• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Jobsite Mahakam Sumber Jaya sesuai dengan pedoman-pedoman yang

terdapat pada Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko K3L PT. Cipta Kridatama, menilai efektifitas hasil identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko tersebut serta menganalisa pemenuhan

manajemen risiko terhadap standar yaitu Occupational Health Safety

commit to user

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penilitian

1. Deskripsi Proses Blasting

Blasting merupakan kegiatan meledakan lapisan tanah Over

Burden (OB) dengan bahan peledak dan rangkaian ledak tertentu. Hal ini

dilakukan karena proses Ripping tidak mampu menghancurkan lapisan tanah Over Burden (OB) yang terlalu keras. Tujuan dilakukan blasting

adalah untuk menghancurkan lapisan OB agar lebih lunak sehingga mudah

untuk dimuat dengan Off Highway Truck (OHT) dan dipindahkan menuju

disposal.

a. Inspeksi Hasil Pengeboran

Lubang bor yang akan digunakan untuk wadah memasukkan bahan peledak berikut dengan detonatornya harus diperiksa oleh Drill

& Blasting Foreman. Hal ini dilakukan agar peledakan dapat

dilaksanakan dengan maksimal. Inspeksi hasil pengeboran meliputi jarak lubang, kedalaman lubang dan jumlah lubang yang dibutuhkan. Adapun standar jarak dan kedalaman lubang di PT. Cipta Kridatama

site Mahakam Sumber Jaya adalah dengan ukuran Spasi (S) : 9,2 m,

Burden (B) : 8,0 m dan Deep (D) : 7 m. Akan tetapi terkadang posisi

commit to user

pengeboran dilakukan fleksibel dengan memperhatikan serbuk tanah hasil pengeboran dari drilling machine. Adapun jumlah lubang pengeboran disesuaikan dengan luas area peledakan. Semakin luas area peledakan maka semakin banyak lubang yang dibuat dan semakin banyak bahan peledak yang dibutuhkan.

b. Pemasangan Rambu Peringatan Blasting

Sebelum rangkaian kegiatan blasting dilakukan rambu

peringatan blasting harus dipasang. Hal ini dimaksudkan untuk pemberitahuan dan pengamanan pelaksanaan blasting agar tidak terjadi korban jiwa maupun kerusakan property. Adapun pemasangan rambu peringatan yang dilakukan antara lain :

1) Pemasangan Rambu & Safety Line

Rambu dan safety line harus dipasang disekitar area peledakan. Rambu-rambu tersebut berupa : Rambu “Dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan”, Rambu “Dilarang merokok atau menyalakan api serta penggunaan radio

komunikasi”. Sedangkan safety line dipasang mengelilingi area

blasting. Pemasangan rambu & safety line ini dimaksudkan untuk

memblokade area blasting dari man power maupun unit kerja yang ada disekitar area blasting agar tidak masuk ke dalam area

commit to user

2) Pemasangan Bendera & Papan Informasi Blasting

Di jalan masuk tambang dipasang bendera & papan informasi blasting. Papan ini berisi pengumuman hari, tanggal dan jam peledakan. Papan ini dilengkapi tiang bendera untuk pemasangan bendera merah pada hari/ tanggal diadakan kegiatan

peledakan. Warna merah pada bendera yang dipasang

menandakan bahwa kegiatan peledakan merupakan keadaan darurat yang harus diperhatikan.

3) Pemasangan Bendera Pemblokiran

Bendera pemblokiran dipasang pada radius tertentu dari area peledakan. Sedangkan bendera yang dipasang ada 2 yaitu bendera warna kuning dan bendera warna hijau. Pada radius 300 meter dari area peledakan dipasang bendera kuning. Jarak 300 meter ini merupakan jarak aman bagi unit alat berat yang dievakuasi menjauhi area peledakan. Pada radius 500 meter dari area peledakan dipasang bendera hijau. Jarak 500 meter ini merupakan jarak aman bagi man power dan unit alat berat yang dievakuasi. Apabila dalam jarak 300 meter unit sudah diparkir maka man power harus dievakuasi dari unit dimana dia bekerja ke jarak aman 500 meter.

c. Pembongkaran Ammonium Nitrate

Kebutuhan bahan peledak disesuaikan dengan kebutuhan untuk pengisian lubang ledak di area blasting. Ammonium Nitrate diangkat

commit to user

dan diangkut dengan forklift menuju ANFO Mixer untuk dilakukan

pencampuran Ammonium Nitrate dengan Fuel Oil. Pencampuran

menggunakan mesin mixing ini dengan tujuan agar lebih efektif dan efisien.

d. Mixing Menggunakan ANFO Mixer

Bahan peledak yang digunakan adalah berupa Ammonium

Nitrate Fuel Oil (ANFO). Bahan ini merupakan perpaduan antara

Ammonium Nitrate dan Fuel Oil dengan perbandingan ideal

Ammonium Nitrate : Fuel Oil adalah 94 : 6. Bahan Ammonium Nitrate

dan Fuel Oil ini disimpan dalam gudang handak dalam keadaan

terpisah untuk mencegah terjadinya ledakan/ kebakaran jika terjadi loncatan listrik/ percikan api.

e. Pengangkutan Bahan Peledak ke Tambang

Setelah ANFO tercampur dengan sempurna, petugas

memasukkan ANFO dalam karung agar mempermudah pengangkutan ke area blasting dengan menggunakan truck. Travel ANFO melalui jalan hauling dilakukan dengan kehati-hatian karena lalu lintas jalan

hauling ramai. Dan untuk pengamanan, truck ANFO diberi tanda

bendera merah pertanda emergency dan harus mendapat prioritas ruang di jalan hauling.

f. Pengisian Bahan Peledak

Rangkaian primer yang terdiri dari detonator dan kabel perangkainya dimasukkan ke pertengahan lubang. Pengisian ANFO

commit to user

dilakukan perlahan dan dekat dengan mulut lubang untuk menghidari bahan tertumpah dan terhambur oleh angin. Jika lubang berair, maka digunakan plastik liner/kondom yang diisi ANFO dan diusahakan agar penempatan Primer didalam plastik liner paling bawah menyentuh dasar lubang (bottom) dengan menggunakan stick. Jika pengisian dan perangkaian telah selesai dilaksanakan maka lubang ditutup dengan tanah serbuk hasil pengeboran menggunakan cangkul/sekop hingga lubang tertutup sampai rata permukaan untuk memperkuat pengekangan energi bahan peledak di dalam lubang.

g. Perangkaian Bahan Peledak

Detonating cord dihubungkan antar lubang sepanjang baris/

row (disesuaikan dengan kondisi dan lokasi). Diantara baris dengan baris dihubungkan delay connector. Penarikan kabel dilakukan bila sudah diyakinkan bahwa jalur kabel tersebut tidak akan dilintasi alat berat kemudian ujung yang satu dihubungkan dengan ujung yang lain diperiksa tahanannya dengan menggunakan Ohmmeter pada tiap-tiap rol. Kabel yang digunakan harus kabel tunggal dan tidak boleh menggunakan kabel serabut. Semua sambungan kabel harus disambung dengan baik dan dibungkus dengan isolasi. Pemasangan detonator listrik hanya dilakukan pada saat manusia dan unit telah dipastikan dievakuasi/ dipindahkan ke daerah yang benar-benar aman.

commit to user

h. Pengosongan dan Pemblokiran Area

Sebelum peledakan dilaksanakan harus dilakukan Evakuasi terhadap unit dan manusia hingga berada pada jarak/ radius yang aman sesuai dengan peta peledakan yang telah dibuat (Jarak minimal 300 meter untuk alat dan 500 meter untuk manusia). Pada saat unit travel untuk evakuasi (biasanya 15 menit sebelum peledakan) dibunyikan sirine panjang (1x selama 1 menit) dan daerah peledakan sudah mulai diblokir atau ditutup.

Pada saat mulai evakuasi maka untuk penggunaan channel

radio harus dikosongkan (silence signal) dari pengguna yang tidak berkepentingan dengan peledakan. Pemblokiran terhadap radius aman peledakan ini dilakukan untuk mencegah agar tidak ada orang/ unit yang tidak mendapat informasi peledakan masuk ke dalam daerah peledakan.

i. Penempatan Shelter

Eksekusi peledakan dilakukan di dalam shelter dengan posisi

shelter di luar radius 300 meter. Akan tetapi bila posisi dibawah radius

300 meter maka harus digambar dengan jelas di peta peledakan (blast map) untuk diajukan ke Kepala Teknik Tambang untuk mendapatkan izin. Penggunaan shelter sebagai pelindung blaster saat eksekusi

blasting tidak boleh digantikan dengan unit/ dump truck/ mobil sarana

commit to user j. Pelaksanaan Peledakan

Peledakan dapat dilakukan jika semua persyaratan persiapan peledakan telah dipenuhi sesuai dengan checklist inspeksi yang tersedia. Komunikasi dalam kegiatan peledakan harus menggunakan radio dengan channel khusus dimana tidak diperbolehkan orang lain

menggunakan channel tersebut selain untuk komunikasi yang

berkaitan dengan kegiatan peledakan.

Setelah diyakinkan terhadap para blastguard bahwa lokasi sudah aman maka Supervisor Drill & Blast memberikan informasi /komando untuk membunyikan sirine 3x pertanda peledakan siap untuk dilaksanakan. Aba–aba/ hitungan peledakan akan dilakukan oleh

Drill & Blast Supervisor yang diakhiri dengan kata “Tembak” atau

kata lain yang disepakati.

k. Pemeriksaan Lokasi dan Hasil Peledakan

Lima belas (15) menit setelah peledakan terlaksana, maka

Blaster harus melakukan pemeriksaan lokasi peledakan terhadap

kemungkinan terjadinya gagal meledak (misfire). Lokasi peledakan harus diperiksa dengan hati-hati dengan memberikan perhatian khusus terhadap hasil ledakan pada setiap lubang ledak. Sebelum ada informasi "Clear" dari blaster, semua aktifitas dan jalur masuk menuju ke lokasi peledakan tetap diblokir.

Jika hasil pemeriksaan oleh blaster menemukan adanya misfire

commit to user

mengikuti SOP tentang penanganan misfire yang telah dibuat. Selama

proses penanganan misfire tersebut seluruh aktivitas tidak

diperbolehkan kecuali di luar radius 300 meter. Setelah diyakinkan bahwa tidak ada misfire maka blaster memberi informasi kepada Drill

& Blast Supervisor bahwa peledakan dinyatakan aman. Kemudian

Drill & Blast Supervisor, membunyikan sirine panjang (1x selama 1

menit) menandakan bahwa lokasi peledakan dinyatakan aman dan setiap blastguard dapat membuka jalur blokir dan seluruh aktivitas tambang dapat dimulai kembali.

l. Pengembalian Bahan Peledak

Sisa Bahan peledak yang tidak digunakan harus dikembalikan ke dalam gudang bahan peledak. Drill & Blast Supervisor dan penjaga gudang bahan peledak mengisi formulir pengembalian bahan peledak, membuat dan menanda tangani berita acara pengembalian bahan peledak.

Adapun skema alur proses blasting di PT. Cipta Kridatama

Jobsite Mahakam Sumber Jaya adalah sebagai berikut :

Inspeksi Hasil Pengeboran

Pemasangan Rambu Peledakan

Pembongkaran Ammonium Nitrate

MixingAmmonium Nitrate

commit to user

2. Manajemen Risiko

Dalam memenuhi OHSAS 18001 : 2007 klausul 4.3.1 “Hazard

Identification, Risk Assessment, and Determining Controls” dan ISO 14001 :

2004 klausul 4.3.1 “ Environmental Aspects” sehingga HIRADC dilaksanakan

dalam operasional kerja di perusahaan. Sedangkan Manajemen risiko merupakan setali tiga uang dengan HIRADC. Oleh sebab itu perusahaan telah

melaksanakan HIRADC terhadap proses blasting yang tergolong dalam

bahaya dengan risiko tinggi.

Pengangkutan ANFO

Charging (Pengisian Handak)

Stemming (Penutupan lubang)

Perangkaian Accecoris

Sumber : Drill & Blast Departement

Gambar 4. Bagan Proses Blasting

Evakuasi & Pemblokiran

Eksekuasi Peledakan

Inspeksi Hasil Peledakan

commit to user

Manajemen risiko ini terdiri dari 3 langkah pelaksanaan yaitu : identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko.

a. Identifikasi Bahaya

Perusahaan telah melakukan identifikasi terhadap aspek bahaya pada proses blasting sebagai berikut :

1) Bahaya Flying Rock

Bersumber pada eksekusi peledakan lapisan Over Burden (OB) yang dilakukan secara rutin di area penambangan PT. Cipta Kridatama

site Mahakam Sumber Jaya. Flying Rock merupakan batu yang

terlempar ke udara karena hentakan ledakan dengan radius tertentu. Batu-batu terbang ini terjadi karena desain atau pelaksanaannya tidak memenuhi beberapa kriteria. Misalnya bahan peledak yang digunakan berlebihan, atau bahan peledak tidak terkungkung dengan cukup rapat. Lemparan batu ini dapat menimpa man power maupun unit yang berada di sekitar area peledakan.

2) Bahaya Air Blast

Bersumber pada eksekusi peledakan lapisan Over Burden (OB) yang dilakukan secara rutin di area penambangan PT. Cipta Kridatama

site Mahakam Sumber Jaya. Air Blast merupakan hempasan udara

yang sangat cepat dan kuat yang dihasilkan oleh lemparan energi peledakan. Hempasan ini dapat menyebabkan cidera jika mengenai

commit to user

3) Bahaya Gas Beracun

Bersumber dari hasil reaksi kimia yang tidak sempurna ketika ANFO diledakkan dengan detonatornya saat aktivitas blasting lapisan

Over Burden (OB) yang dilakukan secara rutin di area penambangan

PT. Cipta Kridatama site Mahakam Sumber Jaya. Gas yang dihasilkan proses blasting mengandung dua kemungkinan jenis gas yaitu smoke

atau fumes. Smoke tidak berbahaya karena hanya terdiri dari uap atau asap yang berwarna putih. Sedangkan fumes berwarna kuning dan berbahaya karena sifatnya beracun, yaitu terdiri dari Karbon-Monoksida (CO) dan Oksida-Nitrogen (NOx). Fumes dapat terjadi bila bahan peledak yang diledakkan tidak memiliki keseimbangan oksigen, dapat terjadi pula bila bahan peledak tersebut sudah kadaluarsa selama penyimpanan, atau karena komposisi pencampuran bahan peledak berupa Amonnium Nitrate (AN) dan Fuel Oil (FO) yang tidak tepat.

a. Gas CO

Bila Overfueled dengan 92% AN dan 8% FO akan menurunkan energi 6% dan menghasilkan gas CO yang berbahaya.

b. GasNO2

Bila Under fueled dengan 96% AN dan 4% FO menurunkan energi

18% dan menghasilkan gas NO2 yang mematikan.

4) Bahaya Getaran

Bahaya getaran dihasilkan oleh eksekusi peledakan yang menghasilkan energi getar yang keras dan merambat dalam radius

commit to user

yang jauh. Getaran ini merambat melalui tanah sehingga sering disebut

“Ground Vibration yang bisa jadi mampu merobohkan bangunan

instalasi perusahaan maupun bangunan milik masyarakat sekitar. Getaran yang berlebihan dari hasil peledakan dapat saja terjadi bila bahan peledak meledak bersama-sama dengan jumlah besar sehingga menimbulkan getaran gelombang dengan skala yang besar pula.

5) Bahaya Debu

Paparan debu pada proses blasting terdapat pada aktivitas inspeksi hasil pengeboran, pemasangan rambu peringatan peledakan, pengangkutan bahan peledak ke area peledakan, pengisian bahan peledak, penutupan lubang ledak dengan tanah, inspeksi hasil peledakan dan pengembalian bahan peledak ke gudang handak.

6) Bahaya Premature Blast

Bahaya premature blast bersumber pada eksekusi peledakan dimana rangkaian bahan peledak meledak sebelum diledakkan dan tanpa adanya kontrol. Bahaya ini mungkin terjadi saat misfire

(peledakan mangkir) maupun sleep blast (peledakan tidur). Bahaya

premature blast juga bersumber pada ledakan tanpa kendali pada

penyimpanan bahan Ammoniun Nitrate, Fuel Oil dan Accecoris

peledakan di gudang handak. Bahaya tersebut terjadi sebagai akibat penggunaan HP, radio tangan dan aktivitas merokok di area gudang handak. Pada cuaca mendung/ hujan juga terdapat kemungkinan sambaran petir yang dapat menyebabkan premature blast.

commit to user

7) Bahaya Kebisingan

Kebisingan selain memapari man power juga memapari

lingkungan. Kebisingan ini bersumber pada penggunaan mesin diesel sebagai penggerak mixing machine. Kebisingan memapari pekerja yang melakukan mixing Ammonium Nitrate (AN) dan Fuel Oil (FO) sebagai bahan peledak.

8) Bahaya Paparan Panas

Bahaya ini bersumber dari panas terik matahari ketika blasting crew sedang melakukan aktivitas pengisian bahan peledak (charging),

penutupan lubang dengan tanah (stemming) dan perangkaian

accecoris.

9) Bahaya Kontaminasi Bahan Kimia

Bahaya kontaminasi ini bersumber dari penggunaan bahan peledak yaitu Ammonium Nitrate Fuel Oil (ANFO) yang dapat tertelan, terhirup, masuk mata maupun kulit. Aktivitas yang dapat menyebabkan kontaminasi bahan kimia ini adalah pembongkaran

Ammonium Nitrate, mixing menggunakan ANFO mixer dan pengisian

bahan peledak.

10)Bahaya Tumpahan Bahan Kimia

Bahaya ini bersumber pada proses pembongkaran Ammonium

Nitrate, mixing bahan peledak, pewadahan ANFO ke dalam karung,

pengangkutan ANFO ke area blasting dan pengangkutan sisa ANFO yang tidak digunakan dalam pengisian lubang peledak.

commit to user

11)Bahaya Kecelakaan Lalu Lintas Tambang

Bersumber pada aktivitas lalu lintas di area tambang seperti

aktivitas pengangkutan bahan peledak, transportasi dengan

menggunakan kendaraan sarana Light Vehicle (LV) pada saat

melakukan pemasangan rambu-rambu, inspeksi hasil pengeboran maupun inspeksi hasil peledakan berupa interaksi dengan unit lain di jalur hauling, terlalu dekat dengan unit lain maupun pada kondisi yang tidak aman berupa jalan hauling licin dan jalan hauling sempit, persimpangan jalan.

b. Penilaian Risiko

Penilaian risiko yang dilakukan PT. Cipta Kridatama mengacu pada prosedur identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko K3L yaitu prosedur nomer PR-00-SHE-025. Di dalam prosedur ini, identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko atau Hazard identification, Risk

Assessment and Determaining Control (HIRADC) mempertimbangkan 3

aspek penting yaitu peluang (probabilitas), keseringan (frequency) dan keparahan (severitas). Ketiganya berbanding lurus dengan nilai risiko itu sendiri, artinya semakin tinggi nilai peluang, keseringan dan keparahannya, maka nilai risiko pun semakin tinggi.

1) Peluang (Probabilitas)

Peluang merupakan kemungkinan terjadinya suatu bahaya atau paparan. Nilai standar peluang terjadinya kecelakaan yang ditetapkan perusahaan sesuai dengan tabel di bawah ini:

commit to user Tabel 1. Nilai Peluang

Probability Nilai

Tidak mungkin terjadi 1

Kecil kemungkinan terjadi 2

Kemungkinan terjadi rata-rata 3

Besar kemungkinan terjadi 4

Pasti terjadi 5

(Sumber:PR-00-SHE-025 PT. Cipta Kridatama)

2) Frekuensi (Keseringan)

Frekuensi menunjukkan tingkat keseringan suatu bahaya atau paparan terjadi dalam suatu waktu tertentu. Nilai frekuensi yang ditetapkan perusahaan untuk standar HIRADC dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 2. Nilai Frekuensi

Frekuensi Nilai

Sekali dalam setahun 1

Sekali dalam sebulan 2

Sekali dalam seminggu 3

Sekali sehari 4

Berkali – kali dalam sehari 5

(Sumber:PR-00-SHE-025 PT. Cipta Kridatama)

3) Keparahan (Severitas)

Severitas menunjukkan tingkat keparahan yang harus diderita

jika kecelakaan benar-benar terjadi, baik terhadap manusia, property

dan lingkungan. Nilai severitas yang ditetapkan perusahaan untuk standar penilaian risiko dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

commit to user Tabel 3. Nilai Keparahan

Nilai Injury PD Health Environment Community

1 First Aid < US$ 100 Tidak ada

gangguan

Tidak ada peraturan yang berlaku atau berdampak pada area terbatas perusahaan. Tidak terjadi komplain dari masyarakat sekitar 2 MTC US$ 100 – US$ 1.000 Ada gangguan tapi masih dapat bekerja

Tidak ada peraturan yang berlaku atau berdampak ke lingkungan perusahaan. Terjadi komplain dari masyarakat sekitar 3 RWDI US$ 1.001 – US$ 5.000 Ada gangguan tidak dapat masuk kerja

Sesuai dengan baku mutu/peraturan perundangan atau berdampak ke masyarakat disekitar area kerja perusahaan. Terjadi komplain dari pemerintah daerah atau lembaga swadaya masyarakat sekitar 25 LTI US$ 5.001 – US$10.000 Sakit dan rawat inap / kronis / PAK

Tidak sesuai baku mutu/peraturan perundangan dan mendapatkan

peringatan keras dari pemerintah, penghentian operasional perusahaan sementara atau berdampak ke masyarakat yang lebih luas. Terjadi komplain dari pemerintah daerah atau lembaga swadaya masyarakat regional

30 Fatality > US$ 10.000 Sakit akut

/meninggal

Tidak sesuai baku mutu/peraturan perundangan dan mendapatkan ancaman denda atau pidana, penutupan permanen perusahaan atau berdampak ke masyarakat nasional. Terjadi komplain dari pemerintah pusat atau lembaga swadaya masyarakat nasional

commit to user

Formula Penilaian risiko yang digunakan oleh PT. Cipta Kridatama yaitu : Risiko = Probability X Frequency X Severity atau R = P x F x S

Penilaian risiko yang dilakukan perusahaan adalah dengan cara 2 kali penilaian. Penilaian risiko yang pertama adalah dilakukan terhadap bahaya aspek K3L setelah dilakukan tindakan pengendalian awal yang sudah terlaksana saat ini (existing control). Penilaian risiko yang kedua adalah penilaian risiko yang dilakukan terhadap bahaya dengan kriteria risiko tidak diterima setelah dilakukan tindakan pengendalian awal (existing

control).

Nilai risiko tersebut akan mempengaruhi tingkat risiko. Untuk tingkat risiko very high dan high maka dikelompokkan dalam kriteria risiko yang tidak dapat diterima (non acceptable risk). Sedangkan tingkat risiko medium dan low maka dikelompokkan dalam kriteria yang dapat diterima (acceptable risk).

Tabel 4. Penggolongan Nilai Risiko

Nilai Risiko Tingkat Risiko Kriteria Risiko

≥ 125 very high tidak dapat diterima

25 – 124 high

10 – 24 medium dapat diterima

< 10 low

(Sumber:PR-00-SHE-025 PT. Cipta Kridatama)

Adapun hasil penilaian risiko dan penggolongan kriteria risiko terhadap bahaya yang ada di proses blasting PT. Cipta Kridatama site

commit to user

c. Pengendalian Risiko

Setelah bahaya teridentifikasi maka potensi bahaya yang ada harus segera dikendalikan, hal ini bertujuan untuk menurunkan tingkat risiko yang mungkin timbul. Metode pengendalian risiko yang diterapkan sesuai dengan hierarki pengendalian bahaya menurut OHSAS 18001 : 2007 yang terdiri dari eliminiasi, subtitusi, rekayasa teknis, administrasi dan alat pelindung diri.

Sedangkan tahapan pelaksanaan pengendalian bahaya adalah melalui 2 tahap, yaitu :

1) Pengendalian Awal ( Existing Control )

PT. Cipta Kridatama merupakan perusahaan yang telah cukup lama melakukan operasional penambangan batubara sehingga potensi dan fator bahaya serta aspek lingkungan telah teridentifikasi dalam proses berjalannya operasional perusahaan ini. Sehingga pada bahaya yang telah teridentifikasi tersebut telah dilakukan pengendalian awal

(existing control).

Pengendalian awal ini akan dinilai melalui review yang dilakukan oleh Tim HIRADC perusahaan sehingga diketahui apakah suatu pengendalian dapat menurunkan tingkat bahaya menjadi medium dan

low atau dengan kata lain pengendalian tersebut berhasil

menggolongkan bahaya ke dalam kriteria yang dapat diterima

commit to user 2) Pengendalian Lanjutan

Bila dengan pelaksanaan pengendalian awal terhadap suatu bahaya atau setelah dilakukan review pengendalian awal dinilai tidak dapat lagi menurunkan tingkat risiko bahaya menjadi medium dan low atau tingkat risiko menjadi high dan very high dengan kriteria yang tidak dapat diterima (non acceptable risk) maka harus dilakukan pengendalian lanjutan sehingga pengendalian tersebut dapat menurunkan tingkat risiko ke kriteria yang dapat diterima (acceptable risk).

Tindakan pengendalian lanjutan tersebut dimasukkan dalam Register Tindakan Perbaikan (RTP) untuk segera ditindak-lanjuti dan direview agar tingkat risiko suatu bahaya turun ke tingkat risiko yang dapat diterima.

Dokumen terkait