• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, dipaparkan hasil penelitian beserta pambahasannya. Penelitian dilakukan sejak penyusunan proposal hingga penyusunan laporan hasil penelitian. Proses pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2010 dengan pengambilan tanah sebanyak 40 sampel di kawasan perumahan di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat kemudian dilakukan uji laboratorium ke atas sampel tanah di laboratorium Parasitologi, Universitas Sumatera Utara.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kecamatan Binjai. Kecamatan Binjai ini merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Langkat. Terdapat beberapa dusun yang tersebar luas di Kecamatan Binjai. Yang dikaji oleh peneliti adalah Dusun II di mana tempat tersebut dikatakan paling banyak terjadi infeksi cacing, maka dilakukan pemeriksaan tanah untuk melihat kontaminasi telur STH yang dapat menjadi sumber infeksi cacing pada anak-anak.

5.1.2. Deskripsi Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah tanah di halaman rumah penduduk dusun II di Kecamatan Binjai. Sampel tanah berjumlah 40 dan diambil dari halaman depan dan halaman belakang rumah penduduk. Kedua titik lokasi yang diambil contoh uji tanahnya disebut satu contoh uji. Di halaman rumah, seperti sekitar tempat bermain anak-anak, sekitar tempat pembuangan kotoran tinja (jamban), halaman yang lembab atau halaman rumah yang diperkirakan tercemar tinja dan pada lokasi yang lebih rendah.

5.1.3. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara terhadap identifikasi kontaminasi tanah oleh STH yang dilakukan pada 40 rumah penduduk dengan dua titik pengambilan yaitu halaman depan dan belakang rumah adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1. Distribusi pencemaran tanah oleh STH di dusun II Desa Sidomulyo

Jumlah Persentase (%)

Positif 28 70

Negatif 12 30

Total 40 100

Pada tabel di atas menunjukan bahwa dari 40 rumah balita di Desa Sidomulyo tingkat kontaminasi oleh STH sebesar 70%.

Tabel 5.2. Distribusi kontaminasi tanah berdasarkan spesies

Spesies/Genus Jumlah Persentase (%)

A.lumbricoides 13 32.5

Hookworm 9 22.5

T. trichiura 2 5

Lain: Toxocara sp. 4 10

Total 28 100

Ascaris lumbricoides menempati urutan pertama spesies yang mencemari tanah di

halaman rumah penduduk dusun II dengan prevalensi 32.5%.

5.2. Pembahasan

Penelitian tersebut di atas membuktikan bahwa kontaminasi oleh STH ternyata masih cukup tinggi di Desa Sidomulyo khususnya di daerah dusun II dan didominasi oleh

A.lumbricoides kemudian disusul oleh cacing tambang dan T.trichiura. Hasil penelitian

ini memperlihatkan kesesuaian antara gambaran kontaminasi tanah oleh STH di Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung yang telah dilaporkan oleh Mardiana (2000) dengan hasil persentase telur Ascaris lumbricoides yang ditemukan di desa tersebut ternyata cukup tinggi. Penelitian dari Tjitra E.(1991) juga menyatakan prevalensi Soil-

Transmitted Helminth di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain yaitu

Infeksi cacing dapat terjadi melalui hubungan antara host, agent dan environment. Unsur-unsur dalam lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap penyebaran infeksi cacing. Infeksi kecacingan tidak hanya terjadi karena adanya kontaminasi tanah oleh cacing STH melainkan dapat melalui makanan atau minuman yang mengandung telur nematoda usus. (Samad H., 2009)

Penyakit bawaan makanan merupakan penyakit yang dapat diderita seseorang akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh telur cacing STH. Makanan dapat terkontaminasi telur cacing STH karena beberapa hal antara lain ; 1) mengolah makan dengan tangan kotor, 2) dapur, alat masak dan makan yang kotor, 3) makanan yang tidak ditutup sehingga lalat dapat menjangkaunya, 4) sayuran atau buah-buahan yang ditaman pada tanah yang terkontaminasi oleh telur cacing STH, 5) makan sayur dan buah-buahan yang terkonaminasi telur cacing STH, 6) makanan yang terkontaminasi dimasak tidak matang ataupun tidak dimasak (mentah). (Jalaluddin, 2009)

Disamping itu apabila seseorang minum air yang telah terkontaminasi telur cacing STH dan tidak dimasak terlebih dahulu dapat mengakibatkan terjadinya infeksi cacing karena telur cacing STH dapat hidup pada air dan dapat mati apabila air tersebut dimasak sampai mendidih, karena telur cacing STH tidak tahan terhadap pemanasan. Dengan demikian tanah bukanlah satu-satunya media perkembangbiakan telur cacing STH, tetapi air, makanan dan minuman juga dapat menjadi media perkembangbiakan dan penularan infeksi cacing pada penduduk.

Jika ditinjau dari segi higiene pribadi, infeksi kecacingan dapat dipengaruhi oleh karena anak balita sering bermain di tanah, sehingga lebih mudah terinfeksi kecacingan.

Personal hygiene seperti kebersihan kuku merupakan salah satu faktor yang berperan

dalam terinfeksi kecacingan. Kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekat berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikro organism di antaranya bakteri dan telur cacing. Penularan kecacingan diantaranya melalui tangan yang kotor, kuku jari yang kotor yang kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan ketika makan. (Onggowaluyo, 2002)

Dikatakan penduduk di Desa Sidomulyo mempunyai kemungkinan besar mengalami infeksi cacing (helminthiasis) sekiranya dilakukan pemeriksaan atas mereka. Menurut pandangan dari segi edukasi, kebanyakan penduduk di sana tidak pernah

mendapat pendidikan tentang cacing tanah. Ini dapat terbukti apabila mereka tidak memahami isi lembar penjelasan yang diberikan oleh peneliti. Pendidikan yang kurang tentang cacing tanah, cara penularan STH serta pencegahannya mengakibatkan infeksi STH mudah terjadi di daerah tersebut. Sebagai tambahan, anak-anak mempunyai kebiasaan tidak memakai alas kaki dan berkeliaran di halaman rumah memudahkan terjadinya infeksi cacing tambang yang berada dalam tanah.

Dari segi sosial ekonomi, penduduk di Desa Sidomulyo kebanyakan merupakan petani atau peternak hewan. Ini menambahkan lagi kemungkinan besar mendapatnya infeksi cacing karena selalu berkontak dengan tanah atau tinja hewan yang berkontaminasi telur cacing STH.

Selain itu, ditemukan pula telur Toxocara yang diperkirakan berasal dari kotoran anjing. Dari pengamatan memang sangat mudah terlihat cukup banyak anjing yang berkeliaran bebas di perkarangan rumah.

Dari keterangan-keterangan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tanah yang tercemar dengan telur cacing merupakan bahan yang baik sekali sebagai sumber penularan Soil Transmitted Helminthes, terutama pada anak prasekolah yang selalu berkontak dengan tanah.

Dokumen terkait