PENERAPAN METODE KISAH PADA MATA PELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM di MTs ALKHAIRAAT
BITUNG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam ( S.Pd.I ) Jurusan Pendidikan Agama Islam ( PAI )
Oleh :
ABDUL WAHID
NIM : 11.2.3.120
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan termasuk hal yang dibutuhkan manusia sepanjang hayat.
Setiap individu membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia
berada. Pendidikan sangat urgen artinya, sebab tanpa adanya pendidikan maka
umat manusia sekarang tidak akan berbeda dengan generasi manusia terdahulu,
bahkan mungkin juga malah lebih minim, lebih jelek kualitasnya. Oleh karena itu,
dapat dipahami bahwa eksistensi peradaban masyarakat dalam suatu bangsa
sangat ditentukan oleh pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat tersebut.
Dewasa ini, pendidikan sangat diperlukan baik bagi anak-anak maupun
bagi orang dewasa. Sebagian besar masyarakat menyadari pentingnya pendidikan
dalam menata masa depan yang lebih baik. Oleh karena itu setiap negara
senantiasa berusaha meningkatkan mutu pendidikan, di samping bidang yang lain
dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang bermutu dan kompetitif.
Menuntut ilmu dalam agama Islam merupakan kewajiban bagi setiap
laki-laki dan perempuan, karena pendidikan berusaha membentuk pribadi yang
berkualitas. Dengan demikian pendidikan mempunyai peran strategis dalam
membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas, tidak saja berkualitas dalam
segi kognitif, afektif, psikomotorik tetapi juga aspek spiritual. Hal ini
untuk mengembangkan diri berdasarkan bakat dan potensinya.Melalui pendidikan,
memungkinkan anak menjadi pribadi shalih, pribadi berkualitas secara skill, kognitif, dan spiritual.1
Suatu hal menarik bahwa teknologi semakin meningkat, tetapi
kenyataannya pendidikan masih saja terlena dengan pola pendidikan tradisional,
disebabkan karena kurangnya pemahaman pendidik tentang konsep dasar
pendidikan.2
Menurut Like Wilardjo, bahwa keberhasilan negara Cina pada IPTEK
adalah karena kecanggihan dalam investasi di dunia pendidikan di mana mereka
mengirim para siswa terbaiknya untuk belajar di luar negeri kemudian kembali ke
negaranya untuk mengembangkan pendidikan.3
Pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada pada keberadaan guru
yang bermutu. Keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya
sistem dan praktik pendidikan yang bermutu. Pendidikan merupakan bahan kajian
yang selalu menimbulkan pertanyaan dan ketertarikan yang terus-menerus, ada
yang menjadi perdebatan dan ada pula menjadi sasaran penelitian di dalam
pengembangan pendidikan itu sendiri. Tidak heran kalau khususnya di Indonesia
pendidikan menjadi topik yang sangat sering dibahas baik dari segi perencanaan,
1 Sri Mahmudah, Jurnal Penerapan Metode Kisah Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar PAI, ( Semarang, 2011), h. 1.
2 Anwar Hafid, Jafar Ahiri, Pendais Haq, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan,( Cet. 1; Bandung : Alfabeta, 2013), h. iii.
3
model, media, metode, dan masih banyak yang lainnya. Dalam hal ini sangat jelas
bahwa banyak pemerhati pendidikan yang salah satunya juga adalah pendidik
dapat memahami salah satu komponen peningkatan kualitas suatu bangsa adalah
pendidik.
Pendidik sangat berperan penting dalam perubahan kualitas pendidikan
mulai dari perancangan, pengelolaan, pelaksanaan, dan evaluasi.4Berbicara
mengenai guru, sesungguhnya mereka diharapkan menjadi masyarakat yang
memiliki pengetahuan luas dan pemahaman yang mendalam. Disamping
penguasaan materi, guru juga dituntut memiliki keragaman metode dan model
pembelajaran, karena tidak ada satu metode atau model pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang beragam. Apabila konsep
pembelajaran tersebut dipahami oleh para guru, maka upaya mendesain
pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi pekerjaan yang menantang. Penulis
dalam hal ini akan lebih melihat dari sudut pandang metodologi pembelajaran
yang dimana menurut penulis adalah hal yang terpenting dalam menyampaikan
informasi kepada pendidik.
Menurut Hamdani bahwa proses belajar mengajar merupakan proses
interaksi edukatif antara pendidik yang menciptakan suasana belajar dan peserta
didik yang memberi respon terhadap usaha pendidik tersebut.5
Menurut banyak penelitian, bahwa masih sedikit pendidik yang berupaya
mencari metode pembelajaran secara meyakinkan, yang dapat menarik dan
memotivasi siswa untuk mempelajari materi yang disampaikan oleh guru.
Akibatnya, proses pembelajaran yang dilaksanakan belum sepenuhnya mencapai
tujuan. Dan sebagian besar guru masih menggunakan komunikasi searah/guru
sebagai pusat pembelajaran. Sedangkan metode pembelajaran itu seharusnya
sebagai teknik pendidik untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada
peserta didik agar dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh peserta didik
dengan baik.6
Metode pembelajaran sangat diperlukan seorang pendidik dalam upaya
mengefektivitaskan pembelajaran supaya peserta didik tidak monoton dalam
menerima pembelajaran dan juga dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi di
sekolah tersebut. Berbagai macam metode diusahakan oleh pendidik agar peserta
didik tidak jenuh dalam materi yang diberikan apalagi materi yang membahas
tentang sejarah misalanya pelajaran sejarah kebudayaan islam. Al-quran dan
hadits banyak meredaksikan kisah untuk menyampaikan pesan-pesannya. Seperti
kisah para malaikat, para nabi, umat terkemuka pada zaman dahulu dan
sebagainya. Dalam kisah itu tersimpan nilai-nilai paedagogis religius yang
memungkinkan peserta didik mampu meresapinya. Cerita atau kisah adalah salah
5 Hamdani, Strategi Belajar Mengajar,( Bandung : Pustaka Setia,2011),h. 81
satu sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri.7 Kisah yang
dibawakan pendidik harus menarik, dan mengundang perhatian peserta didik dan
tidak lepas dari tujuan pembelajaran.
Mata pelajaran SKI adalah termasuk mata pelajaran yang sangat
memungkinkan diterapkan metode kisah seperti kisah tokoh-tokoh yang
berpengaruh dalam kemajuan Islam, sejarah Dinasti Umayyah, Abassiyah,
Fathimiyah, Ayubiyah, sejarah Islam masuk ke Nusantara dan penulis tertarik
pada kisah dakwah Rasulullah periode Mekkah dan Madinah untuk menjadi bahan
penelitian.
Beberapa macam teknik kisah yang dapat dipergunakan antara lain :
Pendidik dapat membaca langsung dari buku, menggunakan ilustrasi dari
buku gambar, menggunakan boneka, bermain peran dalam suatu kisah, atau
berkisah dengan menggunakan jari tangan. Sehingga dari variasi metode kisah
tersebut penulis tertarik untuk meneliti terhadap metode kisah pada pelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam di MTs Al-khairaat Bitung yang diharapkan proses
pembelajaran lebih variatif, aktif, inovatif, efektif, dan menyenangkan. Setelah itu
penulis memulai dengan observasi awal sebagai acuan untuk melakukan
penelitian selanjutnya agar dapat menjadi pertimbangan apakah kasus ini dapat
diangkat dan dijadikan penelitian sehingga dapat membantu memberikan referensi
tambahan di dunia pendidikan sekarang ini
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemahaman dari latar belakang masalah di atas yang
mendasari pentingnya penelitian ini maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut “Bagaimanakah Penerapan Metode Kisah Pada Mata Pelajaran SKI Di
MTs Alkhairaat Bitung”?
Rumusan masalah yang diangkat dapat memberikan berbagai ruang
lingkup pembahasan dalam cakupan yang luas, sehingga penulis membatasi pada
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan metode kisah pada mata pelajaran SKI di MTs
Alkhairaat Bitung ?
2. Apa saja kendala pendidik terhadap penerapan metode kisah dalam
pengembangan kreativitas siswa pada mata pelajaran SKI di MTs Alkhairaat
Bitung?
3. Bagaimana pengembangan kreativitas siswa melalui penerapan metode kisah
pada mata pelajaran SKI di MTs Alkhairaat Bitung?
C. Pengertian Judul
Skripsi yang akan diteliti oleh penulis diberi judul : Penerapan Metode Kisah Pada Mata Pelajaran SKI Di MTs Alkhairaat Bitung. Beberapa istilah atau kata-kata yang membentuk judul tersebut di anggap perlu untuk dipaparkan
pengertiannya masing-masing yang kemudian dijelaskan secara keseluruhan
sehingga dapat dipahami bersama. Berikut ini pengertian beberapa istilah atau
1. Penerapan adalah pemasangan, pengenaan, perihal, mempraktekkan.8 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan
merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun
kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan
2. Metode adalah cara sedangkan dalam pemakaian yang umum dapat diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan
tertentu.9Metode (method), secara harfiah berarti cara. Selain itu metode atau metodik berasal dari bahasa Greeka, metha, (melalui atau melewati), dan
hodos (jalan atau cara), jadi metode bisa berarti jalan atau cara yang harus di lalui untuk mencapai tujuan tertentu. Secara umum atau luas metode atau
metodik berarti ilmu tentang jalan yang dilalui untuk mengajar kepada anak
didik supaya dapat tercapai tujuan belajar dan mengajar. Prof. Dr.Winarno
Surachmad, mengatakan bahwa metode mengajar adalah cara-cara
pelaksanaan dari pada murid-murid di sekolah.Pasaribu dan simanjutak,
mengatakan bahwa metode adalah cara sistematik yang digunakan untuk
mencapai tujuan.10 Sehingga diambil kesimpulan bahwa metode adalah
prosedur atau cara yang diambil untuk mencapai tujuan tertentu. Kemudian
ada satu istilah lain yang erat kaitannya dengan dua istilah ini, yaitu teknik
8 Kamus Besar Bahasa Indonesia , ( Jogjakarta : GITA MEDIA PRESS, 2006), h. 752.
9
M. Sobry Sutikno, Metode dan Model-Model Pembelajaran (Cet. 1 ; Mataram : Holistica Lombok, 2014) , h. 33.
10
yaitu cara yang spesifik dalam memecahkan masalah tertentu yang ditemukan
dalam melaksanakan prosedur.
3. Kisah adalah tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu peristiwa, kejadian, dan sebagainya, atau juga karangan yang menuturkan
perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang lain, lakon yang diwujudkan
dalam gambaran hidup ( sandiwara, wayang, dan sebagainya), omong kosong,
dongeng yang tidak dijamin kebenarannya.11
Dalam skripsi ini peneliti bermaksud untuk melihat sejauhmana proses
Penerapan Metode Kisah Pada Mata Pelajaran SKI di MTs Alkhairaat Bitung.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan dan batasan masalah di atas maka adapun tujuan
penelitian sebagai berikut :
1. Mengetahui penerapan metode kisah pada mata pelajaran SKI di MTs
Alkhairaat Bitung.
2. Mengetahui Apa saja kendala dan solusi pendidik terhadap penerapan metode
kisah pada mata pelajaran SKI di MTs Alkhairaat Bitung.
E. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber data dan informasi
yang diperlukan dalam penelitian lainnya. Menjadi suatu bukti pengabdian yang
11
dipersembahkan penulis dalam memenuhi salah satu persyaratan dalam
penyelesaian studi Mahaasiswa program studi Tarbiyah pada Institut Agama Islam
(IAIN) Manado.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi semua pihak
yang berkompeten dalam bidang pendidikan, Memaksimalkan kemampuan
peserta didik dalam hal kecerdasan, perilaku, dan keterampilan. Dan diharapkan
juga bisa direalisasikan di kehidupan sehari-hari khususnya untuk pendidik dalam
memilih metode pembelajaran yang tepat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Metode Kisah
Sekarang ini sudah tidak diragukan lagi bahwa pendidikan sangat
dibutuhkan di setiap Negara khususnya di Indonesia. Melalui pendidikan dapat
membentuk manusia yang berpengetahuan, bermoral, dan bermartabat. Bapak
pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, pada tahun 1920-an telah
mengumandangkan bahwa inti pendidikan adalah “memanusiakan manusia”. Oleh
karena itu seharusnya dengan pendidikan dapat membantu peserta didik menjadi
kepribadian yang merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, serta menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Kenyataannya penilaian terhadap tingkat keberhasilan
pendidikan tergantung pula pada pendidik itu sendiri. Pendidik yang kurang tepat
dalam pemilihan metode pembelajaran dapat berpengaruh pada keberhasilan
pemahaman peserta didik, sehingga sangat disadari perlunya kepekaan pendidik
dalam menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi
peserta didik. Di Mts Alkhairaat khususnya Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam penulis tertarik dengan metode pembelajaran Alkisah yang diterapkan oleh
pendidik. Banyak metode yang perlu diketahui oleh pendidik salah satunya adalah
metode Alkisah dimana melalui metode ini pendidik dapat melihat efektivitas
metode tersebut dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Metode Kisah sangat diperlukan dalam hal pengembangan pembelajaran
dulunya terkesan hanya berhubungan dengan metode ceramah saja, yang
menimbulkan kejenuhan pada peserta didik.Metode kisah merupakan metode
yang sering digunakan oleh khususnya masyarakat di Indonesia. Metode kisah
atau cerita sangat digemari oleh anak-anak ketika mereka tidur maka sebelum itu
terasa tidak pas kalau tidak diceritakan sebuah dongeng oleh orang tua kepada
anak-anaknya. Namun, mungkin ketika kita melihat penerapannya dalam
pendidikan formal banyak di kalangan pendidik yang belum terlalu berminat
dengan metode tersebut karena banyak yang berpendapat bahwa metode tersebut
lebih pas digunakan di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau TK (Taman
Kanak-Kanak) sedangkan di SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA
(Sekolah Menengah Umum) itu kurang pas untuk diterapkan. Sebelum kita
membahasnya lebih jauh maka penulis akan mencoba memberikan pemahaman
tentang pengertian metode kisah itu sendiri.
1. Pengertian Metode
Metode dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan ﻂرﻴق bentuk jamaknya
ﻂر ﻕ yang berarti jalan atau cara yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan,12yaitu tujuan pendidikan anak dalam Islam. Sedangkan istilah metode
dengan pengertian jalan atau cara dalam Al-Qur‟an disebutkan sebagaimana
firman Allah swt dalam Surat Al-Maidah ayat 35:
ا َي ا يﻴ ا يﻴ ا ﻴا ا َ َا آ ي َا ُ
و
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al-Maidah ; 35)13
Dengan kata lain metode dapat diartikan sebagai jalan atau cara yang
digunakan untuk menyampaikan dan menjelaskan materi pendidikan kepada anak
didik, sehingga peserta didik memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau untuk
mengembangkan sikap-sikap dan keterampilannya agar mampu mandiri dan
bertanggung jawab sesuai dengan norma, yang penulis maksud ialah norma atau
ajaran Islam.
Ketika kita melihat peninjauan dari kaidah ushul dijelaskan bahwa :
Terjemahnya :
Perintah melakukan suatu perkara (termasuk didalamnya adalah pendidikan ) maka juga diperintahkan untuk mencari medium/metodenya, dan medium tersebut hukumnya sama terhadap apa yang dituju.14
Kaidah ushul tersebut dijelaskan bahwa dalam proses pendidikan Islam
membutuhkan metode yang tepat, sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan.
Dalam metode pendidikan Islam sangat diperlukan dan dipahami bahwa
seorang pendidik harus dapat memahami hakikat metode dan relevansi dengan
tujuan pendidikan islam yaitu terbentuknya pribadi muslim yang beriman yang
senantiasa siap dalam pengabdian terhadap Allah SWT. Adapun pendidik juga
13Depag. RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Surat Al-Maidah Ayat 35, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur‟an, 1987, h. 165
diperlukan dalam pemahaman metode-metode instruksional yang aktual
sebagaimana yang sudah tertera dalam Al-Qur‟an yang disebut dengan pemberian
hadiah (tsawab) dan hukuman („iqab).
Selain daripada itu, seorang pendidik pun harus bisa memberikan
dorongan kepada peserta didik menggunakan akal pikiran dalam menelaah dan
mempelajari gejala kehidupan dan alam disekitarnya. Memotivasi peserta didik
untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dan pengaktualisasi keimanan dan
ketakwaan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidik juga dalam hal ini harus
mendorong peserta didik untuk menyelidiki dan meyakini bahwa Islam adalah
kebenaran yang hakiki, serta dapat membimbing mereka tentang amaliah yang
benar serta pengetahuan dan kecerdasan yang cukup.15
Istilah metode mengajar terbagi atas dua kata yaitu, metode dan mengajar.
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu metha dan hodos. Metha berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Sehingga dapat diartikan bahwa metode adalah jalan atau cara yang harus dilalui untuk mancapai sebuah tujuan.
Sedangkan mengajar secara istilah dapat diartikan dengan menyajikan atau
menyampaikan. Sehingga dapt diambil kesimpulan bahwa metode mengajar
adalah sebuah cara yang harus dilalui untuk menyampaikan bahan pengajaran
agar mencapai tujuan pengajaran.16Adapun beberapa ahli pernah menjelaskan
tentang metode pembelajaran sebagai berikut :
15 Ibid, h.230
a. Abd. Rahman Ghunaimah menjelaskan bahwa metode pembelajaran adalah
cara praktis dalam mencapai tujuan pembelajaran.
b. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menjelaskan bahwa metode pembelajaran
adalah jalan yang diikuti oleh kita dalam memberikan pemahaman berbagai
macam materi pembelajaran kepada peserta didik.
c. Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi menjelaskan bahwa metode
pembelajaran adalah teknik dalam penyampaian bahan ajar kepada peserta
didik dengan tujuan agar dapat mudah, efektif, dan dicerna dengan baik
dalam memahami pelajaran.17
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi dalam memilih dan
memilah metode pembelajaran yang tepat adalah sebagai berikut :
a. Capaian tujuan
Pendidik harus mengerti dan memahami dengan jelas tujuan pendidikan,
karena itu yang akan nmenjadi sasaran utama dan pengaruh tindakan-tindakan
dalam menjalankan fungsi pendidik.
b. Peserta didik
Peserta didik yang nanti akan menerima dan mempelajari materi juga
harus memperhatikan pemilihan metode mengajar, karena metode mengajar
itu ada yang menuntut pengetahuan dan kecekatan tertentu.
c. Bahan ajar
Pada dasarnya metode pembelajaran adalah wadah dalam menyampaikan
bahan ajar dalam mencapai tujuan materi yang sesuai dengan tingkat
17
kematangan peserta didik dan kemampuan dalam menerima materi pelajaran
tersebut.
d. Fasilitas
Fasilitas disini yang dimaksud adalah alat peraga, ruang, waktu,
kesempatan, tempat dan alat-alatpraktikum, buku-buku, perpustakaan dan
sebagainya.
e. Pendidik
Setiap pendidik harus menguasai metode yang akan digunakan karena
berhubungan dengan profesionalitas pendidik dalam menyampaikan materi.
f. Situasi
Situasi dapat mempengaruhi metode yang akan disampaikan, keadaan
suasana, keadaan pendidik, keadaan kelas, dan sebagainya.
g. Partisipasi
Apabila pendidik menginginkan peserta didik aktif secara merata maka
pendidik harus pintar dalam memilih metode misalnya menggunakan metode
diskusi kelompok dan sebagainya.
h. Kebaikan dan Kelemahan Metode Tertentu
Setiap metode pasti mempunyai kelamahan dan kelabihan masing-masing,
maka dalam hal ini pendidik harus pintar-pintar memilih dan mengkombinasi
metode-metode yang akan digunakan dalam pembelajaran.18
18
2. Pengertian Kisah
Kisah/Qishah berasal dari kata al-qasshu yang berarti mencari ataupun
mengikuti jejak. Kata al-qashash ditinjau dari segi bahasa berasal dari bentuk
mashdar yaitu al-qishah yang berarti berita atau keadaan.19 Terdapat dalam surat
Al-Kahfi, ayat 64 :
صصق مار ث ٰ يع َ ار ۚ غ ن َ ك آ كا ٰذ ل ق
Terjemahnya :Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (QS. Al-Kahfi, ; 64)20
Dan dalam surat Al-Qashash, ayat 11:
ل ق
و ا يع ا ص ۖ ﻴِصق
Terjemahnya :Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: "Ikutilah dia" Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya. (QS. Al-Qashas; 11)21
Qashash juga berarti berita yang berurutan, sebagaimana firman Allah
surat Al-Imran, ayat 62 :
ﻴ ا ي ي ا ا َ َو ۚ َ َ ٰا يآ آ ۚ ُ ا ص ا ا ٰا َو
Terjemahnya :
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana .( QS. Al- Imran ; 62)22
19Manna‟Khalil Qathan, Mabahits fi „ulumil Qur‟an
, Cet. III, tanpa tahun, h. 305-310.
20
Depag. RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Surat Al-Maidah Ayat 35, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur‟an, 1987, h.564.
21
Dan dalam surat Yusuf, ayat 111 :
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf ; 111)23
Kata kisah atau cerita dapat juga berarti tuturan yang membentangkan
bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya) dan karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang,
kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya
rekaan belaka).24 Dalam bahasa arab, kata kisah atau cerita adalah
bentuk
jamaknya adalah
ص
, yang berarti kisah atau cerita.25Dengan demikian metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menceritakan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal, yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang lain baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah yang disampaikan merupakan salah satu metode pendidikan yang
22
Depag. RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 165.
mashur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasarkan oleh ketulusan hati yang mendalam.
B. Macam-Macam Kisah dalam Al-Qur’an
Sepanjang sejarah peradaban Islam, terbentuknya suatu generasi yang
unggul adalaha dimasa sahabat Rasul. Sebagai produk yang asli system
pendidikan Islam yang dilakukan oleh Rasulullah dibawah Bimmbingan wahyu
Allah SWT secara langsung.
Adapun materi dan metode Nabi dalam mendidik sahabatnya adalah
materi dan metode yang diambil langsung dari kitab suci Al-Qur‟an yang mana
esensinya tidak akan pernah berubah sepanjang hayat.
Pembelajaran yang dilaksanakan oleh Rasulullah ini yakni metode Qur‟ani
yaitu cara ataupun tindakan dalam ruang lingkup peristiwa pendidikan yang
terkandung dalam Al-Qur‟an dan sunnah.26
Metode Qissah (kisah) banyak sekali ditemukan dalam Al-Qur‟an, yang hal tersebut sebagai salah satu cara (metode) untuk mendidik umat manusia. Didalamnya memuat perihal umat pada masa lalu beserta nabi mereka dan
peristiwa yang terjadi pada masa itu.27
Dalam Al-Qur‟an dijelaskan berbagai macam kisah antara lain :
26 Syahidin, Menelusuri metode Pendidikan dalam Al-Qur‟an, (Bandung: Al-Fabeta, 2009), h. 45
27
a. Kisah Nabi,yaitu berisi kisah dakwah para nabi, mukjizat, akhlak, dakwah,
serta akibat-akibat orang yang mendustai ajaran-ajaran paara Nabi.
b. Kisah Al-Qur‟an yang berhubungan dengan kejadian masa lalu dan figur
-figur orang yang dapat diambil hikmah.
c. Kisah-kisah yang berhubungan dengan kejadian pada masa Rasulullah
SAW.
C. F aedah-F aedah Kisah
Dalam metode kisah terdapat beberapa faedah yakni :
a. Penjelasan mengenai dasar-dasar berdakwah dan dasar-dasar syariat bagi nabi
sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Anbiya ayat 25 :
و ع ن َ ٰا َن ﻴا ن َ ل َر يآ كي ق يآ ي ر آ
Terjemahnya :Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku". (QS. Al-Anbiya‟ ; 25).28
b. Untuk meneguhkan hati dan mengokohkan kepercayaan orang mukmin akan
pertolongan Allah terhadap orang yang mukmin dan kehancuran bagi umat
yang melanggar. Hal ini terdapat dalam Q.S. Hud ayat 120 :
ع آ ُ ا ٰا ۚ ا ا ِ ثن آ ُ ا ن يآ كﻴيع ُ َن ك
يﻴ آ ميا ٰى كذ
Terjemahnya :
Dan semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah
28
datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (QS. Hud ; 120 )29
c. Membenarkan Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan dan mengabdikan
jejak dan peninggalan-peninggalannya.
d. Membenarkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwah dan tentang orang
terdahulu disepanjang masa dan generasi.
e. Memperlihatkan kebohongan ahli kitab atas petunjuk yang disembunyikan
serta menantang mereka dengan keterangan dalam kitab mereka sebelum
terjadi penyimpangan, seperti dalam Q.S Al-Imran ayat 93 :
لَي ا و ق يآ س ن ٰ يع ﻴئ َ آ َ ﻴئ ِا و ك َطا ُ ك
diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan[212]. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah Dia jika kamu orang-orang yang benar". (QS. Al-Imran ; 93 )30f. Qashash atau cerita merupakan bentuk sastra yang menarik untuk didengar
dan mudah diserap ke dalam jiwa dan menjadi pembelajaran yang berharga
sebagaimana dalam Q.S. Yusuf ayat 111.31
Adapun hikmah-hikmah kisah dalam Al-Qur‟an adalah :
29
Depag. RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 434.
30
Depag. RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, h. 112
31
a. Tingginya unsur balaghah dalam Al-Qur‟an.
b. Menunjukkan kehebatan Al-Qur‟an, hal ini terbukti dengan tak satupun para
pakar sastrawan Arab yang mampu menandingi kehebatannya.
c. Betapa besarnya perhatian dalam kisah-kisah terdahulu sehingga dilestarikan
dalam Al-Qur‟an.
D. Pembelajaran SKI (Sejarah Kebudayaan Islam)
a. Pengertian dan Ruang Lingkup Mata Pelajaran SKI
Sejarah ditinjau dari segi etimologi berasal dari bahasa arab syajarah yang Terjemahnya adalah pohon. Dalam bahasa yang lainnya peristiwa sejarah
disebutkan dengan histore (Perancis),geschicte(Jerman). Sejarah menurut istilah disebut sebagai sesuatu yang terkumpul atau tersusun dari serangkaian peristiwa
dimasa lampau. Sejarah inilah yang kemudian memberikan pembelajaran terhadap
pemahaman objektif dan subjektif tentang masa lampau.32
Kebudayaan adalah sebuah manifestasi dari akal dan rasa manusia. Hal ini
dapat menjelaskan bahwa kebudayaan tercipta atas dasar dari manusia itu sendiri.
Kebudayaan Islam , dapat diartikan bahwa sebuah kebudayaan yang disaring dan
tidak melenceng dari ajaran Islam.
Menurut bahasa, kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu budh
yaitu akal. Kemudian dari kata budh itu sendiri mengalami perubahan menjadi kata budhi yang kemudian jamaknya adalah budaya. Jika dilaihat dari segi bahasa Arab maka kebudayaan itu disebut dengan Ats-Tsaqafah. Jika dirunut dalam
32
bahasa inggris maka kebudayaan disebut culture. Dalam bahasa Belanda disebut dengan cultuur, dalam bahasa latin disebut cultura.33
Dalam bukunya Hamkah yang berjudul Pandangan Hidup Muslim
menjelaskan kata kebudayaan tersebut terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya.
Budi yang berarti cahaya atau sinar yang kemudaian terdapat dalam bentuk
manusia dan daya pikir yang kemudian berkaitan dengan upaya, yakni usaha
keaktifan manusia melaksanakan dengan anggota tubuh yang deigerakkan oleh
budinya.34
Al-Kroeber dan C. Kluckhon dalam bukunya berjudul Culture, A Critical Review of Concepts and Definitions telah menghimpun sebanyak 160 definisi kebudayaan itu sendiri. Dari sekian banyak pendapat tersebut, sehingga diambil
sebuah kesimpulan bahwa kebudayaan adalah sebuah manifestasi dari kerja jiwa
manusia dalam artian yang luas.35
Islam adalah adalah agama yang ajaran-ajarannya berupa wahyu dari
Tuhan kepada umat manusia yang kemudian melalui Muhammad sebagai
Rasul.36Datangnya dari Allah, ada yang melalui perantaraan malaikat Jibril,
adapun juga secara langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Allah SWT juga
menjelaskan dalam Al qur‟an bahwa islam itu sendiri adalah al-„amilush shalihat
33 Munawir, Jurnal PGMI Madrasatuna , volume 04, nomor 01, September 2012, h. 6
34 Ibid.
35 Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta:Amzah 2006), h. 16
yang maksudnya adalah iman dan amal. Abdul Qodir Audah menjelaskan definisi
Islam bahwa :
1) al-Islam „aqidah wa nizham (Islam adalah kepercayaan dan sistemsyariah) 2) al-Islam dinum wa daulah (Islam adalah Agama dan Negara)
Berdasarkan beberapa definisi diatas sehingga penulis dapat menyimpulkan
bahwa Islam berarti seorang mukmin yang saleh ataupun seorang mukmin yang
sungguh-sungguh mengamalkan syariat Islam. Kebudayaan islam berarti sebuah
manifestasi dari al-„amilush shalihat yakni seorang muslim atau golongan kaum muslimin.
Sejarah Kebudayaan Islam merupakan sebuah mata pelajaran yang lebih
cenderung menelaah pada asal-usul, perkembangan, peranan
kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasiterhadapsejarah
Islam dimasa lalu, mulai dari sejarah masyarakat Arab sebelum Islam, sejarah
lahirnya dan kerasulan nabi Muhammad saw. Sampai pada masa
khulafaurrasyidin. Secara substansi mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam tataran motivasi kepada peserta
didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati Sejarah Kebudayaan Islam,
yang mengandungnila-nilai kearifan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap,
watak, dan perubahan kepribadian peserta didik.37
E. Efektifitas Metode Kisah Dalam Mata Pelajaran SKI
Setelah diuraikan definisi operasional metode kisah dan pembelajaran
Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) disini kemudian akan dijelaskan tentang
37
efektifitas metode kisah pada mata pelajaran SKI. Sebagaimana yang telah kita
ketahui bersama bahwa tercapainya tujuan pembelajaran bergantung pada
berbagai komponen yang saling berkaitan salah satunya adalah metode
pembelajaran. Pembelajaran SKI diperlukan upaya dari pendidik agar peserta
didik merasa tertarik dan mudah dipahami maka pendidik harus terampildalam
mengolah metode pembelajaran kisah seefektif dan efisien mungkin. Metode ini
dapat dilaksanakan dengan mengkombinasikan sejarah Islam dengan cerita atau
kisah yang terdapat dalam Al-Quran dan Hadits. Penyampaiannya juga harus
mudah dipahami, juga disesuaikan dengan karakteristik dan materi yang
disampaikan. Agar lebih menarik pendidik juga dapat menggunakan media
pembelajaran seperti audio visual seperti CD, film, dan media pembelajaran
lainnya, sehingga peserta didikpun dapat dengan antusias mengikuti pembelajaran
yang sedang berlangsung dan langsung meresap ke dalam pikiran dan hati.
Metode kisah sangat efektif dalam penbelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam ini karena didalamnya sangat berkaitan dan cocok dengan perkembangan
sejarah Islam.
Adapun beberapa indikator yang menjadikan metode kisah efektif dalam
pembelajaran SKI adalah sebagai berikut :
1. Selama proses pembelajaran peserta didik lebih antusias dan tidak mudah
merasa jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran.
2. Peserta didik lebih mudah memahami materi yang sedang diberikan.
3. Dapat merubah pola pembelajaran menjadi lebih efektif dan menyenangkan.
5. Dapat melahirkan muslim yang beriman, bertakwa, berakhlakul karimah, dan
cerdas,
Apabila indikator-indikator tersebut telah terwujud dengan baik dalam
proses pembelajaran SKI, maka dapat dikatakan bahwa metode kisah tersebut
sudah efektif dan bisa menjadi variasi metode yang dapat dipergunakan dalam
pendidikan agama Islam khususnya SKI sehingga materi tersebut yang pada
umumnya kurang diminati menjadi pembelajaran yang lebih menarik dan
menyenangkan. Hal ini tentunya bergantung pula pada kejelian pendidik dalam
mengkombinasi metode kisah ini dengan komponen-komponen pendidikan yang
lain, maka pendidik harus bisa menguasai dalam hal penggunaan metode, media,
dan sumber-sumber pembelajaran lainnya yang dapat mendukung terlaksananya
pembelajaran yang efektif.
Adapun langkah-langkah dalam penerapan metode kisah adalah sebagai
berikut :
1. Choosing a story, yaitu pemilihan cerita yang sesuai dengan situasi dan kondisi pembelajaran yang akan dilangsungkan.
2. Size of story group, yaitu pengorganisasian kelompok cerita, semakin sedikit anggota kelompok maka semakin efektif proses pembelajarannya.
4. Transition to story time, yaitu perubahan dalam cerita yang kemudian memberikan rangsangan terhadap aktivitas peserta didik dalam
mendengarkan cerita dengan perilaku dan kekacauan.38
Adapun menurut Agus F. Tangyong, dkk, berpendapat bahwa :
1. Peserta didik harusnya dibiasakan mendengarkan cerita dari pendidik.
2. Penduduk harus sering meminta peserta didik untuk menceritakan
kejadian-kejadian penting yang dialami.
3. Pendidik bercerita atau berkisah melalui gambar kemudian diceritakan lagi
oleh peserta didik sesuai dengan pemikirannya.39
Sheilla Ellison dan Barbara Ann Barnett mengungkapkan bahwa :
“Kids love hearing what their parents were like at their age. Let your child
tell you a story about their life now, their friends, toys, games, events, and
hobbies”.
“Anak-anak sering mendengar cerita tentang apa yang disukai orang tua mereka waktu kecil. Bukankah anak muda mengungkapkan suatu cerita tentang kehidupan mereka sekarang, teman, mainan mereka, kegiatan dan kebiasan-kebiasaan yang mereka suka”.40
Menurut Quthb bahwa pendidik dapat memberikan cerita-cerita yang
sederhana dan mamapu dipahami oleh peserta didik. Hal ini dapat menunjukkan
38Verna Hildebrand, h. 187, dalam Tomi Purwadi, Skripsi Efektivitas Metode Kisah Terhadap Hasil Pembelajaran Aqidah Akhlak Pada Siswa Kelas VIII di SMP ALMUBARAk Pondok Aren Tangerang Selatan,(Jakarta : UIN SYARIF HIDYATULLAH PRESS 2014), h. 18.
39 Agus F. Tangyong, dkk, Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-Kanak, (Jakarta : PT GRAMEDIA, 1990), h. 119
daya tarik dan menyentuh perasaan juga mempengaruhi jiwa yang tentunya sesuai
dengan perkembangan anak.
Contoh menyampaikan cerita
Metode : cerita
Teknik : buku bacaan (teks)
Langkah pelaksanaan :
1. Pendidik mempersiapkan alat peraga.
2. Pendidik mengatur organisasi kelas.
3. Memberikan stimulus agar peserta didik mau mendengarkan.
4. Pendidik berkisah.
5. Pemberian tugas.41
Menurut Mahmud Yunus langkah-langkah metode kisah adalah sebagai
berikut:
1. Dimulai dengan pendahuluan.
2. Memulai menceritakan dengan bahasa yang teranga (jelas) lagi mudah dipahami dan menarik hati peserta didik.
3. Setelah kisah selesai kem udian pendidik dan peserta didik mengambil
kesimpulan serta mengajak peserta didik meneladani kisah tersebut.
4. Dalam kisah nabi pendidik harus dapat membandingkan orang mukmin yang
kemudian mendapatkan kebahagiaan dan orang kafir yang kemudian
mendapatkan kesengsaraan. Kemudian mengajak peserta didik untuk
mengamalkan apa-apa yang diajarkan Rasul.
5. Kemudian guru mulai menanyakan pertanyaan mulai dari awal kisah sampai
pada akhir kisah.
6. Setelah itu npendidik menyuruh peserta didik untuk menceritakan kembali
satu per satu.
7. Pada akhir pendidik memberikan pertanyaan tentang penyebab terjadinya
kejadian dalam kisah tersebut dan akibatnya.42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Pada skripsi ini peneliti memprioritaskan pada metodologi penelitian
kualitatif yang esensinya adalah sebagai berikut :
Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang diprioritaskan kepada
kualitas (Quality) fenomena atau gejala sosial yang kemudian menjadi suatu pengembangan konsep teori. Berg mengatakan bahwa : "Qualitative Research (QR) thus refers to the meaning, concept, definition, characteristics, methapors,
simbols, and descriptons of things”.43
Maksudnya adalah penelitian kualitatif
lebih terfokus pada sesuatu yang bersifat deskriptif seperti pada proses suatu
langkah kerja, pengertian tentang suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu
barang, gambar-gambar, simbol-simbol dan lain sebagainya.
B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Lokasi pelaksanaan penelitian berada di lingkungan Madrasah Tsanawiyah
Alkhairaat Bitung. adapun peneliti merasa pentingnya mengambil sumber-sumber
data yang dirujuk, maka peneliti mengambil waktu penelititan selama tiga bulan,
dimulai dari observasi tempat-tempat yang akan dijadikan pilihan lokasi
penelitian. Kemudian berdasarkan dari hasil observasi ditentukan MTs Alkhairaat
Bitung sebagai lokasi Penelitian. Kemudian secara tertulis atau resmi, mengajukan
surat permohonan izin penelitian pada tanggal 25 Mei 2015. Sehingga
keseluruhan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti baik sebelum adanya
permohonan secara tertulis di sekolah tersebut sampai dengan selesai
melaksanakan penelitian terhitung mulai dari tanggal 26 mei sampai dengan
tanggal 31 Juli 2015.
Pemilihan tempat penelitian difokuskan di MTs Alkhairaat Bitung
dikarenakan sekolah tersebut adalah termasuk sekolah yang menerapkan
pendidikan yang mengacu pada dasar-dasar agama, dan termasuk sekolah yang
menurut peneliti adalah sekolah piloting atau sekolah yang menjadi patokan
pelaksanaan pendidikan Islam di kota Bitung.
C. Subjek Penelitian
Pada penelitian kualitatif konsep populasi dan sampel disebut sebagai
subjek penelitian atau unit analisis. Subjek penelitian memiliki kedudukan yang
penting dalam penelitian karena semua data ataupun masalah-masalah diambil
dari subjek penelitian. Konsep dari subjek penelitian ini adalah berhubungan
dengan apa atau siapa yang diteliti.44
Subjek yang dipaparkan peneliti disini adalah keseluruhan peserta didik
kelas VIII A sampai VIII E yang ada di MTs Alkhairaat Bitung karena menurut
Robert B. Burns populasi dapat berupa organisme, orang ataupun sekumpulan
orang, masyarakat, organisasi, benda, objek, peristiwa atau laporan yang
semuanya memiliki ciri yang harus didefinisikan secara spesifik.45 Setelah itu
dapat dikatakan bahwa populasi merupakan objek atau subjek penelitian.
Dalam menetapkan sampel dari populasi, maka diperlukan metode sampel
penelitian yang dipaparkan oleh Djam‟an Satori bahwa sampel dalam penelitian
adalah bagian kecil dari suatu populasi yang diambil sesuai dengan prosedur
tertentu sehingga dapat mewakili populasi.46
Selanjutnya dalam menetapkan peserta didik yang dijadikan sampel, maka
peneliti menentukan menggunakan metode purposive sampling yaitu menentukan langsung peserta didik yang terdapat dikelas VIII A sampai VIII E. Pertimbangan
ini diambil karena berdasarkan fakta bahwa peserta didik di kelas terpilh
merupakan rombongan belajar yang sudah mengalami proses pembelajaran di
kelas VII dan akan menghadapi jenjang kelas IX sehingga dapat diyakini telah
siap dalam mengikuti semua tahapan yang diperlukan dalam prosedur penelitian
ini.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam upaya pengumpulan data terhadap obyek penelitian, maka peneliti
menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai berikut :
a. Observasi
Metode ini digunakan peneliti dimaksudkan karena untuk mengetahui
secara langsung fakta-fakta yang berhubungan dengan aspek studi yang
45
Robert B. Burns, Introduction to Research Methods (French Forest NSW: Longman, 2000), h. 83.
46Djam‟an
dikembangkan peneliti. Observasi sangat bermanfaat terhadap pemecahan
masalah penelitian atau sesuai dengan tujuan penelitian skripsi. M.Q. Patton
mengatakan adapun manfaat observasi adalah sebagai berikut : 47
1) Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data
dalam keseluruhan situasi atau memperoleh pandangan yang menyeluruh.
2) Memungkinkan peneliti melakukan pendekatan induktif yang akan membuka
kemungkinan melakukan penemuan.
3) Peneliti dapat mengamati hal-hal yang kurang atau hal-hal yang tidak dapat
diamati orang lain atau orang yang berada dalam lingkungan tersebut.
4) Peneliti dapat menemukan sesuatu yang tidak dapat terungkap oleh responden
dalam wawancara.
5) Peneliti dapat menemukan hal-hal diluar pandangan responden sehingga
mendapatkan gambaran secara lebih komprehensif.
6) Peneliti dapat mengumpulkan data yang lebih banyak, lebih terinci dan lebih
cermat.
b. Wawancara
Wawancara adalah merupakan teknik pengumpulan data secara langsung
dari sumbernya yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung
kepada yang diwawancarai oleh interviewer. Hal ini dimaksudkan sebagai berikut: 1) Mengkonstruksi tentang seseorang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian dan lain sebagainya.
2) Memverifikasi, merubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari
orang lain.
3) Memverifikasi, mengubah, dan memperluas konstruksi yang dikembangkan
peneliti.48
c. Studi Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu teknik pengumpulan data yang juga sangat
berperan dalam penelitian kualitatif. Dokumen juga dikatakan adalah sesuatu yang
tertulis atau dicetak yang dapat digunakan sebagai bukti.
Adanya teknik ini peneliti dapat memperoleh informasi dari berbagai
macam sumber tertulis yang menjadi pelengkap teknik observasi dan wawancara.
E. Analisis Data
Data-data yang telah terkumpul kemudian diproses oleh peneliti dengan
melakukan analisis data. Namun, peneliti juga melakukan analisis data pada saat
melakukan pengumpulan data yang bertujuan untuk memeriksa kembali data yang
telah ada dan untuk perencanaan pengumpulan data selanjutnya guna
mendapatkan hasil yang akurat.
Adapun menurut Moleong menganalisis data setelah data terkumpul
adalah sebagai berikut : 49
48Y. S. Licoln & E. G. Guba, Naturalistic Inquiry dalamDjam‟an Satori, Aan Jomariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. III ; Bandung : CV. ALFABETA, 2011), h. 132.
1. Reduksi data, yaitu dengan membuat abstraksi yang merupakan rangkuman
dari hasil penelitian yang ada.
2. Menyusun dalam satuan-satuan, yaitu mengidentifikasi data penelitian yang
kemudian disusun menjadi satuan-satuan yang sesuai dengan fokus penelitian.
3. Kategorisasikan, artinya adalah dengan mengelompokkan data-data tertentu.
4. Pemerikasaan keabsahan, dimaksudkan untuk mengecek keabsahan data dari
hasil penelitian dengan teori-teori yang digunakan.
5. Penafsiran dan kesimpulan, peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data
yang kemudian dapat dijadikan sebagai suatu kesimpulan.
F. Pengecekkan Keabsahan data
Hal ini dilakukan peneliti dengan empat cara yaitu :
1. Uji Kredibilitas
Uji kredibilitas adalah agar dapat menjadi tolak ukur peneliti terhadap
pengamatan dan yang ada dalam kenyataan sesuai dengan yang ada di lapangan.
a. Triangulasi, peneliti melakukan pengecekkan terhadap kebenaran data
tertentu dengan cara triangulasi data.
b. Bahan referensi, peneliti menggunakan referensi berupa dokumen, foto, dan
lain sebagainya yang membantu penulis dalam melakukan penelitian.
c. Mengkonfirmasi data terhadap yang telah diwawancarai agar dicek kembali
untuk lebih terjamin keabsahannya.
d. Pengamatan, peneliti mengadakan pengamatan agar lebih paham terhadap
2. Transferabilitas
Peneliti pada tahap ini berupaya dalam melakukan laporan penelitian
secermat mungkin dalam rangka agar pembaca dapat memahami isi laporan
tersebut.
3. Dependabilitas
Peneliti kembali menelusuri sejauhmana kualitas proses penelitian apakah
sesuai dengan proses penelitian atau tidak.
4. Konfirmabilitas
Peneliti dalam hal ini untuk melihat hubungan konfirmabilitas antara
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
Madrasah Tsanawiyah Al-Khairaat Girian adalah salah satu lembaga
pendidikan milik Yayasan Pendidikan Islam Alkhairaat. MTs Al-Khairaat Girian
berdiri atas inisiatif tokoh masyarakat dan tokoh agama di wilayah Girian weru
pada tanggal 16 Juni 1990. Dengan demikian MTs Al-Khairaat Girian telah
beroperasi sebagai Lembaga Pendidikan setingkat SMP kurang lebih 19 Tahun (
telah meluluskan 15 tahun pelajaran ). Kehadiran MTs Al-Khairaat Girian sebagai
satu – satunya Madrasah di Kecamatan Girian mempermudah masyarakat yang
berada diwilayah kecamatan Girian, kecamatan Ranowuluh, kecamatan Madidir,
dan kecamatan Matuari dalam menyekolahkan anaknya di Madrasah. Terbukti
dengan jumlah siswa yang cukup banyak mendaftar walaupun secara geografis
MTs Al-Khairaat diapit oleh SMP Negeri I Bitung dan SMP Al-Khairaat Bitung
yang masing-masing hanya berjarak kurang lebih 300 – 500 m.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan temuan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi,
dan studi dokumenter serta hasil analisis data yang telah dilakukan dapatlah
dikemukakan beberapa hasil penelitian yang dapat diungkap lewat paparan data
Dalam pembelajaran salah satu pendukung keberhasilan seorang pendidik
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah kemampuannya itu sendiri
dalam penguasaan dan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dengan
materi, karakter dan kondisi peserta didik. Metode pembelajaran yang digunakan
haruslah sesuai dengan keterampilan seorang pendidik dalam penyampaian materi
pelajaran, penguasaan kelas, serta menarik perhatian peserta didik.
Analisis dan intepretasi dari data hasil penelitian selama dua bulan di MTs
Alkhairaat Bitung, dan dari data yang terkumpulkan, kemudian data tersebut
dilakukan pengelolaan data yaitu mulai dari pemeriksaan, pengeditan, dan analisis
yang kemudian hasil pengelolaan data tersebut diintepretasikan dan
dideskripsikan dalam sebuah penelitian.
C. Pembahasan hasil Penelitian
1. Penerapan Metode Kisah Pada Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
di MTs Alkhairaat Bitung
Pada kegiatan belajar mengajar, salah satu yang mendukung keberhasilan
pendidik adalah kemampuan dalam penguasaan dan penerapan metode
pembelajaran yang disesuaikan dengan materi, karakter dan kondisi peserta didik.
Metode pembelajaran yang digunakan haruslah menyesuaikan dengan
keterampilan pendidik dalam menyampaikan materi, menguasai kelas, dan
menarik perhatian peserta didik. Semakin terampil pendidik dalam pengajaran
maka metode yang diterapkan akan tepat sasaran dan menjadi efektif. Penerapan
metode Kisah juga membutuhkan kreativitas pendidik, hal itu harus didukung
walaupun adakalanya tidak selalu menggunakan media namun media-media yang
digunakan serta strategi yang digunakan oleh pendidik agar penerapan metode
dapat berjalan dengan baik.
Penyampaian materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam selama ini
kebanyakan masih menggunakan metode ceramah, yang mana metode tersebut
kurang menarik perhatian dan semangat peserta didik, bahkan membuat peserta
didik lebih cepat bosan dan tidak dapat memahami materi yang disampaikan
secara maksimal karena penyampaiannya hanya teoritis saja. Maka perlu adanya
variasi dalam penggunaan metode dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam, salah satunya yaitu dengan penerapan metode Kisah, hal ini diharapkan
dapat meningkatkan semangat belajar peserta didik sehingga nantinya dapat
menghasilkan produk yang berkualitas.
Metode Kisah ini menghubungkan antara teori dengan ibrah atau gambaran kehidupan pada masa lampau untuk dijadikan titik acuan atau bekal dalam
mengarungi kehidupan yang selanjutnya, sehingga kualitas hidup manusia akan
semakin baik dari waktu ke waktu. Metode kisah yang diamati oleh peneliti dalam
pelaksanaan penelitian pada hasil pengamatan pertama, penulis pada pengamatan
pertama masih belum menunjukan hasil karena ada saat itu masih penyampaian
materi. Baru kemudian pada pengamatan kedua dan seterusnya pendidik
menggunakan metode kisah pada materi-materi khusus yang tepat. Pada
pengamatan I, II, dan III metode kisah masih dikuasai oleh pendidik, dalam artian
peserta didik masih enggan bertanya dan menjawab, ketika beberapa kali pendidik
peserta didik saja. Hal itu berbeda dengan pengamatan setelah itu yang dilakukan
penulis pada peserta didik sudah banyak yang ikut berpartisipasi mengikuti jalur
kisah cerita yang disampaikan oleh pendidik. Dalam penggunaan metode kisah
oleh pendidik tersebut, ada dua aspek yang penulis anggap penting untuk diangkat
dalam penulisan skripsi ini. Kedua aspek tersebut yaitu aspek pendidik dan aspek
peserta didik. Asek-aspek tersebut penulis anggap penting karena dalam
melakukan penelitian ini yang penulis temukan dilapangan adalah kedua aspek
tersebut.
Aspek Pendidik
Aspek pendidik berarti melihat dari sisi penggunaan metode kisah dari
pendidik yang menggunakan metode ini sebagai salah satu metodenya dalam
pengajaran. Ketika metode ini dilihat dari aspek pendidik, terutama metode kisah
yang berlangsung di MTs Alkhairaat Bitung yaitu mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam dalam hal ini Jufrin Naki, S.PdI, sebagai pendidik mata
pelajarannya. maka data yang penulis tampilkan sebagaimana berikut:
a. Kemampuan pendidik dalam pembawaan sebuah kisah. Kemampuan ini
adalah yang dimiliki oleh pendidik dalam rangka menghidupkan kelas
sehingga peserta didik mempunyai semangat untuk memerhatikan dan juga
semangat dalam belajar. Hal ini tersebut terlihat dari:
b. Menceritakan kisah-kisah kontekstual.
Kemampuan pendidik dalam menceritakan stimulus kisah kaitannya dengan
memberikan kisah-kisah kontekstual yang kemudian ditunjukan dengan
c. Membangkitkan minat belajar peserta didik.
Dalam membangkitkan minat peserta didik untuk mendengarkan cerita yang
dibawakan seorang pendidik pada umumnya menunjuk salah satu dari peserta
didik untuk menjawab atau mengemukakan dari kisah yang telah dibawakan oleh
pendidik.
d. Memberikan rangsangan imajinasi.
Peserta didik akan spontan termotivasi ketika mendengarkan sebuah kisah
yang disampaikan melalui pendidik. Dan ketika itu maka terpacu pikiran dan nalar
peserta didik akan hikmah dari materi ajar yang pendidik sampaikan.
e. Kemampuan pendidik dalam mengaktifkan peserta didik dan mengelola
kelas.
Kemampuan ini ditunjukan oleh pendidik dengan banyak cara sesuai
dengan kreatifnya. Kemampuan ini sangat dibutuhkan agar kelas tidak monoton
dan membosankan. Kemampuan-kemampuan tersebutdiantaranya adalah:
1) Memberikan pertanyaan kepada peserta didik yang tidak aktif
mendengarkan agar mereka dapat mengemukakan sedikit dari kisah
yang disampaikan walaupun tidak banyak dalam penyampaiannya
nanti.
2) Tidak membiarkan peserta didik yang tidak memerhatikan pendidik
yang sedang bercerita. Apabila terdapat peserta didik terputus dari
memperhatikan pendidik yang sedang bercerita, maka peserta didik
3) Kemampuan pendidik dalam menyimpulkan hasil kisah. Setelah
kisah usai, materi yang telah dibahas disimpulkan oleh pendidik
berdasarkan jawaban-jawaban yang diberikan kepada peserta didik
setelah usai bercerita.
Aspek Peserta Didik
Peserta didik juga penting diperlukan untuk menemukan apakah metode
kisah ini dapat berjalan dengan baik sehingga dapat ditentukan bahwa metode ini
dapat diandalkan dan terbilang efektif. Aspek peserta didik yang diperhatikan oleh
penulis dalam penelitian ini antara lain adalah:
a. Keinginan peserta didik untuk mendengarkan dan mengamati sebuah kisah
yang disampaikan Sejarah Kebudayaan Islam. Hal itu ditunjukan
banyaknya peserta didik yang mengamati dan memerhatikan pendidik saat
bercerita. Meskipun di tengah waktu itu berlangsung masih ada yang
terlepas dari cerita yang disampaikan peserta didik.
b. Keberanian untuk bertanya usai cerita ketika ada bahasa atau cerita yang
tidak dipahami. Meskipun demikian ada juga peserta didik yang mungkin
kurang paham karena keadaan demikian sering terjadi karena jam
pelajaran yang letaknya di jam terakhir atau jam sebelum istirahat
sehingga peserta didik hanya memikirkan pulang atau istirahat saja,
karena sebagus apapun kisah yang diangkat pendidik tidak akan
menciptakan keefektifan bercerita apabila tidak adanya peran juga respon
Adapun keaktifan peserta didik dalam kelas saat metode kisah berlangsung
menurut penulis dapat diketahui melalui beberapa hal berikut ini, yaitu:
a. Mendengarkan Meskipun adakalanya harus diperintah terlebih dahulu
oleh pendidik agar tidak bercanda atau semacamnya, namun menurut
penulis hal itu sudah merupakan salah satu bentuk keikutsertaan peserta
didik atau keaktifan mereka dalam berlangsungnya metode tersebut.
b. Bertanya ketika telah usai bercerita. Ketika cerita berlangsung biasanya
ada bahasa atau jalur cerita yang muncul ketika peserta didik untuk
memahami akan isi dari cerita yang dibawakan peserta didik.
c. Meringkas kisah. Peserta didik siap menceritakan secara ringkas ketika
Sejarah Kebudayaan Islam memerintahkan untuk meringkas cerita yang
telah didengarkannya. Karena pemahaman peserta didik terhadap materi
kisah diperlukan untuk sejauh manakah pemahaman mereka terhadap
materi, yang baru saja disampaikan kepada mereka sesuai dengan yang
diharapkan.
Kemudian untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman peserta didik
terhadap cerita yang disampaikan oleh pendidik melalui metode kisah. Dan hal ini
bertujuan agar dapat diketahui seberapa jauh antusiasme peserta didik dalam
menerima pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dan keberhasilan pendidik dalam
penerapan metode tersebut. Maka adapun hasil dari penelitian tersebut dapat
diketahui berdasarkan kutipan hasil wawancara yang disampaikan oleh Bapak
Jufrin selaku pendidik mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam:
pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam karena dengan metode tersebut mereka dapat mengambil tauladan dan hikmah dari kisah-kisah yang saya sampaikan dan lebih berkesan di hati mereka sehingga hal itu akan tercermin dari tingkah laku atau akhlak mereka sehari-hari.”50
Penerapan metode kisah ini diakui oleh pendidik Sejarah Kebudayaan
Islam bukan merupakan sebuah pelaksanaan yang hanya dalam pemenuhan
tuntutan secara normatif belaka, namun metode ini dilakukan untuk menambah
wawasan terhadap metode pembelajaran sesuai dengan karakter peserta didik di
jenjang Sekolah Menengah Pertama, yang mana mereka mulai lebih berfikir logis
dan sistematis sehingga metode yang digunakanpun juga harus disesuaikan
dengan materi yang akan disampaikan dan sesuai karakter peserta didik.
Tujuan dari penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam yaitu agar peserta didik dapat lebih gampang memahami
pelajaran tersebut dan menjadi lebih semangat serta bisa aktif selama proses
pembelajaran, sehingga mereka mampu menguasai materi Sejarah Kebudayaan
Islam sekaligus bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun
tujuan penerapan metode Kisah di antaranya adalah untuk meningkatkan
pemahaman tentang materi Sejarah Kebudayaan Islam, baik teori maupun
penerapannya. Karena dalam metode tersebut pendidik dapat menghubungkan
antara materi yang ada dalam buku ajar dengan kisah-kisah dan tauladan yang
patut dicontoh untuk dijadikan acuan dalam kehidupan mereka. Sesuai hasil
wawancara dengan Bapak Jufrin, selaku pendidik mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam:
50
"Selama ini peserta didik kurang memahami tentang materi Sejarah Kebudayaan Islam yang saya sampaikan, karena mungkin kurang adanya variasi dalam metode dan masih cenderung monoton, namun setelah saya berusaha melakukan penerapan metode Kisah peserta didik terlihat lebih antusias, lebih mudah faham, dan terlihat dari perubahan tingkah laku mereka menjadi lebih baik, di samping itu saya juga dapat menambah variasi metode yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam ini."51
Keefektifan penerapan metode Kisah harus didukung oleh
keterampilan Pendidik dalam pengelolaan kelas, penggunaan sarana dan
media pembelajaran, Berikut kutipan hasil wawancara dengan Bapak Jufrin Naki,
selaku Pendidik mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, :
"Dalam penerapan metode Kisah, selain menggunakan buku panduan dan mushaf, saya juga menggunakan media lain seperti gambar dan media audio visual, hal ini diharapkan agar para siswa dapat ikut aktif dalam menganalisis kisah-kisah yang saya sampaikan dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupannya. Jadi, menurut analisis saya metode Kisah ini sangat efektif apabila diterapkan dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, atau bisa juga diterapkan pada materi pelajaran lain yang memiliki relevansi dengan metode tersebut." 52
Pendidik sebagai mediator dalam kegiatan belajar mengajar memiliki
peran yang sangat penting dalam menghadapi permasalahan yang bisa terjadi
selama proses pembelajaran dan memiliki tanggung jawab yang sangat besar
untuk keberhasilan peserta didik. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Jufrin
Naki, selaku Pendidik mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, :
"Di samping faktor-faktor pendukung seperti yang telah saya sebutkan, dalam penerapan metode ini juga terdapat beberapa faktor penghambat, di antaranya adalah waktu yang sangat terbatas, jadi Pendidik harus mengatur
51
Hasil wawancara dengan Jufrin Naki selaku guru Sejarah Kebudayaan Islam.
52
strategi agar dalam waktu yang terbatas tersebut dapat menyampaikan materi secara maksimal, sehingga metode yang digunakan dapat terlaksana secara efektif dan efisien."53
Sebelum proses belajar mengajar dilakukan, guru harus terlebih dahulu
mempersiapkan perencanaan pengajaran agar materi yang akan disampaikan
kepada peserta didik sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan dan
terstruktur dengan baik.
Perencanaan pengajaran dirancang untuk memudahkan dalam proses
pembelajaran. Selain langkah-langkah yang sistematis, sarana dan metode,
keadaan siswa juga menunjang efektifitas pembelajaran.
Keefektifan metode Kisah dapat dilihat dari proses penerapan yang
dilakukan, hasil belajar juga dapat dijadikan tolak ukur efektifitas metode
tersebut. Hal ini dapat diketahui setelah guru mengadakan evaluasi terhadap siswa
baik secara lisan, tulisan maupun tingkah laku yang dilakukan oleh siswa selama
proses pembelajaran di sekolah.
Berikut kutipan hasil wawancara dengan Bapak Jufrin Naki, selaku guru
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam :
"Metode Kisah sangat efektif diterapkan pada mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, hal ini terlihat dari hasil pembelajarannya, yaitu para siswa dapat lebih aktif dalam menanggapi materi yang saya sampaikan dan nilai ulangan yang semakin meningkat dibandingkan sebelum menggunakan metode Kisah, hasil yang sangat terlihat adalah dari tingkah laku mereka sehari-hari yang semakin baik, khususnya di sekolah baik terhadap guru, teman sebaya atau adik kelasnya serta orang-orang yang ada di sekitarnya."54
53
wawancara dengan Jufrin Naki selaku guru Sejarah Kebudayaan Islam.
54
Para siswa juga memberikan beberapa tanggapan dan komentar mengenai
penerapan metode Kisah dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, berikut
kutipan hasil wawancara kami dengan beberapa siswa kelas VIII:
"Menurut saya metode Kisah ini sangat efektif karena kita menjadi lebih mudah dalam memahami maksud dari pelajaran tersebut, di samping itu dengan kisah-kisah yang disampaikan dapat kita jadikan sebagai tauladan dan kita juga tidak merasa bosan dalam mengikuti pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam." (Riski Umar, VIII.A)
"Menurut saya metode Kisah ini lebih bisa membuat para siswa mengerti tentang materi yang disampaikan karena disertai dengan contoh kisah-kisah, sehingga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut, dan proses pembelajran menjadi lebih efektif, di samping itu kita juga bisa mengamalkan isi dari materi tersebut dalam kehidupan bermasyarakat" (Najiha Alamri, VIII B)
"Saya merasa lebih semangat dalam mengikuti pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, karena sebelum metode ini diterapkan saya merasa cepat bosan karena kebanyakan materinya disampaikan dengan menggunakan metode ceramah. Tapi setelah diterapkan metode Kisah saya tidak merasa bosan lagi dengan pelajaran ini, karena saya bisa lebih memahami dan mendalami materi yang disampaikan dan hasil ujian saya juga lebih bagus”.(Miftahul Fikriah Adudu, VIII C)
"Metode ini sangat bagus digunakan dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, karena di dalamnya sarat dengan nasihat-nasihat yang dapat dijadikan pelajaran dari segi aqidah dan akhlak, sehingga kita bisa menjadi manusia yang sempurna seutuhnya." (Siti H.Amin, VIII D)
Dari beberapa hasil wawancara yang kami kutip dengan beberapa siswa
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Kisah dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sangat efektif karena mereka menjadi
lebih mudah memahami dan tidak mudah merasa bosan selama mengikuti
pelajaran tersebut. Jadi ada relevansi antara teori dengan kehidupan nyata melalui
penerapan metode Kisah ini, sehingga lebih mudah mengena dalam hati para
peserta didik.
mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Jadi, dalam penerapan metode
Kisah dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam diharapkan dapat
membantu pendidik dan peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan agama
Islam.
Adapun tujuan dari pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam adalah:
a. Memberikan pengetahuan, penghayatan, dan keyakinan kepada peserta
didik akan sejarah dan kebudayaan Islam, sehingga tercermin dalam sikap
dan tingkah lakunya sehari-hari.
b. Memberikan pengetahuan, penghayatan, dan kemauan yang kuat untuk
mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam baik untuk dirinya sendiri, dan sesama manusia.
c. Memberikan bekal kepada peserta didik tentang Sejarah Kebudayaan
Islam untuk melanjutkan pelajaran ke jenjang yang lebih tinggi.
Dalam penerapan metode Kisah guru mempunyai peran yang sangat
penting dalam kelas dan juga tanggung jawab untuk keberhasilan siswa. Maka
guru sebelum proses belajar mengajar dilaksanakan seharusnya terlebih dahulu
membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran yang akan disampaikan sesuai
dengan standar kompetensi yang ditetapkan.
Setelah dilakukan evaluasi terhadap para siswa yang menjadi responden
peneliti baik secara tertulis, lisan maupun sikap mereka selama proses
pembelajaran atau setelahnya, maka dapat disimpulkan bahwa metode Kisah
merupakan metode yang efektif apabila diterapkan dalam pembelajaran Sejarah