAN

Status Luaran berisi status tercapainya luran wajib yang dijanjikan dan luaran tambahan (jika ada). Uraian status luaran harus didukung dengan bukti kemajuan ketercapaian luaran di bagian bab Lampiran

Luaran Tahun Status

Jurnal Internasional Q2 2020 Persiapan

Seminar Internasional terindeks Scopus

2020 Submitted

(34)

BAB IV PERAN MITRA

(Untuk Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi)

(35)

BAB V KENDALA PELAKSANAAN PENELITIAN

Kendala Pelaksanaan Penelitian berisi kesulitan atau hambatan yang dihadapi selama melakukan penelitian dan mencapai luaran yang dijanjikan

(36)

BAB VI RENCANA TAHAPAN SELANJUTNYA

Rencana kedepan adalah melakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan nilai vertical dari kedua hasil data Ascending dan Deescending dengan metode decompose

(37)

BAB VII DAFTAR PUSTAKA

[1] Andreas H, Abidin H Z, Sidiq T P, Gumilar I, Aoki Y, Hakim A L and Sumintadiredja P 2017 Understanding the trigger for the LUSI mud volcano eruption from ground

deformation signatures Geol. Soc. Spec. Publ. 441 199–212

[2] Wibowo H T, Prastisho B, Prasetyadi C and Yudiantoro D F 2018 The evolution of Sidoarjo hot mudflow (Lusi), Indonesia IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci. 212 [3] Satyana A H and Asnidar 2008 MUD DIAPIRS AND MUD VOLCANOES IN

DEPRESSIONS OF JAVA TO MADURA : ORIGINS, NATURES, AND

IMPLICATIONS TO PETROLEUM SYSTEM PROCEEDINGS, Indones. Pet. Assoc. Thirty- Second Annu. Conv. Exhib. May 2008 2 1–34

[4] Kobayashi T, Tobita M, Koarai M, Okatani T, Suzuki A, Noguchi Y, Yamanaka M and Miyahara B 2013 InSAR-derived crustal deformation and fault models of normal faulting earthquake (M j 7.0) in the Fukushima-Hamadori area Earth, Planets Sp. 64 1209–21 [5] Liu Y 2015 InSAR Technique for Earthquake Studies Geoscience and Earth Observing

Systems Group (GEOS) (The University of New South Wales Sydney,)

[6] Fukushima Y, Mori J, Hashimoto M and Kano Y 2009 Subsidence associated with the LUSI mud eruption, East Java, investigated by SAR interferometry Mar. Pet. Geol. 26 1740–50

[7] Gauchet C, Christophe E, Chia A S, Yin T and Liew S C 2011 InSAR monitoring of the Lusi mud volcano, East Java, from 2006 to 2010 Int. Geosci. Remote Sens. Symp. 1961–4 [8] Shirzaei M, Rudolph M L and Manga M 2015 Deep and shallow sources for the Lusi mud

eruption revealed by surface deformation Geophys. Res. Lett. 42 5274–81

[9] Kushardono D 2017 KLASIFIKASI DIGITAL PADA PENGINDERAAN JAUH vol 158, ed A M Sari (Bogor: PT Penerbit IPB Press)

[10] Yulyta S A, Taufik M and Hayati N 2015 STUDI PENGAMATAN PENURUNAN DAN KENAIKAN MUKA TANAH MENGGUNAKAN METODE DIFFERENTIAL

INTERFEROMETRI SYNTHETIC APERTURE RADAR ( DInSAR ) ( Studi Kasus : Lumpur Lapindo , Sidoarjo ) GEOID 11

[11] Thomas A, Holley R, Burren R, Shilston D, Waring D and Meikle C 2010 Long-term differential InSAR monitoring of the Lampur Sidoarjo mud volcano (Java, Indonesia) using ALOS PALSAR imagery IAHS-AISH Publ. 339 274–8

[12] ESA 2012 Sentinel-1 ESA’s radar observatory mission for GMES operational services vol 1, ed K Fletcher (Netherlands: ESA Communications)

[13] Ferretti A, Prati C and Rocca F 2001 Permanent scatterers in SAR interferometry IEEE Trans. Geosci. Remote Sens. 39 8–20

[14] Aoki Y and Sidiq T P 2014 Ground deformation associated with the eruption of Lumpur Sidoarjo mud volcano, east Java, Indonesia J. Volcanol. Geotherm. Res. 278–279 96–102

(38)

[15] Johnson R A and Bhattacharyya G K 2006 Statistics: Principles and Methods. 6TH EDITION vol 6 (United States of America: John Wiley & Sons, Inc.)

[16] Montgomery D C and Runger G C 2003 Applied Statistics and Probability for Engineers vol 19 (John Wiley & Sons, Inc.)

[17] Washaya P and Balz T 2018 SAR COHERENCE CHANGE DETECTION OF URBAN AREAS AFFECTED BY DISASTERS USING SENTINEL-1 IMAGERY. ISPRS TC III Mid-term Symp. “Developments, Technol. Appl. Remote Sens. XLII 7–10

[18] Natsuaki R, Nagai H, Tomii N and Tadono T 2018 Sensitivity and Limitation in Damage Detection for Individual Buildings Using InSAR Coherence — A Case Study in 2016 Kumamoto Earthquakes Remote Sens.

[19] Massonnet D and Feigl K L 1998 RADAR INTERFEROMETRY AND ITS

APPLICATION TO CHANGES IN THE EARTH ’ S SURFACE Rev. Geophys. 441–500 [20] Padmawidjaja T 2013 Analisis data gayaberat daerah Porong dalam studi kasus struktur

dan deformasi geologi bawah permukaan Analysis of the Gravity Data of Porong regions in the case study J. Lingkung. dan Bencana Geol. 4 237–51

[21] Sumintadireja P and Irawan D 2017 Sub Surface Geoelectrical Imaging for Potential Geohazard in Infrastructure Construction in Sidoarjo, East Java IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci. 71

[22] Abidin H Z, Davies R J, Kusuma M A, Andreas H and Deguchi T 2008 Subsidence and uplift of Sidoarjo (East Java) due to the eruption of the Lusi mud volcano (2006-present) Environ. Geol. 57 833–44

[23] Andreas H, Abidin Z, Mipi A, Kusuma P, Sumintadireja I and Gumilar I 2010 Ground Displacements around LUSI Mud Volcano Indonesia as Inferred from GPS Surveys FIG Congr. 11–6

[24] Agustan and Kimata F 2011 ANALISIS DEFORMASI DAERAH PORONG – SIDOARJO TERKAIT SEMBURAN LUMPUR DENGAN TEKNIK

INTERFEROMETRI Globe Vol. 1–7

[25] Lazecky M, Comut F C, Bakon M, Qin Y, Perissin D, Hatton E, Spaans K, Mendez P J G, Guimaraes P, De Sousa J J M, Kocich D and Ustun A 2016 Concept of an Effective

Sentinel-1 Satellite SAR Interferometry System Procedia Comput. Sci. 100 14–8

[26] Istadi B P, Pramono G H, Sumintadireja P and Alam S 2009 Modeling study of growth and potential geohazard for LUSI mud volcano: East Java, Indonesia Mar. Pet. Geol. 26 1724– 39

[27] PUSGEN 2017 Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat)

[28] Setiadi I, Darmawan A and Marjiono 2016 Pendugaan Struktur Geologi Bawah Permukaan Daerah Terdampak Lumpur Sidoarjo (Lusi) Berdasarkan Analisis Data Geomagnet J. Lingkung. DAN BENCANA Geol. 125–34

(39)

[29] Bonini M 2012 Mud volcanoes: Indicators of stress orientation and tectonic controls Earth-Science Rev. 115 121–52

[30] Supriyana E, Santoso B and Padmawidjaja T 2018 IDENTIFIKASI GERAKAN TANAH MELALUI KAJIAN GAYA BERAT DI SEKITAR AREA LUMPUR SIDOARJO J. Mater. dan Energi Indones. 08 22–8

[31] Anjasmara I M, Yulyta S A and Taufik M 2020 Application of time series InSAR (SBAS) method using sentinel-1A data for land subsidence detection in Surabaya city Int. J. Adv. Sci. Eng. Inf. Technol. 10 191–7

[32] Yulyta S A 2018 APLIKASI METODE SBAS-DINSAR MENGGUNAKAN DATA SENTINEL-1A UNTUK PENGAMATAN PENURUNAN MUKA TANAH DI KOTA SURABAYA (Institut Teknologi Sepeuluh Nopember)

(40)

BAB VIII LAMPIRAN

Lampiran berisi tabel daftar luaran (Format sesuai lampiran 1) dan bukti pendukung luaran wajib dan luaran tambahan (jika ada) sesuai dengan target capaian yang dijanjikan

(41)

LAMPIRAN 1 Tabel Daftar Luaran

Program : Penelitian Pascasarjana

Nama Ketua Tim : Ira Mutiara Anjasmara

Judul : Analisa Perubahan Permukaan Tanah di Kawasan Lumpur

Sidoarjo dan Sekitarnya dari Pengolahan Data Sentinel-1 A Tahun 2017 - 2020 menggunakan Metode PS-InSAR

1.Artikel Jurnal

No Judul Artikel Nama Jurnal Status Kemajuan*)

1 Analisa Perubahan Permukaan Tanah di Kawasan Lumpur Sidoarjo dan Sekitarnya dari Pengolahan Data Sentinel-1 A Tahun 2017 - 2019 menggunakan Metode PS-InSAR

Geodesy and Geodynamics

persiapan

*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, published 2. Artikel Konferensi

No Judul Artikel Nama Konferensi (Nama

Penyelenggara, Tempat, Tanggal)

Status Kemajuan*)

1 Application of Different Coherence Threshold on PS-InSAR Technique for Monitoring Deformation on the LUSI Affected Area During 2017 and 2019 Geoicon 2020 (Departemen Teknik Geomatika, Surabaya, 26 Agustus 2020) submitted

*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review, accepted, presented 3. Paten

No Judul Usulan Paten Status Kemajuan

*) Status kemajuan: Persiapan, submitted, under review 4. Buku

No Judul Buku (Rencana) Penerbit Status Kemajuan*)

(42)

5. Hasil Lain

No Nama Output Detail Output Status Kemajuan*)

*) Status kemajuan: cantumkan status kemajuan sesuai kondisi saat ini 6. Disertasi/Tesis/Tugas Akhir/PKM yang dihasilkan

No Nama Mahasiswa NRP Judul Status*)

Saiyidinal Fikri 03311850010001 Analisa Perubahan Permukaan Tanah di Kawasan Lumpur Sidoarjo dan Sekitarnya dari Pengolahan Data Sentinel-1 A Tahun 2017 – 2019 menggunakan Metode PS-InSAR Lulus

(43)
(44)
(45)
(46)

Gambar

Gambar I. 1 Diagram Alir Penelitian
Tabel I.1 Target Luaran Penelitian
Gambar II.1 Ambang batas koherensi Descending 0,25 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8 (kiri-kanan)
Gambar II.3 Ambang batas koherensi Descending 0,75 dengan ASI 0,7, 0,75, dan 0,8
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kelayakan penghidupan ditunjang dengan pengadaan sarana dan prasarana lingkungan yang memadai untuk dapat menunjang

Dengan terbitnya Publikasi INFORMASI KECAMATAN TENAYAN RAYA 2015 ini, diharapkan dapat dipergunakan sebagai dasar perencanaan program pembangunan wilayah Kecamatan

Pangeran Samber Nyawa adalah julukan yang diberikan pada Raden Mas Said (Mangkunegara I) karena keberaniannya dalam menentang Belanda dan PB II Perjanjian Giyanti 1755

jarum hipodermik yang beranggapan bahwa massa merupakan tubuh besar yang terdiri dari orang-orang yang tidak berhubungan tetapi berkaitan kepada media, maka model dua

Selain itu ICRC juga melibatkan ICC (International Criminal Court) sebagai Mahkamah Peradilan Internasional yang menangani kasus serta pemberi sanksi terkait pelanggaran

Pengaruh nutrisi serta respon imun pada infeksi STH merupakan beberapa faktor yang menyebabkan gangguan perkembangan kognitif anak secara tidak langsung.. Gangguan

Fakultas dan Program Studi di bawah koordinasi Wakil Rektor I harus menyusun proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan jiwa

Program Studi Desain Komunikasi Visual IKADO menghasilkan lulusan desainer yang berkompeten, profesional, kreatif, berjiwa entrepreneur dan mampu menerapkan teknologi