• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai November tahun 2014 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Medan. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

5. 1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit kelas-A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991, RSUP H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau.

RSUP H. Adam Malik terletak di Jalan Bunga Lau No. 17 Km. 12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Poliklinik Reumatologi dan Poliklinik Hematologi terletak di lantai 3 Gedung P, sedangkan Poliklinik Mata terletak di lantai 4 Gedung P.

5. 2. Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel penelitian yang ikut serta dalam penelitian ini terdiri dari 30 orang yang semuanya merupakan pasien Poliklinik Reumatologi dan Poliklinik Hematologi yang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dan menggunakan kortikosteroid sebagai terapi penyakitnya.

Sampel dalam penelitian ini dikumpulkan selama periode Agustus 2014 sampai November 2014. Semua data diperoleh melalui data primer yaitu wawancara secara langsung kepada responden dan pemeriksaan langsung tekanan intraokular di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik Medan.

5.2.1. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kelamin responden sebagai berikut.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentase (%) Laki-laki 8 27

Perempuan 22 73

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 5.1 dari 30 orang responden/sampel penelitian diketahui mayoritas pasien perempuan yaitu sebanyak 22 orang (73%) dan hanya 8 orang (27%) adalah laki-laki.

5.2.2. Distribusi Responden berdasarkan Usia

Untuk kategori usia, dari 30 orang responden/sampel akan dikelompokkan menjadi 5 kelompok usia menurut Depkes RI (2009), yaitu remaja akhir (17-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-59 tahun), dan lansia akhir (60-74 tahun). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi berdasarkan Usia

Umur (tahun) Frekuensi (orang) Persentase (%) 17-25 tahun 7 23 26-35 tahun 3 10 36-45 tahun 6 20 46-59 tahun 11 37 60-74 tahun 3 10 Total 30 100

Dari Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa umur rata-rata responden paling banyak berada pada kategori lansia awal (46-59 tahun) yaitu sebanyak 11 orang (37%), sedangkan untuk usia yang paling sedikit adalah pada kelompok dewasa awal (26-35 tahun) dan lansia akhir (60-74 tahun) yaitu sebanyak 3 orang (10%).

5.2.3. Distribusi Responden berdasarkan Tekanan Darah

Untuk kategori berdasarkan tekanan darah, dari 30 orang responden/sampel akan dikelompokkan menjadi 5 kategori tekanan darah menurut AHA (2013), yaitu normal (<120/80 mmHg), pre-hipertensi (120-139/80-89 mmHg), hipertensi tingkat I (140-159/90-99 mmHg), hipertensi tingkat II (≥160/100 mmHg). Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi berdasarkan Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan Darah Frekuensi (orang) Persentase (%)

Normal 10 33

Pre-Hipertensi 12 40

Hipertensi Tingkat I 6 20

Hipertensi Tingkat II 2 7

Total 30 100

Dari Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa rata-rata tekanan darah responden paling banyak berada pada kategori pre-hipertensi (120-139/80-89 mmHg) yaitu sebanyak 12 orang (40 %), sedangkan untuk tekanan darah responden yang paling sedikit berada pada kategori hipertensi tingkat II (≥160/100 mmHg) yaitu sebanyak 2 orang (7%).

5.2.4. Distribusi Responden berdasarkan Diagnosa

Untuk kategori berdasarkan diagnosa responden, dari 30 orang responden/sampel penelitian akan dikelompokkan menjadi 4 kategori diagnosa penyakit, yaitu Osteoartritis (OA), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Anemia Aplastik, dan Immune Thrombocytopenia Purpura (ITP). Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi berdasarkan Diagnosa

Diagnosa Responden Frekuensi (orang) Persentase (%) Osteoartritis 12 40 SLE 6 20 Anemia Aplastik 8 27 ITP 4 13

Total 30 100

Dari Tabel 5.4. dapat diketahui bahwa diagnosa responden paling banyak adalah pada kelompok penyakit Osteoartritis (OA) yaitu sebanyak 12 orang (40%), sedangkan untuk diagnosa yang paling sedikit adalah pada kelompok penyakit Immune Thrombocytopenia Purpura (ITP) yaitu sebanyak 4 orang (13%).

5.2.5. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kortikosteroid

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kortikosteroid responden. Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis Kortikosteroid

Jenis Kortikosteroid Frekuensi (orang) Persentase (%) Metilprednisolon 30 100

Dari Tabel 5.5. dapat diketahui bahwa jenis kortikosteroid yang digunakan pasien adalah metilprednisolon yaitu sebanyak 30 orang (100%).

5.2.6. Distribusi Responden berdasarkan Dosis Kortikosteroid

Untuk kategori berdasarkan dosis kortikosteroid, dari 30 orang responden/sampel penelitian akan dikelompokkan menjadi 3 kategori dosis, yaitu dosis rendah sebesar ≤7,5 mg/hari, dosis sedang sebesar >7,5 mg/hari dan ≤30mg/hari, dan dosis tinggi yaitu >30 mg/hari (Irastorza et al., 2012). Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi berdasarkan Dosis Awal Kortikosteroid

Dosis Kortikosteroid Frekuensi (orang) Persentase (%) Dosis rendah 11 36

Dosis sedang 14 47 Dosis tinggi 5 17

Total 30 100

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Dosis Akhir Kortikosteroid

Dosis Kortikosteroid Frekuensi (orang) Persentase (%) Dosis rendah 12 40

Dosis sedang 14 47

Dosis tinggi 4 13

Dari Tabel 5.6. dan 5.7. dapat diketahui bahwa Dosis Awal Kortikosteroid yang digunakan responden paling banyak adalah pada kategori dosis sedang (>7,5 mg/hari dan ≤30mg/hari) yaitu sebanyak 14 orang (47%), dan Dosis Awal Kortikosteroid yang digunakan responden paling sedikit adalah pada kategori dosis tinggi (>30 mg/hari) yaitu sebanyak 5 orang (17%). Sedangkan bahwa Dosis Akhir Kortikosteroid yang digunakan responden paling banyak adalah pada kategori dosis sedang (>7,5 mg/hari dan ≤30mg/hari) yaitu sebanyak 14 orang (47%), dan Dosis Akhir Kortikosteroid yang digunakan responden paling sedikit adalah pada kategori dosis tinggi (>30 mg/hari) yaitu sebanyak 4 orang (13%).

5.2.7. Distribusi Responden berdasarkan Lama Penggunaan Kortikosteroid Untuk kategori berdasarkan waktu penggunaan kortikosteroid, dari 30 orang responden/sampel akan dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu penggunaan kortikosteroid <6 bulan, 6-12 bulan, dan >12 bulan.

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi berdasarkan Waktu Penggunaan Kortikosteroid

Waktu Penggunaan Kortikosteroid Frekuensi (orang) Persentase (%) <6 bulan 15 50 6-12 bulan 13 43 >12 bulan 2 7

Total 30 100

Dari Tabel 5.8. dapat diketahui bahwa waktu penggunaan kortikosteroid responden paling banyak berada pada kategori <6 bulan yaitu sebanyak 15 orang (50%), sedangkan untuk yang paling sedikit adalah pada kategori >12 bulan yaitu sebanyak 2 orang (7%).

5.2.8. Distribusi Responden berdasarkan Hasil Pemeriksaan Tekanan Intraokular (TIO)

Untuk kategori berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan intraokular, dari 30 orang responden/sampel akan dikelompokkan menjadi 3 kategori dimana tekanan intraokular rendah yaitu <10 mmHg, tekanan intraokular normal yaitu 10-21 mmHg, dan tekanan intraokular tinggi yaitu >21 mmHg.

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi berdasarkan Hasil Tekanan Intraokular Mata Kanan Responden.

Tekanan Intraokular Frekuensi (orang) Persentase (%) Rendah 0 0

Normal 29 97 Tinggi 1 3

Total 30 100

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi berdasarkan Hasil Tekanan Intraokular Mata Kiri Responden.

Tekanan Intraokular Frekuensi (orang) Persentase (%) Rendah 1 3

Normal 27 90 Tinggi 2 7

Total 30 100

Dari Tabel 5.9. dan 5.10. dapat diketahui bahwa tekanan intraokular mata kanan responden paling banyak berada pada kategori normal (10-21 mmHg) yaitu sebanyak 29 orang (97%), dan untuk yang paling sedikit adalah pada

kategori rendah (<10 mmHg) yaitu sebesar 0%. Sedangkan tekanan intraokular mata kiri responden paling banyak berada pada kategori normal (10-21 mmHg) yaitu sebanyak 27 orang (90%), dan untuk yang paling sedikit adalah pada kategori rendah (<10 mmHg) yaitu sebanyak 1 orang (3%).

5. 3. Hasil Analisis Data

5.3.1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Tekanan Intraokular

Sebanyak 30 sampel dalam penelitian ini, dari hasil tabulasi silang antara jenis kelamin responden dengan nilai tekanan intraokularnya dapat dilihat pada Tabel 5.11.

Jenis Kelamin

Tekanan Intraokular Mata Kanan Responden

Rendah Normal Tinggi Total Laki-laki 0 8 0 8 Perempuan 0 21 1 22

Total 0 29 1 30

Jenis Kelamin

Tekanan Intraokular Mata Kiri Responden

Rendah Normal Tinggi Total Laki-laki 0 8 0 8 Perempuan 1 19 2 22

Total 1 27 2 30

Dari Tabel 5.11., hasil penelitian menunjukkan dari 30 responden, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden berjenis kelamin perempuan daripada responden berjenis kelamin laki-laki.

5.3.2. Hubungan Usia dengan Tekanan Intraokular

Sebanyak 30 sampel dalam penelitian ini, dari hasil tabulasi silang antara usia responden dengan nilai tekanan intraokularnya dapat dilihat pada Tabel 5.12.

Kelompok Usia

Tekanan Intraokular Mata Kanan Responden

Total Rendah Normal Tinggi

Remaja akhir 0 7 0 7 Dewasa awal 0 3 0 3 Dewasa akhir 0 6 0 6 Lansia awal 0 10 1 11 Lansia akhir 0 3 0 3 Total 0 29 1 30 Kelompok Usia

Tekanan Intraokular Mata Kiri Responden

Total Rendah Normal Tinggi

Remaja akhir 0 6 1 7 Dewasa awal 0 3 0 3 Dewasa akhir 0 6 0 6 Lansia awal 0 10 1 11 Lansia akhir 1 2 0 3 Total 1 27 2 30

Dari Tabel 5.12., hasil penelitian menunjukkan dari 30 responden, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden kelompok Lansia Awal (46-59 tahun), daripada pada kelompok usia lainnya.

5.3.3. Hubungan Tekanan Darah dengan Tekanan Intraokular

Sebanyak 30 sampel dalam penelitian ini, dilihat dari hasil tabulasi silang antara tekanan darah responden dengan nilai tekanan intraokularnya dapat dilihat pada Tabel 5.13.

Tekanan Darah

Tekanan Intraokular Mata Kanan Responden

Total Rendah Normal Tinggi

Normal 0 9 1 10

Pre-hipertensi 0 12 0 12

Hipertensi tingkat I 0 6 0 6

Hipertensi tingkat II 0 2 0 2

Tekanan Darah

Tekanan Intraokular Mata Kiri Responden

Total Rendah Normal Tinggi

Normal 0 9 1 10

Pre-hipertensi 0 11 1 12

Hipertensi tingkat I 1 5 0 6

Hipertensi tingkat II 0 2 0 2

Total 1 27 2 30

Dari Tabel 5.13., hasil penelitian menunjukkan dari 30 responden, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden kelompok tekanan darah normal (<120/80 mmHg), daripada pada kelompok tekanan darah lainnya.

5.3.4. Hubungan Diagnosa dengan Tekanan Intraokular

Sebanyak 30 sampel dalam penelitian ini, dilihat dari hasil tabulasi silang antara diagnosa responden dengan nilai tekanan intraokularnya dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Diagnosa

Tekanan Intraokular Mata Kanan Responden

Total

Rendah Normal Tinggi

Osteoartritis 0 12 0 12 SLE 0 6 0 6 Anemia aplastik 0 8 0 8 ITP 0 3 1 4 Total 0 29 1 30 Diagnosa

Tekanan Intraokular Mata Kiri Responden

Total

Rendah Normal Tinggi

Osteoartritis 1 11 0 12

SLE 0 4 2 6

Anemia aplastik 0 8 0 8

ITP 0 4 0 4

Total 1 27 2 30

Dari Tabel 5.14., hasil penelitian menunjukkan dari 30 responden, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden dengan diagnosa penyakit Sistemik Lupus Eritematosus (SLE), daripada kelompok diagnosa penyakit lainnya.

5.3.5. Hubungan Dosis Kortikosteroid dengan Tekanan Intraokular

Sebanyak 30 sampel dalam penelitian ini, dilihat dari hasil tabulasi silang antara dosis awal kortikosteroid responden dengan nilai tekanan intraokularnya dapat dilihat pada Tabel 5.15.

Dosis Awal Steroid

Tekanan Intraokular Mata Kanan Responden Total

Rendah Normal Tinggi

Dosis rendah 0 12 0 12

Dosis sedang 0 12 1 13

Dosis tinggi 0 5 0 5

Total 0 29 1 30

Dosis Awal Steroid

Tekanan Intraokular Mata Kiri Responden

Total

Rendah Normal Tinggi

Dosis rendah 1 11 0 12

Dosis sedang 0 13 0 13

Dosis tinggi 0 3 2 5

Total 1 27 2 30

Dari Tabel 5.15., hasil penelitian menunjukkan dari 30 responden, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden yang menggunakan dosis tinggi (>30 mg/hari) sebagai dosis awal kortikosteroid, dibandingkan dengan kelompok dosis lainnya.

Sebanyak 30 sampel dalam penelitian ini, dilihat dari hasil tabulasi silang antara dosis akhir kortikosteroid responden dengan nilai tekanan intraokularnya dapat dilihat pada Tabel 5.16. berikut :

Dosis Akhir Steroid

Tekanan Intraokular Mata Kanan Responden

Total

Rendah Normal Tinggi

Dosis rendah 0 12 0 12

Dosis sedang 0 13 1 14

Dosis tinggi 0 4 0 4

Total 0 29 1 30

Dosis Akhir Steroid

Tekanan Intraokular Mata Kiri Responden

Total

Rendah Normal Tinggi

Dosis rendah 1 11 0 12

Dosis sedang 0 13 1 14

Dosis tinggi 0 3 1 4

Total 1 27 2 30

Dari Tabel 5.16., hasil penelitian menunjukkan dari 30 responden, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden yang menggunakan dosis sedang (>7,5 mg/hari dan ≤30mg/hari) sebagai dosis akhir kortikosteroid, dibandingkan dengan kelompok dosis lainnya.

5.3.6. Hubungan Lama Penggunaan Kortikosteroid dengan Tekanan Intraokular

Sebanyak 30 sampel dalam penelitian ini, dilihat dari hasil tabulasi silang antara lama penggunaan kortikosteroid responden dengan nilai tekanan intraokularnya dapat dilihat pada Tabel 5.17.

Lama Penggunaan Steroid

Tekanan Intraokular Mata Kanan Responden

Total

Rendah Normal Tinggi

<6 bulan 0 14 1 15

6-12 bulan 0 13 0 13

>12 bulan 0 2 0 2

Total 0 29 1 30

Lama Penggunaan Steroid

Tekanan Intraokular Mata Kiri Responden

Total

Rendah Normal Tinggi

<6 bulan 0 15 0 15

6-12 bulan 1 10 2 13

>12 bulan 0 2 0 2

Total 1 27 2 30

Dari Tabel 5.17., hasil penelitian menunjukkan dari 30 responden, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden yang menggunakan kortikosteroid selama 6-12 bulan, dibandingkan dengan kelompok lainnya.

5. 4. Pembahasan

Dari hasil analisis data penelitian, dijumpai tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden berjenis kelamin perempuan dibandingkan responden berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohit Varma et al (2004) bahwa peningkatan tekanan intraokular cenderung lebih banyak terjadi pada responden yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Naila Ali et al (2007) bahwa bahwa peningkatan tekanan intraokular cenderung lebih banyak terjadi pada responden yang berjenis kelamin laki-laki. Ini dikarenakan lebih banyaknya pasien perempuan yang datang berobat ke Poliklinik Reumatologi dan Hematologi RSUP H. Adam Malik Medan daripada pasien yang berjenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan usia, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden pada kelompok lansia awal, yaitu rentang usia 46-59 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pragati Garg et al (2014) bahwa peningkatan tekanan intraokular cenderung terjadi pada responden yang lebih tua terutama pada kelompok umur lanjut usia (lansia). Hal ini dikarenakan pada lansia, diperkirakan telah terjadi perubahan pada anyaman trabekular sehingga menyebabkan resistensi aliran keluar dari aqueous humor (Nemesure et al., 2003). Selain itu, faktor penuaan berperan penting pada proses degenerasi sel saraf dan gangguan autoregulasi pada aliran darah okular yang dilaporkan cenderung meningkatkan tekanan intraokular (Harris et al., 2005). Disamping itu, hal ini juga dikarenakan pasien yang datang ke Poliklinik Reumatologi RSUP H.Adam Malik Medan mayoritas adalah kelompok lansia awal.

Berdasarkan nilai tekanan darah, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden yang memiliki tekanan darah normal yaitu tekanan darah sebesar <120/80 mmHg. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ravikiran Kisan et al (2012) yang mendapatkan bahwa didapatkan tekanan intraokular yang lebih tinggi pada setiap kenaikan tekanan darah. Hal ini dikarenakan bahwa tekanan

darah bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi nilai tekanan intraokular, mungkin terdapat faktor lain yang lebih mempengaruhi nilai tekanan intraokular responden.

Berdasarkan diagnosa responden, tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden dengan diagnosa penyakit Sistemik Lupus Eritematosus (SLE), dibandingkan dengan kelompok diagnosa lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Junida Sheraj dan Doina Nitescu (2012) yang mendapatkan pasien dengan diagnosa SLE yang menggunakan kortikosteroid cenderung mengalami tekanan intraokular yang lebih tinggi daripada kelompok penyakit jaringan ikat lainnya. Selain itu, beberapa penelitian melaporkan bahwa penyakit jaringan ikat seperti SLE dan Rheumatoid Arthritis merupakan faktor resiko terjadinya peningkatan tekanan intraokular (Gaston, 1983 dan Soo et al, 2011).

Berdasarkan dosis penggunaan kortikosteroid, didapatkan tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden yang mendapatkan dosis tinggi (>30 mg/hari) sebagai dosis awal kortikosteroid dan dosis sedang (>7,5 mg/hari dan ≤30mg/hari) sebagai dosis akhir kortikosteroid. Karena dosis akhir lebih cenderung mempengaruhi tekanan intraokular responden pada saat pengukuran, maka dalam penelitian ini, pada dosis sedang (>7,5 mg/hari dan ≤30mg/hari) cenderung didapatkan tekanan intraokular responden lebih tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pedro Nuno Brito et al (2012) bahwa didapatkan tekanan intraokular yang tinggi diatas nilai normal setelah pemberian dosis steroid yang tergolong dalam dosis besar (>30 mg/hari). Hal ini mungkin dikarenakan bahwa dosis pada penggunaan steroid secara sistemik tidak begitu signifikan dengan peningkatan tekanan intraokular yang bermakna (Godel et al., 1972 dalam Sihota et al., 2008).

Berdasarkan lama penggunaan kortikosteroid, didapatkan tekanan intraokular cenderung lebih tinggi pada responden yang menggunakan kortikosteroid selama 6- 12 bulan, dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Munjal et al (1982) dan Sihota et al (2008) yang

mendapatkan tekanan intraokular yang tinggi pada pasien yang menggunakan kortikosteroid selama >1 tahun. Hal ini mungkin dikarenakan bahwa durasi pada penggunaan steroid secara sistemik tidak berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular yang bermakna (V, Godel et al., 1972 dalam Sihota et al., 2008). Terdapat faktor lain yang mempengaruhi nilai tekanan intraokular responden, seperti genetik, kepatuhan minum obat, dan lain sebagainya.

Berdasarkan nilai tekanan intraokular, rata-rata tekanan intraokular responden masih dalam batas normal yaitu masih direntang 10-21 mmHg. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh R. Sihota et al (2008) bahwa peningkatan tekanan intraokular tidak signifikan pada pemakaian kortikosteroid secara sistemik. Selain itu, dalam penelitian ini rata-rata penggunaan kortikosteroid dibawah 1 tahun sehingga didapatkan tekanan intraokular mayoritas dalam rentang yang normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh R. Sihota et al (2008) bahwa didapatkan tekanan intraokular diatas normal pada pemakaian kortikosteroid diatas 1 tahun. Disamping itu, mayoritas responden dalam penelitian ini menggunakan kortikosteroid dalam kategori dosis sedang (>7,5 mg/hari dan ≤30mg/hari) sebagai dosis awal (43%) dan dosis akhir (47%) terapi, sehingga tekanan intraokular yang didapatkan masih dalam batas normal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pedro Nuno Brito et al (2012) bahwa didapatkan tekanan intraokular yang tinggi yaitu mencapai 50 mmHg setelah pemberian dosis steroid 60 mg/hari yang tergolong dalam dosis besar (>30 mg/hari), dan sebaliknya pada dosis yang lebih kecil.

Dokumen terkait