• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suharyo* Kismi Mubarokah**

*Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan UDINUS, Jl. Nakula I No 5-11 Semarang ( Tlp. 08122562818, e-mail: haryo18@yahoo.co.id)

** Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan UDINUS, Jl. Nakula I No 5-11 Semarang ( Tlp. 085643025169, e-mail: kismi.mubarok@gmail.com)

Abstrak

PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium

tuberkulosis dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah

terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis (WHO, 2000). Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed

Treatment Short Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun 2000

dengan perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28% (Depkes RI, 1997).

Tuberkulosis (Tb) paru di Indonesia merupakan masalah penyakit dengan prevalensi tinggi urutan ketiga setelah India dan Cina. Kontribusi India, Cina dan Indonesia hampir 50% dari seluruh kasus TBC yang terjadi di dunia. Berdasarkan Global Tuberkulosis Kontrol tahun 2011 (data 2010) angka prevalensi semua tipe TB adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TBC dengan BTA positip sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB di luar HIV sebesar 27 per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari (WHO. 2011).

Berdasarkan data WHO Global Report 2012, Indonesia berada di peringkat ke-9 dari 27 negara dengan beban MDR TB (Multi Drug Resistant Tuberculosis) terbanyak di dunia. WHO menyatakan insidens TB-MDR meningkat secara bertahap rerata 2% per tahun. Diperkirakan pasien MDR TB di Indonesia mencapai 6.620 orang. Rinciannya, MDR TB di antara TB kasus

baru 5.700 kasus dan MDR TB di antara kasus TB yang pernah mendapat pengobatan 920 kasus (WHO, 2012). Hingga tahun 2012, tercatat terjaring 4.297 suspek MDR TB dengan 1.005 pasien. Salah satu penyebabnya adalah ketidak patuhan penderita dalam minum obat. Menurut laporan WHO tahun 2013, Indonesia menempati urutan ke tiga jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan Cina dengan jumlah sebesar 700 ribu kasus. Angka kematian masih sama dengan tahun 2011 sebesar 27 per 100.000 penduduk, tetapi angka insidennya turun menjadi 185 per 100.000 penduduk di tahun 2012 (WHO, 2013)

Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical infection. Kenyataannya di Kota Semarang, data menunjukkan jumlah penemuan kasus suspect (tersangka) masih jauh dari target. Sejak tahun 2009 sampai tahun 2011 kuartil ke 1, angka pencapaian penemuan suspect hanya berkisar 53%. Angka tersebut sangat jauh dari target sehingga diperkirakan penularan penyakit tuberkulosis akan semakin meluas (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2012).

Jumlah penderita tuberkulosis di Puskesmas Mijen Kota Semarang dari triwulan pertama berjumlah 12 penderita, triwulan kedua berjumlah 13 penderita, triwulan ketiga berjumlah 25 penderita dan triwulan keempat berjumlah 34 penderita pada tahun 2013 Permasalahan yang dihadapi oleh penderita Tb paru biasanya adalah stigma yang buruk di masyarakat dan ketidakpatuhan pengobatan. Oleh karena itu perlu penanganan yang intensif mengingat jumlah penderita yang cukup besar.

Salah satu yang dibutuhkan penderita Tb paru selain ketersediaan obat dan fasilitas kesehatan yang terjangkau juga membutuhkan adanya dukungan sosial untuk mengurangi beban ganda baik ekonomi, stigma yang buruk, dan permasalahan ketidaktahuan tentang Tb paru yang dialaminya. Sebagai penderita Tb paru, mereka dapat memperoleh dukungan sosial dari berbagai sumber, seperti keluarga, guru, orang tua, dan teman sebayanya yang sesama penderita Tb paru. Namun Peran tokoh masyarakat di pedesaan belum menunjang program pencegahan dan penanggulangan penyakit Tb paru. Sedangkan peran petugas kesehatan (koordinator Tb paru) masih terbatas melaksanakan pengobatan, penyuluhan, dan belum melaksanakan pencarian kasus baru secara aktif (Suharyo, 2013). Oleh karena itu perlu dikembangkan program maupun penelitian tentang pengembangan dukungan teman sebaya dari anggota keluarga yang tinggal

serumah dengan penderita Tb paru. Belum banyak informasi tentang efektifitas hal tersebut, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hal ini.

Penelitian ini bertujuan menggambarkan karakteristik orang kontak serumah dengan penderita Tb paru di Mijen Kota Semarang baik karakteristik individu, sosial, maupun lingkungan tempat tinggalnya, potensi orang kontak serumah dengan penderita Tb paru sebagai

peer support pada penderita Tb paru untuk menekan angka kejadian Tb paru di Mijen kota

Semarang, dan merancang model peer support dari orang kontak serumah terhadap penderita Tb paru untuk menurunkan angka kejadian Tb paru. Setelah dirancang maka diukur efektifitas peer

support dari orang kontak serumah dengan penderita Tb paru dalam menurunkan angka Tb paru

khususnya di Kecamatan Mijen Kota Semarang.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Pada tahun I penelitian, metode kualitatif digunakan dalam rangka mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik dan potensi orang kontak serumah dengan penderita Tb paru di Kecamatan Mijen dengan melakukan wawancara mendalam. Akan digali informasi mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi oleh penderita Tb paru dan orang yang kontak serumah berkaitan dengan pengetahuan, kepatuhan pengobatan, layanan kesehatan, potensi dukungan teman sebaya dan kemungkinan-kemungkinan adanya kendala dan masalah yang dihadapi. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan dalam merancang model untuk memecahkan permasalahan tersebut.

Penelitian tahap berikutnya (tahun II) menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan pendekatan penelitian quasi experiment (penelitian eksperimen semu) dengan rancangan non randomized one group pretest- posttest design, untuk mengetahui perbedaan yang terjadi antara sebelum dan setelah adanya penerapan model. Metode kualitatif juga digunakan pada tahap ini untuk menggali berbagai informasi selama pelaksanaan penelitian, sehingga diharapkan dapat mengungkap adanya fenomena dan interaksi dari subjek penelitian, yang dihasilkan dari model pengembangan dukungan kelompok teman sebaya yang diterapkan.

Sasaran penelitian adalah orang kontak serumah dan penderita tb paru. orang kontak serumah dipilih secara subyektif dengan kriteria telah tinggal serumah dengan penderita Tb paru minimal 1 tahun, mampu berkomunikasi dengan baik, berumur > 15 tahun, tidak sedang

mengalami sakit berat (melalui pemeriksaan dokter) dan bersedia menjadi subjek penelitian. Ditemukan 7 penderita aktif dalam pengobatan tb paru. Sehingga orang kontak serumah pun diambil 7 orang sesuai kriteria. Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalan dan FGD. Analisis data pada tahap pertama dilakukan dengan menggunakan teknik content

analysis.

Dokumen terkait