• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen PENERAPAN METODE KISAH PADA MATA PELAJAR (Halaman 37-59)

A. Deskripsi Objek Penelitian

Madrasah Tsanawiyah Al-Khairaat Girian adalah salah satu lembaga pendidikan milik Yayasan Pendidikan Islam Alkhairaat. MTs Al-Khairaat Girian berdiri atas inisiatif tokoh masyarakat dan tokoh agama di wilayah Girian weru pada tanggal 16 Juni 1990. Dengan demikian MTs Al-Khairaat Girian telah beroperasi sebagai Lembaga Pendidikan setingkat SMP kurang lebih 19 Tahun ( telah meluluskan 15 tahun pelajaran ). Kehadiran MTs Al-Khairaat Girian sebagai satu – satunya Madrasah di Kecamatan Girian mempermudah masyarakat yang berada diwilayah kecamatan Girian, kecamatan Ranowuluh, kecamatan Madidir, dan kecamatan Matuari dalam menyekolahkan anaknya di Madrasah. Terbukti dengan jumlah siswa yang cukup banyak mendaftar walaupun secara geografis MTs Al-Khairaat diapit oleh SMP Negeri I Bitung dan SMP Al-Khairaat Bitung yang masing-masing hanya berjarak kurang lebih 300 – 500 m.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Berdasarkan temuan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan studi dokumenter serta hasil analisis data yang telah dilakukan dapatlah dikemukakan beberapa hasil penelitian yang dapat diungkap lewat paparan data sebagai berikut:

Dalam pembelajaran salah satu pendukung keberhasilan seorang pendidik mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah kemampuannya itu sendiri dalam penguasaan dan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi, karakter dan kondisi peserta didik. Metode pembelajaran yang digunakan haruslah sesuai dengan keterampilan seorang pendidik dalam penyampaian materi pelajaran, penguasaan kelas, serta menarik perhatian peserta didik.

Analisis dan intepretasi dari data hasil penelitian selama dua bulan di MTs Alkhairaat Bitung, dan dari data yang terkumpulkan, kemudian data tersebut dilakukan pengelolaan data yaitu mulai dari pemeriksaan, pengeditan, dan analisis yang kemudian hasil pengelolaan data tersebut diintepretasikan dan dideskripsikan dalam sebuah penelitian.

C. Pembahasan hasil Penelitian

1. Penerapan Metode Kisah Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Alkhairaat Bitung

Pada kegiatan belajar mengajar, salah satu yang mendukung keberhasilan pendidik adalah kemampuan dalam penguasaan dan penerapan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan materi, karakter dan kondisi peserta didik. Metode pembelajaran yang digunakan haruslah menyesuaikan dengan keterampilan pendidik dalam menyampaikan materi, menguasai kelas, dan menarik perhatian peserta didik. Semakin terampil pendidik dalam pengajaran maka metode yang diterapkan akan tepat sasaran dan menjadi efektif. Penerapan metode Kisah juga membutuhkan kreativitas pendidik, hal itu harus didukung oleh beberapa elemen di antaranya adalah sarana yang tersedia di sekolah,

walaupun adakalanya tidak selalu menggunakan media namun media-media yang digunakan serta strategi yang digunakan oleh pendidik agar penerapan metode dapat berjalan dengan baik.

Penyampaian materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam selama ini kebanyakan masih menggunakan metode ceramah, yang mana metode tersebut kurang menarik perhatian dan semangat peserta didik, bahkan membuat peserta didik lebih cepat bosan dan tidak dapat memahami materi yang disampaikan secara maksimal karena penyampaiannya hanya teoritis saja. Maka perlu adanya variasi dalam penggunaan metode dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, salah satunya yaitu dengan penerapan metode Kisah, hal ini diharapkan dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik sehingga nantinya dapat menghasilkan produk yang berkualitas.

Metode Kisah ini menghubungkan antara teori dengan ibrah atau gambaran kehidupan pada masa lampau untuk dijadikan titik acuan atau bekal dalam mengarungi kehidupan yang selanjutnya, sehingga kualitas hidup manusia akan semakin baik dari waktu ke waktu. Metode kisah yang diamati oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian pada hasil pengamatan pertama, penulis pada pengamatan pertama masih belum menunjukan hasil karena ada saat itu masih penyampaian materi. Baru kemudian pada pengamatan kedua dan seterusnya pendidik menggunakan metode kisah pada materi-materi khusus yang tepat. Pada pengamatan I, II, dan III metode kisah masih dikuasai oleh pendidik, dalam artian peserta didik masih enggan bertanya dan menjawab, ketika beberapa kali pendidik berkomunikasi dengan peserta didik. Meskipun ada namun hanya masih beberapa

peserta didik saja. Hal itu berbeda dengan pengamatan setelah itu yang dilakukan penulis pada peserta didik sudah banyak yang ikut berpartisipasi mengikuti jalur kisah cerita yang disampaikan oleh pendidik. Dalam penggunaan metode kisah oleh pendidik tersebut, ada dua aspek yang penulis anggap penting untuk diangkat dalam penulisan skripsi ini. Kedua aspek tersebut yaitu aspek pendidik dan aspek peserta didik. Asek-aspek tersebut penulis anggap penting karena dalam melakukan penelitian ini yang penulis temukan dilapangan adalah kedua aspek tersebut.

Aspek Pendidik

Aspek pendidik berarti melihat dari sisi penggunaan metode kisah dari pendidik yang menggunakan metode ini sebagai salah satu metodenya dalam pengajaran. Ketika metode ini dilihat dari aspek pendidik, terutama metode kisah yang berlangsung di MTs Alkhairaat Bitung yaitu mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dalam hal ini Jufrin Naki, S.PdI, sebagai pendidik mata pelajarannya. maka data yang penulis tampilkan sebagaimana berikut:

a. Kemampuan pendidik dalam pembawaan sebuah kisah. Kemampuan ini adalah yang dimiliki oleh pendidik dalam rangka menghidupkan kelas sehingga peserta didik mempunyai semangat untuk memerhatikan dan juga semangat dalam belajar. Hal ini tersebut terlihat dari:

b. Menceritakan kisah-kisah kontekstual.

Kemampuan pendidik dalam menceritakan stimulus kisah kaitannya dengan memberikan kisah-kisah kontekstual yang kemudian ditunjukan dengan membawakan cerita sesuai dengan tema judul materi ajarnya.

c. Membangkitkan minat belajar peserta didik.

Dalam membangkitkan minat peserta didik untuk mendengarkan cerita yang dibawakan seorang pendidik pada umumnya menunjuk salah satu dari peserta didik untuk menjawab atau mengemukakan dari kisah yang telah dibawakan oleh pendidik.

d. Memberikan rangsangan imajinasi.

Peserta didik akan spontan termotivasi ketika mendengarkan sebuah kisah yang disampaikan melalui pendidik. Dan ketika itu maka terpacu pikiran dan nalar peserta didik akan hikmah dari materi ajar yang pendidik sampaikan.

e. Kemampuan pendidik dalam mengaktifkan peserta didik dan mengelola kelas.

Kemampuan ini ditunjukan oleh pendidik dengan banyak cara sesuai dengan kreatifnya. Kemampuan ini sangat dibutuhkan agar kelas tidak monoton

dan membosankan. Kemampuan-kemampuan tersebutdiantaranya adalah: 1) Memberikan pertanyaan kepada peserta didik yang tidak aktif

mendengarkan agar mereka dapat mengemukakan sedikit dari kisah yang disampaikan walaupun tidak banyak dalam penyampaiannya nanti.

2) Tidak membiarkan peserta didik yang tidak memerhatikan pendidik yang sedang bercerita. Apabila terdapat peserta didik terputus dari memperhatikan pendidik yang sedang bercerita, maka peserta didik akan susah memahami apa yang diceritakan pendidik.

3) Kemampuan pendidik dalam menyimpulkan hasil kisah. Setelah kisah usai, materi yang telah dibahas disimpulkan oleh pendidik berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan kepada peserta didik setelah usai bercerita.

Aspek Peserta Didik

Peserta didik juga penting diperlukan untuk menemukan apakah metode kisah ini dapat berjalan dengan baik sehingga dapat ditentukan bahwa metode ini dapat diandalkan dan terbilang efektif. Aspek peserta didik yang diperhatikan oleh penulis dalam penelitian ini antara lain adalah:

a. Keinginan peserta didik untuk mendengarkan dan mengamati sebuah kisah yang disampaikan Sejarah Kebudayaan Islam. Hal itu ditunjukan banyaknya peserta didik yang mengamati dan memerhatikan pendidik saat bercerita. Meskipun di tengah waktu itu berlangsung masih ada yang terlepas dari cerita yang disampaikan peserta didik.

b. Keberanian untuk bertanya usai cerita ketika ada bahasa atau cerita yang tidak dipahami. Meskipun demikian ada juga peserta didik yang mungkin kurang paham karena keadaan demikian sering terjadi karena jam pelajaran yang letaknya di jam terakhir atau jam sebelum istirahat sehingga peserta didik hanya memikirkan pulang atau istirahat saja, karena sebagus apapun kisah yang diangkat pendidik tidak akan menciptakan keefektifan bercerita apabila tidak adanya peran juga respon yang langsung dari peserta didik.

Adapun keaktifan peserta didik dalam kelas saat metode kisah berlangsung menurut penulis dapat diketahui melalui beberapa hal berikut ini, yaitu:

a. Mendengarkan Meskipun adakalanya harus diperintah terlebih dahulu oleh pendidik agar tidak bercanda atau semacamnya, namun menurut penulis hal itu sudah merupakan salah satu bentuk keikutsertaan peserta didik atau keaktifan mereka dalam berlangsungnya metode tersebut. b. Bertanya ketika telah usai bercerita. Ketika cerita berlangsung biasanya

ada bahasa atau jalur cerita yang muncul ketika peserta didik untuk memahami akan isi dari cerita yang dibawakan peserta didik.

c. Meringkas kisah. Peserta didik siap menceritakan secara ringkas ketika Sejarah Kebudayaan Islam memerintahkan untuk meringkas cerita yang telah didengarkannya. Karena pemahaman peserta didik terhadap materi kisah diperlukan untuk sejauh manakah pemahaman mereka terhadap materi, yang baru saja disampaikan kepada mereka sesuai dengan yang diharapkan.

Kemudian untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman peserta didik terhadap cerita yang disampaikan oleh pendidik melalui metode kisah. Dan hal ini bertujuan agar dapat diketahui seberapa jauh antusiasme peserta didik dalam menerima pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dan keberhasilan pendidik dalam penerapan metode tersebut. Maka adapun hasil dari penelitian tersebut dapat diketahui berdasarkan kutipan hasil wawancara yang disampaikan oleh Bapak Jufrin selaku pendidik mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam:

“Dengan adanya Metode Kisah dapat menambah semangat dan motivasi belajar peserta didik, mereka menjadi lebih mudah dalam pemahaman

pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam karena dengan metode tersebut mereka dapat mengambil tauladan dan hikmah dari kisah-kisah yang saya sampaikan dan lebih berkesan di hati mereka sehingga hal itu akan tercermin dari tingkah laku atau akhlak mereka sehari-hari.”50

Penerapan metode kisah ini diakui oleh pendidik Sejarah Kebudayaan Islam bukan merupakan sebuah pelaksanaan yang hanya dalam pemenuhan tuntutan secara normatif belaka, namun metode ini dilakukan untuk menambah wawasan terhadap metode pembelajaran sesuai dengan karakter peserta didik di jenjang Sekolah Menengah Pertama, yang mana mereka mulai lebih berfikir logis dan sistematis sehingga metode yang digunakanpun juga harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan dan sesuai karakter peserta didik.

Tujuan dari penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yaitu agar peserta didik dapat lebih gampang memahami pelajaran tersebut dan menjadi lebih semangat serta bisa aktif selama proses pembelajaran, sehingga mereka mampu menguasai materi Sejarah Kebudayaan Islam sekaligus bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan penerapan metode Kisah di antaranya adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang materi Sejarah Kebudayaan Islam, baik teori maupun penerapannya. Karena dalam metode tersebut pendidik dapat menghubungkan antara materi yang ada dalam buku ajar dengan kisah-kisah dan tauladan yang patut dicontoh untuk dijadikan acuan dalam kehidupan mereka. Sesuai hasil wawancara dengan Bapak Jufrin, selaku pendidik mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam:

50

"Selama ini peserta didik kurang memahami tentang materi Sejarah Kebudayaan Islam yang saya sampaikan, karena mungkin kurang adanya variasi dalam metode dan masih cenderung monoton, namun setelah saya berusaha melakukan penerapan metode Kisah peserta didik terlihat lebih antusias, lebih mudah faham, dan terlihat dari perubahan tingkah laku mereka menjadi lebih baik, di samping itu saya juga dapat menambah variasi metode yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini."51

Keefektifan penerapan metode Kisah harus didukung oleh keterampilan Pendidik dalam pengelolaan kelas, penggunaan sarana dan media pembelajaran, Berikut kutipan hasil wawancara dengan Bapak Jufrin Naki, selaku Pendidik mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, :

"Dalam penerapan metode Kisah, selain menggunakan buku panduan dan mushaf, saya juga menggunakan media lain seperti gambar dan media audio visual, hal ini diharapkan agar para siswa dapat ikut aktif dalam menganalisis kisah-kisah yang saya sampaikan dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupannya. Jadi, menurut analisis saya metode Kisah ini sangat efektif apabila diterapkan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, atau bisa juga diterapkan pada materi pelajaran lain yang memiliki relevansi dengan metode tersebut." 52

Pendidik sebagai mediator dalam kegiatan belajar mengajar memiliki peran yang sangat penting dalam menghadapi permasalahan yang bisa terjadi selama proses pembelajaran dan memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk keberhasilan peserta didik. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Jufrin Naki, selaku Pendidik mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, :

"Di samping faktor-faktor pendukung seperti yang telah saya sebutkan, dalam penerapan metode ini juga terdapat beberapa faktor penghambat, di antaranya adalah waktu yang sangat terbatas, jadi Pendidik harus mengatur

51

Hasil wawancara dengan Jufrin Naki selaku guru Sejarah Kebudayaan Islam.

52

strategi agar dalam waktu yang terbatas tersebut dapat menyampaikan materi secara maksimal, sehingga metode yang digunakan dapat terlaksana secara efektif dan efisien."53

Sebelum proses belajar mengajar dilakukan, guru harus terlebih dahulu mempersiapkan perencanaan pengajaran agar materi yang akan disampaikan kepada peserta didik sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan dan terstruktur dengan baik.

Perencanaan pengajaran dirancang untuk memudahkan dalam proses pembelajaran. Selain langkah-langkah yang sistematis, sarana dan metode, keadaan siswa juga menunjang efektifitas pembelajaran.

Keefektifan metode Kisah dapat dilihat dari proses penerapan yang dilakukan, hasil belajar juga dapat dijadikan tolak ukur efektifitas metode tersebut. Hal ini dapat diketahui setelah guru mengadakan evaluasi terhadap siswa baik secara lisan, tulisan maupun tingkah laku yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran di sekolah.

Berikut kutipan hasil wawancara dengan Bapak Jufrin Naki, selaku guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam :

"Metode Kisah sangat efektif diterapkan pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, hal ini terlihat dari hasil pembelajarannya, yaitu para siswa dapat lebih aktif dalam menanggapi materi yang saya sampaikan dan nilai ulangan yang semakin meningkat dibandingkan sebelum menggunakan metode Kisah, hasil yang sangat terlihat adalah dari tingkah laku mereka sehari-hari yang semakin baik, khususnya di sekolah baik terhadap guru, teman sebaya atau adik kelasnya serta orang-orang yang ada di sekitarnya."54

53

wawancara dengan Jufrin Naki selaku guru Sejarah Kebudayaan Islam.

54

Para siswa juga memberikan beberapa tanggapan dan komentar mengenai penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, berikut kutipan hasil wawancara kami dengan beberapa siswa kelas VIII:

"Menurut saya metode Kisah ini sangat efektif karena kita menjadi lebih mudah dalam memahami maksud dari pelajaran tersebut, di samping itu dengan kisah-kisah yang disampaikan dapat kita jadikan sebagai tauladan dan kita juga tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam." (Riski Umar, VIII.A)

"Menurut saya metode Kisah ini lebih bisa membuat para siswa mengerti tentang materi yang disampaikan karena disertai dengan contoh kisah-kisah, sehingga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut, dan proses pembelajran menjadi lebih efektif, di samping itu kita juga bisa mengamalkan isi dari materi tersebut dalam kehidupan bermasyarakat" (Najiha Alamri, VIII B)

"Saya merasa lebih semangat dalam mengikuti pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, karena sebelum metode ini diterapkan saya merasa cepat bosan karena kebanyakan materinya disampaikan dengan menggunakan metode ceramah. Tapi setelah diterapkan metode Kisah saya tidak merasa bosan lagi dengan pelajaran ini, karena saya bisa lebih memahami dan mendalami materi yang disampaikan dan hasil ujian saya juga lebih bagus”.(Miftahul Fikriah Adudu, VIII C)

"Metode ini sangat bagus digunakan dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, karena di dalamnya sarat dengan nasihat-nasihat yang dapat dijadikan pelajaran dari segi aqidah dan akhlak, sehingga kita bisa menjadi manusia yang sempurna seutuhnya." (Siti H.Amin, VIII D)

Dari beberapa hasil wawancara yang kami kutip dengan beberapa siswa tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sangat efektif karena mereka menjadi lebih mudah memahami dan tidak mudah merasa bosan selama mengikuti pelajaran tersebut. Jadi ada relevansi antara teori dengan kehidupan nyata melalui penerapan metode Kisah ini, sehingga lebih mudah mengena dalam hati para peserta didik.

mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Jadi, dalam penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam diharapkan dapat membantu pendidik dan peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan agama Islam.

Adapun tujuan dari pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah:

a. Memberikan pengetahuan, penghayatan, dan keyakinan kepada peserta didik akan sejarah dan kebudayaan Islam, sehingga tercermin dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari.

b. Memberikan pengetahuan, penghayatan, dan kemauan yang kuat untuk mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam baik untuk dirinya sendiri, dan sesama manusia.

c. Memberikan bekal kepada peserta didik tentang Sejarah Kebudayaan Islam untuk melanjutkan pelajaran ke jenjang yang lebih tinggi.

Dalam penerapan metode Kisah guru mempunyai peran yang sangat penting dalam kelas dan juga tanggung jawab untuk keberhasilan siswa. Maka guru sebelum proses belajar mengajar dilaksanakan seharusnya terlebih dahulu membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran yang akan disampaikan sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan.

Setelah dilakukan evaluasi terhadap para siswa yang menjadi responden peneliti baik secara tertulis, lisan maupun sikap mereka selama proses pembelajaran atau setelahnya, maka dapat disimpulkan bahwa metode Kisah merupakan metode yang efektif apabila diterapkan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam . Efektifitas juga dapat diketahui dengan kesesuaian prosedur

penerapan yang dilakukan oleh guru dan hasil belajar peserta didik, baik dalam segi penilaian secara tertulis, lisan, unjuk kerja dan perubahan sikap mereka.

Setelah mengetahui bagaimana pentingnya variasi metode pembelajaran di MTs Alkhairaat Bitung, peneliti ingin melihat sejauh mana penerapan yang dihasilkan dari proses tersebut pada pemahaman peserta didik dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada 30 peserta didik di MTs Alkhairaat Bitung. Adapun beberapa pertanyaan yang ditanyakan peneliti dengan adalah sebagai berikut.

Apa yang anda ketahui tentang Metode dan Kisah ?

Muh. Riski Agus : bagus, Cuma membosankan

Pada pertanyaan ini sebanyak 30 peserta didik dapat menjawab dengan baik, yang artinya mereka paham tentang metode dan kisah. Jawaban mereka bahwa metode bearti berhubungan dengan tata cara, sedangkan kisah berbicara tentang kejadian masa lampau.

Bagaimana pendapat anda tentang mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam selama ini ?

Siti H. Amin : susah dimengerti

Tuti H. Hamjati : banyak yang mesti dihafal

Taskiyah Kiayi Marjo : banyak menulis jadi tangan lelah juga sakit.

Rizki Umar : metode menurut saya adalah cara yang mengatur tentang kita melakukan sesuatu. Sedangkan kisah adalah cerita masa lalu.

Najiha Alamri : Metode itu membuat siswa menjadi siswa yang berkarakter. Sedangkan kisah menjelaskan tentang masa lalu

Marklif Tri Eko Mohi : metode seperti cara membuat sesuatu. Kalo kisah seperti doneng dan lain-lain

Miftahul Adudu : menurut saya itu lebih kepada tata cara dalam pendidikan sedangkan kisah itu tentang masa lalu.

Pada pertanyaan ini sebanyak 30 peserta didik menjawab hal yang sama seperti membosankan, susah dimengerti, banyak yang mesti dihafal, dan banyak menulis. Berdasarkan jawaban tersebut peneliti dapat memahami bahwa ada sesuatu yang kurang dalam proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Alkhairaat Bitung, karena dapat dikatakan bahwa dari pemahaman tentang metode yang diterapkan masih belum terlaksana secara maksimal pada peserta didik.

Bagaimana pendapat dan komentar anda dengan penerapan metode kisah pada pelajaran SKI ?

Muh. Rafi Palupi : mudah dipahami

Raymondo Pakaya : sedikit aneh dan unik serta baru pada awalnya tapi

lama-lama lebih gampang dimengerti

dibandingkan sebelumnya.

Riskih F. Manggo : Biasa saja, tambahannya cuma pake lcd Vicky Septianus Rate : rame tapi saya tidak mengerti

Pada pertanyaan tersebut sekitar 80% menjawab ada perbedaaan dan lebih nyaman dibanding dengan metode sebelumnya. Mereka merasa hal baru pada pelajaran Sejarah kebudayaan Islam yang mereka dapat. Dari jawaban tersebut peneliti memahami bahwa sebagian besar peserta didik merasa nyaman dengan perubahan metode pembelajaran.

Apakah materi SKI yang disampaikan dengan menggunakan metode kisah mudah dipahami ?

Sri Mulyaningsih : ya, karena saya selalu memperhatikan.

Riansah Canga : sama saja yang namanya sejarah membosankan. Zulfikri Yunus : rasanya saya cepat paham disbanding yang lalu-lalu. Muh. Julianto : saya merasa terbantu dalam memahami sejarah.

Pada pertanyaan ini sekitar 80% menjawab mudah dipahami, baik dengan guru yang menerangkan juga dengan tugas yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini peneliti memahami bahwa untuk pencapaian maksimal dalam metode pembelajaran dibutuhkan guru yang kompeten.

Jika terdapat kesulitan dalam memahami, dari segi manakah yang sulit dipahami ?

Zulkifli Kasim : belum pernah tapi kalau dulu pernah.

Suci Indah S. Patuti : belum pernah, kalau teman yang lain mungkin masih ada.

Dalam dokumen PENERAPAN METODE KISAH PADA MATA PELAJAR (Halaman 37-59)

Dokumen terkait