• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak Juni 2011. Jumlah sampel diambil secara consecutive sampling sebesar 50 sampel. Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 4.1. Proporsi penderita OMSK berdasarkan kelompok umur

Kelompok Umur Jumlah (n) Persen (%) ≤ 5 tahun 23 46 6 – 10 tahun 10 20 11-14 17 34 Total 50 100

Dari tabel diatas diketahui proporsi penderita OMSK terbanyak pada kelompok umur ≤ 5 tahun yaitu 23 penderita (46%) dan diikuti kelompok umur 11-14 tahun sebanyak 17 penderita (34%), sedangkan kelompok umur 6-10 tahun sebanyak 10 penderita (20%).

Tabel 4.2. Proporsi penderita OMSK berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah (n) Persen (%)

- Laki-laki - Perempuan 34 16 68 32 Total 50 100

Dari tabel 4.2 diatas didapati proporsi penderita OMSK terbanyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 34 penderita (68%) dan perempuan 16 penderita (32%).

Tabel 4.3. Proporsi penderita OMSK berdasarkan tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan perbulan Jumlah (n) Persen (%) - Tinggi - Sedang - Rendah 1 36 13 2 72 26 Total 50 100

Berdasarkan tabel diatas tampak tingkatan pendapatan perbulan adalah tingkat pendapatan sedang yaitu 36 (72%), diikuti tingkat pendapatan rendah yaitu 13 penderita (26%).

Tabel 4.4. Proporsi penderita OMSK berdasarkan status gizi

Status gizi Jumlah (n) Persen (%)

- Baik - Kurang 14 36 28 72 Total 50 100

Berdasarkan status gizi, proporsi terbanyak adalah status gizi kurang yaitu 36 penderita (72%), sedangkan status gizi baik sebanyak 14 penderita (28%). Gizi buruk tidak ditemukan.

Tabel 4.5. Proporsi penderita OMSK berdasarkan status imunisasi

Status imunisasi Jumlah (n) Persen (%)

- Lengkap - Tidak lengkap 41 9 82 18 Total 50 100

Dari tabel 4.5 diatas yang terbanyak adalah status imunisasi lengkap sebanyak 41 penderita (82%) sedangkan imunisasi tidak lengkap sebanyak 9 penderita (18%). Tabel 4.6. Proporsi penderita OMSK berdasarkan riwayat minum ASI

Riwayat minum ASI Jumlah (n) Persen (%)

- ASI ekslusif - ASI lengkap - Susu formula 29 19 2 58 38 4 Total 50 100

Dari tabel 4.6 diatas didapati riwayat minum ASI ekslusif selama 6 bulan pertama adalah yang terbanyak pada proporsi penderita OMSK yaitu 29 penderita (58%), diikuti riwayat minum ASI dan susu botol sebanyak 19 penderita (38%).

Tabel 4.7. Proporsi penderita OMSK berdasarkan paparan asap

Paparan asap Jumlah (n) Persen (%)

- Terpapar - Tidak terpapar 34 16 68 32 Total 50 100

Berdasarkan paparan asap, proporsi terbanyak adalah terpapar yaitu 34 penderita (68%) yang didapat dari penderita tua yang merokok dan pembakaran sampah yang dilakukan disekitar rumah. Sedangkan yang tidak terpapar sebanyak 16 penderita (32%).

Tabel 4.8. Proporsi penderita OMSK berdasarkan kepadatan tempat tinggal

Kepadatan tempat tinggal Jumlah (n) Persen (%) - Tidak padat - Padat 8 42 16 84 Total 50 100

Dari tabel 4.8 diatas yang terbanyak tinggal di rumah yang padat yaitu sebanyak 42 penderita (84%). Hal ini dilihat dari luas rumah dan dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga yang tinggal didalamnya. Sedangkan yang tinggal di tempat yang tidak padat sebanyak 8 penderita (16%).

Tabel 4.9. Tabel sosio-demografi keluarga penderita Jumlah (n) Persen (%) Anak ke 1 2 3 4 5 11 23 11 4 1 22 46 22 8 2

Jumlah penghuni rumah

4 5 6 7 8 9 3 12 16 14 4 1 6 24 32 28 8 2

ANC bila Ya berapa kali

<4 kali >4 kali 29 21 58 42

Orang tua merokok

Ya Tidak 34 16 68 32

Proporsi penghasilan untuk kesehatan

0 % 5 % 10 % 20 % 17 25 7 1 34 50 14 2

Sumber air minum keluarga

Sungai Sumur PAM 1 37 12 2 74 24

Kebiasaan memasak keluarga

Menggunakan kayu bakar Menggunakan kompor minyak Menggunakan gas 4 36 10 8 72 20

Kebiasaan pengolahan sampah

Dibakar

Dibuang ke tempat sampah Dikutip oleh petugas

33 12 5 66 24 10

Dari tabel diatas tampak penderita merupakan anak ke 2 sebanyak 23 penderita (46%), jumlah penghuni rumah 6 orang sebanyak 16 (32%), pemeriksaan ANC <4 kali sebanyak 29 penderita (58%), orang tua merokok 34 penderita (68%), proporsi penghasilan untuk kesehatan 5 % sebanyak 25 penderita (50%), sumber air minum keluarga dari sumur 37 penderita (74%), kebiasaan memasak keluarga menggunakan kompor minyak sebanyak 36 penderita (72%) dan kebiasaan pengolahan sampah dengan dibakar sebanyak 33 penderita (66%).

Tabel 4.10. Korelasi kekerapan anak menderita sakit dengan variabel-variabel laten

Variabel Nilai p Nilai ( r )

Status gizi

Anak mendapat imunisasi

.260 .000

0.162 -0.882

Mendapat ASI selama 6 bulan .000 -0.882

Penghasilan Ayah .295 0.020

Penghasilan Ibu .064 0.157

Orang tua merokok .166 0.004

Proporsi % penghasilan untuk kesehatan .063 -0.273

Sumber air minum keluarga .195 0.201

Kebiasaan memasak keluarga .148 0.122

Kebiasaan pengolahan sampah Kepadatan penghuni rumah

.176 .081

-0.248 0.249

Dari tabel terlihat bahwa anak mendapat imunisasi dan mendapat ASI selama 6 bulan memiliki hubungan yang signifikan dengan kekerapan anak menderita sakit. Nilai r memperlihatkan bahwa hubungan kedua variabel ini dengan kekerapan menderita sakit sangat erat. Tabel diatas juga memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara variabel lain dengan kekerapan menderita sakit. Kendati demikian, tabel diatas memperlihatkan bahwa semakin besar proporsi penghasilan untuk kesehatan maka akan semakin jarang pula anak menderita sakit. Demikian pula halnya dengan kebiasaan pengolahan sampah, semakin baik pengolahan sampah maka akan semakin jarang pula anak menderita sakit.

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini mengambil 50 sampel berumur tidak lebih dari 14 tahun yang menderita OMSK dilakukan di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 diketahui bahwa proporsi penderita OMSK terbanyak pada kelompok umur ≤ 5 tahun yaitu 46% dan diikuti kelompok umur 11-14 tahun sebanyak 34%, sedangkan kelompok umur 6-10 tahun sebanyak 20%. Jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki 68% dan perempuan 32%. Hal ini hampir sama dengan penelitian deskriptif retrospektif di rumah sakit pendidikan Makassar selama 5 tahun, jumlah kasus OMSK pada balita selama periode 2004-2008 sebanyak 700 kasus dari seluruh kasus OMSK dan yang terbanyak terjadi pada kelompok umur 2-4 tahun (51,3%) dimana laki-laki sebanyak 55,3% dibandingkan perempuan 44,7% (Talango, 2009). Veen et al (2005) di Belanda pada 100 anak berusia hingga 12 tahun dengan OMSK sebanyak 49% berusia dibawah 4 tahun dan sebanyak 55% laki-laki. Lasisi et al (2007) terhadap 189 anak-anak berusia hingga 14 tahun dengan OMSK mendapatkan laki-laki sebanyak 60%.

Berdasarkan tingkat pendapatan perbulan yang terbanyak adalah tingkat pendapatan sedang 72%, diikuti tingkat pendapatan rendah yaitu 26%. Penelitian yang dilakukan Uddin et al (2009) terhadap 1473 anak dari sekolah negeri dan swasta memperlihatkan bahwa secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua populasi tersebut terhadap kejadian OMSK dalam hal status sosio-ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Chadha et al (2005) dan Lasisi et al (2007)

memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kejadian OMSK pada status sosio-ekonomi tinggi dan rendah.

Seperti yang telah diuraikan bahwa OMSK merupakan penyakit infeksi yang secara umum berhubungan dengan status sosio-ekonomi rendah yang juga berkaitan erat dengan kondisi malnutrisi, kepadatan tempat tinggal, tingkat kesehatan dibawah standar, infeksi saluran napas atas berulang dan kurangnya sarana kesehatan yang memadai (Adoga et al, 2010).

Berdasarkan status gizi, proporsi OMSK yang terbanyak adalah pada penderita dengan status gizi kurang yaitu 72%, sedangkan status gizi baik 28%.

Pengaruh nutrisi dan vitamin dalam peranannya mempengaruhi penyakit telinga tengah terutama di negara berkembang telah banyak dilakukan. Elemraid et al (2011) melakukan studi case control terhadap 75 anak dengan OMSK dan 74 anak sebagai kontrol, mendapatkan anak dengan OMSK memiliki gizi yang kurang dibandingkan kontrol dengan konsentrasi Zn, Se dan Ca yang rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi keadaan malnutrisi pada anak, namun yang paling penting adalah kesanggupan membeli makanan yang bergizi. Faktor lain diantaranya ketersediaan makanan bergizi, fasilitas penyimpanan makanan dan ketersediaan air bersih, pendinginan dan peralatan memasak, yang tergantung kondisi di tiap keluarga, ikut mempengaruhi gizi (Elemraid et al, 2011).

Dari tabel 4.5 dan 4.6 tampak distribusi frekuensi sampel OMSK berdasarkan imunisasi, yang terbanyak adalah status imunisasi lengkap 82% dan berdasarkan riwayat minum ASI ketika bayi didapati riwayat minum ASI ekslusif selama 6 bulan pertama adalah yang terbanyak yaitu 58%, diikuti riwayat minum ASI dan susu botol 38%. Hasil yang di dapatkan Amusa et al (2005) terhadap 88 anak berusia hingga 12 tahun dengan otitis media memperlihatkan bahwa secara statistik tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara kejadian otitis media dengan imunisasi dan lamanya anak menyusui.

Selain manfaat nutrisi dan psikis, ASI mengandung zat antibodi yang akan menghambat mikroba yang merugikan sehingga anak tidak mudah terinfeksi (Kong dan Coates, 2009).

ASI mengandung dalam jumlah tinggi tidak hanya vitamin A saja tapi juga bahan bakunya yaitu beta karoten. Vitamin A selain berfungsi untuk kesehatan mata, juga berfungsi untuk mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. (Depkes RI, 2001).

Berdasarkan paparan asap, proporsi penderita OMSK yang terbanyak adalah terpapar yaitu 68%. Hasil didapatkan Sophia et al (2010) pada 800 anak, Jones et al (2011) pada 61 anak dan Jocoby et al (2008) terhadap 100 anak dengan otitis media, paparan asap rokok memiliki hubungan yang signifikan dalam meningkatkan risiko terjadi otitis media. Sedangkan Homoe (2001) mendapatkan hasil yang berbeda.

Paparan asap rokok terhadap bayi dan anak-anak merupakan masalah kesehatan yang harus diperhatikan. Berbeda dengan dewasa, bayi lebih rentan terhadap paparan asap rokok, sehingga akan meningkatkan risiko terjadi otitis media kronis. Konsekuensi dari paparan dalam jarak dekat oleh penderita tua perokok adalah kekebalan tubuh bayi dan sistem pulmonar yang menurun, ukuran tubuh kecil dan frekuensi nafas yang meningkat (Daly, 2001).

Asap rokok memiliki >4000 toksin kimia, diantaranya nikotin, CO, formaldehid, hidrogen sianida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, ammonia, polycyclic aromatic hydrocarbon dan nitrosamin. Zat-zat tersebut menyebabkan subjek lebih rentan terhadap terjadinya infeksi telinga melalui 4 proses, yaitu epitel mukosa terpapar zat

clearence nasofaring juga terganggu, memudahkan mikroorganisme berinvasi ke permukaan epitel sel, dan menekan fungsi imun lokal seperti produksi Ig A (Nji et al, 2006).

Proporsi penderita OMSK berdasarkan tempat tinggal, yang terbanyak tinggal di tempat yang padat yaitu sebanyak 84%, sedangkan yang tinggal di tempat yang tidak padat 16%.

Penelitian yang dilakukan oleh Lasisi et al (2007) memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan terhadap beberapa faktor risiko antara lain sosioekonomi rendah, malnutrisi, tempat tinggal yang padat dan minum susu botol. Kontribusi dari status sosio-ekonomi rendah dalam meningkatkan keparahan otitis media merupakan multifaktor. Keluarga dari kelas sosial rendah sering memiliki banyak anak dan tinggal dalam rumah yang sempit dengan sanitasi dan kebersihan yang kurang memadai, sehingga menciptakan kondisi lingkungan yang kondusif bagi transmisi kuman infeksius. Selain itu malnutrisi, yang berkaitan erat dengan kondisi status ekonomi rendah, akan menekan sistem imun. Kurangnya akses ke pusat pelayanan kesehatan menempatkan anak-anak dalam kategori risiko tinggi terhadap terjadi penyakit ( Lasisi et al, 2007).

Berikutnya Lasisi (2008) meneliti kejadian OMSK yang dini pada anak dan didapatkan sosio-ekonomi rendah dan jumlah anak yang banyak dalam rumah merupakan faktor risiko terhadap terjadinya otitis media dini, sedangkan minum susu botol, memasak di dalam rumah dan infeksi saluran napas atas secara statistik tidak mempunyai hubungan yang signifikan.

Tabel 4.10. memperlihatkan adanya korelasi kekerapan anak yang menderita sakit dengan beberapa variabel sosio-demografi, tampak anak yang mendapat imunisasi dan mendapat ASI selama 6 bulan memiliki hubungan yang signifikan dengan

kekerapan anak menderita sakit. Anak yang mendapat imunisasi dan diberi ASI akan lebih jarang menderita sakit. Sedangkan variabel lain seperti status gizi, penghasilan orang tua, orang tua yang merokok, sumber air minum keluarga, kebiasaan memasak keluarga dan kepadatan penghuni rumah tidak terdapat hubungan signifikan dengan kekerapan menderita sakit. Kendati demikian, tabel tersebut memperlihatkan bahwa semakin besar proporsi penghasilan untuk kesehatan maka akan semakin jarang pula anak menderita sakit. Demikian pula halnya dengan kebiasaan pengolahan sampah, semakin baik pengolahan sampah maka akan semakin jarang pula anak menderita sakit.

Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif, yaitu tubuh tidak membentuk imunitas, tetapi menerima imunitas, sedangkan pada imunitas aktif tubuh membentuk kekebalan sendiri. Pentingnya pemberian imunisasi didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan, anak belum mempunyai kekebalannya sendiri (humoral), hanya imunoglobulin G yang didapatnya dari ibu. Setelah usia 2 sampai 3 tahun, anak akan membentuk imunoglobulin G

Sebagai contoh, di Indonesia pemberian imunisasi BCG (Bacille Calmette Guerin) pada bayi baru lahir saat kontak pertama dengan petugas kesehatan atau sebaiknya diberikan pada umur ≤ 2 bulan . Jika anak yang sudah mendapat imunisasi BCG terinfeksi oleh Micobacterium tuberculosis maka sel limposit-T memori segera berproliferasi, berdiferensiasi, mengaktifkan makrofag dan memproduksi sitokin. Sitokin ini selanjutnya meningkatkan kemampuan makrofag dalam mekanisme mikrobisida. Juga telah dibuktikan bahwa sitokin ini mampu menghambat pertumbuhan

sendiri, sedangkan imunoglobulin A dan M sejak lahir mulai diproduksi dan dengan bertambahnya usia anak maka akan meningkat produksinya. Dengan demikian, pada tahun pertama anak perlu mendapat kekebalan yang didapat melalui pemberian imunisasi (Matondang CS, 2001).

basil, membunuh basil dan menghambat mobilitas makrofag yang terinfeksi sehingga tidak terjadi penyebaran infeksi secara hematogen (Matondang CS, 2001).

Air susu ibu selain sebagai sumber nutrisi dapat member perlindungan kepada bayi melalui berbagai zat kekebalan yang dikandungnya. Walaupun ibu dalam kondisi kekurangan gizi sekalipun, ASI tetap mengandung nutrisi esensial yang cukup untuk bayi dan mampu mengatasi infeksi melalui komponen sel fagosit dan immunoglobulin. Pembentukan kekebalan tubuh pada bayi umur 0-6 bulan belum sempurna. Peran ASI belum mampu digantikan oleh susu formula seperti peran bakteriostatik, anti alergi atau peran psikososial. Pemberian ASI pada bayi tersebut dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh bayi. ASI mengandung sIgA, Limfosit T, Limfosit B, dan Laktoferin yang dapat merangsang peningkatan status imun pada bayi (Munasir dan Kurniati, 2008).

Imunoglobulin ASI tidak diabsorpsi bayi tetapi berperan memperkuat sistem imun lokal usus. ASI juga meningkatkan IgA pada mukosa traktus respiratorius dan kelenjar saliva bayi. Ini disebabkan faktor pertumbuhan dan hormon sehingga dapat merangsang perkembangan sistem imun lokal bayi. Hal ini terlihat dari lebih rendahnya penyakit otitis media, pneumonia, bakteriemia, meningitis dan infeksi traktus urinarius pada bayi yang mendapat ASI dibanding bayi yang mendapat PASI (Matondang dkk, 2008).

Dalam penelitian ini kami mendapatkan hasil setelah dilakukan uji statistik, tampak anak yang mendapat imunisasi dan mendapat ASI selama 6 bulan memiliki hubungan yang signifikan dengan kekerapan anak menderita sakit. Begitupun bukan berarti faktor-faktor lain dari sosio-demografi yang kami teliti tidak memiliki hubungan dengan terjadinya OMSK. Dari tabel proporsi penderita OMSK berdasarkan sosio- demografi tampak hasil yang memperlihatkan angka kejadian OMSK lebih tinggi pada

keluarga dengan tingkat pendapatan yang sedang dan rendah, anak dengan status gizi kurang, paparan asap dan tinggal di rumah yang padat penghuni.

Keterbatasan dalam penelitian ini terkait dengan jumlah sampel yang relatif sedikit dan jangka waktu yang tidak terlalu lama sehingga mungkin hasil yang didapat kurang mewakili dari kejadian yang sebenarnya.

BAB 6

Dokumen terkait