• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perusahaan manufaktur yang terpilih sebagai sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar pada tahun 2001 sampai 2006 dan sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan sebelumnya adalah sebanyak 116 emiten.

Dari data yang diperoleh sejak tahun 2001 sampai 2006 yang meliputi nilai tertinggi (maximum), nilai terendah (minimum) dan rata-rata (mean) dari variabel yang diteliti, baik itu variabel bebas yang dalam hal ini adalah nilai Z-Score Altman dan variabel terikat, yaitu harga saham, dapat dilihat pada Tabel IV.1 berikut ini.

Tabel IV.1. Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Z-Score 116 .0621588 7.1500157 2.3693549 64 1.6241731775 Loghs 116 1.6989700 4.9037680 2.8708287 68 .6452141593 Harga Saham 116 50 80.125 3145.37 9.319.196 Valid N (listwise) 116

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data diolah)

Berdasarkan Tabel IV.1. di atas menunjukkan bahwa nilai terendah (minimum) dari Z-Score dari perusahaan manufaktur terbuka (emiten) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sebesar 0,0621588 yang bermakna bahwa sesungguhnya, terdapat sejumlah perusahaan manufaktur (emiten) yang seharusnya

telah dinyatakan bangkrut, namun masih tetap terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan nilai Z-Score yang tertinggi (maximum) sebesar 7,1500157 yang

menunjukkan kekuatan emiten untuk tumbuh berkembang di masa yang akan datang. Meskipun demikian, secara rata-rata perusahaan manufaktur terbuka (emiten) di Bursa Efek Indonesia memiliki nilai Z-Score sebesar 2,369355 yang lebih kecil dari nilai batas yang ditentukan oleh Altman sebesar 2,675, maka kondisi ini menunjukkan bahwa secara rata-rata perusahaan manufaktur (emiten) di Bursa Efek Indonesia yang digunakan sebagai data penelitian ini dapat diramalkan akan mengalami kegagalan.

Selanjutnya, jika diperhatikan harga saham rata-rata sebesar Rp. 3.145,37,- sedangkan nilai maksimum harga saham sebesar Rp. 80.125,- dan nilai minimum sebesar Rp. 50,-. Hal ini berarti bahwa secara rata-rata harga saham perusahaan manufaktur (emiten) di Bursa Efek Indonesia berada di atas harga perdana saham untuk keseluruhan data emiten yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini.

IV.2. Hasil Uji Asumsi Klasik IV.2.1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis grafik dan analisis statistik dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dimana dengan pengujian secara statistik terhadap normalitas data akan memberikan hasil yang lebih akurat dan untuk menghindari kemungkinan kesalahan dalam membaca grafik. Hasil pengujian normalitas ditunjukkan pada Gambar IV.1 berikut ini

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

Observed Cum Prob

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Ex pe ct ed C u m Pr ob

Dependent Variable: LOGHS

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Gambar IV.1 Hasil Uji Normalitas

Di samping uji normalitas dengan menggunakan analisis grafik, maka selanjutkan juga dilakukan uji normalitas dengan menggunakan analisis statistik.

Uji ini dilakukan dengan melihat angka signifikan dari Kolmogorov-Smirnov test, bila angka yang dihasilkan lebih kecil dari alpha 5% berarti data tidak

berdistribusi normal. Dari hasil pengujian normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa seluruh data yang digunakan berada di atas 5% atau tidak signifikan, yaitu sebesar 0.081 (8,1%) untuk Z-Score dan 0,162 (16,2%) untuk

yang bermakna bahwa data yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah normal.

Hasil pengujian normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada Tabel IV.2 di bawah ini.

Tabel IV.2. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Z-Score Harga Saham

N 116 116 Normal Parameters(a,b) Mean 2.369354964 2.870828768 Std. Deviation 1.6241731775 .6452141593 Most Extreme Differences Absolute .117 .104 Positive .117 .104 Negative -.078 -.058 Kolmogorov-Smirnov 1.265 1.120

Asymp. Sig. (2-tailed) .081 .162

Sumber : Hasil Penelitian, 2008 (Data diolah)

IV.2.2. Uji Multikolonieritas

Pengujian multikolonieritas pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai collinearity statistics dan nilai koefisien korelasi di antara variabel bebas. Oleh karena variabel bebas yang digunakan hanya satu, yaitu nilai Z-Score yang merupakan hasil perhitungan rumusan yang diajukan oleh Altman, maka pengujian multikolonieritas tidak dilakukan pada penelitian ini.

IV.2.3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas pada penelitian ini dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen dengan residualnya, dengan dasar analisis sebagai berikut :

a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

-4 -2 0 2 4

Regression Studentized Residual

-2 -1 0 1 2 3 Regr ession Standardized Pr edicted Value

Dependent Variable: LOGHS Scatterplot

Sumber : Hasil Penelitian, 2008 (Data diolah)

Dari Gambar IV.2 di atas menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.

IV.2.4. Uji Autokorelasi

Pada penelitian ini, uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW test). Uji ini hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi. Dari Tabel IV.3 dapat diketahui bahwa nilai Durbin-Watson adalah sebesar 1,787. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel Durbin-Watson dengan menggunakan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel 116 (n), dan jumlah variabel bebas 1 (k = 1). Oleh karena nilai DW 1,787 > nilai batas atas (du) 1,746, dan kurang dari 4 – 1,746 (4 – du), maka dapat disimpulkan H0 diterima atau tidak ada terjadi gejala autokorelasi.

Tabel IV.3 Hasil Uji Autokorelasi

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .335(a) .112 .104 .6106207184 1.787

a Predictors: (Constant), Z-Score b Dependent Variable: Harga Saham

IV.3. Pengujian Hipotesis

Sebelum melakukan uji hipotesis, pertama sekali dilakukan uji determinasi untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model, yaitu variasi variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada Tabel IV.4 berikut ini.

Tabel IV.4. Hasil Uji Determinasi (R2)

Model R R Square Adjusted

R Square

Std. Error of the Estimate

1 .335(a) .112 .104 .6106207184

a Predictors: (Constant), Z-Score b Dependent Variable: Harga Saham

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data diolah)

Nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan sebesar 0,112 atau 11,2% menunjukkan kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel terikat yaitu harga saham relatif kecil atau rendah, mengingat besarnya faktor lain yang mempengaruhi pergerakan atau perubahan harga saham, yaitu sebesar 88,8% (1 – R2) dimana faktor-faktor tersebut tidak diteliti dalam penelitian ini.

Selanjutnya, dilakukan uji hipotesis yang bertujuan untuk menjawab hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : b1 = 0 (Potensi kebangkrutan Altman tidak berpengaruh terhadap pergerakan harga saham perusahaan manufaktur terbuka di Bursa Efek Indonesia).

Ha : b1 ≠ 0 (Potensi kebangkrutan Altman berpengaruh terhadap pergerakan harga saham perusahaan manufaktur terbuka di Bursa Efek Indonesia).

Kriteria pengambilan keputusan dilakukan dengan uji F dimana jika Fhitung >

Ftabel, maka keputusan yang diambil adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan

Tabel IV.5 dapat diketahui bahwa nilai Fhitung adalah 14,399 dan nilai Ftabel adalah

sebesar 3,89. Hal ini berarti Fhitung (14,399) > Ftabel (3,89), berarti keputusan yang

diambil adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa potensi

kebangkrutan Altman berpengaruh sangat signifikan (high significant) terhadap pergerakan harga saham manufaktur terbuka di Bursa Efek Indonesia.

Tabel IV.5. Hasil Pengujian Hipotesis (Uji F) Model

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 5.369 1 5.369 14.399 .000(a)

Residual 42.506 114 .373

Total 47.875 115

a Predictors: (Constant), Z-Score b Dependent Variable: Harga Saham

[ Sumber : Hasil Penelitian, 2008 (Data diolah)

Dengan demikian, berdasarkan hasil uji F yang terdapat pada Tabel IV.5, melalui penerimaan hipotesis yang diajukan penulis, maka temuan penelitian ini mendukung model potensi kebangkrutan Altman (Altman; 1971, Saunders dan Cornett, 2006). Selanjutnya temuan ini juga searah dengan temuan penelitian pada perusahaan perbankan yang dilakukan oleh Lufti (2003).

Pada sisi lain, sesuai dengan teori fundamental, yang menyatakan bahwa faktor fundamental perusahaan berpengaruh terhadap pergerakan harga saham dan penelitian yang dilakukan oleh analis fundamental, maka potensi kebangkrutan Altman yang merupakan salah satu alat ukur tentang kesehatan perusahaan atau emiten, memberikan dukungan pada hasil penelitian ini (Clark; 1993, Basu; 1983).

Selanjutnya, untuk mengetahui besaran pengaruh potensi kebangkrutan Altman yang diukur dengan Z-Score, terhadap pergerakan harga saham perusahaan manufaktur terbuka di Bursa Efek Indonesia, terlihat dalam Tabel IV.6 berikut ini.

Tabel IV.6. Uji Parsial

Model Unstandardized Coefficients Standardize d Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 2.556 .101 25.412 .000 Z-Score .133 .035 .335 3.795 .000

a Dependent Variable: Harga Saham

Sumber: Hasil Penelitian, 2008 (Data diolah)

Berdasarkan Tabel IV.6 di atas menunjukkan bahwa pengaruh potensi kebangkrutan Altman, berdasarkan perhitungan Z-Score terhadap pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia adalah sebesar 0,133 dengan thitung sebesar 3,795. Sedangkan nilai ttabel adalah sebesar 1,980. Dengan kata lain, hipotesis yang diajukan, yang menyatakan bahwa pengaruh potensi kebangkrutan Altman terhadap pergerakan harga saham dapat diterima.

Sesuai dengan uji parsial di atas, maka persamaan regresi yang terbentuk adalah:

Y = 2,556 + 0,133 X1 + e

Dengan demikian, jika nilai Z-Score meningkat 1 basis poin, dan faktor lainnya tidak berubah maka pergerakan harga saham sebesar 2,556 + 0,133 = 2,689 basis poin.

Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima. Penerimaan hipotesis ini memberikan implikasi bahwa pergerakan harga saham perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh potensi kebangkrutan Altman sebesar 0,133 atau 13,3%. Meskipun pengaruh yang diberikan secara relatif adalah kecil, namun secara nyata potensi kebangkrutan Altman mampu memberikan kontribusi pada pergerakan harga saham perusahaan manufaktur. Sehingga hasil penelitian ini mendukung pendekatan model potensi kebangkrutan Altman (Altman, 1971).

Menurut Manurung (2004) bahwa fluktuasi harga saham di bursa efek sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: 1) setiap kejadian di dalam sebuah perusahaan, yang dikenal dengan corporate action, sangat berpengaruh terhadap nilai harga saham perusahaan, misalnya para buruh perusahaan itu mogok kerja karena adanya tuntutan kenaikan upah yang tidak dikabulkan sehingga produksi perusahaan menurun, 2) permintaan dan penawaran saham sangat berpengaruh terhadap harga saham. Bila investor memegang saham perusahaan dan yang bersangkutan membutuhkan dana, maka investor tersebut akan menjual saham secepatnya dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar. Penurunan harga saham akan terjadi karena pembeli saham tidak banyak, 3) prospek perusahaan turut berpengaruh terhadap harga saham di pasar. Perusahaan yang mempunyai prospek dengan produk yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat, maka harga saham akan mengalami kenaikan, dan 4) kualitas manajemen perusahaan juga berpengaruh terhadap harga saham. Bila

manajemen perusahaan tidak berkualitas dengan permasalahan perusahaan yang sering muncul ke permukaan, dan tidak dapat diselesaikan dengan baik sehingga investor tidak percaya. Akibatnya investor menjual sahamnya yang menyebabkan nilai harga saham mengalami penurunan.

Jika diperhatikan nilai Z-Score yang diperoleh dari hasil penilaian yang dilakukan untuk setiap perusahaan, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel IV.7 dimana dari 116 emiten yang menjadi sampel dalam penelitian ini, terlihat bahwa hanya sebanyak 42 emiten yang mampu mencapai ukuran keberhasilan menurut batasan yang ditetapkan Altman. Mengingat jumlah sampel yang mampu memenuhi kriteria Altman kurang dari 50%, maka pengaruh potensi kebangkrutan Altman secara relatif kecil, yaitu sebesar 0,133 (13,3%) saja, sedangkan sebesar 86,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

Pergerakan harga saham untuk 42 emiten di atas secara nyata terlihat lebih baik dibandingkan dengan emiten lainnya, atau sekurang-kurangnya lebih mampu bertahan oleh faktor-faktor fundamental ekonomi yang terjadi. Hanya terdapat 2 emiten yang harga sahamnya goyah seperti PT. Prasidha Aneka Niaga, Tbk., dan PT. Jakarta Kyoei Steel, Tbk.

Tabel IV.7. Emiten yang Memenuhi Kriteria Altman

No. Nama Emiten Kode Emiten Nilai

Z-Score

1 Sari Husada, Tbk. SHDA 7.150016

2 Mandom Indonesia, Tbk. TCID 6.613703

3 Unilever Indonesia, Tbk. UNVR 5.935637

5 Mustika Ratu, Tbk. MRAT 5.828467

6 Prasidha Aneka Niaga, Tbk. PSDN 5.691582

7 Tempo Scan Pacific, Tbk. TSPC 5.589767

8 Sekar Laut, Tbk. SKLT 5.551238

9 Andhi Chandra Automotive Products, Tbk. ACAP 5.491742

10 Lion Metal Works, Tbk. LION 5.466980

11 Ekadharma International, Tbk. EKAD 5.007469

12 Bata, Sepatu, Tbk. BATA 4.795002

13 Jaya Pari Steel, Tbk. JPRS 4.422159

14 Sumi Indo Kabel, Tbk. IKBI 4.381426

15 Delta Djakarta, Tbk. DLTA 4.358488

16 Duta Pertiwi Nusantara, Tbk. DPNS 4.205657

17 Goodyear Indonesia, Tbk. GDYR 4.050695

18 Texmaco Jaya, Tbk. TEJA 3.984073

19 HM Sampoerna, Tbk. HMSP 3.955091

20 Colorpak Indonesia, Tbk. CLPI 3.906502

21 Gudang Garam, Tbk. GGRM 3.902088

22 Alakasa Industrindo, Tbk. ALKA 3.733075

23 Roda Vivatex, Tbk. RDTX 3.717424

24 Aqua Golden Mississippi, Tbk. AQUA 3.672989

25 Kageo Igar Jaya, Tbk. IGAR 3.633080

26 Jakarta Kyoei Steel Works, Tbk. JKSW 3.527771

27 Betonjaya Manunggal, Tbk. BTON 3.479636

28 Pan Brothers Tex, Tbk. PBRX 3.478223

29 Selamat Sempurna, Tbk. SMSM 3.420878

30 Kimia Farma, Tbk. KAEF 3.357761

31 Siantar Top, Tbk. STTP 3.351042

32 Darya-Varia Laboratoria, Tbk. DVLA 3.348557

33 Kalbe Farma, Tbk. KLBF 3.293216

34 Bentoel International Investama, Tbk. RMBA 3.245748

35 Citra Tubino, Tbk. CTBN 3.230818

36 Surabaya Agung Industri Pulu, Tbk. SAIP 3.088400

37 Multi Bintang Indonesia, Tbk. MLBI 3.022319

38 Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. CPIN 3.013244

39 Astra Otoparts, Tbk. AUTO 2.934285

40 Lionmesh Prima, Tbk. LMSH 2.877123

41 Tembaga Mulia Semanan, Tbk. TBMS 2.825683

42 Mayora Indah, Tbk. MYOR 2.717886

Lanjutan Tabel IV.7.

Sumber : Hasil Penelitian, 2008 (Data diolah)

Selanjutnya temuan penelitian yang diperoleh penulis juga searah dengan temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lufti (2005) dan Keulana (2006)

pada sektor perbankkan, yang menemukan bahwa faktor kesehatan emiten dengan menggunakan potensi kebangkrutan Altman berpengaruh terhadap pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (Lufti, 2005) dan dengan menggunakan pendekatan CAMELS, sebagai salah satu alat ukur kesehatan perbankan di Indonesia, berpengaruh pada pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (Keulana, 2006).

Berdasarkan temuan penelitian sebelumnya, dan hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa model potensi kebangkrutan Altman, dapat digunakan untuk menguji pergerakan harga saham pada sektor manufaktur, bukan hanya pada sektor perbankan saja. Dimana, beberapa pakar menyatakan bahwa model potensi kebangkrutan Altman hanya cocok diterapkan untuk perusahaan yang bergerak pada sektor perbankan dan keuangan saja (Saunders dan Cornett, 2006).

Temuan yang diperoleh dari hasil penelitian ini juga mendukung analisis fundamental, yang menyatakan bahwa pergerakan harga saham dipengaruhi oleh faktor fundamental, yaitu faktor-faktor internal perusahaan yang mampu menciptakan aliran tunai (cash flow) bagi perusahaan (Clark, 1993, dan Basu. 1983). Potensi kebangkrutan Altman yang ditunjukkan oleh nilai Z-Score adalah juga menggambarkan kemampuan atau kegagalan perusahaan dalam menciptakan aliran tunai bagi perusahaan sehingga dapat didistribusikan pada para pemegang saham ataupun pada pihak kreditur perusahaan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait