• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usia penderita tb paru sebagian besar berkisar antara umur 30 – 60 tahun, hanya 1 satu orang yang masih remaja yang berumur 18 tahun. Dua diantara tujuh penderita tb paru berjenis kelamin perempuan yang sebagian besar lainnya laki-laki. Ditinjau dari pekerjaannya, sebagian besar penderita tb paru tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Hanya ada 2 penderita yang berprofesi sebagai pekerja swasta di perusahaan mebel dan 1 orang yang masih pelajar SMA. Sebagian besar penderita hanya berpendidikan tingkat menengah, ada 1 orang yang tidak sekolah dan seorang lulusan perguruan tinggi. Sebagian besar penderita tb paru tersebut merupakan penderita baru di tahun 2015.

Subjek penelitian orang kontak serumah sebagian besar adalah suami atau istri dari penderita tuberkulosis, hanya ada satu seorang ibu dari penderita. Sebagian besar umurnya di atas 50 tahun, hanya satu yang berumur 39 tahun. Sebagian besar hanya mencapai pendidikan tingkat menengah, 1 lulus perguruan tinggi, dan ada yang tidak lulus SD sebyak 2 orang. Sebagian besar subjek penelitian berprofesi sebagai pedagang atau berwiraswasta, hanya ada seorang yang berprofesi sebagai guru. Sebagian subjek penelitian orang kontak serumah berjenis kelamin perempuan, laki-lakinya hanya dua orang. Penderita tb paru tinggal serumah dengan anggota keluarga lainnya paling banyak 14 orang dalam satu rumah tetapi ada juga yang hanya dua orang saja, sebagian besar tinggal serumah dengan 4-6 anggota keluarga lainnya. Sesuai dengan jenis pekerjaan baik dari penderita maupun pasangannya suami atau istri, diketahui bahwa tingkat ekonomi sebagian besar subjek penelitian adalah menengah ke bawah. Pendapatannya sebagian besar kurang dari 2 juta per bulan. Namun demikian ada juga yang termasuk tingkat ekonominya tinggi, sebulan pendapatannya lebih dari 5 juta. Meski demikian, semua subjek penelitian telah dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan cukup, tiap harinya makan minimal 3 kali. Menu makanannya pun cukup bervariasi nasi, sayur, dan lauk pauk

adalah menu wajib, sedangkan buah dan susu hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi, itupun jarang.

Hubungan sosial antar anggota keluarga dari subjek penelitian sangat baik, saling menyayangi, dan peduli. Ketika ada anggota keluarga yang sakit, diminta untuk periksa, dan memperhatikan ketika ada yang sakit. Pengambil keputusan dalam keluarga menurut informan hampir merata antara bapak atau kepala rumah tangga, ibu, dan melalui musyawarah. Sebagian besar orang kotak serumah ikut aktif dalam pertemuan-pertemuan warga seperti kelompok PKK, arisan bapak-bapak, kelompok dasa wisma, dan pertemuan pengajian atau tahlil. Nilai-nilai budaya yang dianut berkaitan dengan kesehatan, sebagian besar orang kontak serumah lebih memilih membawa ke tenaga kesehatan, dokter, puskesmas atau layanan kesehatan lainnya jika ada anggota keluarga yang sakit. Ada seorang yang lebih memilih minum herbal sebelum ke layanan kesehatan. Semua subjek penelitian memiliki keyakinan dan keagamaan yang kuat dengan menjalankan ibadah sesuai agamanya dan rutin.

Hampir semua subjek penelitian menempati rumah dengan konstruksi yang permanen dan dindingnya sudah tembok semua. Demikian pula lantainya sudah keramik atau plesteran semua. Hampir semua rumah subjek penelitian pencahayaannya sudah memadai, sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah karena senuamya sudah ada jendela, hanya satu rumah yang kurang pencahayaan dari sinar matahari karena minimnya jendela. Terapat satu rumah yang sangat padat, karena satu rumah dihuni 14 orang, tetapi semua rumah tidak lembab. Sebagian besar subjek penelitian telah memelihara kebersihan rumah, hanya dua rumah yang kelihatan kurang bersih karena banyak barang bekas yang tidak terpakai berserakan, serta kotoran ayam yang berceceran di depan rumah.

Sebagian besar orang kontak serumah telah mengetahui tentang penyakit tb paru dengan menyebutkan penyakit tersebut adalah penyakit menular, penyakit paru, dan batuk-batuk. Namun masih ada dua subjek penelitian yang menjawab tidak tahu tentang tuberkulosis. Sebagian besar informan tidak mengetahui penyebab penyakit tuberkulosis, hanya sebagian kecil yang tahu, itupun hanya menyebutkan penyebabnya adalah bakteri dan akibat ada penderita lain yang menular. Berkaitan dengan gejala dan tanda penyakit tuberkulosis, hampir semua orang kontak serumah sudah mengetahuinya dengan menyebutkan seperti batuk berkepanjangan, panas dan demam, tidak mau makan, dan berat badan menurun. Sebagian besar orang kontak serumah sudah mengetahui cara penularan dan pengobatan tuberkulosis. Mereka menyebutkan bahwa

penularan tuberkulosis menular lewat udara, kontak langsung, dan bicara berdekatan dengan penderita. Pengobatan tuberkulosis yang disebutkan oleh subjek penelitian adalah dengan berobat rutin, minum obat rutin dan menuruti kata dokter sampai selesai. Namun masih ada informan yang menyebutkan dengan minum jamu dulu baru ke dokter. Hampir semua orang kontak serumah mengetahui cara pencegahan tuberkulosis, mereka menyebutkan tuberkulosis dapat dicegah dengan meningkatkan kekebalan tubuh, olahraga, kalau pagi ventilasi dibuka, kalau batuk ditutup, tidak boleh merokok, makan buah, minum vitamin, dan memakai masker.

Sebagian besar tahu bahwa penderita tuberkulosis memerlukan pendamping minum obat (PMO) dengan alasan karena pengobatan tuberkulosis tidak boleh berhenti minum obat dan untuk mengingatkan minum obat. Namun masih ada dua orang yang menyatakan bahwa penderita tidak perlu PMO karena berpendapat penderita sudah ingat sendiri. Sebagian besar informan sudah mengetahui pengelolaan sputum dari penderita tuberkulosis; sputum ditempatkan di tempat khusus terus ditutup dan jika di kamar mandi disiram, kalau bisa di bawah sinar matahari. Ada juga yang berpendapat dahak dibuang di closet atau toilet setelah itu diguyur dan diberi karbol. Belum semua orang kontak serumah mengetahui cara mendeteksi seseorang terkena tuberkulosis, sebagian besar sudah tahu yaitu batuk tidak sembuh-sembuh, terus ada darahnya, dirongent di rumah sakit, dan badannya kurus.

Potensi orang kontak serumah sebagai peer support digali dari tanggapan informan terhadap anggota keluarga yang menderita tuberkulosis, perannya dalam pengobatan, dukungannya dalam pengobatan, kemudahan transportasi, kemudahan komunikasi, dan kemudahan dengan akses pelayanan, dan rencana ke depan selain pengetahuan informan tentang tuberkulosis.

Informasi yang diperoleh terdapat keberagaman antar informan tentang tanggapan terhadap anggota keluarga yang terkena tuberkulosis. Ada dua informan yang takut dan kaget karena menyesal tidak dari dulu dibawa ke balai pengobatan paru. Ada yang merasa hal tersebut bukan masalah karena sudah pasrah terserah rumah sakit saja. Ada seorang informan yang sedih dan prihatin karena mau periksa tapi tidak punya uang dan waktu. Kemudian ada juga yang peduli dengan sakitnya penderita dan mendukung pengobatannya dengan memberi motivasi dan bersabar. Semua informan sudah ikut berperan dalam pengobatan anggota keluarganya yang terkena tuberkulosis. Perannya antara lain menyiapkan obat untuk diminum, memberi support, memberi dorongan kalau minum obat memang kadang efek sampingnya, mengingatkan minum

obat, mengingatkan kapan mengambil obat di puskesmas, melarang pergi malam hari, menyuruh minum vitamin, mengantar berobat, memeriksakan ke dokter, berdoa, meminta dukungan ke teman karena merasa ikut bertanggungjawab, mengingatkan dan memasak makanan kesukaan penderita biar cepat sembuh, mengambilkan obat di puskesmas, memberi tanda pada kalender kapan harus periksa dan ambil obat lagi.

Bentuk dukungan dalam pengobatan penderita tuberkulosis yang dilakukan oleh informan adalah selalu mendampingi atau menemani saat pengobatan, mencari iformasi tetang tuberkulosis multidrug resistance di televisi, memberi uang untuk berobat di balai pengobatan paru, menyuruh makan kalau susah makan, dukungan doa dan selalu mengingatkan minum obat, memberi support biar tidak stres, meningatkan kalau pergi harus memakai masker, kalau batuk ditutup, dan memberi semangat dengan menakut-nakuti dengan memberi contoh penyakit tersebut tidak sembuh-sembuh sampai kurus kering.

Sebagian informan mempunyai keyakinan bahwa kesehatan adalah hal yang utama karena dengan kesehatan dapat melakukan segala aktifitas. Namun demikian hampir separuh informan berpendapat yang penting adalah pendidikan karena dengan pendidikan dapat memperoleh pekerjaan yang layak.

Sarana pendukung yang menjadi potensi semua orang kontak serumah adalah kepemilikan alat transportasi minimal sepeda motor, ada juga yang mempunyai mobil tetapi ada satu yang hanya mempunyai sepeda. Semua orang kontak serumah telah mempunyai handphone sebagai alat komunikasi dan mudah mengakses layanan kesehatan karena jaraknya dekat dan trasnportasi mudah. Lebih dari separuh informan belum mempunyai asuransi sedangkan yang lain ikut BPJS. Sebagian besar informan mempunyai rencana ke depan akan selalu memberi support sampai pengobatan penderita tb paru selesai dan sembuh, tetap mengingatkan pengobatan penderita, dan semakin memberi semangat dan motivasi.

Teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesama penderita tuberkulosis. potensi yang ada pada penderita tuberkulosis adalah sebagian besar sudah mengetahui dengan baik tentang seputar tuberkulosis meliputi penyebab, gejala, cara dan kedisiplinan pengobatan, cara penularan, cara pencegahan, pengelolaan dahak, perilaku batuk, dan upaya perawatan. Masih ada dua penderita tuberkulosis yang tidak mempunyai PMO. Mereka juga mempunyai sarana-sarana seperti yang dimiliki oleh orang kontak serumah.

Dari data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan masalah dan kendala yang dihadapi orang kontak serumah. Hal tersebut meliputi:

a. Pengetahuan tentang tb paru masih kurang.

b. Keterampilan tentang teknik pemberian dukungan dan pendampingan belum sepenuhnya baik sesuai kebutuhan penderita.

c. Belum mempunyai investasi dan perencanaan pembiayaan berkaitan pengobatan penderita tuberkulosis.

d. Keyakinan akan kesehatan adalah modal utama dalam beraktifitas belum sepenuhnya baik. e. Perilaku menjaga kebersihan lingkungan rumah belum.

f. Pengetahuan tentang perawatan penderita termasuk intake gizi penderita tb paru belum baik. g. Keterampilan deteksi dini penyakit tb paru belum.

h. Informasi tentang seputar tb paru diperoleh hanya dari media televisi dan bersamaan PKK sehingga informasi secara akurat dan kontinyu belum dapat diakses orang kontak serumah.

Memperhatikan kondisi penderita tb paru, potensi orang kontak serumah, dan kendala serta masalah yang dimiliki orang kontak serumah, maka rancangan model orang kontak serumah sebagai peer support bagi penderita secara garis besar adalah sebagai:

g. Persyaratan orang kontak serumah sebagai peer support.

1. Mempunyai komitmen dan tanggungjawab yang tinggi untuk membantu suksesnya pengobatan penderita tuberkulosis.

2. Mempunyai pengetahuan yang baik tentang penyakit tuberkulosis dan penanganannya. 3. Orang kontak serumah dianggap sebagai panutan atau yang dianggap penting dalam

kehidupan penderita tuberkulosis.

4. Mempunyai pendidikan yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas sebagai peer

support.

Target yang harus dicapai oleh orang kontak serumah sebagai peer support.

1. Tuntasnya pengobatan penderita tuberkulosis sesuai rekomendasi petugas kesehatan. 2. Terdeteksinya penderita tuberkulosis paru di antara anggota keluarga sendiri dan tetangga

sekitar.

3. Pencegahan penularan penyakit tb paru di dalam keluarga.

1. Sebagai motivator bagi penderita tb paru

2. Sebagai pengawas pengobatan penderita tb paru

3. Sebagai petugas deteksi dini penyakit tb paru di keluarga dan tentangga sekitar 4. Sebagai manajer penderita penyakit tb paru.

Kegiatan yang harus dilakukan oleh orang kontak serumah sebagai peer support. 1. Memberikan nasihat dan penguatan bagi penderita tb paru.

2. Melakukan pengawasan jadwal pengobatan dan saat minum obat dari penderita tb paru. 3. Melakukan pengawasan gizi penderita tb paru.

4. Melakukan pengawasan perilaku penderita dalam batuk dan pengelolaan dahaknya.

5. Melakukan pengawasan terhadap kondisi rumah yang dapat mempengaruhi pengobatan atau penularan dari penderita tb paru.

6. Melakukan konsultasi dengan petugas kesehatan jika ditemui masalah atau hambatan dalam pengobatan penderita.

7. Memberikan fasilitas yang diperlukan penderita dalam menjalani program pengobatan. 8. Memastikan penderita tb paru agar dapat mengakses pengobatan.

9. Mengatur ketersediaan semua pembiayaan yang dibutuhkan penderita dalam pengobatannya.

10. Melakukan deteksi dini terhadap anggota keluarga dan tetangga sekitar jika ada indikasi tertular penyakit tb paru.

11. Melakukan edukasi terhadap penderita, anggota keluarga, dan tetangga tentang tb paru Sarana yang perlu disediakan untuk mendukung kegiatan orang kontak serumah sebagai peer

support.

1. Media informasi tentang tb paru yang akurat dan mudah dipahami. 2. Media monitoring program pengobatan penderita tb paru

3. Instrumen deteksi dini penyakit tb paru 4. Media edukasi penyakit tb paru

Peran institusi kesehatan (puskesmas atau dinas kesehatan) dalam mendukung kegiatan orang kontak serumah sebagai peer support.Sebagai fasilitator peningkatan kapasitas orang kontak serumah sebagai peer support. Sebagai fasilitator upaya pengobatan dan upaya pencegahan tb paru

PEMBAHASAN

...

KESIMPULAN

SARAN

...

Dokumen terkait