• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Subjek penelitian yang digunakan adalah seluruh pasien Sindrom Guillain-Barre di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun 2012-2019. Data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari rekam medis dengan subjek penelitian berjumlah 185 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Pasien

Karakteristik n %

Gastroenteritis 14 7,6

Tidak diketahui 122 65,9

Gejala Klinis

Kelemahan keempat anggota tubuh 86 46,5

Kelemahan pada kedua tungkai 41 22,1

Parestesia 58 31,4

17

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui terdapat 117 (63.2%) pasien dengan umur < 40 tahun, 50 (27%) pasien dengan umur 40-60 tahun, dan 18 (9,7%) pasien dengan umur > 60 tahun. Mayoritas pasien pada penelitian ini adalah laki-laki yaitu sebanyak 105 (56,2%) pasien, sementara 80 (43,8%) pasien adalah perempuan.

Riwayat penyakit tidak diketahui merupakan yang paling banyak dijumpai pada penelitian ini yaitu 122 (65,9%) pasien, diikuti dengan riwayat penyakit ISPA sebanyak 49 (26,5%) pasien dan gastroenteritis sebanyak 14 (7,6%) pasien.

Gambaran klinis pada penelitian ini yang paling banyak dijumpai merupakan kelemahan keempat anggota tubuh yaitu sebanyak 86 (46,5%) pasien, diikuti dengan parestesia 58 (31,4%) pasien dan kelemahan pada kedua tungkai 41 (22,1%) pasien. Terjadi peningkatan kasus SGB dari 2012 dan memuncak pada 2018 dengan total 52 (28,1%) kasus, namun terjadi penurunan tren kasus SGB menjadi 29 (15,7%) kasus pada tahun 2019.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Luaran Luaran 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 Total

18

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui terdapat 19 (10,3%) pasien hidup dengan disabilitas gejala ringan, 3 (1,6%) pasien hidup disabilitas bisa berjalan tetapi tidak bisa berlari, 28 (15,1%) pasien hidup disabilitas butuh bantuan untuk berjalan, 6 (3,2%) pasien hidup disabilitas terbaring dikasur, 25 (13,5%) pasien mati dalam ≤ 30 hari perawatan dan 104 (56,2%) pasien dapat menjalani kehidupan secara mandiri.

Kasus SGB pada 2018 merupakan yang terbanyak pada penelitian ini, namun angka luaran dapat menjalani kehidupan secara mandiri didapatkan paling banyak pada tahun 2019 yaitu 19 pasien (0,65%) dari 29 kasus SGB.

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Usia dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa pasien SGB paling banyak dengan umur terdapat 117 (63.2%) pasien dengan umur < 40 tahun, 50 (27%) pasien dengan umur 40-60 tahun, dan 18 (9,7%) pasien dengan umur > 60 tahun. Hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan angka insiden tertinggi pada usia sekitar 30-50 tahun (usia produktif) (Wahyu, 2018).

Hasil penelitian sebelumnya (McGrogan et al.,2009) yang melakukan pengamatan pada beberapa penelitian literatur dengan hasil temuan yang lebih dominan orang dengan usia lima puluhan tahun keatas. Dan begitu juga dengan penelitian (Sejvar et al., 2011) yang mengatakan kisaran ingkat usia spesifik pasien SGB meningkat dari tiga kali lipat perbedaan antara penelitian grup usia muda sampai dengan 10 (sepuluh) kali lipat perbedaan di grup usia tua (McGrogan et al.,2009).

Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa jenis kelamin laki-laki sebanyak 104 (56,8%) pasien, sementara jumlah pasien dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 81 (43,2%). SGB dapat diderita baik pria maupun wanita, berbagai usia, dan tidak dipengaruhi oleh ras. Akan tetapi, kejadian SGB sebelumnya menunjukkan bahwa penderita pria lebih banyak 1,5 kali dibanding wanita, lebih sering terjadi pada pria berwarna kulit putih (Wahyu, 2018). Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Palaiodimou (2021) menyatakan bahwa SGB terjadi paling

19

banyak pada laki-laki (Palaiodimou et al., 2021). Dimana proporsi jenis kelamin laki-laki lebih dominan dari pada perempuan ini sesuai dengan penelitian (Benamer et al., 2014) menunjukkan frekuensi jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dengan rata- rata hingga 75% dan juga penelitian (Sejvar et al., 2011) menunjukkan terjadinya peningkatan penyakit SGB yang lebih tinggi jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan, peningkatan ini dikonfirmasi oleh model-based estimates, yang menunjukkan risiko relatif untuk laki-laki 1.78 (95% CI, 1.36-2.33), tetapi alasan mengenai faktor risiko jenis kelamin laki-laki lebih tinggi daripada perempuan belum diketahui secara pasti.

4.2.2 Riwayat penyakit

Berdasarkan hasil penelitian paling banyak adalah dengan tidak diketahui, yakni sebanyak 122 (65,9%). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa adanya riwayat penyakit infeksi sebelumnya dengan presentasi 47.2-84% seperti 7-71%

dari riwayat penyakit infeksi saluran pernafasan bagian atas dan 13.3-40% dari riwayat penyakit infeksi gastrointestinal. Hasil temuan literatur yang dikumpulkan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Benamer et al., 2014) yang mengatakan 26-76% dari kasus riwayat infeksi sebelumnya (kurang dari 4 minggu sebelum terjadinya penyakit SGB) dengan 28-58% kasus riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas lebih umum terjadi dan diikuti 6-17% kasus riwayat penyakit infeksi gastrointestinal. Dan sama halnya dengan penelitian (McGrogan et al.,2009) yang mengatakan 40-70% kasus riwayat infeksi sebelumnya dicatat dengan 22-53%

kasus riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas dan 6-26% kasus riwayat penyakit infeksi gastrointestinal.

Penyakit saraf ini diperkirakan sebagai penyakit pasca infeksi karena sekitar dua pertiga pasien melaporkan beberapa hal mengenai penyakit menular sebelumnya. Kegiatan vaksinasi tertentu dan penyakit sistemik lainnya berkaitan juga dengan penyakit SGB. Ada laporan kasus mengenai pengobatan dan pengoperasian, tetapi hubungan sebab dan akibatnya belum jelas (Andary, 2018).

20

4.2.3 Gejala Klinis

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa dengan gejala kelemahan keempat anggota gerak, yakni sebanyak 86 (46,5%). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pasien dengan SGB memiliki gejala dan tanda seperti anosmia/ageusia dan kelainan nervus cranial (Palaiodimou et al., 2021). Menurut WHO (2016) Banyak pasien SGB datang dengan kelemahan progresif pada kedua kaki secara cepat disertai hiporefleksia. Di beberapa kasus, pasien datang dengan wajah, okulomotor, dan bulbar yang melemah (misalnya susah menelan dan berbicara) atau gejala sensorik primer (WHO, 2016).

Manifestasi sensorik dalam bentuk parastesia dapat terjadi pada 50% pasien dan mati rasa pada 43% pasien. Sekitar setengah pasien yang didiagnosa SGB menunjukkan disfungsi autonomik, dengan penyakit gastrointestinal yang paling umum (diare/konstipasi) pada 15% pasien, diikuti hiponatremia (15%), syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH) (5%), bradikardia (5%), dan retensi urin (5%). Manifestasi lain dari disfungsi autonomik seperti takikardia, tidak stabilnya tekanan darah, kardiomiopati reversibel, sinkop, dan sindroma horner yang sangat jarang terjadi. Neuropati kranial dapat terjadi lebih dari 60% pasien dan mungkin melibatkan saraf kranial dalam jumlah banyak. Kelemahan bulbar, kelumpuhan wajah (facial palsy), oftalmoplegia, dan kelumpuhan saraf hipoglossal adalah manifestasi dari neuropati kranial yang sering terjadi (Malek dan Salameh, 2019).

4.2.4 Luaran

Penelitian ini mendapatkan sebanyak 19 (10,3%) pasien hidup dengan disabilitas gejala ringan, 3 (1,6%) pasien hidup disabilitas bisa berjalan tetapi tidak bisa berlari, 28 (15,1%) pasien hidup disabilitas butuh bantuan untuk berjalan, 6 (3,2%) pasien hidup disabilitas terbaring dikasur. Penelitian oleh Alanazy dkk.

mendapatkan dari 97 pasien yang dilihat luarannya, 37 (38.1%) pasien dapat berjalan secara mandiri dalam waktu < 6 bulan, 11 (11.3%) pasien dapat berjalan secara mandiri dalam waktu 6-9 bulan, 32 (33.0%) pasien dapat berjalan secara mandiri dalam waktu > 9 bulan, 10 (10.3%) pasien dapat berjalan dengan bantuan

21

dalam waktu > 9 bulan, dan terdapat 7 (7.2%) pasien yang tidak dapat berjalan dalam waktu > 9 bulan (Alazany dkk., 2021).

Penelitian ini mendapatkan sebanyak 25 (13,5%) pasien meninggal dan 104 (56,2%) pasien sembuh. Penelitian oleh Ijaz dkk. pada 27 pasien SGB mendapatkan 20 pasien hidup dan 7 pasien meninggal, dan dari kelompok pasien hidup, hanya 3 pasien yang dapat hidup secara mandiri pada akhir masa follow up (Ijas dkk., 2019).

Luaran fungsional yang buruk membawa morbiditas kepada pasien serta beban keuangan ke sistem perawatan kesehatan. Ini menyebabkan durasi rawat inap yang lebih lama secara signifikan dibandingkan dengan pasien dengan luaran fungsional yang baik dalam 1 bulan. beberapa faktor sebagai prediktor luaran fungsional yang buruk setelah 6 bulan terdiri atas usia yang lebih tua, skor disabilitas yang lebih tinggi saat presentasi, kebutuhan akan ventilasi mekanis, dan jenis cedera saraf aksonal (Shangab dan Kaylani, 2020).

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait