• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontaminasi Tanah oleh Soil Transmitted Helminthes di Dusun II, Desa Sidomulyo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kontaminasi Tanah oleh Soil Transmitted Helminthes di Dusun II, Desa Sidomulyo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara Tahun 2010"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

KONTAMINASI TANAH OLEH SOIL TRANSMITTED HELMINTHS

DI DUSUN II, DESA SIDOMULYO, KECAMATAN BINJAI,

KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA TAHUN 2010

Oleh :

CHUA WANG CHING

070100243

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KONTAMINASI TANAH OLEH SOIL TRANSMITTED HELMINTHS

DI DUSUN II, DESA SIDOMULYO, KECAMATAN BINJAI,

KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA TAHUN 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

CHUA WANG CHING

070100243

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kontaminasi Tanah oleh Soil Transmitted Helminthes di Dusun II, Desa Sidomulyo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara Tahun 2010.

Nama : Chua Wang Ching NIM : 070100243

_______________________________________________________________________

Pembimbing Penguji I

__________________________________ ______________________ (dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes) ( dr. Rita Mawarni, SpF )

Penguji II

______________________ ( dr. Rina Amelia, MARS )

Medan, 23 Novenber 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Tanah merupakan media perkembangan, penyimpanan dan penularan beberapa

jenis cacing, yang biasa disebut dengan Soil Transmitted Helminths (STH). Infeksi Soil

Transmitted Helminths masih merupakan masalah kesehatan mayoritas masyarakat

Indonesia, karena kondisi geografi Indonesia yang sesuai untuk perkembangan cacing.

Anak-anak terutama anak usia sekolah dasar adalah golongan berisiko tinggi mendapat

infeksi. Meskipun jarang menimbulkan kematian, namun akibat infeksi ini dapat

menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan intelektual.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kontaminasi STH sebagai

kontaminan tanah di halaman rumah penduduk di Desa Sidomulyo dan untuk

mengetahui spesies yang mengkontaminasi tanah di halaman rumah penduduk di dusun II

desa Sidomulyo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu

pengetahuan dan memberikan informasi/data STH yang berguna sebagai pencegahan

dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat.

Jenis penelitian ini adalah dekriptif dengan pendekatan Cross sectional. Populasi

dalam penelitian ini adalah rumah penduduk di dusun II desa Sidomulyo sejumlah 67

buah. Teknik pengambilan sampel menggunakan Cluster sampling kemudian besar

sampel minimal diperoleh 40 sampel tanah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian

ini adalah uji laboratorium dengan cara uji apung (floatasi).

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa persentase kontaminasi tanah oleh telur STH di halaman rumah penduduk di dusun II desa Sidomulyo sebesar 70% dan spesies

terbanyak yang mengkontaminasi tanah di halaman rumah penduduk adalah Ascaris

lumbricoides yaitu 32.5%. Saran yang dapat disampaikan bahwa perlu pemeriksaan

kecacingan bagi penduduk terutama di dusun II Desa Sidomulyo, hal ini untuk mencegah peningkatan infeksi STH helmintiasis di kalangan anak.

(5)

ABSTRACT

Soil is a media of development, storage, and transmission of several types of

parasite commonly known as Soil Transmitted Helminth (STH). Soil Transmitted

Helminth (STH) infection is still a public health problem in Indonesia, because Indonesia

geographic condition is optimum for its growth. Children, including school children are

at high risk. Although it rarely causes death, this infection may inhibit physical

development and intellectual growth.

The aim of this research is to determine the percentage of STH parasite

contamination as soil contaminants in the area of houses in Desa Sidomulyo and to

identify the genus of the parasite. The result of this study is hoped to contribute

knowledge and provide information / data of STH which act as a precaution in an effort

of public health improvement.

The study used was observasional descriptive research using cross sectional study.

The population of this study consisting of 67houses of villagers in Desa Sidomulyo. As a

result, there were 40 samples of soil used as the sample with cluster sampling way of

choosing samples. The instruments employed in this study was laboratory test and was

done by flotation technics

The result of this research can be concluded that 1) Percentage of soil

contamination by STH parasite’s egg in area of houses in Desa Sidomulyo is 70% 2) The

genus of STH that mostly contaminate the soil in area of houses in Desa Sidomulyo is

Ascaris sp. with the percentage of 32.5%. Examination and inspection for parasite is

needed for residents in Dusun 2, Desa Sidomulyo, to prevent the increase of STH

helmintiasis among children.

Keyword : Soil contamination, Soil Transmitted Helminth (STH), Dusun II, Desa

(6)

KATA PENGANTAR

Selamat sejahtera dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan ke hadirat

Tuhan, yang telah melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tugas akhir ini, dengan judul Kontaminasi Tanah oleh Soil Transmitted

Helminths di Desa Sidomulyo Kabupaten Langkat, Kecamatan Binjai, Dusun 2 Cina, Sumatera Utara Tahun 2010 sebagai persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir Community Research Program (CRP).

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini terselesaikan karena adanya

bantuan baik secara moril maupun materiil dari berbagai pihak, oleh karena itulah pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes, selaku pembimbing yang ditengah

kesibukan beliau, dengan tulus bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dalam berkonsultasi selama proses penulisan tugas akhir ini.

3. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

teristimewa kepada dosen dan staf department IKK serta staf Medical

Education Unit(MEU).

4. Masyarakat Kecamatan Binjai yang telah memberi kerjasama kepada penulis

dalam melaksanakan penelitian ini.

5. Kedua orang tua penulis : Chua Teo Heng dan Lim Chew Keng. Terima kasih

tiada tara penulis persembahkan untuk dukungan serta doa yang tiada hentinya.

6. Teman-teman yang telah mendukung dan membantu penulis, teristimewa

kepada Lee Zuo Loong. Terima kasih atas bantuan dalam menyelesaikan

(7)

7. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas segala

bantuan yang telah diberikan. Semoga Tuhan memberikan imbalan atas amal dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata,

semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan menjadi

sumbangan yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan semua.

Medan, 01 November 2010

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL……... 14

3.1. Kerangka Konsep Penelitian……… 14

3.2. Definisi Operasionil………. 14

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian………... 16

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 16

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian………... 17

4.4. Metode Pengumpulan Data………... 18

4.5. Metode Analisis Data………... 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN……… 22

5.1. Hasil Penelitian……… 22

5.1.1. Deskripsi Lokasi penelitian……….. 22

5.1.2. Deskripsi Sampel Penelitian………. 22

5.1.3. Hasil penelitian……….……… 22

5.2. Pembahasan……….. 24

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….... 26

6.1. Kesimpulan……….. 26

6.2. Saran……… 26

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Distribusi pencemaran tanah oleh STH di dusun II

Desa Sidomulyo……….. 26

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Daur hidup Ascaris lumbricoides………. 5

Gambar 2 Daur hidup Necator americanus dan Ancylostoma duodenale…... 8

Gambar 3 Daur Hidup Trichuris trichiura………... 10

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Pengantar Dan Informed Consent…….……… 31

Lampiran 2 Gambar-gambar semasa Penelitian dijalankan….……… 32

Lampiran 3 Perkiraan Biaya Penelitian…....………... 40

Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup………....………... 41

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian………... 42

(13)

ABSTRAK

Tanah merupakan media perkembangan, penyimpanan dan penularan beberapa

jenis cacing, yang biasa disebut dengan Soil Transmitted Helminths (STH). Infeksi Soil

Transmitted Helminths masih merupakan masalah kesehatan mayoritas masyarakat

Indonesia, karena kondisi geografi Indonesia yang sesuai untuk perkembangan cacing.

Anak-anak terutama anak usia sekolah dasar adalah golongan berisiko tinggi mendapat

infeksi. Meskipun jarang menimbulkan kematian, namun akibat infeksi ini dapat

menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan intelektual.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kontaminasi STH sebagai

kontaminan tanah di halaman rumah penduduk di Desa Sidomulyo dan untuk

mengetahui spesies yang mengkontaminasi tanah di halaman rumah penduduk di dusun II

desa Sidomulyo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu

pengetahuan dan memberikan informasi/data STH yang berguna sebagai pencegahan

dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat.

Jenis penelitian ini adalah dekriptif dengan pendekatan Cross sectional. Populasi

dalam penelitian ini adalah rumah penduduk di dusun II desa Sidomulyo sejumlah 67

buah. Teknik pengambilan sampel menggunakan Cluster sampling kemudian besar

sampel minimal diperoleh 40 sampel tanah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian

ini adalah uji laboratorium dengan cara uji apung (floatasi).

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa persentase kontaminasi tanah oleh telur STH di halaman rumah penduduk di dusun II desa Sidomulyo sebesar 70% dan spesies

terbanyak yang mengkontaminasi tanah di halaman rumah penduduk adalah Ascaris

lumbricoides yaitu 32.5%. Saran yang dapat disampaikan bahwa perlu pemeriksaan

kecacingan bagi penduduk terutama di dusun II Desa Sidomulyo, hal ini untuk mencegah peningkatan infeksi STH helmintiasis di kalangan anak.

(14)

ABSTRACT

Soil is a media of development, storage, and transmission of several types of

parasite commonly known as Soil Transmitted Helminth (STH). Soil Transmitted

Helminth (STH) infection is still a public health problem in Indonesia, because Indonesia

geographic condition is optimum for its growth. Children, including school children are

at high risk. Although it rarely causes death, this infection may inhibit physical

development and intellectual growth.

The aim of this research is to determine the percentage of STH parasite

contamination as soil contaminants in the area of houses in Desa Sidomulyo and to

identify the genus of the parasite. The result of this study is hoped to contribute

knowledge and provide information / data of STH which act as a precaution in an effort

of public health improvement.

The study used was observasional descriptive research using cross sectional study.

The population of this study consisting of 67houses of villagers in Desa Sidomulyo. As a

result, there were 40 samples of soil used as the sample with cluster sampling way of

choosing samples. The instruments employed in this study was laboratory test and was

done by flotation technics

The result of this research can be concluded that 1) Percentage of soil

contamination by STH parasite’s egg in area of houses in Desa Sidomulyo is 70% 2) The

genus of STH that mostly contaminate the soil in area of houses in Desa Sidomulyo is

Ascaris sp. with the percentage of 32.5%. Examination and inspection for parasite is

needed for residents in Dusun 2, Desa Sidomulyo, to prevent the increase of STH

helmintiasis among children.

Keyword : Soil contamination, Soil Transmitted Helminth (STH), Dusun II, Desa

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cacingan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia terutama infeksi oleh cacing-cacing yang penularannya melalui tanah (bentuk

infektifnya berada di tanah). Cacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di

perkotaan terutama di daerah kumuh. Walaupun angka infeksi tinggi, tetapi intensitas

infeksi (jumlah cacing dalam perut) berbeda. Menurut WHO 2004, infeksi cacing dan

penyakit yang disebabkan helminthiasis amat besar angkanya yaitu kira-kira 2milyar

orang terkena di seluruh dunia. Helminthiasis (cacingan) ini menjadi penyakit umum

terutamanya di negara-negara miskin dan juga negara-negara yang sedang membangun.

Dimana terdapat masalah kemiskinan, kurang nutrisi, kurang sanitasi serta kurang

penjagaan kesehatan (WHO, 2004).

Cacingan dapat berakibat buruk terhadap anak-anak seperti perkembangan tubuh,

kecerdasan dan kognitif serta kurang aktif di sekolah. (Kingston, 2007) Infeksi oleh Soil

Transmitted Helminths (STH) sering dijumpai pada anak usia sekolah dasar karena anak

pada usia ini paling sering kontak dengan tanah (WHO, 2004). Beberapa spesies dari

STH yang sering dijumpai adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,

Strongyloides stercoralis, Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Telur/larva

cacing-cacing ini menjadi infektif saat di tanah dalam kurun waktu sesuai dengan spesies

masing-masing (Babiker, 2009).

Usia anak yang termuda mendapat infeksi Ascaris lumbricoides adalah 16 minggu,

sedangkan untuk Trichuris trichiura adalah 41 minggu. Ini terjadi di lingkungan tempat

kelompok anak berdefekasi di saluran air terbuka dan di halaman sekitar rumah (door

yard infection). Karena kebiasaan seperti defekasi sekitar rumah, makan tanpa cuci

tangan, bermain-main di tanah di sekitar rumah, maka khususnya anak balita terus

menerus mendapatkan reinfeksi (Gandahusada, 2000).

Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Tembakau Deli dan Rumah Sakit Pirngadi

Medan melaporkan jumlah penderita askariasis 55,8 % , trikuriasis 52 % dan

(16)

dari siswa Sekolah Dasar dan SMP Muhammadiah Kecamatan Medan Perjuangan, dalam

penelitian laboratorium RSU Dr Pirngadi Medan beserta Forwakes diperoleh hasil

sebesar 53 persen menderita cacingan. (Redaksi, 2009).

Dari laporan hasil penelitian (Arrasyid dan Lestari, 2010) tentang kaitan higiene

pribadi dengan kejadian cacingan pada siswa SDN 023903 Binjai, Sumatera Utara pada

bulan September, didapati dari 108 orang siswa yang diperiksa terdapat 27 orang siswa

yang terinfeksi cacingan.

Dalam rangka menuju Indonesia Sehat 2010, Pembangunan Kesehatan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, pembangunan

tersebut mempunyai tujuan untuk mewujudkan manusia yang sehat, produktif dan

mempunyai daya saing yang tinggi. Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang

mempunyai derajat kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang berkualitas

(Menteri Kesehatan, 2006). Pencegahan dan pemberantasan cacingan merupakan salah satu upaya mewujudkan Indonesia Sehat.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian

tentang ”Kontaminasi Tanah oleh Soil Transmitted Helminths di Dusun II Cina, Desa

Sidomulyo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara Tahun

(17)

1. Untuk mengetahui proporsi kontaminasi tanah yang ada di Desa Sidomulyo

Kabupaten Langkat tercemari oleh telur/larva Soil Transmitted Helminths.

2. Untuk mengetahui species/genus Soil Transmitted Helminths yang mencemari

tanah di Dusun II Cina, Desa Sidomulyo, Kecamatan Binjai, Kabupaten

Langkat.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Menambah pengetahuan masyarakat dalam usaha pencegahan cacingan.

2. Sebagai informasi dan bahan masukan dalam usaha pencegahan cacingan bagi

Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.

3. Menambah pengetahuan dalam melaksanakan penelitian khususnya tentang

hubungan faktor-faktor dan kegiatan manusia sebagai penyebab terjadinya kontaminasi oleh Soil Transmitted Helminths yang meningkatkan prevalensi

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Cacingan

Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya

merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang

termasuk Nematoda usus. Sebagian besar dari Nematoda ini masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia.

Diantara Nematoda usus tedapat sejumlah spesies yang penularannya melalui

tanah (Soil Transmitted Helminths) diantaranya yang tersering adalah Ascaris

lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Trichuris trichiura

(Gandahusada, 2000).

2.1.1 Ascaris lumbricoides

2.1.1.1 Morfologi dan Daur Hidup

Manusia merupakan hospes definitif cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30

cm, sedangkan betina 22-35 cm, pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing

betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi

dan telur yang tidak dibuahi.

Di tanah, dalam lingkungan yang sesuai telur yang dibuahi tumbuh menjadi

bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan

manusia akan menetas menjadi larva di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus

menuju pembuluh darah atau saluran limfa kemudian di alirkan ke jantung lalu mengikuti

aliran darah ke paru-paru. Setelah itu melalui dinding alveolus masuk ke rongga alveolus,

lalu naik ke trachea melalui bronchiolus dan broncus. Dari trachea larva menuju ke

faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk, kemudian tertelan masuk ke dalam

esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh menjadi cacing dewasa. Proses tersebut

memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa

(19)

Gambar 1. Daur hidup Ascaris lumbricoides.

2.1.1.2 Patofisiologi

Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Dapat berupa

gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Pada

infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan penyerapan makanan

(malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila cacing menggumpal dalam usus sehingga

(20)

Selain itu menurut Effendy yang dikutip Surat Keputusan Menteri Kesehatan

(2006) gangguan juga dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru sehingga

dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut Sindroma Loeffler.

2.1.1.3 Gejala Klinis dan Diagnosis

Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada

permulaan mungkin ada batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita cacingan

biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang konsentrasi belajar.

Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak buncit,

perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat beraktivitas

walau sudah mengalami penuruanan kemampuan belajar dan produktivitas. Pemeriksaan

tinja sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan menemukan telur-telur

cacing di dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan beratnya infeksi (Menteri Kesehatan, 2006).

2.1.1.4 Epidemiologi

Telur A. lumbricoides keluar bersama tinja, pada tanah yang lembab dan tidak

terkena sinar matahari langsung telur tersebut berkembang menjadi bentuk infektif.

Infeksi A. lumbricoides terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama

makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (Menteri

Kesehatan,2006).

2.1.1.5 Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara individu atau masal pada masyarakat.

Pengobatan individu dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya preparat

piperasin, pyrantel pamoate, albendazole atau mebendazole. Pemilihan obat anticacing

untuk pengobatan massal harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu: mudah diterima

di masyarakat, mempunyai efek samping yang minimum, bersifat polivalen sehingga

dapat berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing, harganya murah (terjangkau) (Menteri

Kesehatan, 2006).

(21)

2.1.2.1 Morfologi dan Daur Hidup

Necator americanus dan Ancylostoma duodenale adalah dua spesies cacing

tambang yang dewasa di manusia. Habitatnya ada di rongga usus halus. Cacing betina

menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar

1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti huruf S atau C dan

di dalam mulutnya ada sepasang gigi.

Daur hidup cacing tambang adalah sebagai berikut, telur cacing akan keluar

bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva

rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang

dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah.

Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan

mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel, larva rabditiform

panjangnya kurang lebih 250 mikron, sedangkan larva filriform panjangnya kurang lebih 600 mikron. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru.

Di paru larvanya menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea

dan laring. Dari laring, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi

cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan

(22)

Gambar 2. Daur hidup Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (Menteri

Kesehatan, 2006).

2.1.2.2 Patofisiologi

Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus. Selain mengisap darah, cacing tambang juga menyebabkan perdarahan pada luka tempat bekas tempat isapan.

Infeksi oleh cacing tambang menyebabkan kehilangan darah secara

perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan darah (anemia) akibatnya dapat

(23)

cacingan sering terlupakan karena adanya penyebab lain yang lebih terfokus (Menteri

Kesehatan, 2006)

2.1.2.3 Gejala Klinik dan Diagnosis

Lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit,,

prestasi kerja menurun, dan anemia merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi. Di

samping itu juga terdapat eosinofilia (Menteri Kesehatan, 2006)

2.1.2.4 Epidemiologi

Insiden ankilostomiasis di Indonesia sering ditemukan pada penduduk yang

bertempat tinggal di perkebunan atau pertambangan. Cacing ini menghisap darah hanya

sedikit namun luka-luka gigitan yang berdarah akan berlangsung lama, setelah gigitan

dilepaskan dapat menyebabkan anemia yang lebih berat.

Kebiasaan buang air besar di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun

sangat penting dalam penyebaran infeksi penyakit ini (Gandahusada, 2000).

Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah gembur (pasir, humus)

dengan suhu optimum 32ºC-38ºC. Untuk menghindari infeksi dapat dicegah dengan

memakai sandal atau sepatu bila keluar rumah.

2.1.3. Trichuris trichiura

2.1.3.1 Morfologi dan Daur Hidup

Trichuris trichiura betina memiliki panjang sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4

cm. Hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus.

Satu ekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur sehari sekitar 3.000-5.000 butir.

Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam

penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna

kekuning-kuningan dan bagian di dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes

bersama tinja, telur menjadi matang dalam waktu 3–6 minggu di dalam tanah yang

lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk

(24)

Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia

(hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus

sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke kolon asendens

dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan sampai menjadi cacing dewasa betina dan

siap bertelur sekitar 30-90 hari (Gandahusada, 2000).

Gambar 3. Daur Hidup Trichuris trichiura (Menteri Kesehatan, 2006)

2.1.3.2 Patofisiologi

Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan

di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar

diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami

prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi.

Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma

yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat

menimbulkan perdarahan. Di samping itu cacing ini juga mengisap darah hospesnya

sehingga dapat menyebabkan anemia (Menteri Kesehatan, 2006)

(25)

Infeksi Trichuris trichiura yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis

yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Sedangkan infeksi berat dan menahun terutama

pada anak menimbulkan gejala seperti diare, disenteri, anemia, berat badan menurun dan

kadang-kadang terjadi prolapsus rektum. Infeksi Trichuris trichiura yang berat juga

sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Diagnosa dibuat dengan

menemukan telur di dalam tinja (Gandahusada, 2000).

2.1.3.4 Epidemiologi

Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja.

Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum kira 30

derajat celcius. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan

sumber infeksi.

Frekuensi di Indonesia masih sangat tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30-90 %. Di daerah yang sangat endemik infeksi

dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan

pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan

sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting

apalagi di negera-negera yang memakai tinja sebagai pupuk (Gandahusada, 2000).

Dahulu infeksi Trichuris trichiura sulit sekali diobati. Antihelminthik seperti

tiabendazol dan ditiazanin tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pengobatan yang

dilakukan untuk infeksi yang disebabkan oleh Trichuris trichiura adalah Albendazole,

Mebendazole dan Oksantel pamoate (Gandahusada, 2000).

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penularan infeksi STH.

Menurut Hotes (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor risiko yang dapat

mempengaruhi terjadinya penyakit cacingan yang penyebarannya melalui tanah antara

lain :

(26)

Penyakit cacingan biasanya terjadi di lingkungan yang kumuh terutama di daerah kota

atau daerah pinggiran (Hotes, 2003). Sedangkan menurut Phiri (2000) yang dikutip Hotes

(2003) bahwa jumlah prevalensi Ascaris lumbricoides banyak ditemukan di daerah

perkotaan. Sedangkan menurut Albonico yang dikutip Hotes (2003) bahwa jumlah

prevalensi tertinggi ditemukan di daerah pinggiran atau pedesaan yang masyarakat

sebagian besar masih hidup dalam kekurangan.

2.2.2. Tanah

Penyebaran penyakit cacingan dapat melalui terkontaminasinya tanah dengan tinja yang

mengandung telur Trichuris trichiura, telur tumbuh dalam tanah liat yang lembab dan

tanah dengan suhu optimal ± 30ºC (Depkes R.I, 2004:18). Tanah liat dengan kelembapan

tinggi dan suhu yang berkisar antara25ºC-30ºC sangat baik untuk berkembangnya telur

Ascaris lumbricoides sampai menjadi bentuk infektif (Srisasi Gandahusada,

2000:11).Sedangkan untuk pertumbuhan larva Necator americanus yaitu memerlukan

suhu optimum 28ºC-32ºC dan tanah gembur seperti pasir atau humus, dan untuk

Ancylostoma duodenale lebih rendah yaitu 23ºC-25ºC tetapi umumnya lebih kuat

(Gandahusada, 2000).

2.2.3. Iklim

Penyebaran Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura yaitu di daerah tropis karena

tingkat kelembabannya cukup tinggi. Sedangkan untuk Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale penyebaran ini paling banyak di daerah panas dan lembab.

Lingkungan yang paling cocok sebagai habitat dengan suhu dan kelembapan yang tinggi

terutama di daerah perkebunan dan pertambangan (Onggowaluyo, 2002).

2.2.4. Perilaku

Perilaku mempengaruhi terjadinya infeksi cacingan yaitu yang ditularkan lewat tanah

(Peter J. Hotes, 2003:21). Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena

biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci

(27)

2.2.5. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi mempengaruhi terjadinya cacingan menurut Tshikuka (1995) dikutip

Hotes (2003) yaitu faktor sanitasi yang buruk berhubungan dengan sosial ekonomi yang

rendah.

2.2.6. Status Gizi

Cacingan dapat mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan

(absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara keseluruhan (kumulatif), infeksi cacingan

dapat menimbulkan kekurangan zat gizi berupa kalori dan dapat menyebabkan

kekurangan protein serta kehilangan darah. Selain dapat menghambat perkembangan

fisik,anemia, kecerdasan dan produktifitas kerja, juga berpengaruh besar dapat

menurunkan ketahanan tubuh sehinggamudah terkena penyakit lainnya (Depkes R.I,

(28)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah:

3.2. Definisi Operasionil

1. Soil Transmitted Helminths adalah sejumlah spesies cacing yang penularannya melalui tanah seperti Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale,

Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis (Gandahusada, 2004).

2. Ascaris lumbricoides : parasit yang merupakan penyebab Ascariasis lumbricodes

dengan morfologi:

- Panjang Cacing jantan berukuran 10-30cm, sedangkan cacing bertina 22-35cm.

- Bentuk Telur yang dibuahi berbentuk bulat, oval dengan ukuran 45-47 x 35-50

mikron, berwarna kuning kecoklatan.

- Telur yang tidak dibuahi berukuran 90x40 mikron, berbentuk agak panjang

dengan dinding tipis yang terdiri dari dua lapis.

3. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale : cacing tambang yang dewasa di

manusia dan penyebab ankilostomiasis dengan morfologi:

- Panjang cacing jantan kira-kira 0.8cm manakala cacing bertina mempunyai

panjang sekitar 1cm. Cacing dewasa berbentuk huruf S atau C dan di dalam

mulutnya ada sepasang gigi.

- Bentuk telur Necator americanus dan Ancylostoma duodenale adalah berukuran

64-76 x 36-40 mikron dan berbentuk bulat lonjong dan kulit relatif tipis.

4. Trichuris trichiura : parasit yang menyebabkan trikuriasis dengan morfologi:

(29)

- Panjang cacing jantan adalah sekitar 4cm, sedangkan cacing bertina memiliki

panjang sekitar 5cm.

- Bentuk telur adalah berukuran 50-54 x 33-23 mikron, berbentuk seperti tong

dengan kedua ujung melekuk kedalam dan tertutup oleh tonjolan yang

transparan disebut clear knob.

5.Kontaminasi tanah Oleh Soil Transmitted Helminths ditandai dengan adanya telur/larva

Soil Transmitted Helminths pada tanah yang diperiksa.

Cara ukur : Pengumpulan dan pemeriksaan tanah dengan teknik Metode Magnesium sulfat sentrifuse-flotasi

Alat ukur : Pemeriksaan Laboratorium

(30)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi cross-sectional deskriptif, yang menggambarkan jenis

(spesies) Soil Transmitted Helminths yang kontaminasi tanah halaman pada rumah

penduduk di Dusun II Cina, Desa Sidomulyo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat,

Propinsi Sumatera Utara tahun 2010 ( Notoatmodjo, 2002).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan perumahan di Desa Sidomulyo, Kabupaten

Langkat dengan alasan tempat tersebut merupakan daerah yang higiene dan sanitasi penduduknya masih kurang. Langkah pertama yang diambil adalah memilih secara

acak kecamatan yang menjadi tempat penelitian, yaitu Kecamatan Binjai. Setelah itu,

tempat penelitian diperkecil lagi menjadi Dusun II Cina.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak pencarian dan penentuan judul (bulan februari)

hingga pembuatan laporan hasil penelitian (bulan November). Selama pembuatan

proposal dan laporan hasil penelitian, telah dilakukan beberapa kali proses

bimbingan. Pengumpulan data penelitian telah dilakukan selama bulan

Agustus-November.

(31)

Kegiatan Bulan

Entry dan analisa data

Pembuatan laporan hasil penelitian

Seminar hasil penelitian

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah tanah di halaman kawasan perumahan

Dusun 2 Cina, Desa Sidomulyo, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat, Propinsi

Sumatera Utara yang dapat dijangkau dalam penelitian (accessible population).

4.3.2.Sampel

Dalam menentukan besarnya sampel peneliti telah menggunakan metode

pengambilan sampel secara cluster sampling. Jumlah sampel dihitung dengan rumus:

n =

²

n =

40

(32)

N = Populasi

d = penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi ditetap sebesar 0,10

(Notoatmojo, 1993)

Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat relatif

adalah sebesar 10%, jumlah sampel tanah yang telah diperoleh dengan memakai rumus di

atas adalah 40. (Notoatmodjo,1993).

4.4. Metode Pengumpulan data 4.4.1. Data primer

Data primer meliputi data tentang identifikasi pencemaran tanah oleh Soil

Transmitted Helminths melalui pengambilan contoh uji tanah pada kawasan perumahan

di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium

dengan metode sedimentasi flotasi.

4.4.2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Kantor Kelurahan tentang

jumlah populasi dan kegiatan harian di Desa Sidomulyo, Kabupaten Langkat.

4.4.3. Titik pengambilan contoh uji tanah

Di halaman rumah, seperti sekitar tempat bermain anak-anak, sekitar tempat

pembuangan kotoran tinja (jamban), halaman yang lembab atau halaman rumah yang

diperkirakan tercemar tinja dan pada lokasi yang lebih rendah. Sampel tanah diambil dari

halaman depan dan halaman belakang rumah. Kedua-dua titik lokasi yang diambil contoh

uji tanahnya disebut satu contoh uji.

4.4.4. Pengambilan contoh uji tanah

Contoh uji tanah yang dimaksud adalah tanah permukaan. Tanah permukaan

(33)

cara melakukan pengerokan pada permukaan tanah dengan skrap. Hal ini penting

diketahui karena telur Soil Transmitted Helminths yang tersebar pada tanah adalah berada

pada permukaan tanah.

Sampel tanah diambil secara acak dari 40 rumah di Dusun II, desa Sidomulyo,

Kecamatan Binjai. Sampel tanah setiap rumah diambil dari bagian yang lebih rendah

pada 2 sisi halaman yaitu halaman depan, halaman belakang. Dengan demikian dari 40 rumah yang dipilih tetap terkumpul 40 sampel tanah.

Sampel yang diambil merupakan bagian permukaan saja dengan menggunakan

skrap sebanyak lebih kurang 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam pot berukuran 20cc.

sampel tanah dalam pot ini lalu disimpan dalam kotak pendingin dan dibawa ke

laboratorium Parasitologi untuk pemeriksaan selanjutnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengambilan contoh uji tanah :

1. Pada tanah liat diambil lapisan permukaan tanah

2. Pada tanah humus dilapisan lebih dalam

3. Pada tanah pasir dilapisan lebih dalam dari tanah humus

3) Pengiriman contoh uji tanah

Pengiriman contoh uji tanah ke laboratorium hendaknya tidak lebih dari tujuh hari, dan

(34)

matahari)

4) Pemeriksaan laboratorium contoh uji tanah untuk identifikasi Nematode usus dilakukan di laboratorium Parasitologi, Universitas Sumatera Utara.

Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale, Necator americanus dan Ascaris

lumbricoides.

a. Sasaran pemeriksaan adalah telur nematoda usus yaitu :

a) Larutan Magnesium sulfat (MgSO4) b. Reagensia

h) Hydrometer (pengukur berat jenis)

i) Mikroskop

j) Batang pengaduk

k) Corong

l) Timbangan

m) Rak tabung

Pemeriksaan sampel tanah selanjutnya dilakukan dengan menggunakan Metode

Magnesium sulfat sentrifuse-flotasi (Phillipson,dkk,1962),yakni dengan menimbang 2

(35)

ditambahkan 10 ml air dan diaduk sampai homogen, kemudian dimasukkan ke dalam

tabung sentrifuse dengan menggunakan saringan kawat. Selanjutnya disentrifuse dengan

kecepatan 2.000 rpm selama 2 menit.

Cairan supernatant dibuang dengan pipet dan endapan tanah dilarutkan dengan 10

ml larutan Magnesium sulfat (282gr/l), lalu diaduk kembali sampai homogen lalu

disentrifuse dengan kecepatan 2.500 rpm selama 5 menit.

Untuk flotasi, tabung sentrifuse berserta isi yang telah diputar diletakan pada rak

tabung reaksi dan ditetesi larutan Magnesium sulfat sampai permukaannya konvek dan

ditutup dengan coverglass selama 15-20 menit. Coverglass diangkat tegak kurus

kemudian diletakkan di atas object glass lalu diperiksa di bawah mikroskop untuk

mendapatkan telur atau larva cacing yang ditularkan melalui tanah.

4.4.5. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Contoh Uji Tanah

Satu halaman atau rumah penduduk dinyatakan positif (+) apabila satu diantara

kedua titik lokasi pengambilan contoh uji positif (+), dan apabila kedua titik negatif maka

satu rumah tidak terdapat adanya telur/larva STH.

4.5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan disajikan dan dianalisa secara deskriptif dan hasil

ditampilkan dalam tabel bentuk distribusi untuk menggambarkan kontaminasi

pencemaran nematoda usus dan jenis nematoda usus yang mencemari tanah kawasan

(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, dipaparkan hasil penelitian beserta pambahasannya. Penelitian

dilakukan sejak penyusunan proposal hingga penyusunan laporan hasil penelitian. Proses

pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2010

dengan pengambilan tanah sebanyak 40 sampel di kawasan perumahan di Desa

Sidomulyo, Kabupaten Langkat kemudian dilakukan uji laboratorium ke atas sampel

tanah di laboratorium Parasitologi, Universitas Sumatera Utara.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kecamatan Binjai. Kecamatan Binjai ini merupakan

salah satu kecamatan di Kabupaten Langkat. Terdapat beberapa dusun yang tersebar luas di Kecamatan Binjai. Yang dikaji oleh peneliti adalah Dusun II di mana tempat tersebut

dikatakan paling banyak terjadi infeksi cacing, maka dilakukan pemeriksaan tanah untuk

melihat kontaminasi telur STH yang dapat menjadi sumber infeksi cacing pada anak-anak.

5.1.2. Deskripsi Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah tanah di halaman rumah penduduk dusun II di

Kecamatan Binjai. Sampel tanah berjumlah 40 dan diambil dari halaman depan dan

halaman belakang rumah penduduk. Kedua titik lokasi yang diambil contoh uji tanahnya

disebut satu contoh uji. Di halaman rumah, seperti sekitar tempat bermain anak-anak,

sekitar tempat pembuangan kotoran tinja (jamban), halaman yang lembab atau halaman

rumah yang diperkirakan tercemar tinja dan pada lokasi yang lebih rendah.

5.1.3. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pemeriksaan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara terhadap identifikasi kontaminasi tanah oleh STH yang

dilakukan pada 40 rumah penduduk dengan dua titik pengambilan yaitu halaman depan

(37)

Tabel 5.1. Distribusi pencemaran tanah oleh STH di dusun II Desa Sidomulyo

Jumlah Persentase (%)

Positif 28 70

Negatif 12 30

Total 40 100

Pada tabel di atas menunjukan bahwa dari 40 rumah balita di Desa Sidomulyo

tingkat kontaminasi oleh STH sebesar 70%.

Tabel 5.2. Distribusi kontaminasi tanah berdasarkan spesies

Spesies/Genus Jumlah Persentase (%)

A.lumbricoides 13 32.5

Hookworm 9 22.5

T. trichiura 2 5

Lain: Toxocara sp. 4 10

Total 28 100

Ascaris lumbricoides menempati urutan pertama spesies yang mencemari tanah di

halaman rumah penduduk dusun II dengan prevalensi 32.5%.

5.2. Pembahasan

Penelitian tersebut di atas membuktikan bahwa kontaminasi oleh STH ternyata

masih cukup tinggi di Desa Sidomulyo khususnya di daerah dusun II dan didominasi oleh

A.lumbricoides kemudian disusul oleh cacing tambang dan T.trichiura. Hasil penelitian

ini memperlihatkan kesesuaian antara gambaran kontaminasi tanah oleh STH di

Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung yang telah dilaporkan oleh Mardiana (2000)

dengan hasil persentase telur Ascaris lumbricoides yang ditemukan di desa tersebut

ternyata cukup tinggi. Penelitian dari Tjitra E.(1991) juga menyatakan prevalensi

Soil-Transmitted Helminth di Indonesia sangat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain yaitu

(38)

Infeksi cacing dapat terjadi melalui hubungan antara host, agent dan environment.

Unsur-unsur dalam lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap penyebaran infeksi

cacing. Infeksi kecacingan tidak hanya terjadi karena adanya kontaminasi tanah oleh

cacing STH melainkan dapat melalui makanan atau minuman yang mengandung telur

nematoda usus. (Samad H., 2009)

Penyakit bawaan makanan merupakan penyakit yang dapat diderita seseorang

akibat mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh telur cacing STH. Makanan

dapat terkontaminasi telur cacing STH karena beberapa hal antara lain ; 1) mengolah

makan dengan tangan kotor, 2) dapur, alat masak dan makan yang kotor, 3) makanan

yang tidak ditutup sehingga lalat dapat menjangkaunya, 4) sayuran atau buah-buahan

yang ditaman pada tanah yang terkontaminasi oleh telur cacing STH, 5) makan sayur dan

buah-buahan yang terkonaminasi telur cacing STH, 6) makanan yang terkontaminasi

dimasak tidak matang ataupun tidak dimasak (mentah). (Jalaluddin, 2009)

Disamping itu apabila seseorang minum air yang telah terkontaminasi telur cacing

STH dan tidak dimasak terlebih dahulu dapat mengakibatkan terjadinya infeksi cacing

karena telur cacing STH dapat hidup pada air dan dapat mati apabila air tersebut dimasak

sampai mendidih, karena telur cacing STH tidak tahan terhadap pemanasan. Dengan

demikian tanah bukanlah satu-satunya media perkembangbiakan telur cacing STH, tetapi

air, makanan dan minuman juga dapat menjadi media perkembangbiakan dan penularan

infeksi cacing pada penduduk.

Jika ditinjau dari segi higiene pribadi, infeksi kecacingan dapat dipengaruhi oleh

karena anak balita sering bermain di tanah, sehingga lebih mudah terinfeksi kecacingan.

Personal hygiene seperti kebersihan kuku merupakan salah satu faktor yang berperan

dalam terinfeksi kecacingan. Kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat

melekat berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikro organism di

antaranya bakteri dan telur cacing. Penularan kecacingan diantaranya melalui tangan

yang kotor, kuku jari yang kotor yang kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan

ketika makan. (Onggowaluyo, 2002)

Dikatakan penduduk di Desa Sidomulyo mempunyai kemungkinan besar

mengalami infeksi cacing (helminthiasis) sekiranya dilakukan pemeriksaan atas mereka.

(39)

mendapat pendidikan tentang cacing tanah. Ini dapat terbukti apabila mereka tidak

memahami isi lembar penjelasan yang diberikan oleh peneliti. Pendidikan yang kurang

tentang cacing tanah, cara penularan STH serta pencegahannya mengakibatkan infeksi

STH mudah terjadi di daerah tersebut. Sebagai tambahan, anak-anak mempunyai

kebiasaan tidak memakai alas kaki dan berkeliaran di halaman rumah memudahkan

terjadinya infeksi cacing tambang yang berada dalam tanah.

Dari segi sosial ekonomi, penduduk di Desa Sidomulyo kebanyakan merupakan

petani atau peternak hewan. Ini menambahkan lagi kemungkinan besar mendapatnya

infeksi cacing karena selalu berkontak dengan tanah atau tinja hewan yang

berkontaminasi telur cacing STH.

Selain itu, ditemukan pula telur Toxocara yang diperkirakan berasal dari kotoran

anjing. Dari pengamatan memang sangat mudah terlihat cukup banyak anjing yang

berkeliaran bebas di perkarangan rumah.

Dari keterangan-keterangan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tanah yang

tercemar dengan telur cacing merupakan bahan yang baik sekali sebagai sumber

penularan Soil Transmitted Helminthes, terutama pada anak prasekolah yang selalu

(40)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan laboratorium pada contoh uji tanah

terhadap kontaminasi cacing tanah pada rumah penduduk di Desa Sidomulyo dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1) Jumlah rumah penduduk sebanyak 40 rumah pada titik pengambilan baik pada

halaman depan dan belakang 70% positif didapati adanya telur STH.

2) Dilakukan pemeriksaan lanjutan identifikasi jenis telur STH karena hasil kontaminasi

tanah oleh pencemaran telur STH tinggi dan prevalensi tertinggi adalah Ascaris

lumbricoides, yaitu sebesar 32.5%.

6.2. Saran

Dengan diketahui berbagai hal setelah melakukan penelitian, maka dalam rangka

mencegah berjangkitnya infeksi cacing Soil Transmitted Helminths di Desa Sidomulyo,

Kabupaten Langkat disarankan sebagai berikut :

1. Agar dilakukan penyuluhan kesehatan secara intensif kepada masyarakat setempat

terutama yang menyangkut kegiatan dan penyebab berjangkitnya infeksi cacing karena

kebiasaan-kebiasaan tertentu.

2. Perlu pemeriksaan kecacingan anak-anak di Desa Sidomulyo, hal ini untuk

mengantisipasi peningkatan helmintiasis STH pada anak-anak.

3. Bagi pihak Puskesmas hendaknya lebih sering melakukan penyuluhan kepada

masyarakat sehingga pencegahan infeksi kecacingan dapat dilakukan tidak hanya

mempehatikan kontaminasi melalui tanah tetapi air, makanan dan minuman serta

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S., 2002, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Babiker, M.A., et al., 2009. Eastern Mediterranean Health Journal, Vol. 15, No. 5.

Available

from :

Budi T. P., 2003, Statistik untuk Penelitian, Bandung: CV Alfabeta.

[accessed 20 february 2010]

Budioro. B, 1997, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Semarang: Universitas Diponegoro.

Depdiknas, 2001, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Kesehatan R.I, 1990, Materi Pelatihan Dokter Kecil, Jakarta: Depkes

R.I.

________, 1995, Modul:3 Pelatihan Pengawasan Kualitas Kesehatan Lingkungan

Pemukiman Bidang Penyehatan Perumahan dan Lingkungan, Jakarta:

Depkes R.I.

_________, 2001, Pedoman Modul dan Materi Pelatihan “Dokter kecil’, Jakarta:

Depkes R.I.

_________, 2004, Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di

Era Desentralisasi, Jakarta: Depkes R.I.

Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2005, Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang

(42)

Entjang I., 2000, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Gandahusada S., 2000, Parasitologi Kedokteran edisi ke 3, Jakarta: EGC

Hadidjaja P., 1994, Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran,

Jakarta: FKUI.

Hotes P. J., 2003, Soil Transmitted Helminth infection: The Nature, Causes

and Burden of the condition, WHO: Departemen of Mikrobiologi and

Tropical Medicine The George Washington University.

Irianto A., 2004, Statistik Konsep Dasar dan Aplikasi, Jakarta: Kencana.

_________, 2003, Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan

Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat, Bandung: PT. Citra AdityaBakti.

Keputusan Gurbernur Jawa Tengah No: 561.4/78/2006. Tentang Upah Minimum

Pada 35 (tiga puluh lima)Kabupaten/ Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007,

Semarang: Pemerintah Kota Semarang.

Kingston, 2007. Towards World Health Assembly Resolution. Control of

Soil-Transmitted Helminth Infections in the English and French Speaking Caribbean.

Jamaica.

Lebiyanto, 2006, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Infeksi Soil

Transmitted Helminths pada Anak Sekolah Dasar Negeri Kecipir 01,

Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Skripsi, Semarang: Universitas

Diponegoro.

Lemeshow S., 1997, Besar sampel dalam Penelitian Kesehatan,

(43)

Mardiana L, Agustina, N. Riris, Djarismawati dan Sukijo.2000. Telur Ascaris

lumbricoides pada Tinja dan Kuku Anak Balita serta Tanah di Kecamatan Paseh,

Kabepaten Bandung, Jawa Barat. Maj. Parasitol Ind. 13(1-2): 28-32.

New York Science Journal, 2010, Prevalence of Soil Transmitted Helminth Infections.

Available from:

Notoatmodjo S., 2002, Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Oeswari E., 1991, Penyakit dan Penanggulangannya, Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Onggowaluyo J.S., 2002, Parasitologi Medik (Helmintologi)

Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnostik dan Klinik, Jakarta: EGC.

Slamet J. S., 2002, Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

________, 1997, Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Sugiyono, 2004, Statistik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Suharto, 1997. Pendidikan Kesehatan 6 untuk Sekolah Dasar Kelas 6, Departemen

Pendidikan dan kebudayaan: Jakarta.

Supariasa I D. N., 2002, Penilaian Status Gizi, Jakarta: Buku Kedokteran.

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/MENKES/SK/VI, 2006, Pedoman

(44)

Tjitra E., 1991, Penelitian-penelitian "Soil-Transmitted Helminth." di Indonesia.

Available from:

Umi Wisnuningsih, 2004, Hubungan Higiene Pribadi dan Sanitasi Lingkungan

dengan Kejadian Infeksi Soil Transmitted Helminths pada Siswa SDN

Keburuhan Kecamatan Ngrombol Kabupaten Purworejo Tahun 2004, Skripsi,

Semarang: Universitas Diponegoro.

________, 2009, Penelitian Kontaminasi Tanah Oleh Soil Transmitted Helminths.

Available from:

[Accessed: 23 Feb 2010]

WHO., 2008. Weekly Epidemiological Record. Geneva: 83:237–252. Available

from

Widjana D. P., 2000 Prevalence of Soil Transmitted Helminth Infections In The Rural

Population Of Bali, Indonesia. Available from:

2010]

Yulianto E., 2007, Hubungan Higiene Sanitasi Dengan Kejadian Penyakit Cacingan

Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosaro 01Kecamatan Tembalang Kota

Semarang Tahun Ajaran 2006/2007, Skripsi, Semarang: Universitas Negeri

(45)

LAMPIRAN 1:

PENGANTAR DAN

INFORMED CONSENT

Pengantar

Saya, Chua Wang Ching, mahasiswa FK USU semester VI, sedang melakukan penelitian

tentang Kontaminasi Tanah oleh Soil Transmitted Helminthes di Desa Sidomulyo

Kabupaten Langkat, Sumatera Utara Tahun 2010. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi tugas akhir Community Research Program(CRP).

Saya akan melakukan pengerokan tanah di halaman depan dan belakang rumah untuk

dibawa pulang membuat pemeriksaan laboratorium sesuai dengan penelitian saya. Semua

hasil yang saya dapatkan menjadi rahasia penelitian, tidak akan disebarluaskan, dan

hanya dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian.

Informed Consent

Setelah membaca pengantar di atas, maka dengan ini saya menyatakan bersetuju memberi

peluang kepada mahasiswa di atas untuk mengambil tanah di halaman rumah saya seperti

yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Semua keterangan yang saya sampaikan

adalah benar dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan, 07 Oktober 2010

(46)

LAMPIRAN 2: Gambar-gambar Semasa Penelitian Dijalankan

Gambar 1 : Bapak Mariyono, kepala kampung Desa Sidomulyo. Setelah sampai Desa Sidomulyo kami mencari ketua kampung untuk mengetahui lokasi penelitan lebih lanjut.

(47)

Gambar 3: Pilihan lokasi penelitian di mana sampel tanah diambil.

(48)

Gambar 5 : Sampel tanah yang diperoleh dari Desa Sidomulyo.

(49)

Gambar 7 : 10ml air ditambahkan ke dalam pot yang berisi tanah.

(50)

Gambar 9 : Campuran tadi dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dengan menggunakan saringan kawat.

(51)

Gambar 11 : Tabung sentrifuse discover dengan coverglass selama 15-20 menit.

(52)

Gambar 13 : Saat pembacaan sampel dan pembuatan foto.

(53)

Gambar 16 : Telur Hookworm Gambar 17 : Telur Ascaris lumbricoides

(54)

LAMPIRAN 2

PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

I. Persiapan

1. Mengurus perizinan

2. Rapat pendahuluan

3. Rencana kerja/jadwal

4. Disain penelitian

5. Instrumen, bahan dan alat

6. Lokasi penelitian

7. Menyusun format Rp. 100.000,-

II. Operasional di lapangan/laboratorium

1. Biaya transportasi

2. Pengambilan sampel

3. Pemeriksaan laboratorium Rp. 630.000,-

III. Penyusunan hasil laporan penelitian

1. Menyusun konsep laporan

2. Menyusun laporan akhir Rp. 100.000,-

________________________________________________________________________

JUMLAH Rp. 830.000,-

(55)

LAMPIRAN 3

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : CHUA WANG CHING

Tempat/ Tanggal Lahir : SEREMBAN, MALAYSIA/ 31-05-1989

Agama : BUDDHIST

Alamat : NO. 146, BLOK YY, TASBI 1, MEDAN 20155 Riwayat Pendidikan : 1. Sek. Jenis Keb.(CINA) SOO JIN (2001)

2. Sek.Men.Keb.Perempuan Kapar (2002-2006)

3. Nirwana College (2007-2007)

4.Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara,

Medan, Indonesia (2007-sekarang)

Riwayat Organisasi : 1. Ketua Biro Jurnalistik Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar di Indonesia, Cawangan Medan (PKPMI).

Gambar

Gambar 1. Daur hidup Ascaris lumbricoides.
Gambar 2. Daur hidup Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (Menteri
Gambar 3. Daur Hidup Trichuris trichiura (Menteri Kesehatan, 2006)
Tabel 5.1. Distribusi pencemaran tanah oleh STH di dusun II Desa Sidomulyo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Strategi komunikasi pemasaran terpadu (IMC) yang diimplementasikan oleh SFA Steak dan Resto Surakarta dalam menarik minat konsumen untuk membeli ini menggunakan

masyarakat pelatihan membuat kerupuk gendar peserta atau warga Sekelimus Utara menjadi lebih percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya baik secara teori maupun

the schema s the gco and gmd namespaces via a local copy of an interim version of the ISO 19139 implementation of the ISO 19115 metadata schema. In turn this s GML using a

Five such heterogeneity indexes were developed based on the main land-use in the study area: Commercial Heterogeneity Index (CHI), Residential Heterogeneity Index (RHI),

[r]

CABANG OLAH RAGA FUTSAL MA/SMA/SMK

[r]

1) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya. 2) Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia. 3) Mengutamakan metode pembersihan secara