• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Uji Kadar Gula

Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah perubahan pati menjadi Glukosa. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Dalam penelitian ini menggunakan metode enzimatis, Enzim yang digunakan dalam proses hidrolisa adalah enzim alfa amilase, sedangkan tahap sakarifikasi menggunakan enzim glukoamilase. Berdasarkan penelitian sebelumnya, penggunaan enzim alfa amilase pada tahap likuifikasi menghasilkan kadar etanol tertinggi. (Setyohadi, 2006).

Untuk mengetahui kadar gula yang terkandung dalam limbah padat sagu, maka dilakukannya proses hidrolisa dengan menambahkan air dan enzim alfa amilase kemudian dipanaskan sampai suhu optimum ( 80oC ), yang bertujuan mengubah sruktur limbah padat sagu

tersebut menjadi seperti bubur ( gelatinasi ) dan dilanjutkan dengan proses sakarifikasi dengan penambahan enzim gluco amilase yang bertujuan agar limbah sagu yang telah mengalami gelatinasi tersebut menghasilkan glukosa yang optimal, dimana kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi dengan penambahan ragi bertujuan agar merubah kadar glukosa menjadi etanol. (Soerawidjaja, 2008).

Sebelum mengetahui besarnya kadar etanol yang terkandung dalam limbah sagu, diperlukannya uji kadar gula terlebih dahulu. Berikut ini adalah hasil analisa kadar gula yang terkandung dalam limbah padat sagu seperti yang diuraikan pada tabel 4.1 :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Tabel 4.1 Hasil kadar gula dalam limbah sagu

Sumber : Hasil penelitian ( 2012 )

Tabel 4.1 menunjukkan pengaruh banyaknya limbah yang digunakan terhadap kadar gula yang dihasilkan. Dari grafik terlihat bahwa perolehan kadar gula tertinggi adalah dengan berat 3 kg yakni 0,981 % dan terendah adalah dengan berat 1 kg yakni 0784 %. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya karohidrat yang dihasilkan oleh limbah sagu dengan berat 3 kg dibandingkan dengan berat limbah 1 kg, tetapi dengan pengaruh dari banyaknya lignin yang terkandung dari limbah sagu dengan berat 2 kg dan 3 kg maka jumlah peningkatan kadar glukosa yang dihasilkan tidak begitu signifikan. Seperti yang terjadi pada penelitian ( Komarayati, 2011). Yang mana Pengaruh bobot bahan atau empulur semakin tinggi bobot empelur ternyata berpengaruh terhadap kadar glukosa yang dihasilkan yaitu, kadar glukosa semakin rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak limbah yang digunakan maka, akan menghasilkan kadar glukosa yang semakin besar tetapi perbedaan kadar glukosa yang dihasilkan tidak begitu signifikan terhadap limbah yang lebih sedikit jumlahnya karena kandungan lignin yang dihasilkan dari limbah sagu dengan berat 3 kg juga banyak. Pada tahap ini didapatkan

No Berat Limbah ( kg) Kadar ( % )

1 1 0.748

2 2 0.927

33

konsentrasi glukosa tertinggi yang dihasilkan dari berat limbah 3 kg, dengan kadar gula yang dihasilkan sekitar 0.981 persen.

IV.2 Uji Kadar Etanol

Setelah mengetahui besarnya kadar glukosa yang terkandung dalam limbah sagu maka dilakukan uji kadar etanol, seperti yang terurai pada gambar 4.1

Gambar 4.1. Hubungan kadar etanol ( % ) yang dihasilkan dengan berat limbah ( kg ) terhadap waktu fermentasi ( hari )

Gambar 4.1 Menyatakan bahwa dengan berat 1 kg limbah padat sagu yang digunakan pada waktu fermentasi hari ke 1 dan hari ke 2 belum terdapat kadar etanol, hal ini disebabkan karena kadar glukosa yang dihasilkan oleh limbah padat sagu 1 kg belum maksimal,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

sacharomyces yang terkandung dalam ragi belum terpenuhi sehingga menyebabkan bakteri sacharomyces memerlukan penyesuaian terhadap lingkungan sekitar. Namun pada waktu fermentasi hari ke 3 dan hari ke 4 terjadi perubahan, tetapi tidak begitu signifikan, hal ini dikarenakan pada waktu fermentasi hari ke 3 dan ke 4 masih terdapat bahan polysakarida ( pati ) belum mengalami perubahan struktur menjadi monosakarida ( glukosa ) sehingga kerja dari bakteri sacharomyces belum optimal untuk merubah glukosa menjadi etanol. Tetapi pada waktu fermentasi mencapai hari ke 5 terjadi perubahan yang signifikan karena pada waktu fermentasi hari sebelumnya tidak terjadi pengurangan kadar glukosa ( reducing sugar ), sehingga subsrat yang tersedia sebagai nutrisi sebanding dengan jumlah bakteri sacharomyces maka kerja dari bakteri sacharomyces optimal menyebabkan etanol yang terbentuk pun semakin banyak.

Kemudian dengan penggunaan limbah Padat sagu 2 kg pada waktu fermentasi hari ke 1 sama seperti yang terjadi pada penggunaan berat limbah padat sagu 1 kg, namun pada waktu fermentasi hari ke 2, ke 3 dan ke 4 terjadi perubahan yang begitu signifikan tetapi cenderung konstan dimana perolehan kadar etanol mengalami peningkatan dikarenakan kandungan glukosa yang dihasilkan sesuai dengan jumlah bakteri sacharomyces sehingga nutrisi dari bakteri sacharomyces terpenuhi maka kerja dari bakteri menjadi optimal hal ini berdampak terhadap perolehan kadar etanol yang dihasilkan yaitu mengalami peningkatan dibandingkan dengan fermentasi pada hari ke 1, dan pada waktu fermentasi mencapai hari kelima dimana bahan polysakarida yang telah mengalami perubahan menjadi monosakarida secara sempurna karena pengaruh dari lamanya waktu fermentasi maka kandungan kadar etanol yang dihasilkan mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kemudian dengan penggunaan berat limbah

35

padat sagu 3 kg pada waktu fermentasi hari ke 1 sangatlah berbeda terhadap kadar etanol oleh berat limbah padat sagu 1 dan 2 kg, yang mana kandungan kadar glukosa pada berat limbah sagu 3 kg pada awalnya telah memenuhi nutrisi yang diperlukan oleh bakteri sacharomyces sehingga kerja dari bakteri sacharomyces yang terkandung dalam ragi pun optimal, hal ini berdampak terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Namun pada waktu fermentasi hari ke 5 kandungan kadar etanol yang dihasilkan cenderung mengalami penurunan dibandingkan dengan berat limbah padat sagu 1 kg dan 2 kg pada hari yang sama hal ini menunjukan bahwa sebenarnya kandungan kadar glukosa yang merupakan substrat bagi bakteri sacharomyces yang dihasilkan dari limbah padat sagu 1 dan 2 kg lebih banyak dibandingkan dengan berat limbah padat sagu 3 kg dikarenakan pada akhir proses fermentasi kadar etanol yang dihasilkan dari berat limbah padat sagu 1 dan 2 kg lebih tinggi dibandingkan dengan berat limbah padat sagu 3 kg.

IV.3 Pengar uh Var iasi Ber at Limbah Sagu

Analisa dari beberapa variabel berat limbah sagu menunjukkan bahwa berat empulur sagu berpengaruh nyata terhadap kadar etanol, tetapi pengaruh volume enzim alfa amilase dan enzim gluko amilase tidak begitu signifikan, hal ini dikarenakan enzim alfa amilase dan gluko amilase yang digunakan dalam proses hidrolisa bahan yang bertujuan untuk merubah bahan polysakarida menjadi monosakarida hanya merupakan katalisator atau bahan pembantu dalam suatu proses tetapi tidak berpengaruh terhadap bahan tersebut. Seperti yang terjadi pada penelitian ( Komarayati, 2011 ), yang mana hasil analisa statisktik pembuatan etanol dari pati sagu menunjukan bahwa pengaruh berat pati dan berat ragi berpengaruh nyata terhadap kadar etanol, tetapi pengaruh volume enzim alfa amilase dan enzim gluko amilase tidak nyata.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Penelaahan lebih lanjut dengan uji beda waktu fermentasi ( hari ), menunjukkan bahwa kadar etanol pada hari ke 1 sampai hari ke 4 dengan berat limbah padat sagu 1 kg, lebih kecil dibandingkan dengan berat limbah padat sagu 2 kg dan 3 kg pada hari yang sama, namun hal ini berbeda ketika pada proses fermentasi hari ke 5 dimana semakin banyak limbah padat sagu yang digunakan maka hal ini akan berakibat terhadap proses fermentasi itu sendiri yakni menyebabkan kandungan kadar etanol cenderung menurun karena berkurangnya kadar glukosa yang terkandung dalam limbah padat sagu, sehingga menyebabkan kerja dari ragi tidak optimal seperti yang terjadi pada penelitian ( Hikmiyati dan Yanie, 2010 ) yang mana semakin lama waktu waktu fermentasi, jumlah pengurangan glukosa ( reducing sugar ) juga semakin besar, hal ini dikarenakan pada proses fermentasi terjadi pengurangan glukosa yang merupakan makanan bagi bakteri Sacharomyces.

37 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari semua ulasan hasil pembahasan dan pengamatan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Limbah sagu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol.

2. Hasil kajian yang terbaik diperoleh dari konsentrasi kadar etanol dalam limbah sagu yaitu dengan berat 1 kg dan lama waktu fermentasi lima hari sebesar 1.110 % dimana konsentrasi kadar etanol awal yaitu pada hari pertama hanya 0 %.

3. Hasil kajian yang terbaik diperoleh dari konsentrasi kadar gula dalam limbah sagu yaitu dengan bobot 3 kg sebesar 0.981 %.

4. Semakin lama waktu fermentasi berpengaruh terhadap kandungan kadar glukosa dan kerja dari ragi dalam mengurai glukosa menjadi etanol, yakni semakin banyak kadar glukosa yang

berkurang akan semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan, namun tetapi dengan semakin

lama waktu fermentasi ( hari ), maka kerja dari ragi dalam mengurai glukosa menjadi

berkurang karena disebakan oleh berkurangnya bahan makanan bagi bakteri yakni glukosa

tersebut.

V.2 Saran

1. Pada proses fermentasi yang perlu diperhatikan adalah banyaknya limbah sagu yang digunakan, karena hal ini sangat berperngaruh terhadap proses fermentasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

vii Daftar Pustaka

Alfons dan Bustaman, 2005 dalam Sjahrul Bustaman, 2005. ” Potensi ulat sagu

dan prospek pemanfaatannya”, Balai pengkajian dan pengembangan

teknologi pertanian, Bogor.

Asben, A., 2009, “Pemanfaatan Limbah Sagu Untuk Pengembangan Enzim Selulase Ternite Dalam Produksi Bioetanol”, Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bintoro, H., 2008, “Bercocok Tanam Sagu”, IPB Press, Bogor.

Chemiawan, 2007 dalam Sri Komarayati dkk, 2011, “ Pembuatan Bioetanol dari

Empulur Sagu ( Metroxylon spp ),dengan menggunakan Enzim ”, Bogor

Flach, M, 1980, ”Sago Palm, Metroxylon Sago Rottb”, International Plant Genetic Resources Institute Rome. Italy.

Gusmailiana, 2009, “Prospek Bioetanol Dari Sagu (Metroxylon spp) Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah”, Jurnal, Peneliti Utama Pada Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor.

Haryanto H, dan P. Pangloli, 1992, “Potensi Pemanfaatan Sagu”, Yogyakarta Hikmiyati, 2010, “Pembuatan Bioetanol dari limbah kulit singkong melalu proses

hidrolisa asam dan enzimatis” Teknik Kimia, Universitas Diponegoro Kiat,L.J., 2006, “Preparation and Characteristic of Carboxymethil Sago Waste

and Its Hydrogel”, Tesis, Universitas Putra Malaysia, Malaysia.

Komarayati dkk, 2011, “ Pembuatan Bioetanol dari Empulur Sagu ( Metroxylon

spp ),dengan menggunakan Enzim ”, Bogor

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

prospek pemanfaatannya”, Balai pusat pengkajian teknologi pertanian, Bogor.

Mursyidin, 2007 dalam Sri Komarayati., Ina Winarni., Djarwanto, 2011, “ Pembuatan Bioetanol dari Empulur Sagu ( Metroxylon spp ),dengan

menggunakan Enzim ”, Bogor

Neves, MAD., 2006, “Bioethanol Prodution From Wheat Milling”, Desartasi, Agricultural Science, University of Tsukuba, Jepang.

Nurianti, 2007, dalam Sjahrul Bustaman, 2010 “Strategi pengembangan Bio-etanol berbasis sagu di Maluku”, Balai pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian, Bogor

Perry,R.H., 1984, dalamEndah dkk “Pengaruh kondisi fermentasi terhadap yield etanol pada pembuatan bioetanol dari pati garut”, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sebelas Maret.

Setyohadi, 2006 dalam Simanjuntak, 2009., “ Studi Pebuatan Etanol dari limbah gula ( Molase ), Universitas Sumatera Utara.

Shingal RS., Kennedy JF., Gopalakrishnan SM., Kaczmarek Agnieszka, Knill CJ., Akmar PF., 2008, “Industrial Production, Processing, and Utilization of Sago Palm-Derived Products, Carbohydr Polym”

Sjahrul Bustaman, 2005., “Potensi ulat sagu dan prospek pemanfaatannya”, Balai pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian, Bogor

ix

Soerawidjaja, 2008 “ Proses Pembuatan Bioetanol ”, Teknik Kimia , ITB, Bandung.

Tsukahara, K., and Sawayama, S., 2005, “Liquid Fuel Production Using Microalgae”,

Wahyuni, M., 2007, “Marine Biodiesel Pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) yang Ramah Di Masa Depan”, Jurnal, Departemen THP FPIK, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Winarno, F.G. dan Titisulistyowati Rahayu, 1994, dalamEndah dkk., “Pengaruh kondisi fermentasi terhadap yield etanol pada pembuatan bioetanol dari pati garut”, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sebelas Maret.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dokumen terkait